Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193220 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lany Melian
"Latar Belakang : Kafein merupakan substansi yang paling banyak di gunakan di seluruh dunia, hampir 80 % dari populasi merupakan pengguna rutin. Efek dari penggunaan kafein bergantung kepada beberapa faktor, antara lain jenis, intensitas dan durasi dari kerja flsik, dosis kafein. Pada suatu populasi, 75% orang dewasa dalam melakukan aktivitas sehari-hari menggunakan energi yang sama pada saat melakukan kerja fisik ringan. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan kelebihan energi. Cadangan energi tersebut akan dipergunakan melalui proses penguraian kembali kreatin fosfat rnenjadi ATP Serta Iipolisis, glikogenolisis dan glukoneogenesis. Kafein adalah inhibitor kompetitif dari reseptor dengan ligan adenosine di adiposit. Kafein menghilangkan efek penekanan adenosin terhadap lipolisis. Kafein bersama homlon-honnon lipolitik (epinefrin, norepinefiin, glukagon dan hormon pertumbuhan) bersinergi dalam meningkatkan kadar asam lemak bebas. Kafein dapat meningkatkan ketersediaan oksigen melalui mekanisme blok reseptor adenosin, sehingga efek penekanan adenosin terhadap neuron-neuron di PreB6t.zinger kompleks dalam pembentukkan irarna pernafasan hilang, dan menyebabkan peningkatan frekuensi pemafasan. Kondisi tersebut, membuat kafein dikenal sebagai substansi yang dapat meningkatkan kemampuan Esik dan menurunkan tingkat kelelahan
Tujuan : Mengetahui pengaruh kafein terhadap kadar asam lemak bebas, frekuensi pemafasan dan tingkat kelelahan.
Metode : Penelitian menggunakan disain cross over, pada 8 laki-laki dewasa yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat kafein 3 mg/kg.bb dan kelornpok kontrol yang mendapatkan plasebo. Kadar asam lemak dan frekuensi pemafasan diukur pada saat sebelum perlakuan, sesudah perlakuan dan sesudah kerja fisik. Tingkat kelelahan diukur selama kerja fisik.
Hasil : Setelah kerja fisik kadar asam lemak bebas kelompok kafein mengalami peningkatan yang bermakna dibandingkan kelompok plasebo, frekuensi pernafasan pada kelornpok kafein meningkat tetapi tidak berbeda bemmakna dibanding kelompok plasebo, tingkat kelelahan pada kelompok kafein lebih rendah dibanding kelompok plasebo dan berbeda bermakna secara statistik.
Kesimpulan : Penggunaan kafein 3 mg/kg.bb secara bermalma dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas sesudah kerja fisik dan menurunkan tingkat kelelahan selama kerja fisik. Tetapi tidak meningkatkan frekuensi pernafasan secara bermakna.

Background : Caffeine is the most widely used substance in the world, its regular users comprise almost 80% of the population. The effects of using caffeine depend on a number of factors such as the type, intensity, and duration of physical work, and the dose of caffeine. In a particular population, 75% of adults in doing their daily routine spend as much as energy as when they do light exercise. Human body processes the ability to store extra energy. The stored energy will o utilized through decomposition of creatine phosphate into ATP and lipolysis, glycogenolysis ang gluconeogenesis. Caffeine is a competitive inhibitor of a receptor with ligand adenosine in adipocyte. Caffeine bounds to the receptor, but since it inhibits the adenosine effect, caffeine increases lipolysis. Caffeine along with lipolytic hormones (epinephrine, norepinephrine, glucagons and growth hormone) increases the levels of free fatty acids. Caffeine can increase the availability of oxygen through adenosine receptor blockade mechanism, which results in the disappearance of the pressing effect of adenosine against neurons of PreB6tzinger complex in the formation of breathing pattern, and it can increase breathing frequency. That condition makes caffeine known as a substance which can increase physical ability and reduce the level of fatigue.
Objective : To discover the effects of caffeine on the levels of free fatty acids, breathing frequency, and the level of fatigue.
Method : The research used the cross»over design in 8 males, conducted in two groups: the group receiving 3 mg/kg body weight and the control group receiving placebo. The levels of fatty acids and breathing frequency were measured prior to the procedure, after the procedure and after exercise. The level of fatigue was measured during exercise.
Results : After exercise, levels of free fatty acids in the group with the caffeine increased significantly than that in the group receiving placebo, the breathing frequency in the caffeine group increased but it was not significantly than that in the palcebo group, and the level of fatigue in the caffeine group was lower significantly than that in the placebo group.
Conclusion : The use of caffeine 3 mg/'kg body weight significantly increases the levels of free fatty acids after exercise and reduces level of fatigue during exercise. However, it does not cause a significant increase in the breathing frequency."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T33073
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Wijaya Puteri
"Kafein memiliki banyak kegunaan, salah satunya adalah diaplikasikan sebagai kosmetik. Namun, absorpsi kafein secara perkutan termasuk rendah, hanya 9% dan kafein bukan merupakan zat ideal untuk berpenetrasi melewati kulit karena merupakan material hidrofilik dengan log P -0,07. Ethosom dan dmsosom merupakan vesikel lipid hasil modifikasi dari liposom. Pemilihan ethosom sebagai vesikel dikarenakan ethosom dapat meningkatkan permeasi, memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan vesikel konvensional lainnya, dan telah banyak penelitian mengenai ethosom. Maka dari itu ethosom dipilih sebagai baku pembanding bagi dmsosom. Pemilihan dmsosom sebagai vesikel dikarenakan dmsosom merupakan vesikel baru dan belum banyaknya penelitian mengenai vesikel tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas antara ethosom dan dmsosom sebagai vesikel dalam meningkatkan penetrasi kafein. Metode lapis tipis digunakan untuk pembuatan ethosom dan dmsosom. Ethosom memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan dmsosom. Jumlah kumulatif penetrasi dari gel ethosom adalah 3.316,46 ± 218,51 μg/cm2, dengan nilai fluks sebesar 249.45 ± 30.06 μg cm-2 jam-1 dan persentase 62,35 ± 4,52 % sedangkan gel dmsosom memberikan jumlah kumulatif terpenetrasi 2954,95 ± 222,87 μg/cm2. dengan nilai fluks sebesar 381,68 ± 34,91 μg cm-2 jam-1 dengan persentase sebesar 53,4 ± 3,65 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan ethosom merupakan vesikel yang lebih baik dibandingkan dmsosom.

Caffeine has many functions. One of the function is applied as cosmetics. Nonetheless, percutant absorption of caffeine is very low (9 %) and caffeine is not a good substance when penetrating into the skin because it is a hidrophilic compound with a log P of -0,07. Ethosomes and dmsosomes are lipid vesicles created from modification of liposomes containing phospholipids and ethanol or dimethyl sulfoxide as the penetration enhancer. Ethosomes can increases permeation, has a small sized vesicle compared to conventional liposomes, and have many research, so ethosom chosen as the standard. Dmsosoms are considered a new vesicle and only few research are available about this vesicle, therefore they were chosen.
The purpose of this study is to compare the effectivity of ethosomes and dmsosomes as a vesicle to increase penetration of caffeine. Thin-filmed method is used to make the ethosomes dan dmsosoms. Based on this research, ethosomes have better characteristics compared to dmsosoms. The cumulative penetration of caffeine ethosome gel is 3316.46 ± 218.51 μg/cm2, with flux 249.45 ± 30.06 μg cm-2 jam-1 and percentage 62.35 ± 4.52 %. Cumulative penetration of dmsosom gel is 2954.95 ± 222.87 μg/cm2 with flux 381.68 ± 34.91 μg cm-2 jam-1and percentage 53.4 ± 3.65 %. Based on these results it can be concluded that ethosome is a better vesicle than dmsosome.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S62767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan metode penentuan kadar parasetamol dan kafein dalam obat dengan KCKT menggunakan fasa gerak KH2PO4--metanol-asetonitril-isopropil alkohol (42 : 2: 3: 3), laju alir 1 mL/menit, detektor UV panjang gelombang 215 nm dan kolom C18, yang dilakukan secara simultan. Uji validasi metode analisis kadar parasetamol dan kafein dalam tablet obat dengan KCKT dilakukan untuk memperoleh data validasi metode sehingga metode tersebut diketahui kelayakannya. Parameter-parameter validasi yang diuji meliputi linearitas, limit deteksi, limit kuantitasi, presisi, dan akurasi. Hasil yang diperoleh memiliki nilai waktu retensi lebih cepat daripada teknik simultan sebelumnya dengan menggunakan kolom C8. Semua parameter yang diuji memenuhi kriteria penerimaan yang telah ditetapkan oleh Association of Official Analytical Chemists. Untuk parasetamol mempunyai nilai koefisien korelasi (r) = 0,9997, limit deteksi 17,5867 mg/L, limit kuantitasi 53,2932 mg/L, presisi luas area 0,96% serta presisi konsentrasi analit 1,03% dan akurasi dengan persen perolehan kembali berkisar 100,22-102,36%. Sedangkan kafein mempunyai nilai koefisien korelasi (r) = 0,9999, limit deteksi 0,7567 mg/L, limit kuantitasi 2,2932 mg/L, presisi luas area 0,99% serta presisi konsentrasi analit 1,01% dan akurasi dengan persen perolehan kembali berkisar 90,03-92,98%."
541 JSTK 5:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Andiningsari
"Tingginya persaingan antar perusahaan jasa angkutan travel dengan trayek Jakarta-Bandung, berdampak pada kurangnya perhatian perusahaan pada kondisi stamina pengemudi travel. Apabila kondisi ini terus bekerlanjutan akan menimbulkan kelelahan kerja. Berdasarkan fakta yang berkembang, kelelahan yang terjadi pada pengemudi dikarenakan pengemudi kerap bekerja diatas jam kerja yang seharusnya dan tidak mendapat penghasilan yang tetap. Untuk itu melalui penelitian ini penulis bermaksud untuk melihat terjadinya kelelahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada salah satu perusahaan penyedia jasa angkutan travel yang ada di Jakarta dengan trayek menuju Bandung yaitu PT Batara Titian Kencana (X-Trans). Variabel yang diteliti, diantaranya dari faktor Internal (usia, IMT, kondisi fisik, dan masa kerja), Faktor eksternal (durasi mengemudi dan shift kerja), dan gejala-gejala kelelahan yang diukur berdasarkan Subjective Symptom Test (SST). Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dan menggunakan desain penelitian Cross-Sectional (potong lintang). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pengemudi X-Trans Jakarta, Tanggerang, dan Bekasi hanya mengalami kelelahan ringan dan hanya faktor kondisi fisik (kesehatan) dan masa kerja yang terdapat perbedaan proporsi dengan terjadinya kelelahan pada pengemudi travel X-Trans Jakarta tahun 2009.

The high competition among the transportation services Travel Company?s route from Jakarta to Bandung, made a lack of impact on the company's attention on the condition of drivers travel stamina. If this condition continues can made fatigue work. Based on the fact, fatigue that occurs because of drivers often work over work hours and that should not get a fixed income. Therefore, it is through this research the author intends to see the occurrence of fatigue and the factors that influence on one of the largest travel service providers who have transport in Jakarta, Bandung route towards the PT Batara Titian Kencana (X-Trans). Variables examined, including the Internal factors (age, BMI, physical condition, and the period of work), external factors (the duration of driving and shift work), and symptoms of fatigue are measured based on the subjective Symptom Test (SST). This research is quantitative observational and research design using a Cross-Sectional. Results of a research show the majority of drivers X-Trans Jakarta, Tanggerang, Bekasi, and only a mild reaction condition and the only physical factors (health) and the work that there are differences in proportion with the occurrence of fatigue on drivers travel X-Trans Jakarta in 2009."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Innes Marinda
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi kelelahan fisik pada pekerja PT. X. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2015 di PT. X. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner yang diisi secara mandiri, pengukuran antropometri, dan 24H food record dengan jumlah sampel 126 responden. Analisis data menggunakan uji Chi-square untuk melihat perbedaan proporsi antara variabel independen dengan variabel dependen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara asupan protein (P value =0,049), konsumsi air putih (P value=0,022), dan status merokok (P value=0,027) dengan kelelahan fisik. Sebaiknya perusahaan menyediakan botol untuk menampung urin, sehingga pekerja dapat mengukur warna urin dan mengetahui kecukupan konsumsi air putih selama bekerja.

This study aims to describe the proportional difference between fatigue, physical fatigue of worker in PT. X. This study is a quantitative study using cross-sectional study design. The data were collected in May-June 2015. The data were collected by using self-administered questionnaire, anthropometric measurement, and 24H food record involving 126 respondents. The data were analyzed using Chi-square test to describe the proportion difference between the independent variables and the dependent variables.
The result shows that t there are proportional differences between protein intake (P value=0,049), mineral water consumption (P value=0,022), smoking status (P value=0,027), and physical fatigue. The company is suggested to be more concerned regarding the menu in the canteen. Furthermore, the worker are suggested to be more active like increase their exercise frequency and routine by using the facilities in the company. The company should provide a bottle to accommodate the urine , so that workers can measure the color of the urine and aware of the sufficiency of white water consumption during work.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S60229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Yolanda
"Bus merupakan sarana transportasi publik yang masih menjadi pilihan masyarakat luas untuk menempuh perjalanan jarak dekat maupun jarak jauh karena biayanya yang relatif lebih murah. Kondisi pengemudi berperan penting dalam penyediaan pelayanan kebutuhan masyarakat akan transportasi ini. Pengemudi yang mengalami kelelahan dan tidak diatasi maka akan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu, survei ini bertujuan untuk melihat kelelahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang mungkin terjadi pada pengemudi Bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) Jurusan Jakarta-Solo. Variabel yang diteliti diantaranya faktor internal pengemudi (usia, jenis, IMT, kondisi fisik, masa kerja, waktu tidur) dan faktor eksternal pengemudi (durasi mengemudi, waktu kerja dan jadwal kerja). Kelelahan diukur menggunakan kuesioner berdasarkan gejala kelelahan subjektif.
Hasil survei menunjukkan sebagian besar pengemudi mengalami kelelahan ringan dan hanya sebagian kecil yang mengalami kelelahan sedang dengan durasi mengemudi dan kurangnya waktu tidur sebagai faktor yang berhubungan terhadap terjadinya kelelahan pengemudi Bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) Jurusan Jakarta-Solo.

Bus is still the popular choice of mass public transport for common people to travel in short or long distance, because the fare is relatively cheap. And the driver's condition plays important role in the presentation of this mass public transportation service. The unrested fatigue will increase the possibility of accident to occur, therefore this survey dedicated to review this fatigue and the all the influencing factor that will likely to happen and affect the driver of City bus between Jakarta and solo.The variable that will be reviewed is the driver's internal factor (age, types of imt, physical condition, years of work, sleep time) and the drivers external factor (driving duration, work hour and work schedulle) fatigue is measured with a questionaire based on subjective fatigue symptoms.
The survey results shows that most drivers only suffer minor fatigue and only a few suffer medium fatigue with drivings duration and lack of rest time as the influencing factor of this fatigue to affect the jakarta-solo bus driver.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kafein merupakan salah satu zat yang terkandung dalam berbagai minuman yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dan prevalensi pengguna zat ini juga tidakiah sedikit. Minuman ini sudah terbukti mempunyai efek meningkatkan semangat seseorang dalam melakukan aktivitas, namun di sisi lain terdapat pula efek negatifnya bagi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidenfifikasi ada/tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang efek kafein bagi kesehatan dengan penggunaan kafein dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan di RW 04 KeI. Pondok Cina Kec. Beji, Kota Depok pada tanggal 9 Mei 2008. Metode yang digunakan adalah korelasi, dengan jumlah sampel sebanyak 106 orang yang diambil secara proposive sampling. Hasil penelitian adalah tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang efek kafein bagi kesehatan dengan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari (p Value = 0,200; α = 0,05). Hal ini berarti tingkat pengetahuan masyarakat tidak mempengaruhi perilaku konsumsinya.
Kata kunci: efek, kafein, kesehatan, minum"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5650
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zubaidah
"Tesis ini membahas efek modifikasi status hidrasi dengan memperhitungkan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada petugas ground handling di Bandara Soekarno Hatta. Yang sering terpajan panas dalam waktu lama, yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kelelahan. Lestari (2016) dalam penelitiannya menyatakan iklim kerja yang panas dan melebihi NAB dapat meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi.  Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, 219 responden yang bekerja di dalam Gedung dan apron. Status hidrasi diukur menggunakan berat jenis urin, IMT diukur dengan berat badan dan tinggi badan, dan kelelahan diukur menggunakan kuisioner IFRC. Hasil penelitian 63,5% responden mengalami kelelahan berat dan 36,5% mengalami kelelahan ringan. 70,3% pekerja memiliki status hidrasi yang baik, sementara 29,7% mengalami dehidrasi. 58,9% responden obesitas dan sisanya 41,1% tidak obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara status hidrasi terhadap kelelahan kerja (p-value 0,340), ada hubungan signifikan antara IMT dengan kelelahan (p-value 0,014). Ada interaksi antara status hidrasi dengan IMT. Analisis multivariat menyatakan ada hubungan signifikan antara efek modifikasi status hidrasi dengan memperhitungakan IMT terhadap kelelahan (p-value 0,022 dan cOR 1,184). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh status hidrasi terhadap tingkat kelelahan kerja bergantung atau bervariasi menurut status IMT, sehingga diketahu nilai OR pada IMT obesitas (kode 1) adalah 1,46. Artinya responden yang obesitas dengan status dehidrasi berisiko 1,46 kali lebih tinggi pada responden yang mengalami kelelahan berat dibandingkan dengan status euhidrasi setelah dikontrol oleh faktor risiko terkait pekerjaan dan faktor risiko tidak terkait pekerjaan.

This thesis discusses the effect of hydration status modification considering Body Mass Index (BMI) on ground handling workers at Soekarno Hatta airport. Those worker are often exposed to prolonged heat, which can cause dehydration and fatigue. Lestari (2016) stated that a hot working climate exceeding TLV can increase the risk of dehydratin. This cross-sectional study involved 219 respondents working inside buildings and the apron. Hydration status was measured using urin specific gravity; BMI was measured with weight and height; and fatigue was measured using the IFRC questionnaire. The result showed that 63,5% of respondents experienced severe fatigue and 36,5% experienced mild fatigue; 70,3% of workers had good hydration status, while 29,7% were dehydrated; 58,9% of respondents were obese and the remaining 41,1% were not obese. Statistical analysis results showed no significant relationship between hydration status and work fatigue (p-value 0,340), but there was a significant relationship between BMI and fatigue (p-value 0,014). There was an interaction between hydration status and BMI. There was also a significant relationship between the effect of hydration status modification considering BMI on fatigue (p-value 0,022 amd cOR 1,184). This shows that the impact of hydration status on the level of work fatigue varies depending on BMI status. The OR value for obese BMI (code 1)was 1,46; meaning that obese respondents with dehydration were 1,46 times more likely to experience severe fatigur compared to respondents with good hydration status, after controlling for work-related and non-work-related risk factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Verena Jerissia Murtagh
"Kanker paru menyebabkan sekitar 20% dari seluruh kematian terkait kanker. Kafein merupakan zat psikoaktif yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, kafein ditemukan sebagai molekul aktif di daerah selain otak, yang efeknya sangat bervariasi, dan belum sepenuhnya dipahami. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kafein dapat digunakan dalam pengobatan medis; kafein juga ditemukan meningkatkan ekspresi gen hTERT pada sel MCF-7 dan Hep-G2. hTERT adalah gen yang bertanggung jawab atas regulasi protein hTERT, yang dapat memanjangkan telomer melalui telomerase, suatu enzim yang banyak terdapat pada tumor kanker. Panjang telomer tidak hanya relevan dalam bidang kanker, tetapi juga dalam bidang anti-aging, dalam konteks penyakit degeneratif seperti Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) atau Penyakit Alzheimer (AD). Penelitian ini menyelidiki hubungan antara kafein dan gen hTERT, untuk mengetahui bagaimana kafein mempengaruhi panjang telomer untuk penyakit tersebut. Metode yang digunakan meliputi Reverse Transcriptase Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) untuk mendeteksi ekspresi gen hTERT, dan Uji Trypan Blue untuk mendeteksi viabilitas sel. Sel A549 diberi perlakuan dengan bubuk kafein yang diencerkan dalam Phosphate Buffered Saline (PBS) selama 24 jam, dengan konsentrasi antara 0,5; 1; 2; 3; & 5 mM. Hasil qRTPCR menunjukkan ekspresi hTERT meningkat setelah perlakuan sebesar 0,5; 2; dan 3 mM kafein, namun menurun setelah pengobatan dengan 1 dan 5 mM kafein. Uji Trypn Blue menunjukkan bahwa viabilitas sel A549 setelah diberi perlakuan kafein menghasilkan peningkatan kematian sel yang stabil seiring dengan peningkatan dosis (dose-dependent). Kafein menurunkan viabilitas sel kanker paru dan mempengaruhi ekspresi gen hTERT.

Lung cancer causes around 20% of all cancer-related deaths. Caffeine is a psychoactive substance widely consumed by the public. In the past years, caffeine has been found to be an active molecule in areas other than the brain, of which the effects vary widely, and are not yet fully understood. Previous research has shown that caffeine can be in medical treatment; caffeine has also been found to increase the expression of the hTERT gene in MCF-7 and Hep-G2 cells. hTERT is the gene which regulates the hTERT protein, which in turn can elongate telomeres by way of telomerase, an enzyme abundant in cancer tumours. The length of telomeres is not only relevant in the field of cancer, but also in the field of anti-aging, in the context of degenerative diseases such as Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) or Alzheimer's Disease (AD). This study investigates the connection between caffeine and the hTERT gene, so that the modification of telomeres by caffeine may be further understood. Methods used include Reverse Transcriptase Quantitative Real- Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) for detecting hTERT gene expression, and the Trypan Blue Assay for detecting cell viability. A549 cells were treated with caffeine powder for 24 hours, with concentrations between 0,5; 1; 2; 3; & 5 mM. qRT-PCR results showed that hTERT expression increased after treatment with 0,5; 2; and 3 mM of caffeine, however, decreasing after treatment with 1 and 5 mM caffeine. Caffeine lowers lung cancer cell viability and affects hTERT gene expression"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudi Astono
"Sikap kerja berdiri mempengaruhi kelelahan kerja. Hal ini diakibatkan oleh kontraksi statis otot penyangga tubuh yang terjadi bila tinggi meja kerja tidak sesuai dengan tinggi siku tenaga kerja.
Telah dilakukan penelitian dengan hasil bahwa terdapat hubungan antara kesesuaian tinggi meja dengan terjadinya kelelahan pada tenaga kerja dengan sikap kerja berdiri di bagian assembling pada salah satu perusahaan accu di Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan "studi kros seksional" dan sampel penelitian diambil dari seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 115 orang, dimana sampel yang memenuhi kriteria sebanyak 98 orang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesesuaian tinggi meja dan tinggi siku tenaga kerja dengan terjadinya kelelahan pada tenaga kerja dengan sikap kerja berdiri dan untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi kelelahan kerja. Untuk mengetahui sesuai tidaknya tinggi meja kerja dengan tinggi siku tenaga kerja, dilakukan pengukuran tinggi meja dan tinggi siku tenaga kerja kemudian dibandingkan dengan nilai standar. Untuk mengukur adanya kelelahan dilakukan dengan metoda flicker fusion test dengan menggunakan alat digital flicker fusion apparatus. Kelelahan diukur setelah tenaga kerja bekerja selama 4 jam, sebelum tenaga kerja istirahat.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa dari 98 subyek yang diteliti, sebanyak 45.9 % tenaga kerja dengan sikap kerja berdiri mengalami kelelahan. Terdapat hubungan bahwa subyek penelitian yang tinggi meja kerjanya tidak sesuai dengan tinggi sikunya, lebih besar kemungkinan untuk mengalami kelelahan, dengan uji statistik yang bermakna p 0.00 OR 7.44; CI 2.52-8.29). Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kelelahan kerja pada sikap kerja berdiri adalah umur tenaga kerja, Hb darah, kebiasaan o1ah raga dan kebiasaan merokok.

The Appropriateness of Deskwork Height and Fatigue in Working on Standing PositionWorking on standing position influences work fatigue. It involves a great deal of static contraction of the body buffer of muscles that will occur if the deskwork height is not appropriated as worker's elbow height.
In an assembling division of a battery company in Jakarta, It has been examined that there is a correlation with the appropriateness of the height of the deskwork and work fatigue. The study was done withCross Sectional Study and the sampel taken from the whole population is 115 people, but those who can comply the criteria are 98 people.
The objectives of the study are to find out the correlation between the appropriteness of the deskwork height and the worker's elbow height with work fatigue on standing position and to find out other factors that influence work fatigue. Thus, the researcher measured and compared them with standard value. The fatigue measuring was carried out with Flicker function test method and used digital fusion apparatus. The fatigue have measured after 4 hours working before take a rest.
From 98 subject, found 45.9 % workers with standing position get fatigue. There is significant correlation between the work fatigue and the appropriatness of deskwork height. The workers that have not the deskwork height appropriateness with elbow height, more probable to get work fatigue p O.00(OR 7.44; CI 2.52-8.29). The other factors that influence to work fatigue on standing position are worker's age, level of hemoglobin (Hb), physical exercise and smoking habit.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>