Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186405 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fauzan
"Pendahuluan: Kandidiasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur jenis Candida sp. Beberapa jenisnya adalah Candida albicans, spesies Candida sp. yang menjadi etiologi terbanyak kasus kandidiasis dan Candida krusei, spesies Candida sp. yang memiliki resistensi tertinggi terhadap flukonazol. Dewasa ini, kejadian kandidiasis semakin meningkat disebabkan tingginya insidens HIV dan semakin maraknya penggunaan antibiotika spektrum luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kepekaan Candida albicans dan Candida krusei terhadap antifungal flukonazol secara in vitro di Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional in vitro menggunakan data sekunder hasil uji kepekaan difusi cakram kultur Candida albicans dan Candida krusei yang didapat dari spesimen klinik yang masuk ke Laboratorium Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia periode 2013-2018. Setiap spesimen dimasukkan cakram antifungal flukonazol dan dilakukan interpretasi hasil kepekaan sesuai panduan dari CLSI yang terdiri atas sensitif, peka tergantung dosis, dan resisten. Hasil: Uji kepekaan Candida albicans terhadap flukonazol menunjukkan dari 1554 isolat Candida albicans didapatkan 1545 isolat (99,421%) sensitif, 4 isolat (0,257%) peka tergantung dosis, dan 5 isolat (0,322%) resisten. Sementara itu, uji kepekaan Candida krusei terhadap flukonazol menunjukkan dari 191 isolat Candida krusei, didapatkan 96 isolat (50,262%) sensitif, 4 isolat (2,094%) peka tergantung dosis, dan 91 isolat (4,31%) resisten. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pola kepekaan Candida albicans dan Candida krusei terhadap antijamur flukonazol secara in vitro (p <0,001). Kesimpulan: Candida krusei memiliki presentase resistensi terhadap flukonazol yang lebih tinggi dibandingkan Candida albicans.

Introduction: Candidiasis is an infectious disease caused by a fungus type Candida sp. Several types of them are Candida albicans, species of Candida sp. which became the most etiological cases of candidiasis and Candida krusei, species of Candida sp. which has the highest resistance to fluconazole. Nowadays, the incidence of candidiasis is increasing due to the high incidence of HIV and the increasingly widespread use of broad-spectrum antibiotics. The purpose of this study was to determine the pattern of sensitivity of Candida albicans and Candida krusei to antifungal fluconazole in vitro in Indonesia. Method: This study was an in vitro observational study using secondary data from the diffusion sensitivity test of Candida albicans and Candida krusei culture discs obtained from clinical specimens that entered the Laboratory of the Department of Parasitology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2013-2018. Each specimen was inserted fluconazole antifungal discs and interpreted the sensitivity results according to the guidelines of CLSI which consisted of sensitive, dose-dependent, and resistant. Result: Candida albicans sensitivity to fluconazole showed that from 1554 Candida albicans isolates of which 1545 isolates (99.421%) were sensitive, 4 isolates (0.257%) were susceptible dose dependent (SDD), and 5 isolates (0.322%) were resistant. Meanwhile, Candida krusei sensitivity to fluconazole showed that from 191 Candida krusei isolates of which 96 isolates (50.262%) were sensitive, 4 isolates (2.094%) were susceptible dose dependent (SDD), and 91 isolates (4.31%) were resistant. Statistical test results showed that there were significant differences between the sensitivity patterns of Candida albicans and Candida krusei to fluconazole antifungals in vitro (p <0.001). Conclusion: Candida krusei has a higher percentage of resistance to fluconazole than Candida albicans."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Azis Nizami
"Candida sp. Berbagai spesies Candida seperti; C.albicans, C.glabrata, C,parapsilosis, C.tropicalis, C.keyfr, C.lusitaniae dan C.krusei. Saat ini, kandidiasis meningkat akibat tingginya individu dengan defisiensi imun, penyakit kronik, transplantasi dan faktor lainnya. Beberapa obat dilaporkan mengalami resistensi. Fluconazole merupakan salah
satu lini pertama pada kandidiasis. Beberapa studi melaporkan fluconazole mengalami resistensi terhadap C. krusei. Voriconazole merupakan golongan azole terbaru yang mempunyai sensitifitas lebih tinggi terhadap C.krusei. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitifitas fluconazole dan voriconazole terhadap C.krusei Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien kandidiasis di RSCM tahun 2013-2018 yang sudah diuji difusi cakram untuk pengujian sensitifitas dengan total sampel adalah 249. Hasil: Uji sensitifitas menunjukkan perbedaan yang bermakna antara fluconazole dengan voriconazole dengan rincian 191 isolat diuji dengan fluconazole 50.26% sensitif, 2.09% Susceptible Dose Dependent (SDD), dan 47.64% resisten sementara dengan voriconazole menunjukkan 100% sensitif dari 58 sampel (p< 0.05). Hasil dari penelitian, voriconazole
lebih sensitif dari fluconazole terhadap Candida krusei. Kesimpulan: C.krusei lebih sensitif terhadap voriconazole karena memiliki kemampuan
resistensi secara intrinsik terhadap fluconazole.
Candida sp. Various species of Candida such as; C. albicans, C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalalis, C. keyfr, C. lusitaniae and C. krusei. Currently, candidiasis is increasing due to the high number of individuals with immunodeficiency, chronic disease, transplantation and other factors. Several drugs have been reported to be resistant. Fluconazole is one of the the first line of treatment for candidiasis. Several studies reported that fluconazole was resistant to C. krusei. Voriconazole is the newest azole group that has a higher sensitivity to C. krusei. Objective: This study aims to determine the sensitivity of fluconazole and voriconazole to C.krusei Methods: This study used secondary data from the medical records of candidiasis patients at the RSCM in 2013-2018 which had been tested for disc diffusion for sensitivity testing with a total sample of 249. Results: Test sensitivity showed a significant difference between fluconazole and voriconazole with details of 191 isolates tested with fluconazole 50.26% sensitive, 2.09% Susceptible Dose Dependent (SDD), and 47.64% resistant while with voriconazole showed 100% sensitivity from 58 samples (p < 0.05). The results of the study, voriconazole more sensitive than fluconazole to Candida krusei. Conclusion: C. krusei is more sensitive to voriconazole because it has the ability to
intrinsic resistance to fluconazole.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parida Oktama Putri
"Jamur Candida merupakan penyebab infeksi paling banyak ditemukan pada manusia. Spesies paling sering menyebabkan kandidiasis yaitu Candida albicans. Saat ini, insidensi infeksi kandidiasis semakin meningkat. Candida adalah penyebab utama keempat infeksi darah di rumah sakit, dan di Amerika Serikat, angka kematian akibat kandidemia mencapai 40 per tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola kepekaan Candida albicans dan Candida non albicans terhadap vorikonazol secara in vitro dari rekam medis 2010-2015 di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional. Pemilihan sampel menggunakan metode total sampling, data diproses menggunakan SPSS dan dianalisis menggunakan uji Fisher. Dari 546 sampel, hasil uji kepekaan Candida albicans terhadap vorikonazol menunjukkan 407 isolat sensitif 99,8 dan 1 isolat resisten 0,2. Uji kepekaan Candida non albicans terhadap vorikonazol menunjukkan 136 isolat sensitif 98,6 dan 2 isolat resisten 1,4 . Tidak terdapat perbedaan p=0,159 pola kepekaan Candida albicans dan Candida non albicans terhadap vorikonazol. Vorikonazol memilki aktivitas yang tinggi di dalam in vitro sehingga memberikan hasil yang baik untuk mengeradikasi Candida yang resisten terhadap flukonazol. Sebagai kesimpulan, tidak terdapat perbedaan pola kepekaan Candida albicans dan Candida non albicans terhadap vorikonazol.

Candida is the cause of most infections found in humans, mostly Candia albicans. Candida is the fourth leading cause of blood infection in hospitals, and in the United States, the death rate from Candidaemia reached 40 in year. The aim of this research is to determine the Candida albicans and Candida non albicans susceptibility profile in vitro to voriconazoleof the medical record 2010 2015 at the Mycology Laboratory of the Departement of Parasitology Faculty of Medicine University of Indonesia. This study uses a Cross sectional study. The sample selection was done with total sampling method. Data was processed using SPSS and analyzed using Fisher's test. From 546 samples, the susceptibility profile of Candida albicans are 407 samples 99.8 sensitive and 1 sample 0.2 resistant. Susceptibility profile of Candida non albicans are 136 samples 98.6 sensitive and 2 sample 1.4 resistant. The result indicated no significant association p 0.159 between susceptibility profile of Candida albicans and Candida non albicans to voriconazole. Voriconazole has high in vitro activities so as to provide good results to eradicate the Candida resistant to fluconazole. In conclusion, there are no significant association between Candida albicans and Candida non albicans susceptibility profile to voriconazole.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihaan Hafirain
"Salah satu infeksi jamur yang paling sering ditemukan pada manusia adalah kandidiasis. Infeksi ini disebabkan oleh jamur Candida sp, terutama spesies Candida albicans. Insidens kandidiasis yang kian meningkat terutama disebabkan oleh meluasnya penggunaan antibiotik spektrum luas serta meningkatnya penderita imunokompromis seperti penderita HIV, diabetes melitus, dan keganasan. Selain itu, meningkatnya insidens kandidiasis juga disertai dengan angka resistensi antifungal yang meningkat. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui profil suseptibilitas Candida albicans terhadap antifungal amfoterisin b dan vorikonazol secara in vitro dari spesimen yang terdata di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI periode 2012-2015. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang. Pemilihan sampel menggunakan metode total sampling dan kemudian diolah dengan SPSS versi 20 menggunakan uji hipotesis Wilcoxon. Dari 590 sampel, hasil uji suseptibilitas terhadap amfoterisin b menunjukkan enamspesimen 1 resisten, lima spesimen 0,8 peka tergantung dosis atau SDD, dan579 spesimen 98,1 sensitif. Sedangkan hasil uji suseptibilitas terhadap vorikonazol menunjukkan keseluruhan spesimen yaitu sebanyak 590 spesimen 100 sensitif terhadap Vorikonazol. Terdapat perbedaan bermakna p=0,003 antara profil suseptibilitas Candida albicans terhadap amfoterisin b dan vorikonazol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil suseptibilitas Candidaalbicans terhadap vorikonazol yang lebih baik dibandingkan dengan amfoterisin b secara in vitro.

One of the most common fungal infection in human is candidiasis. It is caused byCandida fungus, mostly Candida albicans. The incidence of candidiasis hasincreased significantly over the past decades and is linked to widely use of broadspectrumantibiotics and immunocompromised patients, such as diabetes mellitus,HIV, and malignancy. It is also linked to rising incidence of antifungal resistance. The aim of this study is to determine the susceptibility profiles of clinically isolatesCandida albicans in the the Mycology Laboratory of the Department ofParasitology Faculty of Medicine University of Indonesia 2010 2011 period toantifungal amphotericin b and voriconazole in vitro. This was an analytical crosssectional study and total population sampling was used for the sample selectionmethod. Data were analyze with SPSS 20th version using Wilcoxon's test. From 590 samples of Candida albicans, the susceptibility profile for amphotericin b aresix samples 1 resistant, five samples 0,8 susceptible dose dependent or SDD,and 579 samples 98,1 sensitive. While the susceptibility profile for voriconazoleare 590 samples 100 sensitive. There were significant difference p 0,003 ofthe susceptibility profile of Candida albicans for amphotericin b and voriconazole.As a result, the susceptibility profile of Candida albicans for antifungalvoricanazole are higher than for amphotericin b in vitro."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryasni
"Infeksi saluran napas bawah telah menjadi penyebab banyak penggunaan antibiotik dan banyaknya kunjungan ke dokter di seluruh dunia. Infeksi saluran napas bawah terutama pada orang dewasa sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Belakangan ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri gram negatif. Kepekaan suatu bakteri umumnya berubah-ubah terhadap suatu antibiotik. Untuk itu diperlukan suatu kajian berkala untuk mengetahui pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik sebagai landasan dalam melakukan educated guess therapy.
Metoda penelitian ini adalah cross-sectional terhadap 2456 isolat yang berasal dari sputum penderita infeksi saluran napas bawah yang mengirimkan sampel ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik Departemen Mikrobiologi FKUI pada tahun 2001-2005. Kemudian dilakukan uji sensitivitas terhadap amoksisilin.
Hasil penelitian didapatkan 28 jenis bakteri. Tiga bakteri yang memenuhi besar sampel dan kriteria inklusi adalah Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter aerogenes. Persentase kepekaan Klebsiella pneumoniae ss pneumonia 12.5% pada tahun 2001 menjadi 25.71% pada tahun 2005, Pseudomonas aeruginosa 3.94% tahun 2001 menjadi 6.59% tahun 2005, Enterobacter aerogenes 20.96% tahun 2001 menjadi 19.04% tahun 2005. Kebanyakan bakteri Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter aerogenes telah resisten terhadap amoksisilin.

Globally, lower respiratory tract infections account for a large proportion of antibiotic prescriptions and visits to family practitioners. Lower respiratory tract infections especially in adult, most of them cause by bacteria. Recently, reports from several cities in Indonesia mentioned that bacteria found in sputum of pneumonia patients are gram negative bacteria. Susceptibility of bacteria toward an antibiotic usually changes. Therefore, there should be an investigation to monitor the susceptibility pattern of bacteria toward antibiotic as a base to give an educated guess therapy.
Methods of this research is cross-sectional design toward 2456 isolate from sputum of lower respiratory tract infection patient in Clinical Microbiology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) in 2001-2005.
The result is there are 28 species of bacteria. Three bacteria that fulfill the inclusion criteria are Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa and Enterobacter aerogenes. The susceptibility percentage of K. pneumoniae ss pneumonia 12.5% in 2001 become 25.71% in 2005, P. aeruginosa 3.94% in 2001 become 6.59% in 2005, and E. aerogenes 20.96% in 2001 become 19.04% in 2005. Most of Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa and Enterobacter aerogenes bacteria already resistant to amoxicillin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yeva Rosana
"Latar belakang. Kandidiasis orofaring adalah infeksi oportunistik ketiga terbanyak pada pasien HIV/AIDS di Indonesia. Penggunaan flukonazol yang luas sebagai pengobatan standar untuk kandidiasis orofarings, mengakibatkan terjadinya masalah resistensi. Untuk memahami mekanisme terjadinya resistensi C. albicans terhadap flukonazol diperlukan pemahaman mutasi genetik ERG11 dan overekspresi gen ERG11, CDR1, CDR2, dan MDR1, sebagai dasar pengembangan strategi kebijakan pengobatan.
Tujuan. Untuk mendapatkan peran mutasi gen ERG11 dan overekspresi gen ERG11, CDR1, CDR2, MDR1 dalam mekanisme resistensi C. albicans isolat pasien terinfeksi HIV di Jakarta terhadap flukonazol.
Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan cara deskriptif analitik untuk mendapatkan mekanisme pola genetik resistensi C. albicans isolat pasien terinfeksi HIV di Jakarta terhadap flukonazol. Penelitian dilakukan bulan Mei 2009 sampai dengan Maret 2013 di FKUI dan RSCM. Analisis mutasi gen ERG11 dilakukan dengan metode sekuensing. Analisis overekspresi gen CDR1, CDR2, MDR1, ERG11 dengan metode real time RT-PCR.
Hasil Penelitian. Didapatkan 17 isolat C. albicans yang resisten terhadap antijamur azol, dari 92 spesies C. albicans yang berhasil diisolasi dari 108 subjek sumber isolat pasien terinfeksi HIV di RSCM. Resistensi C. albicans (n = 92) terhadap flukonazol ditemukan sebanyak 13 %. Ditemukan 30 mutasi nukleotida gen ERG11 yang menyebabkan perubahan asam amino pada enam posisi yaitu D116E, S153E, I261V, E266D, V437I, V488I yang berada pada area hot spot yang dilaporkan oleh Marichal dkk., yaitu asam amino pada posisi 105-165, 266–287, dan 405–488. Pola substitusi asam amino kombinasi 1). D116E, D153E, E266D; 2). D116E, I261V, E266D, V437I; 3). E266D, V437I; 4). E266D, V488I berhubungan dengan resistensi C. albicans terhadap flukonazol. Substitusi asam amino I261V gen ERG11 yang ditemukan pada penelitian ini, masih mungkin berhubungan dengan resistensi flukonazol karena berada pada rantai b heliks yang diduga sebagai tempat terikatnya flukonazol. Selain itu, perubahan asam amino isoleusin (I) yang berukuran besar menjadi valin (V) yang berukuran kecil, diduga akan menghalangi masuknya flukonazol. Mekanisme overeskpresi lebih diperankan oleh overekspresi CDR2 pada isolat C. albicans multiresisten terhadap flukonazol dan overekspresi gen ERG11 pada isolat C. albicans resisten terhadap flukonazol tunggal. Kombinasi mutasi dan overekspresi ditemukan saling memengaruhi pada resistensi C. albicans terhadap flukonazol
Simpulan. Kombinasi substitusi asam amino yang ditemukan, berhubungan dengan resistensi C. albicans terhadap flukonazol. Struktur tiga dimensi substitusi asam amino I261V gen ERG11 yang ditemukan pada penelitian ini dan belum pernah dilaporkan, masih mungkin berhubungan dengan resistensi flukonazol. Overeskpresi gen CDR2 dan ERG11 berperan pada isolat C. albicans yang resisten terhadap flukonazol. Kombinasi mutasi gen ERG11 dan overekspresi CDR2 dan ERG11 berperan pada isolat C. albicans resisten terhadap flukonazol.

Background: Oropharyngeal candidiasis is the third opportunistic infection in HIV / AIDS patients in Indonesia. Extensive use of fluconazole as a standard treatment for candidiasis orofarings results in the emerging of resistance problem. Understanding the genetic mutations ERG11 and ERG11, CDR1, CDR2, and MDR1 gene overexpression are required to identify the mechanism of the resistance of C. albicans to fluconazole, as it can contribute to determining treatment policy.
Objective. To analyze the role of mutations in ERG11 gene and ERG11, CDR1, CDR2, MDR1 gene overexpression as a genetic mechanisms of C. albicans resistance to fluconazole isolated from HIV patients in Jakarta.
Method. This study is a cross-sectional study with descriptive analytical method to determine the genetic mechanisms of C. albicans resistance to fluconazole isolated from HIV patients in Jakarta. The study was conducted from May 2009 until March 2013. ERG11 gene mutation analysis was performed by sequencing methods, while over expression of ERG11, CDR1, CDR2, and MDR1 genes were analyzed by real-time RT-PCR method.
Results. In this study, 17 isolates out of 92 species of C. albicans isolated from 180 HIV patients in RSCM were found to be resistant to azole antifungal. Candida albicans (n ??= 92) resistant to fluconazole was found in 13 % isolates. Thirty (30) nucleotide mutations of ERG11 genes were observed that caused amino acid changes in six positions at D116E, S153E, I261V, E266D, V437I, V488I, which is located in the hot spot area reported by Marichal et al. at positions 105-165 , 266-287, and 405-488. Combinations of amino acid substitution pattern 1). D116E, D153E, E266D; 2). D116E, I261V, E266D, V437I; 3). E266D, V437I; 4). E266D, V488I are associated with resistance of C. albicans to fluconazole. Amino acid substitution at I261V due to ERG11 gene mutation identified in this study is probably associated with fluconazole resistance, since it is located at the ? helical chain as a binding site of fluconazole. Moreover, the subtitution of the large size isoleucine (I) amino acid to small size valine (V) hinders the entry of fluconazole. Resistant C. albicans isolates of HIV-infected patients in Jakarta was alleged mainly to be caused by CDR2 gene over expression, detected in all isolates of C. albicans multiresistant to fluconazole, and to ERG11 gene over expression that played a role in isolates of C. albicans resistant to single fluconazole. The combination of amino acid substitutions due to mutations in ERG11 gene and over expression of CDR2 and ERG11 can occur in C. albicans isolates resistant to fluconazole.
Conclusion. Combinations of amino acid substitution pattern in this study are associated with C. albicans resistance to fluconazole. Three-dimensional structure of the amino acid substitution I261V ERG11 genes was identified in this study, and is probably associated with fluconazole resistance. CDR2 and ERG11 genes over expression play a role in C. albicans resistant to fluconazole. The combination of mutations in ERG11 gene and over expression of CDR2 and ERG11 play a role in C. albicans isolates resistant to fluconazole.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifaha Ihsan
"Latar belakang: Hingga saat ini, Acinetobacter baumannii menjadi salah satu bakteri yang sulit untuk dikendalikan karena tingginya potensi untuk mengalami resistensi terhadap berbagai antibiotik. Informasi mengenai pola kepekaan antibiotik terhadap Acinetobacter baumannii perlu diketahui sebagai dasar penyusunan panduan pengobatan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren pola kepekaan isolat bakteri Acinetobacter baumannii terhadap beberapa antibiotik di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM Tahun 2013-2019.
Metode: Peneliti mengumpulkan data sekunder dari hasil uji kepekaan yang didapat dari laporan sebelumnya dan telah dimasukan ke dalam perangkat lunak WHONET dari periode tahun 2013-2019 lalu mengolahnya menggunakan Microsoft Excel.
Hasil: Total jumlah isolat keseluruhan periode tahun 2013-2019 yang didapatkan sebesar 292 isolat. Pada penelitian ini, terdapat 5 dari 15 antibiotik yang diujikan memiliki kepekaan diatas 50% antara lain amikasin, tigesiklin, trimethoprim/sulfamethoxazole, kolistin dan polimiksin B. Simpulan: Berdasarkan penelitian dari perbandingan data yang dilakukan selama 6 tahun di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM, terlihat bahwa tren pola kepekaan antibiotik relatif mengalami peningkatan pada sebagian besar golongan karbapenem, aminoglikosida, sefalosporin, tetrasiklin, dan sulfonamide, meskipun dengan kepekaan yang rendah, kurang dari 50%, sedangkan golongan lipopeptida dengan kepekaan yang tinggi. Antibiotik yang memiliki potensi besar yang dianjurkan dalam pengobatan adalah polimiksin B dan kolistin karena memiliki tren pola kepekaan antibiotik yang meningkat dan tingkat rata-rata kepekaan yang tinggi selama lima tahun terakhir.

Background: Until now, Acinetobacter baumannii is a difficult bacteria to control because it has high potential for resistance to various antibiotics. Information regarding the pattern of antibiotic sensitivity to Acinetobacter baumannii needs to be known in order to formulate a treatment guide.
Purpose: This study aims to determine the sensitivity pattern trend of Acinetobacter baumannii isolates to several antibiotics in the Clinical Microbiology Laboratory of FKUI-RSCM 2013-2019.
Methods: Researchers collected secondary data from the results of sensitivity tests obtained from previous reports and entered into the WHONET software from the 2013-2019 period and processed them using Microsoft Excel..
Results: The total number of isolates in the 2013-2019 period was 292 isolates. In this study, there were 5 out of 15 antibiotics tested to have a sensitivity above 50% including amikacin, tigesiklin, trimethoprim/sulfamethoxazole, kolistin and Polimiksin B.
Conclusion: Based on research from data comparisons carried out for 6 years in the Clinical Microbiology Laboratory FKUI-RSCM, this research shows that the trend of antibiotic sensitivity patterns has relatively increased in most of the carbapenems, aminoglycosides, cephalosporins, tetracyclines, and sulfonamides, although with a low sensitivity, less than 50%, while the lipopeptide group with high sensitivity. The antibiotics with high potential recommended for treatment are polymyxin B and colistine due to the trend of increasing antibiotic sensitivity patterns and high rates of sensitivity over the past five years.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Conny Riana Tjampakasari
"Ruang lingkup dan Metodologi : Penyebab utama kasus kandidosis adalah Candida albicans. Penanggulangan penyakit ini biasanya dikaitkan dengan pengobatan. Pada umumnya antimikotik yang sering digunakan untuk pengobatan adalah antimikotik golongan azol yaitu ketokonazol dan flukonazol.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketokonazol dan flukonazol terhadap pertumbuhan Candida albicans. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Macrodilution/Tube Method. Pengujian terhadap ketokonazol dilakukan dengan konsentrasi antara 0,25 µg/ml sampai dengan konsentrasi terendah 128 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam dalam waktu pengamatan 24 dan 48 jam. Pengujian terhadap flukonazol dilakukan dengan konsentrasi antara 0,1 µg/ml sampai dengan konsentrasi 51,2 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam, dalam waktu pengamatan 24 dan > 48 jam.
Hasil dan Kesimpulan : Ketokonazol berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan membunuh pada konsentrasi 32 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam dan bersifat menghambat pertumbuhannya pada konsentrasi 8 ug/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam. Flukonazol berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan membunuh pada konsentrasi 12,8 µg/ml dengan waktu pemaparan 2 x 24 jam dan konsentrasi 6,4 ug/ml dengan waktu pemaparan 3 x 24 jam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ketokonazol bersifat menghambat dan membunuh pertumbuhan Candida albicans dan flukonazol bersifat membunuh pertumbuhannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Findra Setianingrum
"Infeksi saluran napas bawah merupakan salah satu infeksi penyebab kematian terbesar di dunia. Seiring dengan banyaknya kasus infeksi saluran napas bawah maka pemakaian antibiotik untuk mengatasinya pun semakin meluas, diantara antibiotik tersebut ialah siprofloksasin Oleh karena itu pola kepekaan bakteri, dalam hal ini bakteri gram negatif, perlu diketahui guna menjaga agar terapi yang diberikan pada pasien efektif dan tepat guna. Terlebih lagi, Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) Departemen Mikrobiologi FKUI merupakan laboratorium yang menerima spesimen dari banyak rumah sakit di Jakarta termasuk Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang merupakan rumah sakit rujukan nasional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder isolat sputum tahun 2000-2005 di LMK FKUI yang mengandung bakteri gram negatif kemudian diuji sensitivitasnya terhadap siprofloksasin.
Metode penelitian yang digunakan ialah cross sectional. Hasilnya terdapat 2744 isolat bakteri gram negatif dengan tiga bakteri terbanyak yaitu Klebsiella pneumoniae ss pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacter aerogenes. Ketiga bakteri tersebut mengalami penurunan sensitivitasnya terhadap siprofloksasin (K. pneumoniae ss pneumonia: 79.90% ?³ 62.86%, Pseudomonas aeruginosa: 73.68% ?³ 52.20% dan Enterobacter aerogenes: 79.03% ?³ 61.36% ). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan di rumah sakit, klinisi, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam penanganan kasus infeksi di Indonesia.

Lower respiratory tract infection (LRTI) is one of the biggest cause of death related to infections around the world. The spread of LRTI followed by the wide use of antibiotics, included ciprofloxacin. For that reason, bacterial sensitivity pattern, in this case gram negative bacteria, is important to be knew to get the effective therapy for patients. Moreover, Clinical Microbiology Laboratory FKUI is references of many hospitals in Jakarta include Ciptomangunkusomo Hospital (RSCM) which is national reference hospital. This research use secunder data from sputum isolates contain bacteria gram negative that entered to LMK Department of Microbiology FKUI in from 2000 until 2005. Then, the isolates is examined for their sensitivity pattern against ciprofloxacin.
The research metode for this research is cross sectional. The result of this research, there is 2744 isolates that contain bacteria gram negatives. The most common bacterias are Klebsiella pneumoniae ss pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, and Enterobacter aerogenes. The sensitivity against ciprofloxacin in these three bacteria are decrease (K. pneumoniae ss pneumonia: 79.90% ?³ 62.86%, Pseudomonas aeruginosa: 73.68% ?³ 52.20% and Enterobacter aerogenes: 79.03% ?³ 61.36% ). This result could be used for further evaluation for stake holder in hospital, physician, and others that involved in control infection diseases in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Forman Erwin
"Kandidemia merupakan salah satu bentuk kandidosis sistemik. Prevalensinya meningkat dalam dasawarsa terakhir karena mcningkatnya populasi pasien imunokompromis akibat berbagai sebab seperti prosedur kedokteran modern. Penelitian ini mcncliti tentang spesies Candida penyebab kandidemia, pola kepekaan Candida terhadap flukonazol dan vorikonazol dengan metode difusi cakram serta sumber infeksi eksogcn di lingkungan perawatan Perinatologi RSUPN-CM. Dari 187 sampel darah diperiksa dan dibiak, 95 positif (prevalensi 50,8%) dan berhasil diisolasi sebanyak 109 spesies Candida. Spesies yang dominan adalah C. zropicalis. Pola kepekaan Candida spp terhadap ilukonazol lebih beragam dibanding vorikonazol. Belum ditemukan sumbcr inf¢ksi eksogen dilingkungan rumah sakit.

Candidemia is one of the clinical feature of systemic candidosis. Its prevalence increasing rapidly in the last decade due to increased number of immune compromised population. Thus study is aimed to determine the species of Candida that caused candidemia, its susceptibility patten against lluconazol and voriconazol using disk diffusion method and with evaluation to determine exogenous sources of infection on perinatology ward RSUPN-CM. 95 out of 187 blood samples were positive (prevalence 50,8%) with number of Candida spp. Isolated were lO9, C. Tropicalis was the predominant species. Susceptibility pattem against iluconazol is more variable comparing to voriconazol. No exogenous sources of infection found."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32300
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>