Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135550 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siagian, A. Prabu S.M.
"Dalam teori diketahui bahwa besar money supply dibentuk dari besar monetary base dan nilai money multiplier, di mana nilai money multiplier disusun dari nilai currency ratio dan reserve ratio. Perubahan monetary base, perubahan currency ratio, dan perubahan reserve ratio dapat membuat perubahan pada money supply. Mengetahui bahwa M1 dan M2 di Indonesia meningkat selama krisis 1997-1998, maka fokus penelitian ini adalah untuk mencari tahu perubahan pada variabel manakah (di antara ketiga variabel tersebut) yang menjadi sumber terbesar peningkatan M1 dan M2 di Indonesia selama krisis. Mengikuti model perhitungan matematika yang pernah dipakai Friedman dan Schwartz (1963) dan Stauffer (2006) ketika meneliti kasus Great Depression di Amerika Serikat, penulis mendapatkan jawaban bahwa perubahan monetary base di Indonesia selama krisis 1997-1998 merupakan penyebab terbesar peningkatan M1 dan M2 saat itu. Hasil ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan di literatur-literatur.

It is theoretically known that money supply is made from monetary base and its money multiplier process, where money multiplier is composed by currency ratio and reserve ratio. The change of monetary base, currency ratio, and reserve ratio therefore could make the change in money supply. Knowing that M1 and M2 in Indonesia is increasing during 1997-1998 crisis, then this research aim to find out which one of those three factors that becomes the biggest source of change of M1 and M2 in Indonesia during that crisis. By applying mathematical equation models used by Friedman and Schwartz (1963) and Stauffer (2006) in analyzing Great Depression in United States, the author found that the change of monetary base in Indonesia during 1997-1998 crisis has become the biggest source of increasing M1 and M2 in that period. This result is consistent with the statements in other literatures."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debi Lastriana
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara variabel makroekonomi yang digambarkan oleh indeks produksi indutri, jumlah uang beredar, dan tingkat bunga terhadap tingkat imbal hasil saham (return) pada saham sektor tersier periode 2015-2019. Sektor tersier sendiri terbagi lagi menjadi 4 sub-sektor, yaitu sektor keuangan, sektor infrastruktur, sektor properti dan real estate, serta sektor transportasi dan logistik. Penelitian ini menggunakan pengujian metode Johansen’s Cointegration. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan jangka panjang antara variabel makroekonomi dengan tingkat imbal hasil saham pada sektor tersier. Penelitian ini juga menemukan dalam jangka pendek variabel makroekonomi yaitu tingkat bunga yang memiliki hubungan dengan tingkat return saham sektor keuangan dan transportasi logistik, serta variabel jumlah uang beredar yang signifikan memiliki hubungan dengan imbal hasil saham sektor transportasi dan logistik. Variabel makroekonomi tidak memiliki hubungan dalam jangka pendek pada tingkat return saham gabungan, saham sektor infrastruktur, dan saham sektor properti dan real estate.

This study aims to analyze the relationship between macroeconomic variables described by the industrial production index, money supply, interest rates on stock market return in the tertiary sector during the observation period 2015-2019. These sectors are classified into financial sector, infrastructure sector, property and real estate sector, and the last transportation and logistic sector. This study uses Johansen’s Cointegration methodology. The result of the study show that there is a long-term relationship between macroeconomic variables and the stock return in tertiary sector. This study also indicate that in the short term, interest rate has a relationship with the stock return in financial sector and transportation-logistic sector. Money supply has a significant relationship with the stock return in transportation-logistic sector. Macroeconomic variables do not have a short-term relationship at all with the stock return in infrastructure sector and property-real estate sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widio Wize Ananda Zen
"Skripsi ini membahas kebijakan sosial kedua negara di masa krisis ekonomi melalui studi perbandingan yang terjadi di Finlandia tahun 1990-1993 dan Indonesia tahun 1997-1998. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatif yang menggunakan metode kualitatif melalui studi dokumen. Penelitian menggunakan konsep boom-bust cycle, teori Negara Kesejahteraan, konsep kebijakan sosial, dan kebijakan sebagai politik (policy as politics). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan sosial yang diterapkan Finlandia pada masa krisis ekonomi lebih baik jika dibandingkan dengan Indonesia. Hasil ini didasarkan pada kebijakan sosial Finlandia yang mampu memberikan respon dengan baik terhadap dampak krisis yang terjadi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang negatif, pengangguran, dan tingkat kemiskinan yang meningkat. Keunggulan dari kebijakan sosial yang diterapkan Finlandia tidak terlepas dari perencanaan kebijakan yang lebih terkoordinasi dan implementasi Negara Kesejahteraan yang sudah mapan.

This thesis discusses about social policies between the two countries in the economic crisis by a comparative study that took place in Finland in 1990-1993 and Indonesia 1997-1998. This study is an explanatory research that used qualitative methods through the study of documents. The study uses boom-bust cycle concept, welfare state theory, social policy concept, and policy as politics. The implementation of Finland’s social policies during the economic crisis are more institutionalized than Indonesia. Finland social policies were able to respond the impacts of the crisis properly, such as negative economic growth, unemployment, and rising poverty levels. The advantages of social policies applied in Finland cannot be separated from the established of the welfare state implementation and a well coordinated policy planning"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridzky Prihadi Tjahyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada pengaruh transaksi pembayaran non tunai berupa kartu kredit, kartu debet/ATM dan e-money terhadap pertumbuhan jumlah uang beredar baik M1 maupun M2, efek pengganda uang money multiplier dan velositas uang velocity of money . Dengan menggunakan pendekatan regresi berganda dengan metode ordinary least square OLS dan Error Correction Mechanism ECM , diperoleh hasil bahwa kartu kredit dan e-money terkointegrasi dan berpengaruh positif terhadap M1, sementara untuk M2 hanya kartu kredit yang terkointegrasi dan signifikan berpengaruh positif. Terhadap faktor pengganda uang pada M1, ketiga jenis kartu berpengaruh negatif, demikian pula terhadap faktor velositas uang M1, ketiga jenis kartu berpengaruh negatif. Pengaruh kartu kredit dan e-money terhadap M1, angka pengganda dan velositas uang diduga terkait dengan kedekatannya sebagai pengganti uang kartal dalam bertransaksi dimana uang kartal merupakan komponen dari M1. Berdasarkan hasil yang positif berpengaruh terhadap peningkatan uang beredar, upaya peningkatan dan perluasan penggunaan e-money perlu terus ditingkatkan. Selain itu dimasa mendatang e-money dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam perhitungan statistik jumlah uang beredar M1 agar kebijakan operasi moneter tidak menjadi bias mengingat cepatnya angka pertumbuhan e-money yang didukung oleh Bank Indonesia, Pemerintah dan OJK.

ABSTRACT
This study aimed to identify whether any effect of electronic transactions of non cash payments in the form of credit card, debit card ATM and e money against the growth of the money supply both M1 and M2 including money multiplier effect and the velocity of money. By using a multiple regression approach with ordinary least square OLS and Error Correction Mechanism ECM , the results showed that the credit card and e money is cointegrated and has positive influence on the M1. While for M2, only e money has positive influence and cointegrated. Against the M1 money multiplier factor and the velocity of money factor, the three types of cards have negative effect. These evidences related to the function of credit cards and e money, which is probably close to as substitute of paper and coin money. Based on the analysis, using e money should be improved further and in the future might be considered to put into the statistical calculation in the money supply M1 to avoid biased on monetary policy operations given the rapid growth of e money, which is supported, by Bank Indonesia, the Government and the FSA."
2015
T46577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Brammeswara Habib Prasetya
"Skripsi ini berisi tentang strategi kebijakan tata kelola modal asing Indonesia dan Tiongkok dalam pemulihan ekonomi setelah krisis di tahun 1997-1998 hingga 2012. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana strategi kebijakan tata kelola investasi asing Indonesia dan Tiongkok dalam pemulihan ekonomi pasca krisis tahun 1997-1998 hingga 2012. Penelitian ini adalah eksplanatif yang menggunakan metode kualitatif. Pendekatan menggunakan ekonomi-politik Keynesian, teori otonomi relatif negara (Bob Jessop), dan konsep makroekonomi dan mikroekonomi.
Hasilnya ialah posisi dan peran modal asing mengalami pasang-surut dalam kontribusi terhadap pemulihan dan pembangunan ekonomi di kedua negara. Lalu, karakteristik Indonesia lebih mengarahkan modal asing di sektor ekstraktif sedangkan Tiongkok lebih mengarahkan modal asing untuk masuk sektor manufaktur dan pengembangan teknologi. Hasil penelitian skripsi menunjukkan Tiongkok berdasarkan indikator makroekonomi lebih berhasil mengelola modal asing dibandingkan Indonesia. Namun berdasarkan indikator mikroekonomi, kedua negara tersebut masih mengalami masalah dalam tata kelola modal asing yakni meningkatnya kesenjangan kekayaan serta masalah kerusakan lingkungan.

This thesis examines policy strategies to govern foreign capital of the Republic of Indonesia in comparison with that of the People Republic of China (PRC) during economy recovery after crisis in 1997-1998 until 2012. Problems studied in this thesis are how the two states govern foreign investment during economic recovery between 1997-1998 and 2012. This research is an explanatory research using qualitative methods. This research employs Keynesian political economy approach, the theory of the relative autonomy of the state (Bob Jessop), and the concept of macroeconomics and microeconomics in explaining both state’s foreign capital governance.
The study finds that position and role of foreign capital have ups and downs in contributing to economic recovery and development in both countries. Indonesia emphasized more on direct foreign investment in the extractive sector, while China more on manufacturing sector and investment on high technology. In the end, based on macroeconomic indicators, China is more successful in managing foreign capital than Indonesia. However, based on microeconomic indicators, both countries are still experiencing problems in governing foreign capital in order to reduce economic gap and cope with environmental degradation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kafi Handiko
"Tesis berusaha menelusuri dinamika tarik menarik antara kepentingan pasar yang dalam hal ini direpresentasikan oleh IMF dengan Lol - nya dan kepentingan kapitalisme kroni pada masa pemerintah Orde Baru tahun 1997-1998. Tanggal 31 Oktober 1997, pemerintah Orde Baru mulai mengundang keterlibatan IMF dalam upaya mengatasi krisis ekonomi. Ada semacam nostalgia, ketika pada tahun 1966, keterlibatan IMF berhasil mengatasi carut marut ekonomi, berupa hyperinflasi, warisan Rezim Orde Lama. Dengan kata lain, kredibilitas IMF sebagai lembaga keuangan internasional diperlukan untuk memulihkan kembali kepercayaan. Namun dengan keterlibatan IMF, krisis ekonomi di Indonesia justru semakin mendalam. Hal ini menimbulkan dua pertanyaan. Pertama, mengapa dengan dilibatkanrya IMF dalam upaya pemulihan krisis ekonomi di Indonesia justru krisis semaki menghebat? Kedua, apakah dengan demikian kebijakan pemulihan ekonomi IMF tidak efektif untuk mengatasi krisis ekonomi di Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan pertama kiranya perlu untuk melakukan kilas balik ke masa awal mula krisis dan bahkan jauh sebelum krisis melanda. Kalau kita refleksikan kembali krisis ekonomi tahun 1997 muncul karena akumulasi dan saling kait antara faktor eksternal dan faktor intenal. Secara eksternal bisa dikatakan bahwa krisis ekonomi 1997 memiliki karakter regional. krisis bermula dari efek penularan (contagious effect) atas krisis serupa yang terjadi di Thailand dan melalui pola domino krisis kemudian menyebabkan keruntuhan perekonomian negara-negara Asia yang lain termasuk Indonesia.
Sedangkan secara internal, krisis sudah ada benih-benihnya di dalam struktur ekonomi politik Indonesia sendiri. Sistem kapitalisme kroni yang berlaku selama masa pemerintahan Orde Baru menjadi lahan persemaian yang subur bagi praktek-praktek KILN (Kolusi, korupsi dan nepotisme) yang merongrong fondamen ekonomi Indonesia sejak jauh hari sebelum munculnya krisis ekonomi. Selama masa sebelum krisis hal itu masih ditutupi oleh fenomena pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, namun begitu krisis datang hal itu nampak nyata sebagai kelemahan-kelemahan struktural yang harus diperbaiki.
Pertanyaan kedua dengan demikian tetah secara sekilas terjawab. Efektif atau tidaknya program pemulihan ekonomi IMF tergantung dari sikap pemerintah Orde Baru sendiri. Memang resep-resep pemulihan ekonomi IMF nampak sebagai sebuah pil pahit yang harus ditelan. Namun itulah kenyataan yang harus dihadapi. Dan ternyata lemahnya komitmen pemerintah Orde Baru untuk menjalankan resep-resep ekonomi IMF, yang ditunjukan dengan diingkarinya butir-butir kesepakatan datam Loi, menimbulkan reaksi negatif pasar yang semakin mengurung Indonesia ke dalam krisis yang semakin luas dan datam. Dari data-data yang berhasil penulis kumpulkan membuktikan bahwa pemerintah Orde Baru kurang memiliki komitmen serius menjalankan program-program pemulihan ekonomi IMF, dengan adanya kasus-kasus, seperti: mobnas Timor, kartel perdagangan kayu lapis, BPPC, dan terakhir mengenai rencana penerapan CBA (Currency Board Sistem). Ketidakseriusan pemerintah Orde Baru dalam menjalankan resep-resep pemulihan ekonomi IMF menimbulkan reaksi negatif pasar yang ditunjukan dengan semakin melorotnya nilai tukar rupiah. Setelah pemerintah menjalankan resep IMF sejak November, kurs rupiah justru terus metemah. Pada akhir Desember 1997, kurs berada pada kisaran Rp. 6.247/US$. Sedangkan Januari 1998, kurs rupiah mencapai Rp 15.700/US$. Kondisi ini semakin tidak kondusif bagi upaya recovery ekonomi. Di lain pihak, lemahnya komitmen tersebut harus dibayar mahal dengan dipaksanya pemerintah Indonesia di bawah rezim Orde Baru untuk menandatangani Lol 15 7anuari 1998 dan Lol 10 April 1998.
Keengganan pemerintah Orde Baru untuk menjalankan resep pemulihan ekonomi IMF bisa dikaitkan dengan keinginannya untuk tetap metindungi kepentingan-kepentingan ( vested interest) di sekitar tingkaran kekuasaan. Program-program pemulihan ekonomi IMF secara otomatis memang sangat berseberangan secara diametral dengan berbagai kepentingan ( vested interest) di sekitar kekuasaan. Vested interest tersebut berujud kepentingan bisnis dari orang-orang (baca: para kapitalis kroni) yang dilanggengkan oleh adanya sistem Kapitalisme Kroni."
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Yuni Astuti
"ABSTRAK
Pemodelan Windwaves - 04 yaitu software numerik generasi kedua yang
diterapkan untuk menghasilkan data gelombang hasil dari pengamatan angin. Salah
satu syarat ketika menjalankan model ini yaitu perairan lautan yang dalam.
Tujuan pekerjaan dalam pemodelan ini yaitu mengamati karakteristik
gelombang dalam hal ini arah dan tinggi sehubungan dengan arah dan kecepatan
angin.
Windwaves - 04 menggunakan metode numerik dengan kombinasi beda
hingga dan teknik loncatan energi. Kombinasi ini mengurangi banyak dispersi energi
sementara teknik loncatan energi mengurangi tingkat kesalahan dalam skala ruang
dan waktu. Melalui input angin pengamatan yang diproses dalam prosedur running
program Windwaves-04, program tersebut kemudian menghasilkan output baru yaitu
data gelombang dan angin. Output terakhir ini kemudian di-ekstrak melalui prosedur
plotting dalam format baru yang dapat dibaca. Akhirnya output tersebut siap
dipetakan melalui perangkat lunak Arc View GIS versi 3.1 atau 3.3. Hasil terakhir
yaitu peta arah dan tinggi gelombang serta peta arah dan kecepatan angin ( Lampiran
A ).Dari hasil analisa terhadap peta dan grafik per wilayah secara visual, didapat
bahwa ternyata EL Nino 1997 dan 1998 tidak mempengaruhi pola pemusiman dan
penyebaran arah angin dan arah gelombang juga kecepatan angin dan tinggi
gelombang, tetapi dengan bantuan analisa dari tabel hasil interpretasi dari peta dan
grafik, ternyata El Nino 1997 dan 1998 menjadikan lebih dari separuh tahun tinggi
gelombang menjadi lebih kecil dan pada sebagian besar bulan, kecapatan anginpun
lebih kecil dengan asumsi El Nino terjadi pada bulan Maret 1997 hingga Agustus
1998 berdasarkan analisa kedalaman termoklin. Arah angin dan arah gelombang
secara keseluruhan tidak diubah oleh peristiwa El Nino dan arah angin secara
keseluruhan sama dengan arah gelombang.
Dilihat dari analisa per wilayah, tinggi gelombang tertinggi dan kecepatan
angin tertinggi terdapat pada Musim Timur atau Musim Barat bergantung pada letak
geografi perairan ( Belahan Bumi Utara = BBU atau Belahan Bumi Selatan = BBS ).
Untuk wilayah BBU, gelombang tertinggi terdapat pada Musim Barat dan di BBS
gelombang tertinggi pada Musim Timur. Terlihat, kecepatan angin makin besar
menyebabkan tinggi gelombangpun semakin besar.
Berdasarkan analisa dari peta untuk perairan antar kepulauan , ternyata bahwa
untuk wilayah BBU, gelombang tertinggi terdapat pada Musim Barat dan di BBS
gelombang tertinggi pada Musim Timur kecuali di selatan NTT gelombang tertinggi
pada Musim Barat karena pengaruh angin dari daratan Australia. Juga di Laut
Andaman ( BBU ), gelombang tertinggi terdapat pada Musim Timur, karena
pengaruh angin dari daratan Asia. Berdasarkan analisa dari peta untuk perairan sekitar Indonesia yaitu dengan
melihat pada kontur kecepatan angin, secara keseluruhan ternyata bahwa pada tahun
1997, kecepatan angin lebih besar dari tahun 1998, paling besar tahun 2005.
Kelompok kecepatan angin besar untuk ketiga tahun 1997, 1998, dan 2005, terdapat
pada Musim Timur, perkecualian terdapat pada Musim Barat tahun 1998 dan 2005
ketika tidak terjadi El Nino, ada kecepatan angin terbesar mencapai 20 knot.
Secara keseluruhan, perairan Indonesia memiliki tinggi gelombang rata-rata
bulanan tidak lebih dari 3 meter terkecuali pada Desember 2005 di Laut Cina Selatan,
tinggi gelombang lebih dari 3 meter. Gelombang di Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik tinggi dan kadangkala gelombang pada Samudera Hindia lebih besar
dikarenakan fetch yang lebih luas. Sedangkan gelombang di perairan antar kepulauan
secara keseluruhan rendah kecuali di Laut Banda."
2007
T39508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Suendra
"Krisis nilai tukar yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang diikuti oleh krisis moneter, telah menimbulkan berbagai perubahan dalam struktur pengelolaan ekonomi moneter di Indonesia. Perubahan tersebut, diantaranya adalah: (1) beralihnya sistem nilai tukar Rupiah dani sistem manage floating exchange rate menjadi free floating exchange rate sejak 14 Agustus 1997, dan (2) berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan Rupiah.
Dalam penelitian ini, hubungan antara jumlah uang beredar (M2), nilai tukar (ER) dan tingkat harga (CPI) dianalisis menggunakan model identified Vector Autoregression Approach sebagaimana penelitian Dmyto Holod (2000) untuk kasus Ukraine.
Hasil analisis menunjukkan bahwa, asumsi sticky price lebih cocok untuk Indonesia bukan flexible price, karena dalam penentuan harga terdapat faktor kebijakan yang tercermin -dalam administrated-price seperti Mahan- bath- riiinyiIC(BBM); tarif dasar listrik.
Secara spesifik hasiI penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Peningkatan jumlah uang beredar mengarahkan pada terjadinya kenaikan tingkat harga (teori Money Marker equilibrium) dan terjadinya depresiasi nilai tukar (teori IRP). (2) Depresiasi nilai tukar mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga dan peningkatan jumlah uang beredar. (3) Kenaikan tingkat harga mendorong terjadinya depresiasi nilai tukar (teori PPP) dan setelah periode bulan pertama terjadi penurunan jumlah uang beredar.
Kontraksi moneter yang mengikuti kenaikan tingkat harga menunjukkan bahwa Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan inflation targeting, dimana uang beredar digunakan sebagai instrumen moneter atau sasaran antara untuk mengontrol inflasi, bukan sebagai sasaran akhir.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maorit Sepmarama
"Tesis ini membahas pergeseran fokus bantuan Bank Dunia di Indonesia yang mulai condong ke arah pengembangan sistem keuangan pemerintah pasca krisis ekonomi pada tahun 1998. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pergeseran fokus tersebut terjadi karena dorongan kepentingan rezim keuangan internasional dan perubahan paradigma ekonomi. Hasil temuan dari penelitian ini juga menjelaskan kepentingan-kepentingan yang mendasari ketertarikan Bank Dunia mengembangkan sistem keuangan pemerintah di Indonesia.

In 2014 the World Bank's involvement in Indonesia development process has reached its sixth decade. And during that period, there are some notable shifts in their orientation. A significant one which is the focus of this study was the one that happened after Indonesian economic crisis in 1998. Using a qualitative literature research method, this study has found that the World Bank focus on the development of public financial system, was a reaction from the new paradigm as well as a response to regime demand to monitor everchanging economy in large developing country such as Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>