Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106523 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pricyla Trimeilinda
"ABSTRAK
Beberapa tahun terakhir terjadi konflik bersenjata yang tidak berkesudahan di
daerah Poso. Banyak orang yang mengalami trauma karena konflik bersenjata ini
membuat mereka kehilangan tempat tinggal, orang-orang yang disayangi, harta
benda, dan lingkungan yang aman dan nyaman. Remaja merupakan salah satu
populasi yang paling mudah terkena dampak negatif konflik bersenjata.
Penelitian ini mencoba. menggali gambaran kepribadian remaja yang mengalami
konflik bersenjata di Poso melalui tes menggambar bebas. Beberapa ahli meyakini
tes menggambar bebas dapat membantu individu untuk memproyeksikan diri
mereka, yang tidak dapat diekspresikan melalui bahasa verbal.
Penelitian ini menggunakan data sekunder tes menggambar bebas remaja yang
mengalami konflik bersenjata di Poso, dengan bantuan Pusat Krisis Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan panduan umum untuk interpretasi berdasarkan aspek struktural,
yaitu kualitas garis, ukuran, penempalan gambar, detail, perspektif shading, dan
penggunaan warna. Pada tahap pertama akan dideskripsikan gambaran
kepribadian secara umum 37 remaja yang mengalami konflik bersenjata di Poso
yang diperoleh melalui profil tes menggambar bebas. Pada tahap berikutnya akan
dideskripsikan gambaran kepribadian secara individual terhadap lima remaja yang
mengalami konflik bersenjata di Poso guna mendapatkan gambaran kepribadian
yang lebih utuh dan mendalam.
Profil tes menggambar bebas pada remaja yang mengalami konflik bersenjata di
Poso menunjukkan kecenderungan subjek menggambar dengan tekanan garis
bervariasi, ukuran gambar sedang, pcnempatan gambar di bagian sentral, detail
yang kurang, perspektif jauh dan bawah-jauh, melakukan shading pada objck
tertentu, dan menggunakan warna hitam.
Dari gambaran kepribadian secara umum diperoleh hasil sebagian besa.r subjek
penelitian memiliki kecenderungan gambaran kepribadian yang ragu-ragu, kurang
pcrcaya diri dan merasa inferior, memiliki ketegangan dan kecemasan, perasaan
insecure, kecenderungan berperilaku acring-our, menarik diri dan membatasi
kontak interpersonal, depresi, tertutup, dan merasa tidak bahagia.
Dari gambaran kepribadian secara individual terhadap lima subjek penelitian,
semua subjek cenderung mengalami depresi, memiliki kecemasan, ketegangan,
dan kemarahan yang intens karena kemsuhan di Poso, yang menyangkut
perjuangan hidup-mati dan masalah/bahaya kebakaran.
Interpretasi tes menggambar bebas dalam penelitian ini terbatas pada aspek
struktural, oleh karena, itu saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya
adalah memperluas penilaian dan interpretasi terhadap tes menggambar bebas,
terutama dari aspek content.
Implikasi praktis ditujukan bagi para ahli psikologi perkembangan, Pusat Krisis,
Trauma Cenrer, dan pihak-pihak terkait yang ingin menggunakan tes
menggambar bebas sebagai alat bantu untuk melihat gambaran kepribadian remaja
yang mengalami konflik bersenjata di Poso."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catharina W Moeljadi
"Sexual abuse merupakan suatu realita yang terjadi di sekitar kita. Data dari Pusat Krisis Terpadu RSCM menyatakan adanya 270 kasus sexual abuse sepanjang tahun 2002, yang terjadi pada anak usia 2 hingga 18 tahun. Sexual abuse ini merupakan kontak atau aktivitas seksual yang dilakukan pada anak oleh orang dewasa. Anak dipakai untuk mendapatkan stimulasi seksual bagi orang dewasa maupun orang lain. Peristiwa seksual abuse itu tentunya menimbulkan dampak bagi anak, termasuk juga berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak. Untuk dapat menggali serta lebih memahami mengenai perasaan anak setelah peristiwa sexual abuse dapat digunakan tes diagnostik, yang Salah satunya adalah Tes Menggambar Orang. Melalui tes menggambar orang akan dapat diketahui gambaran kepribadian anak, bagaimana anak ineng gambarkan dirinya, hal apa yang penting baginya, serta konflik ataupun keinginannya saat itu.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan subjek sejumlah 4 anak perempuan berusia antara 5 dan 6 tahun yang pernah mengalami sexual abuse, diperoleh dari Pusat Krisis Terpadu RSCM. Data yang digunakan adalah laporan status serla hasil tes menggambar orang. Berdasarkan analisis, tampak bahwa anak yang pernah mengalami sexual abuse memiliki kepribadian dengan kecenderungan inferior, insecure, menarik diri, serta menampakkan kecemasan hal tersebut dapat jadi berkaitan dengan peristiwa sexual abuse yang mereka alami. Seperti dikemukakan oleh para ahli, anak korban sexual abuse menjadi cemas, cenderung menarik diri, menjadi lebih jarang bermain Serta menurunnya rasa percaya diri. Para subjek juga terlihat lebih berorientasi terhadap dirinya sendiri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yapina Widyawati
"ABSTRAK
Konflik yang berkepanjangan di Ambon menimbulkan berbagai macam kerugian baik fisik maupun psikologis. Sampai tahun 2000, akibat konflik dan kekerasan di Maluku tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka-luka,ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konnik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam dan luar Maluku (Corputty, 2000).
Kerusuhan dan konflik yang berkepanjangan akan menguras tenaga, pikiran dan harta benda korban Bersamaan dengan itu, trauma dan stress yang diderita akibat adanya konflik akan membekas pada diri manusia yang mengalaminya. Ketakutan dan hilangnya rasa aman menyebabkan mereka merasa Iumpuh dan tak berdaya (Ida Kaplan & Diana Orlando, 1998; Mona
Macksound, 1993 dalam Hadis, 2002).
Pengalaman sosial psikologis tersebut akan membentuk reaksi trauma pada diri panderita Melihat seseorang terluka "atau terbunuh, mengalami bencana dan kecelakaan adalah hal yang paling banyak membuat orang mengaiami trauma (Resick, 2001). Mereka selalu dalam ketakutan, selalu siap siaga tanpa tahu apa yang akan terjadi (Hadis, 2002).
Penanganan penuh dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait campur tangan atau intervensi dari pihak Iain diperiukan bagi anak-anak karena dampak dari konflik bersenjata ini mengenal diri mereka. Berkaitan dengan proses penanganan anak-anak korban konflik bersenjata ini, perlu dipahami ape yang terjadi dalam dirinya, dalam hal ini gambaran emosionalnya, agar intervensi yang dilakukan optimal, sesuai dengan keadaan anak tersebut.
Gambaran emosional anak-anak dapat diketahui dengan alat bantu. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan adalah alal tes psikologi berupa teknik proyeksi dengan menggambar. Salah satu tes menggambar yang dapat digunakan adalah human Hgure drawings (HFDS). Dari penelitian ini ingin dilihat bagaimana gambaran emosional anak-anak berusia 10 - 12 tahun yang menjadi korban konfiik di Ambon dan sekitamya dilihat dari tes menggambar orang.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa hasil gambar orang dari anak-anak korban konflik di Ambon dan sekitarnya berjumlah 45 anak.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak korban konfllk di Ambon dan sekitarnya menunjukkan adanya perasaan tidak aman dan tidak mampu serta depresi. Dari gambar menunjukkan juga adanya kecemasan pada diri mereka. Anak-anak mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan Iingkungan serta cenderung menarik diri Mereka juga tampak impulsif dan kurang kontrol diri. Terlihat juga adanya ketegangan seria kecenderungan acting-out dan berorientasi pada masa lalu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2007
S26133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiana Arsianti
"Tes gambar Draw A Person (DAP) adalah suatu pemeriksaan psikologis. Tes DAP sendiri termasuk ke dalam tes proyeksi, dimana subyek yang dites diberi kebebasan untuk memberikan respon apapun terhadap stimulus les tersebut, tanpa ada konsekuensi jawaban benar atau salah. Tujuan dari tes cenderung terselubung dan tidak diketahui oleh subyek sehingga respon yang diberikan subjek diharapkan merupakan proyeksi diri sepenuhnya. Gambar orang pada tes DAP diyakini oleh sebagian besar psikolog sebagai proyeksi diri subjek yang bersangkutan. Merupakan salah satu tes yang sering digunakan dal. Sebagai salah satu tes proyeksi gratis, hasil atau gambar orang pada tes ini tidak terlepas dari faktor paper and pencil mastery, yaitu pengalaman dan penguasaan terhadap media gambar itu sendiri. Paper and pencil mastery berkaitan dengan keluwesan menggunakan pensil, sehingga mempengaruhi hasil gambar yang dibuat subjek.
interpretasi dari gambar orang pada tes DAP menurut Machover (1949) dalam beberapa aspek, antara lain aspek formal ~ struktural; dan aspek isi. Jika aspek formal-struktural meliputi bagian gambar seperti garis, ukuran, hapusan simetri dll maka aspek isi meliputi bagian gambar seperti siapa tokoh yang dibuat, pakaian, aksesoris, dll. Masing-masing aspek memiliki nilai proyektif tersendiri. Dari sudut pandang seni rupa, khususnya seni gambar, suatu gambar adalah refleksi dari ingatan seseorang, lcrhadap suatu benda. Dalam hal ini, bila seseorang membuat gambar “orang" berarti ia merefleksikan atau mengungkapkan image “orang" yang ada di dalam ingatannya Sumama (2001) meyakini bahwa setiap individu memiliki daya atau potensi untuk menggambar, terbukti dari kenyataan bahwa setiap anak kecil suka mencoret-coret bahkan dengan alat yang paling sederhana seperti arang atau ranting kayu. Namun sejalan dengan usia dan pengalaman bentuk-bentuk yang diingat menjadi lebih kompleks dan sulit dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga timbul keraguan untuk mengungkapkan ingatan tersebut. Keraguan ini menyebabkan seseorang merasa tidak bisa menggambar Menurut Sumarna setiap orang memiliki potensi untuk menggambar dengan baik, dan ia bisa mengembangkan potensi tersebut jika ia terus melatih kemampuan menggambarnya.
Menurut Mardiono (2001), ada ‘beberapa teknik dasar yang harus dikuasai untuk bisa menggambar orang dengan baik, antara Lain : proporsi tubuh kesan gerakan atau emosi
dan karakter wajah dan tokoh, perspektif, bayangan dan siluet, serla gaya menggambar. Berdasarkan pengetahuan tentang aspek-aspek dalam interpretasi DAP teknik menggambar, tampak ada kemampuan antara aspek formal-struktural tes DAP dengan teknik menggambar sehingga muncul suatu pertanyaan _ bagaimana hasil tes DAP yang dihasilkan oleh orang yang terlatih menggambar? Apakah memiliki perbedaan dari. Orang yang tidak terlatih menggambar? Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang signifikan aspek formal dan struktural dari gambar orang oleh kelompok terlatih menggambar dan tidak Terlatih menggambar.
Penelitian ini p subjek yang terlalu menggambar dan tidak terlatih menggambar GB dilakukan dengan cara mengumpulkan gambar-gambar orang dari kelompok gambar-gambar Tersebut diambil dengan prosedur yang sesuai dengan administrasi tes DAP, tanpa lumbar asosiasi dan subyek hanya menggambar satu tokoh. Kemudian, gambar-gambar tersebut secara acak diberikan kepada razer untuk dinilai. Penilaian aspek Formal dan struktural dari gambar-gambar tersebut berdasarkan skala rating yang telah disusun sebelumnya. Untuk membandingkan masing masing aspek dan kedua kelompok digunakan teknik statistik yang membandingkan nilai rata-rata dari masing-masing aspek dari kedua kelompok. Penelitian dilakukan terhadap 29 subyek dari populasi dewasa muda berusia antara 19 - 30 tahun, yang jika dilihat dari berbagai kriteria, terdiri dari 15 orang dari kelompok terlatih menggambar (51,7%), dan 14 orang dari kelompok tidak Terlalu menggambar (48,3%); 17 orang laki-laki (58,6%) dan 12 orang perempuan (41,4%}; 5 orang mahasiswa (17,2%), 15 orang pegawai (Sl ,7%), 9 orang illustrator/designer gratis (3l%). Razer dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut : rarer adalah psikolog klinis yang menjadi staff akademik jurusan Psikologi Klinis Universitas Indonesia Rarer sudah terbiasa menggunakan tes DAP, atau menginterpretasikan tes DAP dalam pemeriksaan psikologis yang ditanganinya.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan aspek formal dan struktural dari gambar orang oleh kelompok yang terlatih menggambar dan tidak terlatih menggambar dalam hal adanya kesan aksi/gerakan; bayangan; detail gambar karakteristik garis seperti kecenderungan untuk lurus atau bergelomban kecenderungan untuk putus-putus atau kontinyu; dan tekanan garis. Aspek dari gambar seperti tokoh yang ekspresif, bayangan , karakteristik garis dan tekanan garis tampak lebih menonjol pada kelompok terlatih menggambar dibandingkan pada kelompok tidak terlatih menggambar. Sedangkan aspek lainnya seperti distorsi, hapusan, letak gambar, perspektif sikap dari tokoh, simetri gambar, kecenderungan garis tengah dan ukuran gambar terbukti tidak ada perbedaan yang signifikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Triwardani
"Hal paling penting dalam perjalanan hidup individu adalah kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan relasi. Kemampuan ini dimiliki oleh setiap orang dalam kadar yang berbeda. Keluarga sebagai kelompok pez-Lama yang dikenai individu dalam perjalanan hidupnya sehingga proses pembelajaran membentuk pola relasi pertama kali diterapkan dalam keluarga Keutuhan orang tua (ayah dan ibu) dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki dan mengembangkan pola relasi sosial yang sehat. Keluarga utuh memberi peluang besar-bagi anak untuk mengaplikasikan kemampuan berkomunikasi dan membangun hubungan yang dekat (kelekatan antar anggota keluarga. Peranan keluarga dalam membentuk perasaan kelekatan (attachment) dalam diri individu sangat besar. Attachment yang kemudian digunakan sebagai kelekatan’ (Moesono, 1993) adalah pusat dari kehidupan seseorang, di mana prosesnya berlangsung mulai dari saat individu masih bayi, dan proses ini diteruskan hingga memasuki masa remaja hingga masa tua.
Namun dalam kenyataannya, tidak semua individu menjalani kehidupan dengan perjalanan mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa di dalam Lingkup keluarga utuh. Individu yang hingga dewasa muda masih tinggal di panti asuhan adalah salah satu kelompok yang sudah mengalami keterpisahan dengan figur orang tua sejak masa kecil. Perbedaan pola pengasuhan di panti-asuhan, membuat individu yang tinggal di dalamnya menghayati kelekatan yang berbeda pula dari individu yang tinggal bersama keluarga. HTP sebagai Salah satu instrumen psikologi dipercaya oleh Buck (1969) mampu menampilkan hasil gambar yang mewakili penghayatan subjek ams pola relasi dengan figur orang tua. Dari beberapa penelitian HTP diperoleh hasil bahwa pemanfaatan HTP dalam lingkup penelitian belum rnaksirnal, karena nilai validitas dari alat tes ini dinilai masih rendah, ditambah dengan ada banyaknya versi interpretasi yang diajukan oleh beberapa ahli.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif untuk mencari gambaran kelekatan pada subjek bemisia dewasa muda yang dari usia dini sudah tinggal di panti asuhan. Tampilan dari penghayatan kelekatan dari subjek ditelaah Lewat hasil gambar tes HTP. Subyek yang diikutsertakan adalah individu berusia dewasa muda yang sejak usia dini sudah mengalami keterpisahan dari figur orang tua karena ditempatkan di panti asuhan. Dari dua jenis panti asuhan yang ada di Indonesia, yaitu panti dengan sistem ibu asuh (pengurus : penghuni =1:1O), dan panti dengan sistem asrama (pengurus 2 penghuni = 1:20), diambil data dari panti jenis kedua (sistem asrama). Pemilihan panti jenis asrama dengan tujuan mendapatkan subyek dengan lingkungan yang berbeda secara signifikan dengan lingkungan keluarga.
Hasil gambar yang sudah ada lalu dibandingkan dengan hasil anamnesa dari subyek. Dari perbandingan ini, hendak dilihat bagaimana penghayatan tentang kelekatan pada individu yang menghabiskan sebagian besar waktu dalam hidupnya terpisah dari orang tua, apakah mengarah pada lingkungan di mana ia sekarang tinggal (panti asuhan), atau mengarah pada keluarga (yang sudah terpisah belasan tahun). Ketiga subyek mengemukakan alasan yang berbeda-beda mengenai pilihan figur kelekatan mereka. Dari ketiga subyek, hanya satu subyek yang dapat mewakilkan ayahnya dalam unsur pohon (sesuai dengan interpretasi dari Buck, 1969). Dari hasil anamnesa diperoleh data bahwa setiap subyek tetap menghayati kelekatan lebih pada keluarga dibandingkan dengan lingkungan panti Pann dengan sistem asrama membuat pengurus tidak memiliki waktu dan tenaga ekstra untuk memperhatikan penghuni panti satu persatu. Komunikasi yang terjalin dalam panti tidak kontinu dan bersifat formalitas saja Telaah dari kualitas ketiga unsur dalam gambar, dibandingkan dengan karakteristik ayah dan ibu dari hasil anamnesa, diperoleh data bahwa unsur dalam gambar cukup mampu mewakili figur orang tua.
Untuk kepentingan penelitian lebih lanjut, perlu diperhatikan metode penelitian yang lebih tepat untuk HTP, menggunakan rarer di luar peneliti sehingga tidak bias, memperbanyak sampel, meneliti pada beberapa panti asuhan atau dapat juga melakukan perbandingan antar individu yang tinggal di panti dengan yang masih tinggal bersama keluarga. Berhubungan dengan hasil penelitian, hal yang penting untuk diperhatikan adalah sikap kritis dalam melaksanakan administrasi tes dan interpretasinya. Tujuan yang hendak dicapai adalah mendapatkan hasil yang lebih komprehensif antara anamnesa tentang subyek dengan hasil gambar tes HTP."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlianti
"Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Masa peralihan tersebut menyebabkan remaja terjadi rentan terhadap masalah-masalah. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah masalah kenakalan remaja berupa perilaku membolos, terlibat perkelahian, mencuri, dan perilaku antisosial lainnya. Munculnya perilaku-perilaku tersebut pada remaja merupakan sebagian simtom dari conduct disorder. Conduct disorder adalah gangguan yang ditandai dengan adanya pola tingkah laku melanggar hak-hak orang lain atau peraturan dasar sosial yang berulang dan menetap pada anak dan remaja. Individu dengan conduct problems mungkin mengalami berbagai gangguan dalam konsep diri yang mempengaruhi tingkah laku anti sosialnya. Salah satu cara untuk mengetahui konsep diri remaja dengan conduct disorder adalah dengan menggunakan tes HFDs.
Melalui wawancara dengan remaja yang memiliki conduct disorder juga akan dapat diperoleh gambaran mengenai konsep dirinya Penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran konsep diri remaja dengan conduct disorder dilihat dari hasil tes HFDs dan apakah gambaran konsep diri tersebut juga didukung oleh hasil anamnesa terhadap subjek yang bersangkutan. Aspek-aspek konsep diri yang diteliti adalah academic self concept social self concept, dan seifregard/presentation of seb' (Hattie dalam Bracken, 1996). Untuk mendapatkan data yang diperlukan digunakan data sekunder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia berupa hasil tes HFDs dan anamnesa dari lima orang remaja yang telah di diagnosis conduct disorder.
Dari hasil analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat gambaran mengenai academic self concept dari subjek yang diteliti. Berkaitan dengan social self concept, dua dari lima subjek dalam penelitian ini family self concept yang negatif. Salah satu dari subjek tersebut memiliki peer self concept yang negatif dan lainnya memiliki peer self concept yang positif. Berkaitan dengan self regard/presentation of self hanya dapat diketahui aspek confidence. Hanya ada tiga dari lima subjek dalam penelitian ini yang dapat dilihat aspek confidence-nya dan ketiga objek tersebut memiliki keyakinan diri (confidence) yang negatif. Gambaran social self concept subjek yang didapat dari hasil interpretasi tes HFDS didukung oleh pernyataan subjek yang diperoleh dari anamnesa. Kedua subjek yang memiliki family self concept yang negatif menyatakan bahwa dalam hubungan keluarga mereka merasa dirinya kurang dihargai. Mereka merasa tidak dianggap oleh orang dewasa, sering dipukul untuk kesalahan yang besar maupun kecil, dan ditolak keinginannya karena dianggap tidak serius. Subjek yang memiliki peer self concept negatif merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan teman dan merasa tidak diterima oleh teman-temannya. Subjek yang memiliki peer Seb' concept yang positif merasa bahwa teman-temannya sangat mengharapkan dirinya. Hasil anamnesa tidak memberikan gambaran mengenai academic self concept dan self regard/presentation of self.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai konsep diri remaja dengan conduct disorder sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan efektif pada remaja dengan conduct disorder. Penelitian ini juga memiliki kekurangan-kekurangan sehingga sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dengan tidak hanya menggunakan satu hal tes tetapi gabungan dari beberapa tes dan menggunakan data primer sehingga gambaran konsep diri yang didapat lebih kaya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lauster, Peter
Jakarta : Bumi Aksara, 2004
155.2 Lau t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Dewasa ini fenomena keberadaan kaum homoseksual semakin hangar dibicarakan seiring dengan semakin banyaknya individu yang memiliki pilihan obyek seksual kepada sesama
jenis tersebut Orientasi seksual mereka yang berbeda dengan mayoritas masyarakat
omderung mendapatkan tanggapan negatif dan berbagai pihak, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat umum sehingga kehidupan mereka cenderung diliputi
masalah, tekanan dan berbagai hal lainnya. Dalam hal ini gangguan penyesuaian seksual
yang dialami kaum homoseks memainkan peranan panting dalam perkembangan kepribadian mereka (Wheeler dalam Lemcr, 1975). Oleh karena im peneliti lertarik untuk mengadakan studi yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kepribadian kaum
homoseks, sekaligus untuk mendeteksi orientasi seksual mereka berdasarkan tes proyeksi kepribadian, yakni tes Rorschach, dan metode wawancara mendalam (deplh interview).
Penelitian ini merupakan penelitian daskriptif dengan pcndekatan kualitatif Pengumpulan data dalam studi ini menggunakan instrumen berupa tes Rorschach, yang dilengkapi pula dengan metode wawancara Bentuk wawancara yang dilakukan adalah wawancara mmdalam berdasarkan pedoman wawancara umum dan personal life line Subjek dalam
penelitian ini berjumlah 3 (tiga) orang homoseks pria (gay) yang berusia antara 19-39 tahun. Kelompok subjek dalam penelitian ini merupakan pria homoseks yang telah
mengakui orientasi seksualnya tersebut dan berdomisili di Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subyek memiliki ciri kepribadian yang unik
satu sama lainnya Tidak ditemukan adanya persamaan karakteristik pada aspek kognisi
dan intelektual. Sedangkan pada aspek emosi dan afeksi, dapat disimpulkan bahwa ketiga
pria homoseks dalam peuelitian ini mengalami masalah afeksi dan hubungan
interpersonal, terutama dalam aspek seksualitas. Demikian pula pada aspek fungsi ego, di mana ketiganya memiliki fungsi ego yang tergolong lemah karena diliputi perasaan cemas, tegang, tidak aman dan mengalami berbagai konflik sehubungan dengan orientasi
seksual mareka.
Dalam kontcks psikodiagnistik, dapat disimpulkan pula bahwa tea Rorschach dapat dimanfaatkan sebagai alat diagnose kecenderungan homoseksualitas seseorang karena
dan protokol hasil tes ketiga subyek terdapat banyak respon yang mengungkap oricntasi
homoseksual mereka. Kesepuluh kartu Rorschach memiliki kemampuan untuk
mengungkap kecenderungan homosdcsual individu, di mana dalam hal ini kartu yang dapat dikalakan paling efektif adalah kartu III dan kartu X. Kesemua indikasi
homoscksualitas dalam penelitian ini terutama diperoleh dari hasil analisis isi respon.
Katagori skoring lain, baik lokasi, determinan, P/0 maupun tingkat FLR tidak menunjukkan ciri khas tertentu pada ketiga subyek
Adapun isi respon khas yang dimunculkan oleh ketiga subyek dalam penelitian ini adalah:
- Identifikasi lawan jenis, yakni Egur perempuan pada kartu III
- Respon botani berupa pohon dan atau daun yang mengandung makna interpretif
bahwa subyek memiliki peran seksual yang tidak pasti dan terpaku pada
dorongan homoseks, terutama orientasi homoseks pasi£
Respon binatang berupa ulat, kupu-kupu (pada area tidak popular), burung, dan katak Serta respon nature berupa laut yang mengandung makna interpretif bahwa
subyek mengalami kcgagalan/kesulitan penyesuaian heteroseksual dan memiliki orientasi homosdcsual feminin pasif
Di samping itu muncul pula beberapa indikator lainnya pada minimal 1 (sam) subyek,
yakni dalam bentuk:
- Rapon dehumanisasi Rcspon anaiomis
- Respon derealisasi Respon topeng
Penekanan pada respon scks Respon obyek
- Reject kartu VI
Dengan pertimbangan bahwa penelltian ini masih mengandung banyak kekurangan, bagi
pihak yang hendak melakukan penelitian serupa disaranknn supaym
- Menyediakan waktu yang lebih banyak untuk mengadakan pene1itian supaya dapat memperkaya dan, misalnya dengan menambah jumlah subyek
Mempersempit kriteria atau karaktedstik subyek, misslnya dalam hal rentang usia, tingkat statuus sosial, lama menjalani kehidupan sebagai homoseks, dam Iain- lain dengan harapan diperoleh ciri tertentu yang menggambarkan kondisi subyek
secara lebih mendalam.
Mencoba melakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif untuk
menvasitasi kembali reliabilitas dan validitas indikator-indikator yang menjadi acuan dalam studi ini.
Mencoba melakukan penelitian pada kelompok subyek yang memiliki
kecenderungan homoseksual namun belum mmgakui dan alau belum menjalani
kehidupan sebagai kaum homoseks unmk memperkaya pengetahuan mengenai
pemanfaatan indikaxor yang ada, temasuk indikator berupa detenninan "m"
dengan isi respon tertentu yang mengindikasikan homoseksual laten menurut
Lindner (dalam Lemer, I987).
Mencoba melakukan penelitian kepada kaum homoseks perempuan (lesbi) untuk mendapatkan gambaran apakah tes Rorschach juga dapat mengungkap
kecenderungan homoseksual mereka yang dikenal sebagai kelompok individu dengan ciri khas sifax tenutup; sekaligus untuk menelaah kembali apakah indikator-indikalor yang digunakan dalam studi ini jugs dimunculkan oleh kaum lesbi tersebut dan apakah terdapat perbedaan bentuk respon/indikalor antara kaum gay dan kaum lesbi."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>