Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125187 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meta Harsanti
"ABSTRAK
Hampir setiap hari kita melihat kekerasan yang dialami oleh perempuan seperti pemukulan, pemerkosaan atau tindak kekerasan lain, baik melalui media atau lingkungan
seldtar. Dari berbagai sumber dan penelitian yang dilaknkan, bentuk kekerasan yang paling banyak ditemukan adalah kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang lebih kita kenal dengan istilah kekerasan domestik (domestic violence). Pelaku kekerasan
pada umumnya adalah pasangan atau suami. Berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan
suami kepada istri ini membawa dampak yang membabayakan terhadap kesejahteraan fisik ataupun psikis perempuan. Meskipun sudah diketahui banyak efek negatif yang
ditimbulkan dari adanya kekerasan dalam rumah tangga, namun tidak sedikit dari istri-istri tersebut yang memilih untuk bertahan dan tetap tinggal bersama dengan suminya
selama mereka mampu. Ada beberapa pertimbangan mengapa seorang istri akhirnya memilih tetap tinggal bersama dengan suaminya. Fenomena bertahannya isrri dalam perkawinan yang penuh kekerasan merupakan hal yang menarik untuk kemudian diketahui ada tidaknya forgiveness istri terhadap suami.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya forgiveness istri pada suami. Jika memang ada, kombinasi forgiveness apa yang terbentuk berdasarkan teori
dimension of forgiveness yang dikemukakan oleh Baumeister, Exline & Sommer (hollow forgiveness, siient forgiveness, total forgiveness dan no forgiveness) Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara secara
mendalam dan observasi. Subjek penelitian berjumlah 3 orang, memiliki anak,mengalami kekerasan dalam rumahtangga dan belum bercerai.
Penelitian menunjukkan bahwa semua subjek mengakui adanya pelanggaran yang dilakukan oleh suami mereka, namun tidak semua subjck mampu memaafkan suami mereka. Satu subjek tidak dapat memaafkan suaminya, satu subjek lain dapat memaafkan
meski kombinasi yang dibentuk adalah hollow forgiveness yaitu adanya diskrepansi antara apa yang dirasakan dan apa yang dikatakan kepada pelanggar. Hanya 1 subjek yang dapat membentuk kombinasi total forgiveness. Mesld terkadang ia masih teringat-
ingat kejadian kekerasan yang dialaminya, tetapi dengan adanya forgiveness akan membuat korban memandang positif kepada pelaku pelanggaran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sigit Triyoga Hari Bowo
"Penelitian ini mengenai korban kekerasan dalam rumah tangga oleh anggota TNI. Mengingat kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota TNI sangat jarang terungkap, maka penulis memutuskan untuk mengangkat tema ini. Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang berupa studi kasus. Dimana terdapat data yang menunjukkan adanya sistem birokrasi yang sangat hirarkis dalam kasus Tia ini. Pelaku tidak dapat ditindak secara tegas oleh kesatuan militernya dan korban tidak mendapatkan hak-haknya sebagai istri anggota militer. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dari Lenore E.A. Walker mengenai tiga fase lingkar kekerasan yang terdiri dari Tension Building Phase, An Acute Battering Accident dan Honeymoon Phase. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja yang lambat dan proses birokrasi yang sangat rumit dari institusi militer membuat korban menderita dan tidak mendapatkan hak-haknya sebagai korban maupun sebagai istri anggota TNI. Dalam hal ini kekerasan terhadap perempuan dalam budaya patriarki telah berlangsung dalam mayarakat dan berkembang ke lembaga - lembaga kenegaraan seperti institusi militer tersebut. Dengan demikian sebaiknya pemerintah menggalakkan program-program yang dapat mendidik dan memberikan penanganan pada setiap institusi militer yang ada di Indonesia.

This research is about victims of domestic violence by members of the TNI. Considering the cases of domestic violence carried out by members of the TNI are rarely revealed, the authors decided to pick up this theme. The method that researchers use in this research are qualitative methods such as case studies. Where there are data showing the existence of a very hierarchical bureaucratic system in this case Tia. Batterer cannot be dealt with firmly by the unity of the military and the victims are not getting their rights as wives of military members. Theory used in this research is the theory of Lenore E.A Walker on a three-phase violence circumference consisting of Tension Building Phase, An Accident and Honeymoon Acute Battering Phase. From this study we can conclude that performance is slow and bureaucratic process is very complicated from a military institution to make the victim suffer and not get their rights as victims and as the wife of a member of the TNI. In this case of violence against women in a patriarchal culture has been going on in society and developing the institutions - state institutions such as the military institution. Thus the government should promote programs that can educate and provide treatment at any military institution in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Frieska Hartati
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut : (1) Apa saja kendala yang layak diantisipasi dalam penerapan UU PKDRT di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang masih paternal? (2) Sejauh manakah perempuan mendapat perlindungan hukum dari neqara dalam undang-undang? (3) Apakah Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat dipergunakan dalam penanganan masalah KDRT dan sejauh mana ADR dapat berpengaruh terhadap proses penegakan hukum dalam penanganan masalah KDRT. Hasil penelitian menunjukkan kendala yang dihadapi adalah keengganan perempuan untuk melaporkan tindak kekerasan yang dihadapinya dengan berbagai alasan, sikap masyarakat yang didukung oleh sikap pemerintah yang mendukung perempuan tetap berada di posisi sekunder atau subordinat walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Saat ini telah diterbitkan undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU nomor 23 tahun 2004, ditandatangani tanggal 16 September 2004 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri). Diharapkan dengan adanya kekhususan dari UU ini, perempuan dapat lebih terlindungi dan kekerasan terhadap perempuan terutama yang terjadi dalam lingkup rumah tangga dapat dikurangi. UU PKDRT juga mengadopsi bentuk penyelesaian masalah di luar peradilan yang dikenal sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR), yang diadopsi dari hukum perdata. Namun demikian masih terdapat beberapa kekurangan dalam UU PKDRT, antara lain bentuk ancaman pidana yang alternatif sehingga dirasakan kurang memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan ancaman pidana minimal yang hanya diberlakukan terhadap kekerasan seksual yang dilakukan dengan tujuan komersial."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S6439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Susiyanti
"Berbagai kekerasan, penyimpangan dan eksploitasi terhadap anak akhirakhir ini kian merebak sehingga sudah sangat meresahkan dan mengkhawatirkan bagi terpenuhinya perlindungan hukum untuk anak. Meskipun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah berlaku selama empat tahun tetapi kekerasan terhadap anak tidak menyurut bahkan dari data yang terpantau di Komisi Nasional Perlindungan Anak terlihat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Apabila kita cermati, sesungguhnya anak merupakan anggota keluarga yang paling rentan, karena anak kerap menjadi korban kekerasan dari keluarga maupun lingkungannya. Keluarga mempunyai potensi yang besar untuk menenkan anak dalam segala hal. Anak kerap ditelantarkan, diperlakukan kasar, dan menjadi korban penyimpangan pengasuhan, padalah masa depan kita terletak pada seberapa maksimal perhatian kita pada anak-anak kita, karena anak adalah asset orang tua, keluarga dan lebih dari itu asset bangsa yang kelak akan menjadi tokoh utama yang akan menjalankan lokomotif pembangunan. Kasus kekerasan yang menimpa anak tidak hanya terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga banyak melanda daerah pedesaan. Berdasarkan data Plan Indonesia yang dikutip sebuah media cetak nasional, saat ini diperkirakan ada 871 kasus kekerasan terhadap anak.
Berdasarkan pemantauan Pusat Data dan lnformasi Komnas Perlindungan Anak terhadap 10 media cetak, selama tahun 2005 dilaporkan terjadi 736 kasus kekerasan terhadap anak. Dari;umlah itu, 327 kasus perlakuan salah secara seksual, 233 kasus perlakuan salah secara fisik, 176 kasus kekerasan psikis dan jumlah kasus penelantaran anak sebanyak 130 kasus. Kita telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Semua itu dapat dijadikan payung hukum bagi pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak anak. Tetapi ternyata usaha perlindungan hukum dan HAM terhadap anak tidak hanya cukup dengan konsep tetapi harus, tetapi harus diterapkan dalam praktik yang nyata. Adanya berbagai peraturan tentang hak anak belum menjamin pelaksanaan upaya perlindungan hukum bagi anak, khususnya bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Ini semua menjadi tanggung jawab kita."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lamria
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Anak merupakan salah satu korban kekerasan dalam rumah tangga yang membutuhkan perlindungan dan perhatian dari semua pihak. Maraknya tindak kekerasan dalam rumah tangga disebabkan oleh sistem nilai budaya masyarakat terhadap keberadaan anak sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat. Tindak kekerasan digunakan sebagai dasar untuk mendisiplinkan dan mengajar anak menjadi patuh. Tindak kekerasan fisik, seksual, psikis dan penelantaran merupakan tindakan kekerasan yang seringkali terjadi dalam rumah tangga. Hal ini dapat berakibat carat, gangguan mental bahkan kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kasus -kasus tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga, bentuk perlindungan terhadap perlindungan terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak dan kendala atau harnbatan yang dihadapi Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam melaksanakan tugasnya_ Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Data diperoleh berdasarkan wawancara dengan inforrnan di Komisi Nasional Perlindungan Anak dan juga melalui dokumen, basil laporan, buku, koran, artikel yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian dilakukan pada tahun 2007.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kasus-kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak diantaranya adalah: kekerasan fisik, seksual, psikis dan penelantaran. Bentuk perlindungan yang dilakukan terhadap anak korban kekerasan ini adalah perlindungan pendampingan, mediasi, advokasi hukum hingga selesai kasusnya. Kendala yang dihadapi Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah sumber Jaya manusia yang tidak mencukupi untuk melaksanakan program kerjanya dengan banyaknya pengaduan yang masuk. Selain itu sumber dana tetap tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan kegiatan. Selain itu masyarakat menuntut Komisi Nasional Perlindungan Anak untuk mampu secepat mungkin menuntaskan permasalahan yang mereka hadapi.
Saran yang dapat diberikan adalah agar Komisi Nasional Perlindungan Anak memberikan perlindungan menyeluruh bagi pemenuhan hak anak korban kekerasan dalarn rumah tangga. Anak berhak mendapatkan perlindungan dan pendampingan serta advokasi hukum. Komisi Nasional Perlindungan Anak hendaknya menyediakan sarana dan fasiltas bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga juga meningkatkan jumlah pendamping bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

ABSTRACT
Domestic violence becomes an important issue to be solved today_ Children mostly one of the victims that should be protected as they have the rights to live in harmonies environment. However, the mass media show that people and family do not give thoughtful care about the rights of child. Many children are reported being abused by their parents. This condition brings the children to live in psychological disorder, became disabled person and even ended tragically in death. Indonesian cultural values mostly demanded child to follow parents as the respected ones which cause them have no power to disobey their parents.
The subject of this research is children who become the victim of domestic violence. The research is done in National Commission of Child Protection in the year of 2007. The aims of the research are to find out cases of child domestic violence, types of protection for children who becomes the victim of domestic violence which handled by National Commission of Child Protection and the obstacles in handling child victim of domestic violence by National Commission of Child Protection. The research uses qualitative method in analysis, besides the data is collected by interviewing the informants in National Commission of Child Protection and through reading documents, research result, books, and newspapers.
The conclusion of the research are that National Commission of Child Protection handled child domestic violence cases in types such as physical abuse(killing and inhuman cruelty), sexual abuse (raping, sexual harassment), Psychological abuse (intimidation, verbal threats), and neglecting (being neglected without any cares). Protection which are provided by National Commission for children victim of domestic violence are: bring the children to a secure place (a shelter), doing home visit, reporting to the police, giving healing therapy, guiding in law process and mediation. The obstacles of child protection for children of domestic violence which done by National Commission of Child Protection are lack of competent human resources, shortcoming in organization coordination, lack of leadership management, lack of financial support, limited authority in implementing child protection.
In improving the implementation of child protection for children victim of domestic violence which done by National Commission of Child Protection can be suggested to consider other cases of child domestic violence such as economical abuse. Child victim of domestic violence should have free access for medical service, comfort shelter and facilities for healing process, intensive psychological advice, experience guidance in child cases. In handling the obstacles can be suggested the improvement of numbers and quality of human resources, the improvement of organization management and leadership and coordination with government and private organization in supporting financial needs. Finally, National Commission of Child Protection should have more spirit and courage in defending human rights, particularly for children victim of domestic violence.
"
2007
T20814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Kurniawan
"Tesis ini membahas upaya perlindungan hukum terhadap isteri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami. Penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman tentang perlindungan hukum terhadap isteri yang menjadi korban tindakan kekerasan suami. Faktor penyebab terjadinya kekerasan ini disebabkan karena faktor kepedulian keluarga dan lingkungan, faktor budaya, faktor penegakan hukum, faktor ekonomi, faktor kepribadian suami. Peranan petugas penegak hukum dalam melindungi hak-hak perempuan telah dimulai sejak ditemukannya kasus kekerasan ke petugas kepolisian hingga saat pemeriksaan di pengadilan. Diawali dari lembaga Kepolisian yang menerima pengaduan tentang adanya tindak kekerasan, untuk melindungi korban yang melaporkan kekerasan yang dialaminya. Setelah proses melapor, polisi membuat berkas perkara yang kemudian akan dilimpahkan ke kejaksaan. Kemudian kejaksaan akan membuat dakwaan dan tuntutan yang akhirnya akan diputus oleh hakim di Pengadilan. Kejaksaan memiliki peran yang sangat penting dalam proses penegakan hukum pidana, karena dapat tidaknya perkara pidana masuk ke pengadilan adalah tergantung sepenuhnya oleh Kejaksaan (Penuntut Umum). Peranan seorang hakim dalam melindungi hak hak perempuan adalah memberikan keadilan kepada korban maupun terdakwa dalam hal kasus tersebut telah diperiksa oleh pengadilan. Dalam memberikan keadilan bagi korban dan terdakwa, hakim juga melihat unsur penyesalan dari terdakwa, sehingga hakim tidak semata-mata berpatokan kepada tuntutan jaksa dan ancaman pidana tetapi dengan memperhatikan sikap, kelakuan terdakwa selama pemeriksaan, apakah terdakwa sudah berlaku baik atau tidak, apakah ada penyesalan atau tidak sehingga penjatuhan putusan tidak semata mata untuk menghukum tetapi memberi pelajaran agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap isteri yang menjadi korban tindakan kekerasan suami ditemukan beberapa kendala. Kendala tersebut diantaranya disebabkan oleh faktor hukumnya sendiri, faktor petugas penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor budaya.

This thesis discusses the legal safeguards against wives who are victims of domestic violence committed by husbands. This study aims to gain an understanding of legal protection for his wife who become victims of violent husbands. Factor contributing to the violence is due to family concerns and environmental factors, cultural factors, law enforcement factors, economic factors, personality factors husband. The role of law enforcement officers in protecting women's rights have been initiated since the discovery of cases of violence to the police officer until the time of examination in court. Starting from police agencies that receive complaints about abuses, to protect victims who report mistreatment. After the report, the police make a case file will then be handed over to prosecutors. Then the prosecutor will make the charges and demands that will eventually be decided by the judge in court. Attorney has a very important role in the process of criminal law enforcement, because whether or not a criminal case goes to trial is dependent entirely by the Attorney (prosecutor). The role of a judge in protecting women's rights is to give justice to the victim and the defendant in this case has been examined by the court. In delivering justice for victims and defendants, judges also look at elements of the defendant's remorse, so the judge does not merely adhere to the demands and threats of criminal prosecution, but noted the attitude, behavior of the defendant during the examination, whether the defendant had a good effect or not, are there any regrets or not so that the imposition of a decision not to punish but purely to give a lesson to not repeat his actions. In an effort to provide legal protection for his wife who become victims of violent husbands found several problems. The constraints caused by factors including its own law, law enforcement officials factors, factor means and facilities, community factors, cultural factors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31385
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kanita
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui garnbaran umum tentang korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan peran Lembaga Kalyanamitra Jakarta dalam menanganai kasus KDRT serta mengidentifikasi faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi oleh lembaga tersebut dalam penanganan kasus kekerasan. Fenomena ini diambil karena kekerasan dan ketidakberdayaan (powerless) lingkup KDRT kini semakin menonjol, dan menurut data yang ada setiap tahun kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga ini mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas, sementara upaya-upaya dari pihak terkait untuk mengatasi masalah tersebut juga sangat terbatas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode lebih ditekankan pada verstehen, yaitu memberi tekanan interpretatif terhadap pemahaman informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan non-probability sampling yang meliputi dewan pimpinan Lembaga Kalyanamitra, Koordinator Divisi Pendampingan, Pendamping lapangan, psikolog dan korban KDRT. Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini digunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview), observasi partisipan dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi, sehingga dapat mengungkap realitas sosial dari berbagai jawaban informan. Adapun teori yang dijadikan rujukan dan kerangka analisis dalam penelitian ini adalah teori proses pekerjaan sosial (social work process) yang dikemukakan oleh Compton & Galaway (1994) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial, termasuk dalam penanganan kasus korban KDRT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam konteks ini, kasus kekerasan suami terhadap istri masih dipandang sebagai aib, bila dibawa ke sektor publik atau diperkarakan secara hukum, tetapi dianggap sebagai kewajaran, yaitu sebagai bentuk pendisiplinan suami terhadap istri. Secara sosiologis, mereka lebih tepat disebut korban-korban tindak kekerasan suami terhadap istri atau KDRT. Pemahaman ini berangkat dari realitas bahwa sebagian besar dari mereka merupakan korban kejahatan dalam rumah tangga yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, ekonomi dan psikologis, juga termasuk menerima ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam lingkup rumah tangga.
Penelitian ini menemukan bahwa bentuk kekerasan yang paling banyak dialami korban adalah kekerasan ganda dan pada umumnya korban tidak menyangka kalau suami korban akan tega melakukan kekerasan terhadapnya. Dampak kekerasan yang dialami oleh korban adalah menimbulkan trauma fisik dan psikologis yang berlangsung lama (jangka panjang), menimbulkan kerugian moril dan materil, bahkan ada korban yang mengalami depresi berat sehingga membutuhkan pendampingan psikiater dan sampai sekarang kondisi jiwanya labil.
Kendala yang dihadapi lembaga dalam proses penanganan kasus korban tindak kekerasan dalam rumah tangga terkait dengan keterbatasan dana dan tidak dimilikinya tenaga pengacara untuk menangani kasus ligitasi; tidak adanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur anti-KDRT, sikap pelaku dan keluarga korban pada umumnya tak peduli terhadap program yang diselenggarakan Lembaga Kalyanamitra, dan sikap korban sendiri yang cenderung mengalah, pasrah dan ketidaktahuan dalam mencari akses bantuan.
Berdasarkan temuan penelitian ini, maka disarankan kepada Lembaga kalyanamitra untuk : menggali dana dari funding lain (fundraising), membentuk network yang solid dengan stakeholder dan pihak terkait di tingkat lokal, nasional maupun internasional sehingga basis sosial Lembaga Kalyanamitra kuat dan isue KDRT diangkat sebagai isue politis, perlu dipersiapkan petugas khusus yang menangani data pendukung (case record), merekrut atau mendidik pendamping yang berpendidikan ilmu pekerjaan sosial, tanggung jawab pendamping sesuai dengan jumlah korban dampingannya hingga proses penanganan selesai dan perlunya membuat kontrak penanganan antara korban dan lembaga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Unique Putrinda
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan dan perkembangan makna kekerasan di masyarakat, yang secara khusus membahas mengenai kekerasan fisik terhadap anak yang terjadi dalam keluarga dan juga penerapan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai permasalahan itu. Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan terdapat perkembangan mengenai makna dari kekerasan itu yang awalnya hanya mencakup kekerasan fisik semata, namun sekarang menjadi lebih luas mencakup kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi serta penelantaran. Adanya lebih dari satu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur permasalahan kekerasan terhadap dalam keluarga yaitu Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, sehingga adanya perbedaan penerapan kedua peraturan perundang-undangan yang khusus tersebut dalam kasus yang sama.

Abstract This thesis discusses about the problems and developments in the meaning of violence in society, which specifically about the physical violence against children occurs within families and also the implementation of legislation that specifically regulates the issue. This thesis using normative juridical method in the manner of using secondary data and be done with data collection by means of literature study.
The result of this study concluded there was development of the meaning of the violence that initially only includes physical violence, but now becoming more widely include physical violence, sexual abuse, economic abuse as well as neglect. The existence of more than on legislation specifically addressing the issues of violence against the family, namely Law No. 35 of 2014 on the Amendment to Law No. 23 of 2002 about Protection of Children and Law No. 23 of 2004 about the Elimination of Domestic Violence, which the differences in the application of legislation that is specifically mentioned in the same case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>