Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122634 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christine Paruliana
"Perceraian merupakan hal yang paling buruk yang teljadi pada perempuan karena pemikahan merupakan pusat dari kebahagiaan perempuan (Mitchell, 1996). Perceraian mempunyai dampak yang negatif tetapi juga memiliki dampak Konstruktif.
Penyesuaian diri yang baik sctelah bercerai dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia bercerai & jenis kelamin, pendidikan & status social-ekonomi, lamanya usia perkawinan & kualitas perkawinan, siapa yang menjadi inisiator untuk bercerai, dukungan sosial yang diperoleh, mempunyai anak aiau tidak, memiliki rasa percaya diri yang tinggi atau tidak, komitmen sebelum bercerai, mempunyai perasaan yang positif dan bergantung atau tidak pada pasangan, bagaimana perceraian itu ditangani, dan bagaimana kemampuan seseorang ketika hidup melajang (sebelum menikah).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mcngetahui gambaran penyesuaian diri perempuan yang bercerai. Tujuan khususnya adalah untuk mengetahui pcnyebab perceraian, faktor demografis apa saja yang turut mempengaruhi perceraian, pada tahap apa perceraian, masalah apa saja yang dihadapi akibat perceraian, bagaimana penyesuaian diri dan factor apa saja yang mcmpengaruhi responden untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik setelah bercerai.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatit] hal ini dimaksudkan agar peneliti memperoleh gambaran keseluruhan mengenai penyesuaian diri perempuan yang bercerai dengan Iebih lengkap dan sistematis. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dan observasi.
Karakteristik responden yaitu perempuan yang bercerai 53 tahun, dewasa muda, mempunyai anak kandung 5 I0 tahun, pendidikan minimal SMA, tidak menikah kembali, dan berdomisili di Jabotabek.
Hasil dari penelitian ini adalah ada dua faktor penting yang ada pada responden yang sangat membantu mereka dalam menyesuaikan diri dengan lebih baik setelah perceraian yaitu kehadiran anak dan dukungan dari orangiua. Walctu juga menentukan bagaimana penyesuaian diri individu, semakin lama usia perceraian maka semakin baik penyesuaian diri individu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Safrina Irawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amaliah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konsep diri pada pemain yang eRepublik yang berada pada periode dewasa muda. Partisipan penelitian ini adalah pemain eRepublik yang berusia 18 hingga 40 tahun, sebanyak 89 orang. Konsep diri dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang teori Fitts (1971) yang mengatakan bahwa konsep diri adalah diri yang dilihat, dipersepsikan dan dialami oleh individu. Alat ukur yang digunakan adalah Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
Pemain eRepublik dikelompokkan menjadi dua berdasarkan durasi waktu bermain selama seminggu, yaitu kelompok normal (yang bermain kurang dari 45 jam seminggu) dan extreme gamers (yang bermain lebih dari 45 jam seminggu).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok normal memiliki konsep diri yang negatif dan kelompok extreme gamers memiliki konsep diri yang positif, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri dan dimensi-dimensinya dari kedua kelompok.

This research aims to describe the self-concept of young adulthood who plays eRepublik. The participants for this research are 89 of eRepublik players, ranging from 18 to 40 years old. The term "self-concept" in this research was based on Fitts (1971) point of view that said self-concept is self that looked, perceived and experienced by onelself. The instrument that used for measuring personality profile is Tennessee Self-Concept Scale (TSCS).
eRepublik players divided into two groups based on time duration that spent to play eRepublik in a week, those are normal group (who plays less than 45 hours in a week) and extreme gamers (who plays more than 45 hours in a week).
The results indicate that the normal group has negative self-concept and extreme gamers group has positive self-concept, but they were not significantly different in self-concept and its dimensions.
"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatima Zachra
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Sara
"Holmes & Rahe (1967) pemah membuat sebuah tabel yang mengurutkan hal-hal apa saja yang dapat membuat orang menjadi stres. Pada tabel tersebut, perceraian merupakan urutan kedua setelah kematian pasangan hidup. Oleh karena itu orang yang bercerai harus segera menyesuaikan dirinya, sehingga orang tersebut dapat segera mengatasi rasa sedih, dan marah, menerima dirinya sendiri, anak-anak dan mantan suaminya, kembali bekeija dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan sekitar, dan Iain-lain masalah yang biasanya timbul setelah perceraian. Adapun masalah-masalah yang biasanya dialami oleh mereka yang bercerai adalah masalah secara psikologis/emosi, dalam mengasuh anak, pelaksanaan tugas-tugas rumah tangga, keuangan, sosial hingga seksual (Hurlock, 1980).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang dialami pada wanita dewasa muda yang berpisah/bercerai. Selain itu ingin dilihat pula gambaran dan dinamika penyesuaian diri mereka setelah berpisah/bercerai. Untuk menjawab tujuan penelitian di atas, maka dilakukan wawancara mendalam terhadap empat orang subyek. Hasil wawancara yang diperoleh akan dianalisis dan diinterpretasi dengan menggunakan teori-teori yang sudah ada. Penyesuaian diri tidak selalu dilakukan setelah terjadi perceraian, mengingat adapula orang yang telah melakukan penyesuaian diri jauh sebelumnya, yaitu pada saat mereka berpisah dengan suaminya (Lasswell & Lasswell, 1987). Oleh karena itu penelitian ini akan menggali penyesuaian diri subyek setelah bercerai, maupun pada subyek yang berpisah lalu bercerai. Adapun subyek penelitian ini adalah wanita yang berpisah/bercerai pada usia dewasa muda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang ditemukan pada keempat subyek penelitian adalah masalah secara psikologis/emosi, yaitu subyek merasa sedih dan kecewa karena rumah tangga mereka berakhir dengan perceraian. Selain itu mereka juga merasa kesepian dan kehilangan sejak berpisah bercerai dengan suami mereka. Masalah lain yang ditemukan pada subyek adalah masalah dalam mengasuh anak, masalah dalam hal keuangan, dan sosial. Subyek dalam penelitian ini tidak raengalami masalah dalam pelaksanaan tugas rumah tangga sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan seks. Waktu yang diperlukan subyek untuk dapat menyesuaikan diri mereka setelah berpisah^e^cerai adalah bervariasi, antara satu/dua sampai lima tahun, bahkan hingga saat subyek diwawancara. Hal ini disebabkan faktor-faktor tertentu seperti apakah subyek masih mencintai suaminya atau tidak, lama dan kualitas perkawinan subyek, siapakah yang berinisiatif untuk bercerai, pandangan subyek terhadap perceraian, jumlah anak yang dimiliki, apakah subyek bekeija dan mempunyai penghasilan sendiri, dan lain.lain."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2701
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Yunansih
"ABSTRAK
Fenomena SHAM (stay at home mothers) merupakan fenomena yang akhir-akhir ini semakin meningkat (Clark, 1997). Setelah pada periode sebelumnya, wanita gencar mencari pekerjaan untuk memperoleh kesetaraan dengan pria, saat ini banyak wanita yang memilih untuk berhenti bekerja dan memprioritas anak dan keluarganya. Kondisi ini terjadi bukan tanpa alasan. Walaupun pekerjaan memberikan berbagai dampak positif seperti kontribusi pada keuangan keluarga, meningkatkan harga diri, menjalin hubungan interpersonal, serta mengembangkan pengalaman dan kompetensi (Donelson, 1999), disisi lain pekerjaan juga menempatkan tekanan yang tinggi pada wanita bekerja yang telah memiliki anak. Pekerjaan seolah-olah tidak memberikan peluang untuk komitmen pribadi. Masyarakat juga menuntut wanita untuk mengkontribusikan seluruh waktu kepada anaknya, Selain itu, menjadi seorang ibu merupakan momentum penting dalam hidup wanita, sehingga cenderung membuatnya lebih mengedepankan anaknya diatas kepentingan lain (Wallis, 2004). Tekanan dari berbagai pihak akhirnya membuat sebagian wanita memutuskan untuk berhenti bekerja guna memprioritaskan keluarganya.
Kondisi setelah berhenti bekerja tidak selalu sesuai dengan harapan yang dimiliki wanita sebelumnya. Mereka mulai merasa kehilangan pekerjaannya dan bosan dengan rutinitas rumah tangga yang monoton (Clark, 1997). Adanya pembahan peran tidak bekerja, justru menuntut wanita untuk menyesuaikan diri dengan kondisi barunya sebagai ibu rumah tangga Menurut Lazarus (1976), penyesuaian diri merupakan suatu proses terus-menerus yang memahami individu untuk bertahan dalam lingkungan fisik dan sosialnya Perbedaan individu yang terdapat dalam proses ini menimbulkan variasi waktu dan karakteristik dari satu individu ke individu lainnya, sehingga membuat fenomena penyesuaian diri menarik untuk diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses penyesuaian diri wanita yang berhenti bekerja, sesuai dengan tahap penyesuaian diri (Dupay, 2000)karakteristik penyesuaian diri yang terkait, serta faktor-faktor yang membantu proses tersebut (Haber & Runyon, 1994; Powell, 1983). Hal ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif terhadap empat wanita dewasa muda, antara 20 sampai 30 tahun, karena dalam tahap perkembangan mereka memiliki tugas untuk menikah, memiliki anak, dan bekerja (Papalia & Olds, 2001). Selain itu, subyek yang dipilih memiliki anak infant (O sampai 3 tahun) karena pada usia tersebut,
anak bergantung pada ibunya untuk perawatan total.
Dari penelitian ini terlihat bahwa proses penyesuaian diri setelah berhenti bekerja merupakan sesuatu yang sulit. Akan tetapi, proses tersebut dapat terlewati secara adekuat bila wanita telah mampu mencapai tahap terakhir dari tahap penyesuaian diri. Pada tahap puncak tersebut pola hidup sebagai ibu rumah tangga sudah menyatu dengan diri mereka, sehingga mereka sulit membayangkan untuk bekerja kembali. Penyesuaian diri justru terhambat bila wanita masih berada pada tahap ketiga (tahap perenungan) dimana mereka masih sering membandingkan kondisi sehari~hari sebagai ibu rumah tangga dengan pekerjaannya dimasa lalu. Hal ini membuat mereka sulit untuk memiliki persepsi yang akurat terhadap kenyataan, yang merupakan salah satu karakteristik penyesuaian diri yang efektif. Dari karakteristik dan sumber penyesuaian diri, hubungan interpersonal dan keyakinan
religius merupakan faktor-faktor yang paling membantu mereka dalam menyesuaikan diri. Disisi lain, kemampuan untuk mengékspresikan emosi dan kondisi fisik yang sehat merupakan karakteristik dan sumber yang kurang dimiliki subyek, sehingga lcurang membantu mereka dalam menyesuaikan diri. Penemuan lain yang menarik adalah lamanya waktu setelah berhenti bekerja tidak menjamin keberhasilan penyesuaian diri. Hal ini terkait dengan adanya perbedaan individual dalam proses tersebut, sehingga terdapat faktor individu yang mempengaruhi penyesuaian diri.
Untuk penelitian selanjutnya pada topik yang sama, disarankan menggali karakteristik dan sumber penyesuaian diri yang paling signifikan pada setiap tahapan penyesuaian diri, guna memperoleh gambaran proses penyesuaian diri yang lebih mendalam. Selain itu, penelitian sebaiknya juga dilakukan terhadap orang-orang terdekat wanita yang berhenti bekerja. Dengan demikian, akan diperoleh informasi dan penghayatan yang lebih kaya tentang fenomena
penyesuaian diri yang terjadi pada mereka. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Damayanti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3162
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Dwi Larasati
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran stres dan penyesuaian diri pada wanita dewasa muda yang baru pertama kali menjadi ibu. Stres didefinsikan sebagai respon fisik dan psikis seseorang yang berasal dari tuntutan internal maupun eksternal, juga dari masalah-masalah sulit lainnya. Penyesuaian diri didefinisikan ketika seorang individu terbiasa hidup terhadap suatu situasi, atau belajar untuk hidup pada situasi tersebut (Haber & Runyon, 1984). Pendekatan kuantitatif dipilih dalam melaksanakan penelitian ini. Alat ukur yang digunakan adalah Meeasure of Transition Difficulty untuk mengukur variabel penyesuaian diri, dan Perceived Stress Scale-14 untuk mengukur variabel stres. Sebanyak 140 responden berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan kriteria wanita dewasa muda usia 20 - 40 tahun, sudah menikah, dan memiliki satu anak dengan usia 0 - 18 bulan. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa wanita dewasa muda yang pertama kali menjadi ibu tidak mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri. Di samping itu, tingkat stres yang dialami juga rendah.

This study aimed to see the description of stress and adjustment among first-time mothers. Quantitative research is chosen in this study, by using Measure of Transition Difficulty for measuring adjustment, and Perceived Stress Scale-14 for measuring stress. As much as 140 respondents completed those questionnaires, which are women age 20 – 40 years old, married, and have one child age 0 – 18 months old. This study showed that there were no difficulties to made an adjustment among first-time mothers. In addition, there were low degree of stress experienced by the first-time mothers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55424
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>