Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200447 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selviana Octaviani
"Latar belakang pendidikan dan pengetahuan mengenai Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konversi sputum TB. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara level edukasi pasien dan tingkat pengetahuan tentang TB dengan konversi sputum pada dua bulan.Studi potong lintang ini di lakukan di Rumah Sakit Persahabatan dengan menganalisa latar pendidikan dan pengetahuan mengenai TB. Dari 106 pasien (63 laki-laki, 43 perempuan) dengan rentang umur 20-65 tahun dilakukan interview langsung dan pengisian kuesioner untuk mengetahui tingkat pendidikan dan pengetahuan akan TB. Uji sampel chi-square digunakan untuk menilai signifikansi statistik pada penelitian ini. Terdapat hubungan yang bermakna antara latar pendidikan dan pengetahuan mengenai TB (p<0.05); pendidikan dan sputum konversi (p<0.05). Tidak terdapat nilai statistic yang signifikan antara pengetahuan TB dan sputum konversi (p>0.05). Hasil penemuan studi ini menunjukan bahwa latar pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan tingkat pengetahuan TB dan sputum konversi yang lebih baik. Akan tetapi, tingkat pengetahuan TB yg lebih baik tidak menunjukan bahwa pasien memiliki konversi sputum yang positif pada dua bulan.

Educational backgrounds and level of knowledge are factors that might affect the sputum conversion of the Tuberculosis (TB) patients. This study focused to investigate the association between educational background and level of knowledge of the TB patient and the sputum conversion at two months. This cross-sectional study was done in Persahabatan hospital among 106 patients (63 male, 43 female) with the age ranging from 20-65 years old. The educational background and knowledge level of TB were assessed using a questionnaire and direct interview. A chi- square test was conducted to assess the association between knowledge level of TB and education level, education level and sputum conversion, and knowledge level of TB and sputum conversion. There were a statistically significance association between education level and knowledge about Tuberculosis (p<0.05); education level and sputum conversion (p<0.05); however, knowledge level of TB and sputum conversion were not statistically significant (p > 0.05). These findings suggest that the higher the education, the higher the patient's knowledge level of TB and sputum conversion rate. However, higher knowledge level of TB does not necessary mean that the patient will have a positive sputum conversion at two months."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna
"Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia terlepas dari kemajuan ilmiah utama dalam diagnosis dan manajemen Dalam Laporan WHO 2012 Global Tuberculosis Pengendalian mengungkapkan diperkirakan 9 3 juta kasus insiden TB pada tahun 2011 secara global dengan Asia memimpin di bagian atas 59 Beberapa studi di masa lalu telah mengungkapkan hubungan antara kekayaan dan kondisi hidup dengan konversi TB dan mengurangi kejadian TB
Sasaran dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis berbagai tingkat ekonomi di masyarakat selama masa pengobatan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap konversi TB Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan mewawancarai pasien TB yang diberi obat kategori pertama selama minimal 2 bulan n 106
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi memiliki persentase kesembuhan lebih besar 77 dari 57 pasien dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan rendah 49 dari 49 pasien Hasil tambahan yang diperoleh adalah beberapa pasien masih menggunakan uang mereka sendiri untuk konsultasi dan obat obatan yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah
Penelitian ini menegaskan hipotesis bahwa pendapatan memang terkait dengan konversi TB pada 2 bulan di RS Persahabatan selama pengobatan lini pertama obat Beberapa faktor yang berkorelasi dengan pendapatan yang lebih tinggi termasuk pendidikan transportasi dan makanan sehat berkontribusi terhadap konversi
Penelitian ini menyarankan bahwa pemerintah harus membayar lebih banyak perhatian terhadap konversi dan pengobatan TB sebagai studi ini menemukan bahwa tingkat tertentu pendapatan minimum perlu dipenuhi untuk mendapatkan konversi pada 2 bulan Kata kunci Tuberkulosis Program pengobatan Tuberkulosis Kategori satu obat Tuberkulosis Tingkat Penghasilan.

Tuberculosis remains a major public health problem worldwide in spite of major scientific advancements in its diagnosis and management In WHO Report 2012 ndash Global Tuberculosis Control reveals an estimated 9 3 million incident cases of TB in 2011 globally with Asia leading at the top 59 Several studies in the past have revealed the relationship between wealth and living condition with TB conversion and reducing TB incidence
The Aim of this study was to determine and analyze variety of economic level in society during the treatment period as a contributing factor towards TB conversion This study used cross sectional design by interviewing patients with TB who are given first category drugs for at least 2 months n 106
Results showed that patient in the higher income group had greater cure percentage 77 from 57 patients compared to the low income group 49 from 49 patients Additional result gained was some of the patient still use their own money for consultation and drugs which should have been covered by the government
This study confirmed the hypotheses that income indeed associated with TB conversion at 2 months in Persahabatan Hospital during first line drug treatment Some factors that correlate with higher income including education transportation and healthy foods contribute to the conversion
This study suggested that government should pay more attention towards TB conversion and treatment as the study found that certain level of minimum income needed to be fulfill in order to get the conversion at 2 months Keywords TB TB treatment programs TB drugs first category Income.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Prawiro Tantry
"Penanganan tuberkulosis (TB) di Indonesia masih dihadapkan pada keterlambatan pendeteksian terapi yang tidak adekuat. Secara klinis, kenaikan berat badan dianggap sebagai salah satu indikasi perbaikan klinis penderita TB yang praktis. Namun, apakah kenaikan berat badan benar berhubungan dengan kesembuhan klinis pasien TB masih perlu dibuktikan. Oleh karena itu, dalam upaya menilai potensi berat badan sebagai indikator klinis terapi TB, dilakukan riset yang bertujuan untuk melihat asosiasi antara penambahan berat badan dengan konversi sputum pada akhir fase inisial pengobatan anti-TB dengan kategori 1. Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan mengumpulkan data sekunder dari rekam medis pasien di RS Persahabatan pada tahun 2009 (n=102).
Hasil menunjukkan bahwa 75,49% (n=77) pasien TB mengalami konversi sputum pada akhir fase inisial. Penambahan berat badan ditemukan pada sekitar setengah sampel dari grup dengan konversi sputum (51,95%) dan juga pada hampir setengah dari grup tanpa konversi sputum (dua belas dari 25). Studi ini menunjukkan bahwa penambahan berat badan tidak memiliki asosiasi yang signifikan dengan konversi sputum pada akhir fase inisial pengobatan anti-TB dengan kategori 1 selama dua bulan di RS Persahabatan (p= 0.732), namun studi lebih lanjut disarankan untuk meneliti asosiasi tersebut pada periode terapi yang lebih lama dan juga dengan mempertimbangkan IMT pasien.

Tuberculosis (TB) management in Indonesia was facing delayed detection of inadequate therapies. Clinically, weight gain was considered as one of the simple indicators pointing towards clinical improvement of TB patients. However, whether weight gain was really associated with clinical recovery of TB patients was yet to be proven. Therefore, as an effort to assess the possibility of observing weight gain to evaluate anti-TB therapy, a research was conducted aiming to assess the association between weight gain and sputum conversion at the end of initial phase category 1 anti-TB therapy. This study used a retrospective cohort design by collecting secondary data from the medical records of TB patients in Persahabatan hospital in 2009 (n=102).
Results showed that 75.49% (n=77) of TB patients underwent sputum conversion at the end of second month of therapy. Regardless of sputum conversion, weight gain was observed in approximately half of both groups with (51.95%) and without (twelve out of 25) sputum conversion. This study revealed that weight gain was not significantly associated with sputum conversion at the end of two months initial phase category 1 anti-TB therapy in Persahabatan hospital (p= 0.732), however future studies were encouraged to explore the association in longer therapy period and with considering patients BMI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajiv Hidhayatullah
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan beban ganda pada penyakit menular dan tidak menular. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang memiliki prevalensi cukup tinggi dengan Indonesia berperingkat dua dari seluruh negara dalam hal jumlah pasien tuberculosis, diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi cukup tinggi juga. Konvergensi keduanya menimbulkan implikasi serius terhadap morbiditas dan mortalitas dari masing-masing penyakit tersebut, pada tuberkulosis dengan adanya komorbiditas ini meningkatkan resiko munculnya kavitas; kavitas inilah yang memiliki implikasi untuk memperlambat konversi. Dengan menggunakan metode cross-sectional serta analisisi chi-square pada pasien tuberkulosis dengan komorbiditas diabetes mellitus diteliti. Hasilnya tidak ditemukan adanya hubungan yang jelas pada subjek yang memiliki lesi kavitas dan tidak terutama pada konversi pasca 2 bulan pengobatan. Sehingga terdapat perbedaan antara pasien dengan komorbid diabetes mellitus dan tuberkulosis pada umumnya. Perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan desain kohort prospektif dengan menghitung kontrol gula darah pada diabetesnya

ABSTRACT
Indonesia is a country with a double burden of both transmissible and intransmissible disease. Tuberculosis is one of the transmissible disease that is quite prevalent in Indonesia and currently Indonesia is second in number of tuberculosis patient, meanwhile one of the leading chronic disease in number in Indonesia is diabetes Mellitus. The convergence of both disease could lead to serious implication in both the morbidity and mortality of each, from tuberculosis standpoint it could lead to delays in elongated duration in treatment; also cavitary lesion is shown to be more common in diabetes mellitus patient, and in general tuberculosis patient it can result in delay of conversion. So, using chi-square analysis the relationship between cavitary lesion and conversion in patient with tuberculosis comorbidity diabetes mellitus is studied. The result is inconclusive (p=0.906) with the realiton between cavitary lesion and conversion in tuberculosis patient with diabetes mellitus after 2 month intensive treatment. Thus this study should be reassessed by using prospective study design and with the control of glucose level to be respected
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rizki
"Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksius yang menjadi salah satu penyebab kematian karena infeksi di seluruh dunia. Salah satu indikator yang digunakan untuk memantau dan menilai pengobatan adalah dengan menentukan konversi sputum. Status gizi yang baik akan dapat mempengaruhi perubahan konversi sputum Tuberkulosis Paru dan keberhasilan terapi. Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien Tuberkulosis Paru di RS Persahabatan tahun 2013 - 2015. Desain studi penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel penelitian sebanyak 100. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis dan dianalisis dengan uji Chi-Square.
Hasil penelitian ini adalah secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien tuberkulosis paru di RS Persahabatan tahun 2013-2015 p=0,433 Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksius yang menjadi salah satu penyebab kematian karena infeksi di seluruh dunia. Salah satu indikator yang digunakan untuk memantau dan menilai pengobatan adalah dengan menentukan konversi sputum. Status gizi yang baik akan dapat mempengaruhi perubahan konversi sputum Tuberkulosis Paru dan keberhasilan terapi.
Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai hubungan perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien Tuberkulosis Paru di RS Persahabatan tahun 2013 - 2015. Desain studi penelitian ini adalah potong lintang dengan sampel penelitian sebanyak 100. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis dan dianalisis dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian ini adalah secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan berat badan dengan konversi sputum pasien tuberkulosis paru di RS Persahabatan tahun 2013-2015 p = 0,433 "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Rinaldy Panusunan
"Latar belakang dan tujuan: Petugas kesehatan adalah populasi yang rentan terhadap infeksi Tuberkulosis (TB). Salah satu penilaian dalam kontrol infeksi TB adalah melakukan evaluasi pada petugas kesehatan, terutama yang kontak dengan pasien TB. Interferon gamma release assays (IGRA) adalah suatu alat untuk pemeriksaan infeksi TB laten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan angka proporsi infeksi TB laten pada petugas kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan pada 95 subjek dengan cara concecutive sampling. Subjek akan dilakukan anamnesis, foto toraks dan Xpert MTB/RIF untuk menyingkirkan diagnosis TB aktif dan TB MDR.
Hasil: Hasil IGRA positif didapatkan pada 37 subjek (38,9%) dan negatif pada 58 subjek (61,1%). Tidak ditemukan kasus TB aktif atau TB MDR. Didapatkan hubungan yang signifikan antara hasil pemeriksaan IGRA dengan lokasi kerja (P = 0,004).
Kesimpulan: Proporsi infeksi TB laten pada petugas kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan dengan pemeriksaan IGRA adalah 38,9%.

Background: Healthcare workers (HCW) are group of population that are prone to tuberculosis (TB) infection. One of the tuberculosis infection control measure is the evaluation of HCW, especially those who have contact with TB patient. Interferon gamma release assays (IGRA) is a method for diagnosing latent TB infection (LTBI). The aim of this trial is to determine the proportion of LTBI in HCW in Persahabatan Hospital, a high burden TB hospital in Indonesia.
Methods: This cross sectional study was conducted among 95 HCW in Persahabatan Hospital who have contact with TB patient. Sample was recruited by consecutive sampling. The participants were subject to history taking, chest X ray and Xpert MTB/RIF to exclude the diagnosis of active TB infection or multi drug resistant (MDR) TB.
Results: Positive IGRA was found in 37 HCW (38,9%) and negative IGRA was found in 58 HCW (61,1%). There were no active TB and MDR TB in HCW. There was a significant association between IGRA result and the work place (P = 0,004).
Conclusion: Proportion of LTBI in HCW in Persahabatan Hospital by using IGRA was 38,9%."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adistya Sari
"Latar Belakang : Tuberkulosis endobronkial (TBEB) adalah salah satu bentuk TB yang terus menjadi masalah kesehatan karena komplikasi berupa bronkostenosis yang tetap terbentuk walaupun sudah mendapatkan obat antituberkulosis (OAT). Gejala dan tanda pernapasan yang tidak khas menyebabkan sering terjadi keterlambatan dan kesalahan diagnosis. Rumah Sakit Rujukan Respirasi Nasional (RSRRN) Persahabatan belum memiliki data mengenai keberhasilan pengobatan TBEB setelah pemberian OAT.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif pada pasien dengan diagnosis TBEB berdasarkan data bronkoskopi dan rekam medis sejak bulan Januari 2013 sampai Desember 2017. Diagnosis TBEB ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi, histopatologi atau berdasarkan kombinasi gejala klinis, radiologis dan tampilan lesi bronkoskopi. Pengobatan TBEB dianggap berhasil bila terdapat perbaikan klinis disertai perbaikan atau jumlah lesi TBEB tidak berkurang dan tampilan radiologi.
Hasil :Sampel penelitian terdiri dari 30 subjek. Mayoritas subjek adalah perempuan (86,7%), usia <20-39 tahun (73,3%), berpendidikan tinggi (90%), tidak bekerja (56,6%), status gizi kurang (58,3%), belum pernah mendapat OAT (63,3%), tidak ada riwayat kontak TB (83,4%), tidak merokok (86,7%) dan tidak ada komorbid (76,6%). Sesak napas (83,3%) merupakan gejala respirasi yang paling sering dikeluhkan pasien. Stridor dan ronki merupakan tanda yang paling sering didapat (36,7%).Infiltrat, fibroinfiltrat dan konsolidasi merupakan gambaran radiologis yang paling sering didapat pada foto toraks (26,6%). Sedangkan pada CT scan toraks paling banyak didapatkan gambaran konsolidasi (45%). Lesi TBEB terbanyak didapatkan di trakea (60%) dan berbentuk fibrostenosis 86,7%). Tujuh puluh persen pasien mendapat pengobatan OAT jenis non KDT, mendapat steroid inhalasi (73,3%) dengan median lama pengobatan TBEB adalah 12 bulan. Keluhan membaik setelah pemberian OAT dari klinis pada 76% pasien, bronkoskopi 20% pasien, foto toraks 23% pasien dan CT scan 16,6% pasien.
Kesimpulan: Keberhasilan pengobatan TBEB adalah 43%, sebanyak 17% keluhan membaik disertai sekuele dan 40% tidak dapat dinilai.

Background: Endobronchial tuberculosis (EBTB) is a special form of respiratory tuberculosis that continues to be a health problem because bronchostenosis may develop as a serious complication despite efficacious antituberculosis chemotherapy. The EBTB has nonspesific signs and symptoms, therefor it may cause misdiagnosis and delayed diagnosis. Persahabatan National Respiratory Referral Hospital doesnt have data about successful treatment of EBTB
Method: This was a retrospective study of EBTB patients based from the medical record and confirm with bronchoscopy data from January 2013 to December 2017. Endobronchial tuberculosis diagnosed based from microbiology, histopathology examination or based on combination of clinical symptoms, radiology and bronchoscopy lesion appearance. Endobronchial tuberculosis treatment considered successful if there is improvement in clinical symptoms, microbiological conversion, accompanied by improvement or no change in the number of lesions or the radiological appearance.
Results: The study sample consisted of 30 subjects. Majority of the subjects were female (86,7%), age <20-39 years (73,3%), highly educated (90%), not working (56,6%), malnutrition (58,3%), never received antituberculosis medication (63,3%), not smoking (86,7%) and has no comorbidities (76,6%). Shortness of breath (83.3%) is the most complained symptom. Stridor and rhonchi are the most frequent signs (36.7%). Infiltrate, fibroinfiltrates and consolidation are the most common radiological images on chest X-ray (26.6%). Whereas most chest CT scans obtained a consolidated picture (45%). Most EBTB lesions were fibrostenosis (86,7%) found in the trachea (60%). Seventy percent of patients received non fix dose combination (FDC) type antituberculosis treatment (ATT), received inhaled steroids (73.3%) with a median duration of TBEB treatment was 12 months. Complaints improved after administration of ATT in clinical symptoms in 76% of patients, bronchoscopy 20% patients, chest X-ray 23% patients and CT scans 16.6% patients.
Conclusion: The success of EBTB treatment is 43%, as many as 17% of complaints improve with sequels and 40% cannot be assessed.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55542
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dela Ryana Swaraghany
"Tuberkulosis multidrug resistant (TB MDR) merupakan penyakit infeksi yang terus mengalami peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya. Indonesia menempati peringkat ke-delapan dari 27 negara dengan kasus TB MDR paling banyak di dunia (WHO, 2013). Pengobatan yang lebih kompleks dengan durasi yang lebih lama, menjadikan pasien TB MDR seringkali mengalami kegagalan konversi sputum. Kegagalan konversi sputum ini dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktorial). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor demografi (usia dan jenis kelamin), riwayat merokok serta penyakit komorbid (diabetes melitus dan HIV/AIDS) terhadap kejadian gagal konversi sputum pasien TB MDR di RSUP Persahabatan Jakarta tahun 2014-2016. Penelitian ini tergolong penelitian potong lintang dengan data sekunder yang diperoleh dari 51 rekam medis di Poli TB MDR RSUP Persahabatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi pasien TB MDR dengan gagal konversi sputum sebesar 5.6%. Hasil analisis univariat menunjukkan pasien TB MDR dengan gagal konversi sputum didominasi oleh laki-laki (62.7%); usia dewasa (80.4%); memiliki kebiasaan merokok (58.8%); tidak memiliki riwayat diabetes melitus (82.4%); dan tidak memiliki riwayat HIV/AIDS (100%). Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia (p=0.084); jenis kelamin (p=0.421); kebiasaan merokok (p=0.550); riwayat diabetes melitus (p=0.799) dengan kegagalan konversi sputum pasien TB MDR. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa usia, jenis kelamin, riwayat merokok, diabetes melitus, dan HIV/AIDS tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian gagal konversi sputum pasien TB MDR di RSUP Persahabatan Jakarta tahun 2014-2016.

Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) is an infectious disease that continues to increase in the number of cases every year. Indonesia is on 8th rank among 27 countries with the most cases of MDR TB in the world (WHO, 2013). More complex treatment with longer duration, makes MDR TB patients often have sputum conversion failure. This sputum conversion failure is influenced by many factors (multifactorial). The aim of this study is to determine the relationship between demographic factors (age and gender), smoking habit, comorbid diseases (diabetes mellitus and HIV/AIDS) with sputum conversion failure of MDR TB patients at RSUP Persahabatan Jakarta in 2014-2016. The design of this study is a cross-sectional study with secondary data obtained from 51 medical records in MDR TB Polyclinic at Persahabatan Hospital.
The results of this study showed the prevalence of MDR TB patients with sputum conversion failure is 5.6%. The results of univariate analysis showed that MDR TB patients with sputum conversion failure were dominated by men (62.7%); adult age (80.4%); have a smoking habit (58.8%); have no history of diabetes mellitus (82.4%); and have no history of HIV/AIDS (100%). The results of bivariate analysis showed an insignificant relationship between age (p=0.084); gender (p=0.421); smoking habits (p=0.550); history of diabetes mellitus (p=0.799) with sputum conversion failure of MDR TB patients. From these results, it can be concluded that age, gender, smoking habit, diabetes mellitus, and HIV/AIDS do not have significant relationships with sputum conversion failure of MDR TB patients at RSUP Persahabatan Jakarta in 2014-2016.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silmi Kaffah
"Latar Belakang dan tujuan: Masalah penting dalam pengobatan tuberkulosis multidrug-resistant (TB MDR) yaitu pemberian obat lini kedua jangka panjang yang erat kaitannya dengan nefrotoksisitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalens acute kidney injury yang terjadi pada pasien yang mendapatkan paduan obat antituberkulosis MDR lini kedua serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan berbasis data rekam medis pasien TB MDR di poliklinik MDR dan ruangan rawat inap TB MDR RSUP Persahabatan yang mendapat paduan standar fase awal OAT MDR lini kedua. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dalam kurun waktu Januari 2015 sampai dengan Desember 2015.
Hasil: Pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 123 pasien TB MDR. Prevalens AKI didapatkan pada 64 subjek (52%) dengan tingkat keparahan AKI terdiri 39 subjek (31,7%) dengan AKI ringan, 17 subjek (13,8%) dengan AKI sedang dan 8 subjek (6,5%) dengan AKI berat. Waktu terjadinya AKI terbanyak pada bulan kedua. Prevalens AKI lebih banyak ditemukan pada usia>40 tahun (66,7%) dibandingkan dengan usia <40 tahun (40,6%), komorbid diabetes melitus (71,9%) dibandingkan dengan tanpa komorbid DM (45,1%) dengan OR 2,45 (IK 95% 0,90-6,70) dan pada penggunaan Kapreomisin (76%) dibandingkan dengan Kanamisin (35,7%) dengan OR 5,45 (IK 95% 2,34-12,67). Hasil ini bermakna secara statistik dengan nilai p<0,05. Faktor jenis kelamin, status merokok, indeks brinkman, indeks massa tubuh (IMT), status human immunodeficiency virus (HIV), penggunaan Etambutol, hipotiroid tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Usia >40 tahun, komorbid DM dan penggunaan Kapreomisin merupakan faktor risiko terjadinya acute kidney injury pada pasien TB MDR yang medapatkan OAT lini kedua pada fase awal pengobatan MDR.

Background: An important problem in multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) treatment is the second line tuberculosis drug therapy related to nephrotoxicity given in a long term. The aim of this study was to investigate the prevalence of acute kidney injury that occured in multidrug resistant tuberculosis patients who received second line tuberculosis drug therapy and the contributing factors in Persahabatan Hospital.
Method: This is a retrospective cohort study based on medical record data of multidrug resistant tuberculosis patients who received standard regimen of multidrug resistent tuberculosis program at MDR Clinic and inward MDR patients in the intensive phase of second line anti tuberculosis drug. Sampling was conducted from January 2015 until December 2015.
Results: Sample of this study was 123 patients multidrug resistant tuberculosis. Prevalence of AKI was obtained from 64 subjects (52%) based on its severity, consisting 39 subjects (31,7%) with mild severity, 17 subjects (13,8%) with moderate severity, and 8 subjects (6,5%) with high severity. The most occurrence of AKI was found in second month. Prevalence AKI was higher in patients with age >40 years (66,7%) than those with age <40 years (40,6%), higher in patients with diabetes melitus comorbid (71,9%) than those without comorbid DM (45,1%) with OR 2,45 (IK 95% 0,90-6,70) and higher in patients receiving Kapreomisin (76%) than those receiving Kanamisin (35,7%) with OR 5,45 (CI 95% 2,34-12,67). These result were statistically significant with p<0,05. Gender, smoking status, index brinkman, body mass index (BMI), human immunodeficiency virus (HIV) status, treatment with Etambutol, and hypothyroidism were not statiscally significant.
Conclusion: Age >40 years, DM and using Kapreomycin are risk factors for acute kidney injury in MDR TB patients whose received second line tuberulosis drugs in intensive phase."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imamurahman Taslim
"Menurut data dari Tuberculosis TB national prevalence survey dalam TB Global Report 2015, angka prevalensi TB di Indonesia sekitar 650 jiwa dengan angka insidensi 403 jiwa per 100.000 penduduk. Pada pasien TB paru sering dijumpai temuan lesi paru yang khas yaitu kavitas. Jumlah pasien TB dengan kavitas pada orang dewasa bervariasi sekitar 30-50 persen. Di dalam kavitas diperkirakan terdapat sekitar 107 sampai dengan 109 bakteri. Hal ini menunjukan adanya bahwa kavitas merupakan faktor risiko penting dari kegagalan pengobatan dan relaps serta kemungkinan berhubungan dengan resistansi obat.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien TB paru, kavitas pada TB paru serta hubungan antara tingkat bacterial load dengan kavitas pada pasien TB paru. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang diambil dari pasien pada rentang tahun 2013 sampai tahun 2015 sebanyak 145 subjek.
Hasil studi menunjukan bahwa tingkat kepositivan BTA pada BTA 3 ,2 dan 1 ,1-9 batang memiliki hubungan bermakna pada kejadian lesi kavitas p=0.018. Ditemukan pula pada BTA positif dan negatif terdapat hubungan bermakna dengan kejadian lesi kavitas p=0.05 . Perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan desain penelitian yang berbeda dengan desain kohort prospektif serta subjek diajarkan cara pengambilan sputum yang benar.

According to data from Tuberculosis TB national prevalence survey in Global TB Report 2015, the prevalence of TB in Indonesia is around 650 people with the incidence of 403 people per 100,000 population. In patients with pulmonary TB, cavity is a typical common finding in lung lesion. Number of TB patients with cavities in adults varies between 30 50 percent. Inside the cavity, it is estimated that there are about 107 up to 109 bacteria. This shows that the cavity is an important risk factor of treatment failure and relapse as well as possibly related to drug resistance.
The aim of this study is to determine the proportion of patients with pulmonary TB, cavity in pulmonary TB, and the association between the level of bacterial load and the occurrence of cavity in patients with pulmonary TB. The study was a cross sectional study which was taken from 145 patients from years 2013 to 2015.
The results showed that the level of positivity in AFB 3 , 2 , and 1 , 1 9 rods has a significant relationship to the occurrence of cavity lesions p 0.018 . It was also found on the positive and negative AFB that there was a significant relationship with the occurrence of the cavity lesion p 0.05 . Further study is needed to be carried out with different design, which is prospective cohort study and the subject is taught the correct way to collect sputum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>