Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67532 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufik Rahman
"Film sebagai seni terdiri dari unsur-unsur formal yang artistik. Industri film memiliki peran besar untuk menghadirkan film ke tengah-tengah masyarakat. Namun, film yang dihadirkan industri film cenderung tidak memiliki kualitas seni yang baik. Film hanya sebagai komoditas. Hal ini dikarenakan film yang dihadirkan hanya sekedar film cerita lewat bahasa verbal. Akibatnya penonton menerima pemahaman film seni yang keliru. Ontologi dasar film adalah gambar bergerak yang mampu menciptakan bahasa visual yang artistik. Pada film hiburan, dialog justru mendominasi sehingga mempersingkat proses interpretasi penonton. Berbeda dengan film bisu yang memaksimalkan gambar bergerak sebagai medium berekspresi. Skripsi ini membahas bagaimana melihat film sebagai seni visual berkaca dari film hiburan.

Film as art consists of artistic formal elements. Film industry has a major role in bringing film to the society. However, the film presented by film industry tend not to art. The film simply as a commodity which considers telling stories more important then expression. Consequently, the audience received wrong understanding of film as art. Basic ontology of film is motion picture which has capabilities to create visual language. Dialog in film dominates picture thus shortening the audience interpretation. Unlike the silent film which maximize motion picture as medium of expression. This thesis is about how to perceive film as visual art.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Purwanto
"Mimpi merupakan bahasa simbolik dari ketidaksadaran manusia. Dalam proses individuasi, mimpi merepresentasikan motif-motif yng merupakan manifestasi dari arketipe. Representasi inilah yang mengkonfrontasikan ego dengan arketipenya tersebut. Film Inception menggambarkan konfrontasi ini dalam relasi antara tokoh protagonis dan antagonisnya. Dengan konfrontasi ini, ego menyadari dirinya pada konsep Diri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Psikologi Analitis Carl Gustav Jung.

Dream is the symbolic language of human’s unconsciousness. In the individuation, dream represents motives that are manifestation from archetype. This representation confronts ego with archetypes. The film Inception shows this confrontation in a relation between the protagonist and antagonist character. By this confrontation, the ego realizes itself with the concept of The Self. The method used in this research is Carl Gustav Jung’s Analytical Psychology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dipa Ena
"Skripsi ini mencoba menganalisa problem filsafat di masa lontemporer sekarang ini dan mencoba menerapkan model diskursus Laclauian sebagai sebuah sistem persaingan Filsafat Pertama.

This essay is trying to analyze the contemporary problem of philosophy and trying to apply Laclauian discourse to that problem as a competition system of First Philosophy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verstegen, Ian
New york: Springer, 2005
150.198 VER a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Raras Annisa Ningtyas
"Filsafat merupakan sebuah metode yang berbeda dengan ilmu pengetahuan di dalam upayanya memahami realitas, termasuk pendidikan. Ilmu pengetahuan bagi Heidegger dinilai menyediakan sebuah finalitas definisi yang menyebabkan proses pendidikan berhenti dipahami sejauh tujuan dari pendidikan telah tercapai. Finalitas definisi merupakan bentuk kontradiksi untuk menciptakan manusia auntentik. Konsekuensi tidak mengenalnya manusia pada bentuk auntentiknya tidak hanya mengakibatkan manusia tidak memahami eksistensinya sendiri melainkan menciptakan sebuah kondisi krisis pada pendidikan. Untuk itu, pada saat ini fenomenologi Heidegger menjadi sebuah metode yang diperlukan di dalam memahami pendidikan.

Philosophy and science are a different methode to gain understanding towards reality, one example is their understanding in education. Heidegger, thought that science methode produce a final definition towards something that makes education process stopped being understood as far as the purpose of education achieved. A final definition is a contradiction to achieved mans authencity. Forgetfullness of mans autencity not only maked man do not understood their existens but also it can make other effect like created a crisis in education. According to it, Heidegger Phenomenology is a methode that can be used as a philosophy methode to understand education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hehakaya. Shane Antoinetta
"Skripsi ini merupakan telaah filosofis terhadap sistem demokrasi dalam masyarakat pluralis saat ini, yang mana kondisi di dalamnya terjadi penyingkiran subyek sehingga menjadi subyek bagian yang tak memiliki bagian. Hal ini memberikan celah bagi terjadinya kesalahan hitung yang memunculkan kondisi ketidaksetaraan. Praktik-praktik polis dalam masyarakat, melalui logika polisinya memunculkan distribusi sensibilitas yang mengklasifikasikan subyek-subyek di dalam sistem.
Adanya pengklasifikasian dalam hal apapun menurut Rancière merupakan kondisi ketidaksetaraan. Menanggapi masalah ketidaksetaraan ini, terdapat solusi yang berpotensi memberikan jalan keluar, yaitu dengan cara subyek berada dalam posisi politiknya untuk berpartisipasi secara aktif dalam merebut kesetaraannya. Tindakan politik yang dapat dilakukan subyek adalah dengan melalui disensus yang berwujud pada deklasifikasi.
Terkait dengan permasalahan di atas, polis juga tidak dapat begitu saja dihilangkan, namun cara yang dapat dilakukan adalah dengan terus menerus mengungkap apa yang tersembunyi di dalam polis. Disensus sebagai jalan untuk mengkonfrontasi partisi sensibilitas dengan cara berpartisipasi aktif sebagai subyek politik untuk merebut kesetaraan. Upaya ini merupakan bentuk politik demokratisasi sebagai proses disensus.
Tulisan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali akan pentingnya menyertakan seluruh subyek dalam sistem demokrasi, sehingga setiap subyek dapat mencapai kesetaraannya secara aktif. Aspirasi yang diperjuangkan pada tulisan ini merupakan suatu kritik terhadap sistem demokrasi yang menyingkirkan subyek-subyek di dalam sistem.

This thesis is an exploration of philosophical about democracy system in the pluralist society today, in which the elimination of subject occurs. Therefore, this would be the subject that is called the part that has no part. The calculation error might arise and this also could lead to the inequality. Moreover, the police practice in society that exists through its policy of logic will lead to the distribution of the sensibility of subject classification in the system.
According to Rancière, inequality will occur whenever classification exists in whatever situation. In regards to the inequality, there is an alternative that could potentially solve this issue. This could be solved if the subject in their political position participates actively in gaining their equality. For instance, subject can do a tangible dissensus in declassification.
In this case, it does not necessarily mean that a police could be removed. It would be better if we do investigation frequently to reveal something that is hidden in the police. Dissensus is a way to confronting partition of the sensibility through the active participation in achieving equality as a political subject. These efforts are form of political democracy as a dissensus process.
This thesis aims to remind us about the importance of including the entire subject in the democracy system, and thus, every subject can achieve its equality actively. The aspiration in this thesis is a criticism toward democracy system that eliminates subjects in the system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43070
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Arrifa
"Dalam dunia modern, manusia cenderung melihat segala sesuatunya hanya berdasarkan fungsi semata bahkan memandang manusia sendiri sebagai kumpulan fungsi. Gabriel Marcel, seorang filsuf Perancis yang berbicara mengenai keberadaan manusia berpendapat bahwa cinta kasih dapat membuat manusia keluar dari kumpulan fungsi tersebut dan memandang secara keseluruhan sehingga menjadi manusia yang ada. Pandangan Marcel ini menjadi alat untuk menganalisis seorang tokoh di dalam film yang berjudul 50 First Dates dengan menjadikan tokoh tersebut, Henry Roth, sebagai representasi manusia yang bereksistensi melalui cinta kasih di dalam sebuah relasi intersubjektivitas.

In the modern world, human tends to see everything is based only on the function even seeing human itself as a crowd of function. Gabriel Marcel, a French Philosopher who talked about the human existence had an opinion that love can make human gets out from that crowd of function and sees as a whole-being for becoming a human who exists. This view of Marcel becomes a tool to analyze a character in the film which has a title 50 First Dates by making that character, Henry Roth, as a representative from the human who exists through love in an intersubjectivity relation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Rouotledge, 0
791.43 Phi
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yudistira
"Dilatarbelakangi oleh adanya suatu kontroversi terhadap pemikiran etika Confucius mengenai hierarki moral di masa kini. Penelitian ini merupakan analisa kritis tentang teori hierarki moral Confucius. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengemukakan argumentasi logis dan relevansi tentang hierarki moral Confucius. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa argumentasi logis dari hierarki moral dapat menggunakan logika paradigmatis dengan membandingkan konsep hierarki moral Confucius dan konsep Leviathan Hobbes, selain itu dapat menggunakan teori revolusi kebudayaan dari Alvin Toffler sebagai landasan argumentasi. Hasil penelitian lainnya adalah bahwa konsep hierarki moral Confucius memiliki relevansi di masa kini.

Based on the controversion of Confucius ethics discourse about the hierarchy moral presently. This studies about the critical analysis about the theorytical of Confucius moral hierarchies. The purposes of this studies is to show the logic argumentation and relevance of moral hierarchies of Confucius. The method used is analysis descriptive method.
The studies result prove that logical argumentation from hierarchies moral using the logical paradigm with compare the concept of Confucius moral hierarchies and Hobbes Leviathan concept, instead able to use the revolution theory of culture from Alvin Toffler as a basic argumentation. Another result of this studies is the concept of Confucius moral hierarchies as a relevance for a today life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulvaney, Robert J.
Harlow: Essex Pearson, 2014
190 MUL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>