Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suswanti
"Diare akut sarnpai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare ini masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Dalam periode tahun 2005-2006, jumlah kasus penyakit diare di Kabupaten Landak mengalami kenaikan yang cukup tajam. Tahun 2005 sebanyak 4.474 kasus (1 meninggal) dan tahun 2006 naik menjadi 6.210 kasus (2 meninggal). Diare menempati urutan ketiga setelah ISPA dan Malaria dalam proporsi sepuluh penyakit terbesar di Kabupaten Landak. Tingginya kejadian penyakit diare ini menimbulkan kerugian sosial ekonomi dan berdampak pada pembiayaan pemerintah dan masyarakat. Penelitian terhadap kerugian yang dialarni oleh diare pemah dilakukan hanya pada satu sisi saja yaitu pada sisi pasien. Sementara sisi provider belum pemah dilakukan. Biaya yang timbul pada sisi provider maupun pasien masing-masing diklasifikasikan sebagai biaya langsung (drect cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Untuk itu penelitian ini bertujuan secara umum rnemperoleh gambaran tentang besaran biaya yang ditimbulkan akibat sakit (cost of illness) rawat jalan diare. Sedangkan Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik pasien rawat jalan diare, besaran biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost) pada sisi provider dan pasien yang melakukan kunjungan ke puskesmas dalam satu periode sakit.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 96 orang yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesrnas Ngabang Kalimantan Barat pada buian Maret s/d Mei 2007. Data yang digunakan dalarn penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari lokasi penelitian serta data primer yang diperoleh dari basil interview kepada pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien ada/ah kelompok umur dewasa 44%, berjenis kelamin laki-laki 54%, tidakibelum bekerja 49%, tidakibelum sekolah 50%, tidak berpenghasilan 56%, jalan kaki ke puskesmas 40%, penanggung biaya puskesrnas berasal dad kantong sendiri 76%, jurnlah hari sembuh 2 hari 54%. Hasil penelitian menunjukkan besar biaya langsung pada provider adalah Rp. 2.292.440,- dengan rata-rata biaya langsung sebesar Rp. 23.879,-. Biaya tidak langsung pada provider sebesar Rp. 75.492,- dengan rata-rata sebesar Rp. 786,-. Total biaya pada provider sebesar Rp. 2.367.933,- dengan rata-rata sebesar Rp. 24.665,-. Biaya langsung pada pasien sebesar Rp. 478.000,- dengan rata-rata sebesar Rp. 4.979,- per pasien. Biaya tidak langsung pada pasien sebesar Rp. 1.090.250,- dengan rata-rata sebesar Rp. 11.356,-. Total biaya pada pasien diare sebesar Rp. 1.568.250,- dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 16335,-.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata biaya akibat sakit (cost of illness) yang dikeluarkan baik pada sisi provider maupun sisi pasien untuk pelayanan rawat jalan diare per pasien sebesar Rp. 41.001,-(tidak termasuk opportunity cost). Apabila dilakukan simulasi perhitungan kerugian ekonomi yang menjadi beban pemerintah dan masyarakat akibat sakit diare maka diperoleh angka sebesar Rp. 1,6 IniIyar per tahun, atau 0,3% dari APED (Rp. 435.887.753.163,-), 7% dari anggaran kesehatan plus gaji (Rp. 26.126.133.800,-), 9% dari anggaran kesehatan tanpa gaji (Rp. 18.245.385.200,-). Dikaitkan dengan UMR Landak, maka didapatkan angka kerugian sebesar Rp. 2,5 Myst per tahun. Saran yang dapat disampaikan adalah angka kenigian yang dialarni dapat dijadikan aeuan perencanaan, penyusunan anggaran dan intervensi program penanggulangan diare dengan berorientasi path upaya preventif dan promosi, perlunya dilakukan penghematan biaya pada sisi provider dengan menekan penggunaan obat diare yang tidak rasionil, perlu dilakukan perhitungan biaya secara menyeluruh berdasarkan kegiatan, perlu penyuluhan dan perbatian kepada masyarakat tentang penyakit diare, dan terakhir bagi peneliti selanjutnya dapat melihat seeara bersarnaan pada layanan rawat jalan dan map di rurnah sakit dan puskesmas dengan menghitung opportunity cost.

Acute diarrhea at present still becomes health problem, not only in developing countries but also in developed countries. Diarrhea still leads to endemic (KLB) with very huge sufferer in short time. Between 2004-2005, number of diarrhea case in Landak Regency increase quite sharply. There are 4,474 cases (one died) in 2005 and the cases increase to 6,210 (2 died) in 2006. Diarrhea places the third rank after Upper Respiratory Infection (1SPA) and malaria among ten diseases in Landak Regency. The high of diarrhea incident has caused social economic loss and affected the cost for government and people. Research on loss caused by diarrhea was ever conducted but limited on patient side. Meanwhile, research on provider has never been done. Cost resulted from patient as well as provider was respectively classified as direct cost and indirect cost.
Generally, the purpose of this research is to obtain description on the cost of illness for diarrhea outpatients. Meanwhile. particularly, the purpose is to obtain description on characteristics of diarrhea outpatients, direct cost and indirect cost at provider and patient visiting health center in one period of illness.
The research conducted in Puskesmas Ngabang West Kalimantan from March to May 2007 uses cross sectional design with 96 respondents. Secondary data employed in this research come from research location, while the primary data come from interviewing the patient.
The results show that mostly patients are adult (44%). male (54%). unemployment (49%). uneducated (50%), having no income (56%). going to health center on foot (40%). self-utiarant or (76%), and having two-days recovery day (54%). Direct cost for provider is IDR 2,292,440 with direct cost IDR 23,879 on average. Indirect cost for provider is 1DR 75,492 with [DR. 786 on average. Total cost for provider is IDR 2.367,933 with /DR 24,665 on average. Direct cost on patient is [DR 478,000 with DR 4,979 on average per patient. Indirect cost for patient is [DR 1,090,250 with IDR 11,356 on average. Total cost for diarrhea patienzs is [DR 1.568.250 with 1DR 16,335 on average.
The results indicate that thc average cost of illness incurred by both provider and patients for outpatient service of diarrhea per patient is [DR. 41,001 (excluded opportunity cost). If economic loss due to diarrhea borne by government and people was caiculated, the rate is DR 1.6 billion per year or 0.3% of APBD (1DR 435,887,753,163), 7% of health budget phis salary (IDR 26,126,133.800), 9% of health budget without salary (IDR 18,245,385,200) Related to UN1R of Landak. the loss is 1DR 2.5 billion per year.
It is recommended that loss can be used as reference in planning, developing budget. and intervening program diarrhea control orienting to prevention and promotion. It is in need to retrench provider cost by reducing irrational use of diarrhea medicines, calculate cost comprehensively based on activities, educate people and keep them focused on diarrhea. Furthermore,, researcher could instantaneously see the service for outpatient and inpatient in hospital and health center by calculating opportunity cost.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Clarasinta
"Penelitian ini menganalisis cost of illness peserta JKN dengan penyakit kanker payudara di Indonesia dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Desain penelitian ini merupakan studi observasional yang deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Sampel BPJS Kesehatan dan Data Upah Rata-Rata per Jam menurut Provinsi Tahun 2021. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling sehingga sampel merupakan seluruh peserta JKN dengan penyakit kanker payudara di Indonesia sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata cost of illness per peserta mencapai Rp12.441.986 dan totalnya mencapai Rp1.021.175.992.024. Nilai tersebut belum termasuk biaya obat kemoterapi, obat kronis, dan pelayanan imunohistokimia dalam tarif non INA-CBG. Faktor jenis kelamin, usia, status perkawinan, segmentasi kepesertaan, kelas rawat, RJTL, RITL, lama hari perawatan, kepemilikan FKRTL yang pernah dikunjungi, tipe FKRTL yang paling banyak dikunjungi, dan tingkat keparahan berpengaruh signifikan secara statistik terhadap cost of illness. Penelitian ini menggambarkan besarnya cost of illness peserta JKN dengan penyakit kanker payudara sehingga program deteksi dini sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya dalam menghemat biaya.

This study analyzes the cost of illness of JKN participants with breast cancer in Indonesia and the factors that influence it. The research design is a descriptive observational study with a cross sectional approach. The data used in this study are Sample Data of BPJS Kesehatan and Average Hourly Wage Data by Province for 2021. The sampling technique uses total sampling so that the sample is all JKN participants with breast cancer in Indonesia according to predetermined inclusion and exclusion criteria. The results of this study indicate that the average cost of illness per participant reaches Rp12.441.986 and the total reaches Rp1.021.175.992.024. This value does not include the cost of chemotherapy drugs, chronic drugs, and immunohistochemistry services in non-INA-CBG rates. Factors such as gender, age, marital status, membership segmentation, class of care, RJTL, RITL, length of stay, ownership of FKRTL ever visited, type of FKRTL most visited, and severity have a statistically significant effect on the cost of illness. This study illustrates the high cost of illness for JKN participants with breast cancer, so early detection programs are very important to do as an effort to save costs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Windy Shafira
"Penelitian ini menganalisis cost of illness dan faktor-faktor yang berhubungan dengan cost of illness Peserta JKN dengan pelayanan Hemodialisis di wilayah Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi observasional yang bersifat cross sectional, menggunakan Data Sampel BPJS Kesehatan tahun 2015-2016. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dan sampel merupakan seluruh data Peserta JKN dengan pelayanan hemodialisis beserta komplikasinya sesuai dengan inklusi dan eksklusi yang ditetapkan di Wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2015-2016. Sampel yang diperoleh sebesar 137 Peserta JKN dengan Pelayanan Hemodialisis. Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata cost of illness Peserta JKN dengan Pelayanan Hemodialisis selama setahun adalah Rp80.839.459, dimana kategori rendah (50,4%) dan tinggi (49,6%). Rata-rata total biaya per Peserta per tahun di FKTP Non Kapitasi sebesar Rp24.426, rawat jalan tingkat lanjut (RJTL) sebesar Rp61.620.136, dan rawat inap tingkat lanjut (RITL) sebesar Rp19.194.897. Faktor-faktor yang mempengaruhi cost of illness adalah pernah menggunakan tingkat perawatan rawat inap di rumah sakit (56,6%) dan sangat rutin berkunjung ke RJTL (84,6%). Variabel yang paling dominan adalah kunjungan berkala RJTL.

This study aims to analyzes the cost of illness and factors associated with the cost of illness for JKN participants with hemodialysis services in West Java Province. This study used a quantitative approach with a cross-sectional observational study design, using Sample Data of BPJS Kesehatan 2015-2016. The sampling technique in this study was total sampling, that is all data on JKN participants who used hemodialysis services and their complications according to the inclusion and exclusion set in the area of West Java Province in 2015-2016. The sample obtained was 137 JKN participants with hemodialysis services. The results showed that the annual cost of illness for JKN participants with hemodialysis services was Rp80.839.459, in which the category was low (50.4%) and high (49.6%). The average total cost per participant per year in Non-Capitation FKTP was Rp24,426, while the average total cost of advanced outpatient care (RJTL) was Rp61,620,136, and the average total cost of advanced inpatient care (RITL) was Rp19,194,897.The factors that influence the cost of illness are participant that have used inpatient care rates in hospital (56.6%) and very routine visits to RJTL (84,6%). The most dominant variable was periodic RJTL visits."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Anwar
"Kerugian ekonomi akibat adanya gangguan kesehatan yaog dialami seseorang berdampak terhadap pembiayaan kesehatan pemerintah dao pengeluaran rumah tangga. Dalam periode tahun 2005-2006, jumlah kasus penyakit infeksi akut lain saluran pernafasao atas menempati posisi teratas dalam proporsi sepuluh penyakit terbesar di kota Jambi. Tahun 2005 sebaoyak 108.292 kasus (34,51 %) dao pada tahun 2006 sebaoyak 99.332 (32,75%). Untuk mencapai kesembuhan, seseorang yaog menderita sakit memerlukan tindakan pengobatan. Layaoao pengobatan yang dilakukan terhadap pasien, akao menimbulkao biaya pada provider selaku penyedia jasa layanan dan juga pada pasien yaog memanfaatkan jasa layanan. Biaya yang timbul pada sisi provider maupun pasien masing-masing diklasifikasikan sebagai biaya laogsung (drect cost) dan biaya tak langsung (indirect cost).
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang besarao biaya yaog ditimbulkan akibat sakit (cost of illness) untuk rawat jalao ISPA. Tujuao khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang : karakteristik responden dan pasien rawat jalao ISPA, besaran biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost) pada sisi provider dan pasien yang melakukao kunjungan berobat untuk mencapai kesembuhan dalam satu periode sakit.
Penelitian ini menggunakao desain studi analisis biaya, yaog dilaksanakao di wilayah kerja Puskesmas Simpaog rv Sipin pada bulao Jaouari s/d. Maret 2007, dengao jumlah sampel penelitiao 96 responden. Data yaog digunakao dalam penelitiao ini adalah data sekunder yaog diperoleh dari lokasi penelitiao serta data primer yaog diperoleh dari basil interview kepada responden.
Hasil penelitian menunjukkao bahwa jumlah responden terbaoyak berusia kuraog dari atau sama dengao 31 tahun. Sebagiao besar responden berjenis kelamin perempuao dao berstatus sebagai ibu rumah tangga yaog tidak memiliki penghasilao. Berdasarkao jenis kelarnin, pasien terbaoyak adalah laki-laki. Jumlah pasien terbanyak pada kelompok umur 13 - 36 bulao.
Untuk mencapai kesembuhan dalam satu periode sakit, 80,21 % dari seluruh pasien masing-masing melakukan 1 kali kunjungan berobat, sisanya 19,79 % masing-masing melakukan 2 kali kunjlUlgan berobat. Jumlah klUljlUlgan berobat dalam satu periode sakit yang dilakukan oleh setiap pasien lUltuk mencapai kesembuhan, sangat berpengaruh terhadap besaran biaya yang menjadi tangglUlgan provider mauplUl biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien. Semakin banyak jumlah klUljlUlgan berobat yang di1akukan oleh pasien maka akan semakin besar biaya yang timbul pada sisi provider mauplUl pada sisi pasien. Opportunity cost tetap ada pada biaya yang dikeluarkan oleh repondenlpasien dalam memanfaatkan layanan rawat jalan ISPA.
Untuk kese1uruhan pasien, total biaya pada provider lebih besar dari total biaya pada pasien. Cost of illness pasien rawat jalan ISPA adalah Rp 2.316.259,45 dengan rata-rata Rp 24.127,70. Untuk pasien yang melakukan 1 kali kunjungan berobat, total biaya pada provider lebih besar dari total biaya pada pasien. Cost of illness pasien rawat jalan ISPA adalah Rp 1.597.144,85 dengan rata-rata Rp 20.742,14. Untuk pasien yang melakukan 2 kali kunjlUlgan berobat, total biaya pada provider lebih besar dari total biaya pada pasien. Cost of illness pasien rawat jalan ISPA adalah Rp 719.114,60 dengan rata-rata Rp 37.848,14.
Saran yang dapat disampaikan adalah : Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten serta sarana kesehatan pemerintah yang memberikan layanan pengobatanl perawatan perlu melakukan perhitlUlgan dan analisis biaya secara menyeluruh berdasarkan kegiatan dalam memberikan pelayanan. Puskesmas seyogyanya mempertahankan dan meningkatkan penerapan pola pelayanan pengobatan sesuai standar. Perlu dilakukan pengembangan model perhitlUlgan biaya ini ke dalam bentuk perangkat lunak komputer. Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian serupa terhadap jenis penyakit lainnya.

Economic loss due to health disorder experienced by patient have an impact to governmenthealth financing and household health expenditure. From 2005 to 2006 period, acute respiratory infection disease was in first place of top ten diseases in Jambi City. In 2005 there were 108.292 cases (34,51%) and in 2006 were 99.332 cases (32,75%). The patient needs medical care to recover from the illness. Medical service for patient will incur the cost upon the provider who provides the service and the patient who uses the service. The cost incurred upon both the provider and the patients are classified into direct cost and indirect cost.
The aim of this study was to describe the amount of the cost of illness for acute respiratory infection disease outpatient. The particular objectives were to describe characteristics of the participant and patient of acute respiratory infection disease outpatient, the amount of direct cost and indirect cost upon provider and the patient who performed medical visit to get recovery from the illness period.
This study used cost analysis design, carried out in Simpang IV Sipin Public Health Centre from January to March2007, with 96 participants. Datawere secondary data collected from study area and primary data obtained from interviewed participants.
The findings demonstrated that most patients were less or equal to 31 years old. Majority of them female and housewives. Base on gender the most patients were male. The most patients were in 13 -36 months age group.
To get recovery in one illness period, 80,21% of total patients performed once medical visit, the remaining patients did twice medical visit. The medical visit patient performs in one illness period to get recovery from the illness highly influence the amount of cost upon provider and the patient. The more visits patient has, the higher the cost required upon provider and the patient. Opportunity cost I remains upon the patients expenditures in using acute respiratory infection outpatient services.
For all patients, the total costs upon provider were higher than the total costs uponpatient. Cost of illness for acute respiratory infection out patient was. Rp 2.316.259,45 with Rp 24.127,70 on average. For the patients who did once medical visit, the total costs upon provider were higher than total costs upon patients. Cost of illness foracute respiratory infection out patient were Rp1.597.144,85withRp. 20.742,14 on average. For the patients who did twice medical visit, the total costs upon provider were higher than total costs upon patients. Cost of illness for acute respiratory infection outpatient were Rp 719.114,60 with Rp. 37.848,14 on average.
It is suggested that District Health and government health facilities that provide medical/nursing care are required to calculate and conduct cost analysis as a whole based on activities in providing services. Public Health Centre must maintain and improve medical service pattern application by standard. It is need to develop this cost calculation model into computer software. Further researchers are needed to do the similar study for other diseases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T11511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Billy Teviano
"Penelitian ini mengkaji tentang illness narrative berupa pengalaman mahasiswa penderita gangguan kejiwaan yang mengalami stigma di lingkungan sosial kampus Universitas Indonesia, menggunakan metode kualitatif etnografi yang meliputi pengamatan, wawancara mendalam, serta studi literatur. Penelitian ini menemukan bahwa para narasumber yang notabene adalah mahasiswa pengidap gangguan kejiwaan mengalami stigma berupa label, stereotyping, serta diskriminasi terjadi pada saat mereka beraktifitas di lingkungan sosial masing-masing; di tingkatan program studi, lingkup satu angkatan, serta lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa. konstruksi illness narrative yang dipaparkan oleh masing-masing informan memberikan petunjuk akan kejadian dalam hidup yang menurut mereka penting, yaitu beban emosional yang disebabkan karena stigma yang terjadi pada lingkup sosial terdekat di kampus yang menyebabkan kondisi psikis mereka secara signifikan menurun dan berpengaruh terhadap aspek sosial dan akademis para informan.

This study examines the illness narrative in the form of experiences of students with mental disorders who experience stigma in the social environment of the University of Indonesia campus, using qualitative ethnographic methods which include observations, in-depth interviews, and literature studies. This study found that the informants who incidentally were students with mental disorders experienced stigma in the form of labels, stereotyping, and discrimination occurred when they were active in their respective social environments; at the study program, with fellow students of same year, and the scope of Extracurricular Student Units. The construction of illness narrative presented by each informant provides clues to events in life that they think are important, namely the emotional burden caused by the stigma that occurs in the closest social sphere on campus which causes their psychological condition to significantly decrease and affect social and psychological aspects of the academic informants."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walsh, Diana Chapman
New York: Springer-Verlag, 1977
338.43 WAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Aulia Yusuf
"Kemacetan lalu lintas merupakan masalah umum yang dihadapi hampir semua wilayah perkotaan di Negara berkembang. Akibat yang ditimbulkan dari kemacetan lalu lintas sangatlah besar apabila kita cermati. Salah satunya adalah pemborosan biaya operasional kendaraan. Jalan Setiabudi merupakan salah satu ruas jalur yang sangat padat lalu lintas terutama di sekitar sekolah Shafiyatul Amaliyah. Pada jam-jam pergi dan pulang sekolah sering terjadi kemacetan. Ini menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan semakin bertambah sehingga merugikan pengguna kendaraan pribadi. Untuk menganalisa Biaya Operasional Kendaraan digunakan metode PT. Jasa Marga dan LAPI ITB sehingga didapat biaya kemacetan di jalan setiabudi sebesar Rp. 1.370/km/kendaraan."
Jakarta: Universitas Dharmawangsa, 2016
330 MIWD 48 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Reiza Nandhika Usman
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penyusunan clinical pathway dan analisis biaya appendicitis akut RS Bogor Medical Center tahun 2014 berdasarkan clinical pathway. Penelitian kualitatif dan kuantitatif ini dilakukan melalui telaah rekam medik, observasi dan wawancara. Pada akhir penelitian berhasil disusun clinical pathway appendicitis untuk RS BMC dan pada analisis biaya, didapatkan cost recovery rate yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada appendicitis akut adalah 67% untuk perawatan kelas I, 58% untuk perawatan kelas II dan 49% untuk perawatan kelas III.

ABSTRACT
This thesis discusses the clinical pathways arrangement and cost analysis of acute appendicitis in BMC hospital based on clinical pathways in the year of 2014. Qualitative and quantitative research was conducted through review of medical records, observation and interviews. At the end of the study an appendicitis clinical pathways for BMC hospital was successfully arranged and from the cost analysis we obtained that cost recovery rate paid by the Social Security Agency (BPJS) in acute appendicitis are 67 % for first-class inpatient room, 58 % for second-class inpatient room and 49 % for third-class inpatient room.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Kusumah
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayyu Zahara
"ABSTRAK
Aspek spiritual merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan dalam
perawatan kesehatan pasien, asuhan keperawatan bukan hanya perawatan fisik
semata, namun lebih luas dari itu, yaitu menyangkut masalah biopsikososio dan
spiritual pasien. Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan
potong lintang (cross-sectional). Perawat di ruang bedah Rumah Sakit Fatimah
Cilacap sebesar 45 responden yang dipilih dengan teknik total sampling.
Instrumen yang digunakan berupa data demografi, 20 pertanyaan tentang
pengetahuan perawat terhadap kebutuhan spiritual pasien dengan penyakit
terminal, dan 15 pernyataan tentang sikap perawat terhadap pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien dengan penyakit terminal. Hasil dari uji independen T
menunjukkan bahwa ada antara pengetahuan dengan sikap perawat terhadap
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dengan penyakit terminal dengan P value =
0,000 (P value < 0,05). Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan
kesadaran kepada perawat tentang pentingnya kebutuhan spiritual pada pasien
dengan penyakit terminal, sehingga perawat dapat memenuhi kebutuhan spiritual
pasien dengan optimal.

ABSTRACT
The spiritual aspect is an important aspect to consider in patient care, nursing
care is not just about physical care, but more than that, that is the problem
biopsikososio and spiritual concerns of patients. This study design is a descriptive
analytic cross sectional. Nurses at Surgical and Internal Room of Rumah Sakit
Islam Fatimah Cilacap selected by 45 respondents with a total sampling
technique. The instrument used in the form of demographic data, 20 questions
about nurses 'knowledge of the spiritual needs of patients with terminal illness,
and 15 statements about nurses' attitudes toward spiritual needs of patients with
terminal illness. The results of the independent T test showed that there is a
relationship between knowledge of the attitudes of nurses towards spiritual needs
of patients with a terminal illness with a P value = 0.000 (P value <0.05). The
results of this study are expected to provide awareness to the nurses about the
importance of the spiritual needs of patients with a terminal illness, so the nurse
can meet the spiritual needs of patients with optimal."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>