Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193691 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Soraya
"Studi sebelumnya telah membuktikan bahwa kanker kepaladan leher telah menjadi masalah penting di negara Asia termasuk Indonesia. Terdapat faktor resiko yang mendukung terjadinya insidens kanker tersebut dibagi menjadi faktor yang dapat dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-Faktor tersebut memiliki implikasi penting dalam mempelajari faktor resiko yang paling berpengaruh dalam insidens kanker nasofaring di Indonesia. Studi ini ditujukan untuk menentukan perbandingan antara tingkat pendidikan dan konsumsi alkohol pada pasien dengan kanker nasofaring dan kanker oral pada pasien yang datang ke klinik gigi RSCM pada tahun 2006-2009. Data dalam studi ini berdasar pada rekam medis pasien yang datang ke klinik gigi RSCM pada tahun 2006-2009. Data dianalisa menggunakan SPSS versi 20. Signifikansi di tes menggunakan Smirnof-Kolmogorov Z test. Pasien yang mengaku mengkonsumsi alkohol sebagian besar merupakan pasien dengan kanker nasofaring. Sementara, untuk tingkat pendidikan, sebagian besar pasien pada kanker nasofaring merupakan pasien dengan tingkat pendidikan yang rendah. Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pasien kanker (P=0.995). Begitu pula dengan konsumsi alkohol, tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara penggunaan alkohol pada pasien kanker nasofaring. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat asosiasi antara tingkat pendidikan dan penggunaan alkohol dengan kanker nasofaring.

As many of the previous studies has proven, head and neck cancer has been a major problem in many of Southeast Asian countries, including Indonesia. The contributing risk factors to incidence of HNC are divided into modifiable and unmodifiable risk factors. Those risk factors has very important implications in understanding the most influencing risk factors of HNC among Indonesia populationThis study aim to determine the comparison of educational level and alcohol consumption in patients with nasopharyngeal cancer and oral cancer who came to dental clinic RSCM Jakarta between 2006-2009. The data was obtained from medical record of patients diagnosed with head and neck cancer who visited oral medicine clinic of RSCM Jakarta from 2006-2009. The data then was analyzed using SPSS version 20..The significance association were tested using Kolmogorof-Smirnov Z. The result showed that patient with the presence of alcohol use were mostly diagnosed with nasopharyngeal cancer. However, after compared between nasopharyngeal and non-npc group, there were no significant association found between the two groups (P=1.000). The level of formal education also did not significantly associated with the nasopharyngeal and nonnpc (P=0.995). In conclusion, there was no significant association found between educational level and alcohol use in nasopharyngeal cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganesha Shamsudin
"Salah satu dari delapan penyebab paling umum kematian kanker di seluruh dunia adalah karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara usia dan kebiasaan merokok pada pasien dengan kanker kepala dan leher yang datang ke klinik gigi RSCM Jakarta antara tahun 2006-2009. Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder dari kanker kepala dan leher (HNC) rekam medis pasien, dan ditabulasi dan dianalisis menggunakan uji chi square. Prevalensi kanker nasofaring lebih menonjol daripada kanker oral antara pasien kanker kepala dan leher yang datang ke klinik gigi RSCM antara tahun 2006-2009.Pada umumnya pasien kanker nasofaring terpengaruhi pada kelompok umur 40-49 tahun, sedangkan pasien kanker oral terpengaruhi pada usia 60-69 tahun. Hasil ini mirip dengan beberapa studi.
Terdapat perbedaan usia yang signifikan antara pasien dengan kanker nasofaring dan oral yang datang ke klinik gigi RSCM antara tahun 2006-2009 (p = 0,000). Kanker nasofaring dan oral terutama dipengaruhi oleh pasien yang merokok secara aktif, tetapi tidak ada perbedaan kebiasaan merokok antara pasien kanker nasofaring dan oral dalam penelitian ini (p = 0.635). Beberapa pasien kanker nasofaring dan oral bukanlah perokok aktif maupun perokok pasif. Oleh karena itu, faktor risiko lain mungkin memainkan peran dalam pengembangan kanker nasofaring dan oral. Terdapat hubungan antara usia dan jenis kanker. Tidak ada perbedaan antara kebiasaan merokok pada pasien dengan kanker nasofaring maupun pasien dengan kanker oral.

One of the eight most common causes of cancer death in worldwide is squamous cell carcinoma of the head and neck. To determine the association of age and smoking habit in patients with head and neck cancer who came to dental clinic RSCM Jakarta between years 2006-2009. This cross sectional study use secondary data from head and neck cancer (HNC) patient?s medical record, and the tabulated and analyzed using chi square test. NPC is more prevalent than OC among HNC patients who came to dental clinic RSCM between years 2006-2009.NPC mostly affected patients at group age of 40-49 years old, while OC at 60-69 years old. This result similar to some previous studies.
There was significant difference of age between NPC and OC patients who came to dental clinic RSCM between years 2006-2009 (p=0,000). NPC and OC predominantly affected those who were active smokers, but there was no smoking habit difference between NPC and OC patients in this study (p=0,635). There were some NPC and OC patients who were not active smokers and also not passive smokers. Therefore other risk factors may play role in the development of NPC and OC. There?s a relation between age and type of cancer. There are no smoking habit differences between NPC and OC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhienda Cempaka Shahannaz
"Karsinoma sel skuamosa dari mulut dan nasofaring adalah satu dari kanker yang sering ditemui di Indonesia juga pada peringkat dunia. Banyak riset yang menemukan bahwa kejadian kanker mulut dan nasofaring lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita. Disamping tembakau yang menjadi faktor risiko tunggal terbesar untuk kanker mulut dan nasofaring, factor pembaur lain seperti paparan polusi dalam mata pencaharian juga dapat mempengaruhi resiko pengembangan kanker mulut dan nasofaring.
Studi yang mengobservasi kejadian kanker mulut dan nasofaring dan dostribusinya pada factor - factor risiko dibutuhkan untuk merancang edukasi yang terprogram guna mengatasi masalah ini di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mendeskrispsikan asosiasi dari distribusi jenis kelamin dan paparan polusi dengan kasus kanker mulut dan nasofaring di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2006 ? 2009.
Hasil riset ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara distribusi jenis kelamin dengan kejadian kanker mulut dan nasofaring di RSCM tahun 2006 ? (x2(1) = 12.503, p-value < 0.001), sedangkan pada distribusi factor paparan polusi tidak ditemukan asosiasi dengan kanker mulut dan nasofaring (x2(1) = 0.159, p-value < 0.690).

Squamous cell carcinoma of the head and neck is one of the most common cancers Indonesia as well as worldwide. The incidence of nasopharyngeal and oral cancer has been researched as higher in males than in females. Whilst tobacco habits stands as the single largest risk factor for head and neck cancer (HNC), other confoundings such as occupational exposure to pollution or potential carcinogen may also affects the risk of developing oral cancer (OC) or nasopharyngeal cancer (NPC).
Studies addressing the comparison of cancer distribution are required as tailored educational program may be necessary in order to overcome this HNC issues in Indonesia. This study aims to describe and compare the distribution of sex and pollution exposure in HNC cases in RSCM between 2006 and 2009. Consecutive sampling is used as method of data collection in this retrospective cross-sectional study. Main outcome measure is the number of HNC cases analyzed by sex and occupational pollution exposure.
The result shows that there is a difference between sex distribution in NPC and OC cases (x2(1) = 12.503, p-value < 0.001) whilst there is no difference between pollution exposure distribution in NPC and OC cases (x2(1) = 0.159, p-value < 0.690).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salik Hawariy
"Kadar asam urat diduga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya batu saluran kemih. Hal tersebut berkaitan dengan adanya kristalisasi asam urat pada saluran kemih, yang berujung pada batu asam urat. Penelitian bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara kadar asam urat dengan kejadian batu asam urat pada pasien batu saluran kemih. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Juni 2012 hingga Juni 2013 dengan menggunakan data rekam medis pasien tahun 2009-2011 sebanyak 102 sampel. Data yang diambil adalah kadar asam urat pasien yang dikelompokkan menjadi normal (≤6,8 mg/dL) dan tinggi (>6,8 mg/dL), serta hasil analisis batu saluran kemih, apakah terdapat batu asam urat atau tidak. Hasil menunjukkan bahwa pada pasien dengan kadar asam urat normal, batu asam urat terjadi pada 33 dari 84 orang (39,3%), dan pada pasien dengan kadar asam urat tinggi terjadi pada 6 dari 18 orang (33,3%). Hasil uji chi-square menunjukkan p=0,637, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar asam urat dengan kejadian batu asam urat.

Uric acid level in blood is thought to be one of many risk factors in urolithiasis. It is related to the crystallization of uric acid in the urinary tract which will become uric acid stone. Objective of this study was to determine whether there is a correlation between uric acid level in blood with uric acid stone occurrence or not. The study was done at Urology Department Cipto Mangunkusumo Hospital in June 2012 until June 2013, using 102 data from medical record year 2009-2011. Data used for study were uric acid level, which was categorized into normal (≤6,8 mg/dL) and high (>6,8 mg/dL), and stone analysis, whether there was uric acid or not. The results showed that uric acid stone occured in 33 of 84 patients (39,3%) with normal uric acid level, and in 6 of 18 patients (33,3%) with high uric acid level. Chi-square test showed that p=0,637, which proved that there was no correlation between uric acid level with uric acid stone occurrence."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radityamurti
"Salah satu fungsi ginjal adalah sebagai tempat produksi erythropoietin yang berfungsi memicu produksi sel darah merah. Pada penderita obstruksi batu ureter bilateral kronik dapat terjadi kerusakan ginjal umumnya berakibat anemia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah. Kadar kreatinin darah dalam penelitian ini digunakan sebagai indeks pengukuran fungsi ginjal. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil data 101 rekam medis pasien pada tahun 2009-2011 dengan batu ureter bilateral dan diambil data hemoglobin (cut-off 12 gr/dL) dan kreatinin serum (cut-off 1,5 mg/dL). Hubungan antara keduanya dihitung dengan uji chi-square dan didapatkan 70,6% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin tinggi dan 42,0% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin normal (p=0,004). Terdapat risiko penurunan kadar hemoglobin (OR = 3,314) pada pasien dengan kadar kreatinin yang tinggi. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah dan pasien dengan kadar kreatinin tinggi cenderung berisiko anemia.

One of renal function is as a place that serves erythropoietin production triggers the production of red blood cells. In patients with bilateral ureteral stone obstruction chronic kidney damage can occur generally result in anemia. This study aimed to prove the existence of a relationship between hemoglobin levels with blood creatinine levels. Blood creatinine levels in this study was used as an index of kidney function measurement. The study was conducted in the Department of Urology Hospital Cipto Mangunkusumo by retrieving 101 medical records data of patients in the years 2009-2011 with bilateral ureteral stones and data retrieving hemoglobin data (cut-off 12 g / dL) and serum creatinine (cut-off 1.5 mg / dL). Relationship between the two was calculated by chi-square test. It was found that 70.6% of patients with low hemoglobin had high creatinine levels and 42.0% of patients with low hemoglobin had normal creatinine levels (p = 0.004). These result implied that there was a risk of a decrease in hemoglobin levels (OR = 3.314) in patients with high creatinine levels. In conclusion, there was a significant relationship between level of hemoglobin and creatinine levels in blood. Patients with high creatinine levels tend to be at risk of anemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Fitriani Taufik
"ABSTRAK Latar belakang :Pendidikan dokter spesialis merupakan pendidikan orang dewasa adult learner untuk mencapai kompetensi klinis yang diharapkan Lingkungan pendidikan merupakan salah satu aktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum dan proses pendidikan Lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dirasakan oleh peserta didik yang dapat mempengaruhi proses pendidikan. Perlu lingkungan pendidikan yang mendukung untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran peserta didik. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi peserta didik, pengelola program dan staf pengajar terhadap lingkungan pendidikan pada Program Pendidikan DokterSpesialis PPDS Paru, FKUI. Metode :Jenis penelitian yang digunakan adalah mixed methods dengan setting sequential explanatory design. Tahap pertama dilakukan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner Postgraduate Hospital Educational Enviroment Measure PHEEM yang diisi oleh peserta PPDS Paru pada bulan Maret-Juni 2014.Hasil PHEEM ini dielaborasi lebih lanjut melalui penelitian kualitatif berupa Focus Group Discussion pada peserta PPDS Paru dan wawancara mendalam dengan pengelola program dan staf pengajar di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI.Hasil :Sebanyak 87 89,7 peserta PPDS Paru periode Maret-Juni 2014 telah mengisi kuesioner PHEEM dan didapatkan sebanyak 74,7 peserta menilai lingkungan pendidikan lebih banyak positif dari pada negative dan memerlukan perbaikan 100,85; rentang nilai 81-120 . Peran otonomi dinilai positif oleh 79,3 peserta 36,93; rentang nilai 29-42 , pengajaran dianggap sudah bergerak kearah yang benar oleh 62,1 peserta 36,56; rentang nilai 31-45 dan 70,1 berpendapat bahwa dukungan social lebih banyak pro dari pada kontra 27,36; rentang nilai 23-33 .Pada penelitian kualitatif diperoleh hasil bahwa peran otonomi yang perlu diperbaiki adalah tersedianya panduan pengajaran dan protokol klinis yang informatif, diperlukan perbaikan system supervise dan pemberian umpan balik pada peran pengajaran, dan perbaikan budaya menyalahkan dan meningkatkan peran penasehat akademik dalam bimbingan dan konseling pada dukungan sosial. Kesimpulan :Lingkungan pendidikan pada PPDS Paru dinilai cukup baik dan kondusif. Perbaikan yang diperlukan untuk menjadikan lingkungan pendidikan lebih optimal adalah pembuatan Buku Rancangan Pengajaran yang informatif, optimalisasi logbook sebagai salah satu instrument evaluasi, peningkatan supervise oleh staf pengajar, keterampilan pemberian umpan balik dan peran pembimbing akademik dalam evaluasi peserta PPDS. Kata kunci :Lingkunganpendidikan, PHEEM, Mixed methods

ABSTRACT
Background Educational environment is one of the most important factor should be considered in curriculum development. Educational environment is the condition that may affect education process in student. Specialty in medicine is adult learning process to gain define clinical competence. Process ofeducationcan be accelerated with proper educational environment. This study aims to Perception of resident, clinical teacher and study program manager to educational environment in Pulmonology dan Respiratory Medicine Residency Program, Faculty of MedicineUniversitasIndonesia. Methods This study using mixed methods with sequential explanatory design.Preliminary of this study is a quantitative study using Postgraduate Hospital Educational Environment Measure PHEEM questionnaire to Pulmonology residentsonMarch until June 2014. The results of the questionnaire will be elaborated with qualitative study based on Focus Group Discussionamong Pulmonology residents and deep interview to the study program manager and clinical teachers at the Department of Pulmonology and Respiratory Medicine FMUI. Result Eighty seven 89,7 pulmonology residents on March until June 2014 had filled in PHEEM questionnaire resulting in mean of perception of the educational environment total PHEEM mostly 74,7 positive and need to be improved score 100,85 81 120 . Positive perception of the autonomy role is 79,3 score 36,93 29 42 , perception that the teaching role performed in the correct way62,1 score 36,56 31 45 and 70,1 of perception stated pro to social support rather than cons score 27,36 22 33 . The qualitative study resulting an autonomy role which is need to be improved availability of teaching guideline and informative clinical protocols. Based on several aspect of teaching role, we need toimproved the supervision system and feedback giving. The blamming culture, supervision and counseling are the factors that need toimproved on social supporting role. ConclusionEducational environment in Pulmonology and Respiratory Medicine Residency Program is positive and condusive. Theimprovement need of the informative ldquo BukuRancanganPengajaran rdquo and optimalizationof logbook as one of the evaluation instrument.Role of staffs in supervising resident skills, feedback and the role of the academic mentor in evaluating residents still need improvement foroptimalization educational environment that may lead to support the adult learning process in students.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Nur Arina
"Tujuan penelitian dilakukan untuk menentukan distribusi dan asosiasi jumlah rokok yang dihisap setiap hari, durasi merokok, dan jenis rokok pada pasien Kanker Nasofaring (KNF) yang datang ke klinik gigi RSCM, Jakarta antara tahun 2006 dan 2009. Pengumpulan data diperoleh melalui rekapitulasi catatan medis dari pasien yang telah didiagnosis dengan KNF oleh klinik gigi RSCM, Jakarta antara tahun 2006 dan 2009. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi-square yang dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi faktor risiko dalam populasi pasien KNF. Uji sampel dua independen non-parametrik dilakukan untuk mengidentifikasi perbandingan masing-masing status merokok dan KNF.
Tidak ada hasil yang signifikan secara statistik untuk perbandingan jumlah rokok yang dihisap setiap hari, durasi merokok, dan jenis rokok merokok setiap hari dalam perkembangan KNF (p> 0,05). Namun, 50% dari pasien KNF dan non-KNF telah merokok selama lebih dari 20 tahun. Perokok pasif juga berperan terhadap tingginya prevalensi KNF. Prevalensi KNF meningkat seiring durasi merokok meningkat. Perokok pasif juga memainkan peran utama dalam pengembangan KNF.

To determine the distribution and association of amount of cigarette smoked daily, duration of smoking, and the type of cigarette within the patients of Nasopharyngeal Cancer (NPC) who came into dental clinic of RSCM, Jakarta between the year 2006 and 2009. Data Collection was done by recapitulating medical records of the patients who had diagnosed with NPC from dental clinic of RSCM, Jakarta between year 2006 and 2009. Data analysis was done using chi-squared test which was performed in order to identify the distribution of risk factors within the population of NPC. The two-independent sample test of non-parametric test was performed two identify the comparison of each smoking status and NPC.
There is no statistically significant result for the comparison of amount of cigarette smoked daily, duration of smoking, and the type of cigarette smoked daily to the development of NPC (p>0.05). However, 50% of the oral cancer patients have been smoking for more than 20 years. Also, passive smokers are identified to be attributable to the prevalence of NPC. The prevalence of NPC increases as the duration of smoking increases. Passive smoking also plays a major role in the development of NPC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ema Wulidasari
"Protein Non Structural 1 NS 1 telah digagaskan untuk menjadi alat diagnostik dini untuk infeksi demam berdarah karena keberadaannya yang cukup tinggi pada saat fase akut dari infeksi ini NS 1 adalah protein yang sangat penting bagi virus dengue untuk melakukan replikasi virus Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kinetik NS 1 pada hari demam ke 4 sampai dengan 6 dengan menggunakan Strip Bio Rad Ag di komunitas di Jakarta Seluruh penelitian ini berjalan selama 36 bulan Maret 2010 ndash Februari 2013 Terdapat 102 pasien diduga terinfeksi demam berdarah yang memenuhi kriteria inklusi Serum darah pasien dites menggunakan RT PCR atau isolasi virus di line sel C6 36 atau kenaikan titer antibodi sebagai standar baku dan sedangksn Strip Bio Rad NS 1 Ag digunakan sebagai metode diagnostik yang digunakan dalam penelitian ini SPSS 17 0 merupakan alat statistik yang digunakan dalam riset ini Dari kesuluruhan 68 68 3 pasien terbukti positive terinfeksi dan 34 31 7 merupakan negatif untuk infeksi dengue Sementara itu hanya 54 52 94 pasien yang terdiagnosis positif infeksi dengue pada hari demam ke 4 6 Kinetik NS 1 selama hari demam ke 4 6 terdeteksi masing masing sebanyak 83 64 69 09 and 47 27 Kinetik NS 1 pada pasien dengue infeksi primer sejak hari demam ke 4 sampai dengen 6 terdeteksi sebanyak 100 83 33 dan 75 Secara kontras kinetik NS 1 di pasien degue infeksi sekunder dari hari demam ke 4 6 adalah 73 33 60 dan 26 67 Terdeteksinya NS 1 akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya hari demam Antingen NS 1 pada pasien dengue infeksi primer lebih lama keberadaannya dibandingkan dengen pasien dengue infeksi sekunder.

NS 1 has been purposed to be use as an early method to diagnose dengue infection because of its appearance in the acute phase of the infection NS 1 is a protein that essential for dengue virus to do the virus replication This study has aimed to determining the kinetic of NS 1 by using Bio Rad NS 1 Ag Strip for dengue infection during day 4 6th of fever in community in Jakarta The entire study was conducted in 36 months March 2010 ndash February 2013 There were 102 suspected dengue infection patients that fulfill the inclusion criteria tested for the NS 1 antigen in their blood serum using RT PCR or isolation of the viruses in C6 36 cell line or increasing antibody titer as the gold standard Meanwhile Bio Rad NS 1 Ag Strip was used as the diagnostic method use in this study Data were analyzed using SPSS 17 0 Overall 68 68 3 patients were considered positive and 34 31 7 patients were negative for dengue infection Meanwhile only 54 52 94 patients were positive at the day 4 6th of fever The kinetic of NS 1 during day 4 6th day of fever were 83 64 69 09 and 47 27 respectively The kinetic of NS 1 in primary patients from day 4 to day 6 were 100 83 33 and 75 respectively In contrast the kinetic of NS 1 in secondary patients from day 4 to day 6 respectively were 73 33 60 and 26 67 The presences of NS 1 antigen were decreasing as the day of fever keeps progressing The availability of NS 1 antigen in primary dengue infected patients was longer than the secondary dengue infected patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismir Fahri
"Terapi reperfusi dengan IKPP pada pasien IMA-EST bertujuan menyelamatkan miokard dan menurunkan angka kematian. Kembalinya patensi arteri koroner epikardial dengan aliran TIMI derajat 3 tidak selalu berarti terjadinya aliran yang adekuat pada tingkat mikrovaskular, fenomena ini dikenal dengan istilah no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Beberapa alat bantu diagnostik untuk mendeteksi kejadian obstuksi mikrovaskular telah banyak dikembangkan, namun sampai saat ini belum didapatkan baku emas.
Mengetahui korelasi penilaian myocardial blush kuantitatif dengan program QuBE terhadap ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin dalam 4-6 minggu paska IKPP pada pasien IMA-EST.
Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Gambaran angiografi pasien IMA-EST yang menjalani reperfusi dengan IKPP dari bulan Juli-Desember 2011 dievaluasi keberhasilannya mengunakan program ?QuBE?, dan pada minggu ke 4-6 paska IKPP dievaluasi dengan pemeriksaan SPECT Tc99m Tetrofosmin, untuk menilai ukuran infark, fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri.
Dari 36 pasien didapatkan proporsi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 94,4%, rata-rata usia pasien 54,3±7,9 tahun. Sebanyak 69,4% pasien dengan diagnosis IMA-EST anterior. Uji Spearman menunjukkan korelasi yang cukup antara nilai QuBE terhadap ukuran infark (-0,594 dan p < 0,001) dan fraksi ejeksi (r 0,531 dan P 0,001), volume akhir sistolik (r -0,496 dan P 0,002) dan volume akhir diastolik (r -0,435 dan P 0,008) ventrikel kiri. Sub analisis pada ATI LAD juga memberikan korelasi yang cukup pada keempat variabel tersebut, namun tidak pada ATI RCA. Uji multivariat parsial mengunakan kontrol variabel; usia, waktu iskemik, ATI, multivessel disease, faktor risiko PJK, kategori killip dan IMT, tetap menunjukkan nilai QuBE berkorelasi cukup dengan ukuran infark (r -0,441 dan p 0,019).
Penilaian myocardial blush kuantitaif dengan program QuBE memiliki korelasi yang cukup terhadap ukuran infark, namun tidak menunjukkan korelasi terhadap fraksi ejeksi, volume akhir sistolik dan diastolik ventrikel kiri menggunakan SPECT Tc99m Tetrofosmin pada minggu ke 4-6 paska IKPP pada pasien IMAEST.

Primary PCI as a reperfusion therapy in STEMI patients is aimed to salvage myocardium and reduce mortality. Successful restoration epicardial coronary artery patency with TIMI 3 flow has not always lead to adequate flow at microvascular level, these phenomena is known as no reflow or microvascular obstruction. Several diagnostic tools were developed to detect MVO, but until now there is no gold standard.
knowing correlation between Quantitative Myocardial blush using QuBE program with infarct size, ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patients.
This study is designed as a cross sectional study. Selected angiographic result of STEMI patients that underwent primary PCI from July?December 2011 at The National Cardiac Center Harapan Kita were evaluated directly with the QuBE program. The infarct size, ejection fraction, end systolic and end diastolic volume of left ventricle were evaluated using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI.
Thirty six consecutive patients were enrolled. Proportion of men is 94.4% and age average of 54.3±7.9 years old. Most of patients were diagnosed with anterior STEMI (69.4%). Spearmen analysis obtained a moderate correlations between QuBE score and infarct size (r -0.594, p < 0.001), left ventricle ejection fraction (r 0.531, P 0.001), end diastolic volume (r -0.496, P 0.002), end systolic volume (r -0.435, P 0.008). Sub analysis based on IRA at LAD revealed the similar result of the four variables, but not with IRA at RCA. Partial multivariate analysis adjusted with age, ischemic time, IRA, multivessel disease, CAD risk factors, Killip class and BMI consistent showed moderate correlation of QuBE score with infarct size (r -0,441, p 0.019).
Quantitative Myocardial blush using QuBE program revealed a moderate correlation with infarct size, but not with ejection fraction, systolic and diastolic volume of the left ventricle using SPECT Tc99m Tetrofosmin at 4-6 weeks after PPCI of STEMI patent.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Suprapta
"Rumah Sakit yang mempunyai tugas utama penyembuhan dan pemulihan, perlu mempunyai manajemen yang baik agar operasional rumah sakit dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pengendalian intern yang merupakan alat pengawasan manajemen, perlu dilaksanakan dengan efektif khususnya dalam pengelolaan penyimpanandan distribusi obat. Di RSUP Persahabatan diidentifikasi adanya masalah inefisiensi dalam pengelolaan penyimpanan dan distribusi obat, dengan asumsi inefisiensi tersebut bersumber dari tidak efektifnya mekanisme kontrol dari pengendalian intern dan aspek-aspeknya.
Tujuan dari penelitian adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan penyimpanan dan distribusi obat dengan meningkatkan pelaksanaan pengendalian intern. Diharapkan agar penelitian ini bermanfaat dalam memberikan masukan bagi pimpinan dalam upaya pengembangan manajemen rumah sakit.
Metodologi yang digunakan adalah metode telaah kasus dan pendekatan pemecahan masalah. Dengan kata lain penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan berperan serta, focus group discussion (fgd), indepth interview dan rangkuman data sekunder. Analisa data dilakukan secara kualitatif deskriptif.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa mekanisme pengendalian intern dalam penyimpanan dan distribusi obat sudah berjalan cukup baik, namun masih ditemukan beberapa kelemahan dalam hal pengorganisasian, prosedur pencatatan, praktek yang sehat dan aspek tenaga.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ternyata elemen-elemen dari pengendalian intern itu sendiri sangat berperan dalam pengelolaan dan distribusi obat dan keberadaan/ketersediaan data-data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan manajemen.
Saran yang dapat diajukan adalah pengendalian hendaknya dilakukan secara terpadu, tersedianya protap, pedoman tertulis dan kebijaksanaan yang baku serta optimalisasi fungsi depo-depo obat."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>