Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169295 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Hubungan interpersonal merupakan salah satu ciri khas kualitas kehidupan manusia karena
sudah menjadi sifat kodrat bahwa manusia adalah makhluk monodualis yang memiliki sifat makhluk
individu dan sosial. Dalam banyak hal, manusia memerlukan keberadaan orang lain untuk saling
memberi perhatian, membantu, mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan
kehidupan. Sejak bayi, manusia sudah memerlukan individu Iain, hingga saat individu memasuki
masa usia lanjut pun, individu akan merasa hidupnya "Kaya" dengan kehadiran individu-individu lain
yang memperhatikan dirinya (Papalia dan Olds, 1995; Grothberg, 1999).
Seinng berlambahnya usia, banyak lanjut usia yang sudah ditinggalkan oleh pasangan
hidupnya. Selain itu, banyak juga Ianjut usia yang mengalami sangkar kosong (empty nest) karena
ditinggalkan anak-anaknya yang pergi untuk melanjutkan pendidikan atau bekerja. Akibatnya, lanjut
usia mengalami kesepian. Akan tetapi bagi sebagian lanjut usia, hal tersebut tidak menjadi masalah
karena ia berusaha memanipulasi Iingkungan secara aktif dan konstrulctif melalui aktivitas tisik,
sosial, dan mental (Ryff, 1989). Dengan mengikuti aktivitas sosial, individu lanjut usia memiliki
kesempatan untuk manialin hubungan interpersonal dengan individu-individu Iain yang sebaya
dengan dirinya.
Keinginan untuk mencari teman yang sebaya dengan dirinya merupakan karakteristik Khas
pada masa usia lanjut (Schell, 1975; Carstensen, 1992). Hal ini dikarenakan terjadinya proses saling
tukar pengalaman melalui suclut pandang yang sama sehingga timbul perasaan dimengerli dan
didukung (Atwater, 1983; Craig, 1986; Ebersole dan Hess, 1990), aldbatnya dukungan emosi yang
sangat dibutuhkan pada masa tua dapat terpenuhi (Antonucci dan Akiyama dalam Quadagno, 2002).
Dari berbagai penelitian juga dikelahui bahwa tersedianya sumber dukungan dapat berguna sebagai
Stress bufer (Thoits, 1985; Lin dkk., 1986; Cohen dan Willis, 1985 dalam Briselte, Carver, dan
Scheier, 2002). Pertemanan dengan individu sebaya juga dapat mempertahankan kemampuan
individu lanjut usia untuk menyesuaikan diri dengan baik terhadap stress masa tua (Lowenlhal dan
Haven dalam Schell, 1975; Berkman dalam Birnan dan Schaie, 1990; Zander, 1990). Adanya teman
pada masa tua juga dapat memperpanjang usia (Steinbeck, 1992 dalam Papalia dan Olds, 1995).
Hal ini dapat terjadi karena individu lanjut usia yang memiliki teman akan merniliki sudut pandang
yang positif terhadap kehidupan, yang akhimya akan meningkatkan kualitas hidupnya (Reitch dan
Zautra, 1981 dalam Dwyer, 2000).
Lebih jauh dijelaskan oleh Carstensen (1992) bahwa cara terbaik dalam memilih teman
sebaya adalah dengan memperlahankan hubungan dengan teman-teman Iamanya. Lingkungan
tempat tinggal menjadi sarana yang memadai bagi para Ianjut usia untuk mempertahankan hubungan
dengan teman-teman Iama yang sebaya dengan dirinya. Hal ini clikarenakan mereka telah saling
mengenal sejak lama sehingga resiko tenadinya selisih paham dapat diminimalkan, sorta sudah
terbeniuknya social involvement dan mutual help (Adams dalam Papalia dan Olds, 1995). Oleh
karenanya, tempat tinggal dan rasa memiliki temadap lingkungan sekitamya memiliki pengaruh yang
cukup signiikan bagi psychological well being kaum Ianjut usia (Crown clan Longino dalam Tumer
dan Helms, 1987; Datan dan Lohman dalam lndati, 1992; Quadagno, 2002).
Peneliti menggunakan teori psychological well being yang clikemukakan oleh Ryfl (1989).
Aclapun dimensi-dimensi psychological wellbeing dari Rylf (1989) adalah penerimaan diri, hubungan
dengan individu lain, kemandirian, penguasaan lingkungan perlumbuhan pribadi, dan tujuan hidup.
Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being adalah faklor evaluasi lerhadap
pengalaman kehidupan, dan faktor dukungan sosial.
Salah satu altematif yang dapat dilakukan Ianjut usia untuk menyaluikan kebutuhan
sosialisasi mereka adalah dibentuknya perkumpulan lansia. Peneliti tenarik untuk mengetahui ada
lidaknya gambaran psychological well being pada individu Ianjut usia yang al-clif dan tldak al-ctif dalam
aktivitas sosial sesuai teori yang dikemukakan Neugarten, Havighurst, dan Tobin (1961 dalam Ryff,
1909). Ketertarikan peneliti semakin dalam saat membaca kurangnya penelitian mengenai lanjut usia
di bidang psikologi konseling (Fassinger dan Schlossberg, 1992; Gelso dan Fassinger, 1990 dalam
Hanson dan Minlz, 1997). Padahal hasil sensus menunjukkan bahwa dewasa ini, 1 dari 10 orang
yang ada di dunia berusia di atas 60 tahun. Data statistik terakhir yang dikeluarkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa mamperlihatkan bahwa jumlah orang yang bemsia di alas 60 tahun diperkirakan
berjumlah sekitar 605 juta jiwa. Diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, yakni sekitar 1,2 milyar jiwa
di tahun 2025. Di negara-negara berkembang jumlah Ianjut usia mencapai hampir % dari jumlah yang
diprediksikan tersebut (Jurnal Perempuan, Oktober 2003). Adapun Indonesia diperlrirakan akan
menjadi negara ketiga terbanyak dalam jumlah Ianjut usia setelah China dan Amerika. Pada tahun
2000 jumlah lanjut usia di indonesia sekitar 15,3 juta jiwa (Majalah Selip, April 2001 dalam Wakhida
dkk, 2002). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian Studi Kasus untuk
menjawab pem1asalahan dalam penalitian ini.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa individu Ianjut usia
yang aktif dapat menoapai psychological well being, dan individu yang tidak lagi aktif tidak dapat
memenuhi dimensi kemandirian, penguasaan lingkungan, perlumbuhan pribadi, dan mengalami
kesulitan untuk memaknai keberadaannya atas kehidupan yang sudah dijalani.
Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya digunakan lebih banyak subjek dengan latar
belakang yang Iebih beragam sehingga didapalkan gambaran yang Iebih bervariasi, triangulasi data
clan triangulasi melodologi, serta studi Iiteralur buku mengenai psychological well being yang Iebih
banyak
Saran praktis dari peneliti untuk palugas instansi terkait yang mangumsi masalah posyandu
Ianjut usia, hendaknya memberi perhatian seoara lebih baik sehingga dukungan sosial yang
clibutuhkan benar-banar dapat dirasakan oleh Ianjut usia yang ada dalam kelompok binannya, dan
juga buatlah inovasi-inovasi dalam membuat program kegiatan, Selain ilu, Sosialisasi kepada
masyarakat mengenai pentingnya aktivitas di usia tua sahlngga masyarakat tidak terjebak dengan
stereotipi bahwa masa tua adalah masa untuk menjauhkan diri dari berbagai aktivitas sosial. Yang
tidak kalah panting, untuk keluarga yang memiliki lanjut usia hendaknya momberi kesempatan
kepada lanjut usia untuk letap aktif di masa tuanya. Keluarga dapat membantu dengan menyediakan
informasi mengenai organisasi Ianjut usia yang dapat dimasuki oleh orang tuanya. Lalu, untuk Ianjut
usia yang lidak aklif tetap dijaga silaturahminya sehingga ia merasa tetap memiliki teman, khususnya
pada Ianjut usia yang tidak dapat aktif karena alasan kesehatan. "Tidak ketinggalan, untuk pralansia
sebaiknya mempersiapkan diri secara baik agar tetap dapat aktif di usia tua, misal dengan mulai rajin
olah raga atau menjaga pola makan. Intinya, kembangkan gaya hidup sehat sedini mungkin. Jangan
lupa untuk banyak mencari informasi mengenai lanjut usia sehingga tidak adanya kekagetan bila
nantinya menghadapi berbagai perubahan yang dialami, dimana hal ini dapat dilakukan dengan
banyak terlibat pada aktivitas sosial sehingga saling belajar dari anggota lain."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syazka Kirani Narindra
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran hubungan surat terimakasih dan subjective well being pada emerging adult. Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 4 sesi dan dalam tiga sesi dengan 38 partisipan tersebut diminta untuk menuliskan surat terimakasih kepada individu yang dianggap penting. Surat terimakasih dituliskan secara ekspresif, reflektif, orientasi positif dan tidak basa-basi. Partisipan kemudian ditanyakan apakah mau untuk mengirim surat atau tidak dan kepada siapa surat tersebut dikirim. Subjective well being terdiri atas simptom depresi, rasa syukur, kebahagiaan dan kepuasan hidup. Gratitude Questionnaire 6 untuk mengukur rasa syukur, Beck Depression Inventory untuk mengukur simptom depresi, Subjective Happiness Scale untuk mengukur kebahagiaan dan Satisfaction With Life Scale untuk mengukur kepuasan hidup.
Berdasarkan hasil pengukuran repeated measured ANOVA diketahui bahwa skor simptom depresi memiliki hubungan dengan surat terimakasih (F=6.12, p<0.001) namun tidak signifikan pada kebahagiaan, rasa syukur dan kepuasan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara surat terimakasih dan subjective well being pada emerging adult. Ditemukan terdapat hubungan surat terimakasih dan simptom depresi pada emerging adult.

This research purposed to examine the description of relationship between thank you letter and subjective well being on emerging adult. This research conducted in 4 sessions, during the first three session with the 38 participants, the participants were asked to write down a thank you letter to those who is matters to them. The letter should be written in an expressive, reflective, positive oriented and non-trivial. Participant then asked if they want to send the letter or not and were asked to whom the letter was sent. Subjective well being consists of depressive symptoms, gratitude, happiness and life satisfaction. Gratitude Questionnaire 6 to measure gratitude, Beck Depression Inventory to measure depressive symptoms, Subjective Happiness Scale to measure happiness and Satisfaction With Life Scale to measure life satisfaction.
The results showed that there are a significant relationship between depressive symptoms and thank you letter (F= 6.12, p<0.001) but there are no significant relationship between happiness, gratitude and life satisfaction with thank you letter. This shows that there are no relationship between thank you letter and subjective well being on emerging adult. There are relationship between thank you letter and depressive symptoms on emerging adult.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Ayu Puspita Sari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perceived social support memoderasi hubungan antara distres psikologis dan kesejahteraan psikologis. Partisipan dalam penelitian ini adalah emerging adults Indonesia berusia 18-25 tahun berjumlah 828 partisipan. Hasil pengolahan data menggunakan teknik analisis regresi menunjukkan bahwa perceived social support tidak memoderasi hubungan antara distres psikologis dan kesejahteraan psikologis, β = 0.0016, t(828) = 0,66, p>0,5, yang berarti perceived social support tidak memperkuat atau memperlemah hubungan antara distres psikologis dan kesejahteraan psikologis. Namun, jika dilihat secara terpisah, ditemukan bahwa distres psikologis secara signifikan dapat memprediksi kesejahteraan psikologis, β = - 0.27, t(828) = -15.05, p<0.05. Selain itu, perceived social support secara signifikan dapat memprediksi kesejahteraan psikologis, β = 0.51, t(828) = 11.65, p<0.05.

This study aims to determine whether perceived social support moderates the relationship between psychological distress and psychological well-being. Participants in this study were Indonesian emerging adults aged 18-25 years totaling 828 participant. The results of data processing using regression analysis techniques show that perceived social support does not moderate the relationship between psychological distress and psychological well-being, β = 0.0016, t (828) = 0.66, p> 0.5, which means perceived social support does not strengthen or weaken the relationship between psychological distress and psychological well-being. However, when viewed separately, it was found that psychological distress could significantly predict psychological well-being, β = - 0.27, t (828) = -15.05, p <0.05. In addition, perceived social support can significantly predict psychological well-being, β = 0.51, t (828) = 11.65, p <0.05."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aswin Hardi
"COVID-19 berdampak sangat signifikan pada kehidupan banyak orang dan mungkin memiliki efek buruk pada kesehatan mental. Kesejahteraan psikologis perawat menjadi perhatian utama di masa COVID-19. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan sosial dan strategi koping dengan kesejahteraan psikologis perawat. Desain penelitian ini cross-sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dengan jumlah 147 perawat. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dukungan sosial MSPSS (Multidimentional Scale of Perceived Social Support), strategi koping Ways of Coping dan kesejahteraan psikologis RSPWB (Ryff’s Scale of Psychological Well-Being). Analisis univariat, bivariat menggunakan uji chi square dan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan 49,7% kesejahteraan psikologis rendah dan 50,3% tinggi; 83,7% tingkat dukungan sosial yang tinggi dan 97,3% strategi problem focused coping. Tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan psikologis (p 0,110), namun perawat yang mempersepsikan dukungan sosial tinggi mempunyai peluang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi 2 kali dibandingkan perawat yang mempersepsikan dukungan sosial sedang setelah dikontrol variabel jenis kelamin (OR 2,354). Tidak ada hubungan strategi koping dengan kesejahteraan psikologis perawat (p 0,366). Perawat dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis dengan cara pengembangan profesional berkelanjutan tenaga keperawatan seperti melanjutkan pendidikan keperawatan ke jenjang yang lebih tinggi dan pelatihan berorientasi kognitif-perilaku serta mengikuti program berbasis kesadaran.

COVID-19 has had a very significant impact on the lives of many people and may have adverse effects on mental health. Nurses' psychological well-being is a major concern during COVID-19. The purpose of the study was to identify the relationship between social support and coping strategies with nurses' psychological well-being. This research design is cross-sectional. Sampling used a total sampling technique with a total of 147 nurses. Data collection used the MSPSS (Multidimentional Scale of Perceived Social Support) social support questionnaire, Ways of Coping coping strategies and RSPWB (Ryff's Scale of Psychological Well-Being) psychological well-being. Univariate analysis, bivariate using chi square test and multivariate analysis using multiple logistic regression test. The results showed 49.7% low psychological well-being and 50.3% high; 83.7% high level of social support and 97.3% problem focused coping strategy. There was no relationship between social support and psychological well-being (p 0.110), but nurses who perceived high social support had 2 times the chance of having high psychological well-being compared to nurses who perceived moderate social support after controlling for gender variables (OR 2.354). There was no relationship between coping strategies and nurses' psychological well-being (p 0.366). Nurses can improve psychological well-being by means of continuous professional development of nursing personnel such as continuing nursing education to a higher level and cognitive-behavioral oriented training and participating in mindfulness-based programs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ribka
"Perubahan psikososial dan psikologi yang terjadi pada masa remaja membuat remaja rentan mengalami masalah kesehatan. Resiliensi dianggap sangat menentukan bagaimana remaja menghadapi setiap stresor dan kesulitan hidup. Faktor-faktor yang berkontribusi pada tingkat resiliensi merupakan kunci dalam perkembangan dan kesejahteraan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari kelekatan orang tua dan teman sebaya, stres, koping proaktif, regulasi emosi, dukungan sekolah, spiritualitas, dan kondisi ekonomi terhadap resiliensi remaja. Penelitian menggunakan desain cross sectional kepada 269 responden SMP dan SMA di Kota Depok yang diambil berdasarkan cluster random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner Connor-Davidson Resilience Scale dalam mengukur resiliensi responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parent attachment (p=0,001;CI 95%), peer attachment (p=0,001;CI 95%), regulasi emosi (p=0,001; CI95%), spiritualitas (p=0,018;CI 95%), dukungan sekolah (p=0,001;CI 95%), koping proaktif (p=0,001;CI 95%), dan stres (p=0,001;CI 95%) mempengaruhi resiliensi remaja. Penelitian ini merekomendasikan sekolah untuk dapat memaksimalkan upaya membangun resiliensi dengan mengadakan 

Psychosocial and psychological changes during adolescence make adolescents vulnerable to health problems. Resilience is considered to determine how adolescents deal with each stressor and difficulties. Factors that contribute to resilience are considered as the key in the development dan well-being. This study is aimed to identify the effects of parent and peer attachment, stress, proactive coping, emotional regulation, school support, spirituality, and economic status on adolescent resilience. Research was conducted using cross sectional design to 269 junior and senior high school respondents in Depok approached with cluster random sampling. The study used the Connor-Davidson Resilience Scale questionnaire to measure resilience. The results showed parent attachment (p=0,000;CI 95%), peer attachment (p=0,000;CI 95%), emotion regulation (p=0,000;CI 95%), spirituality (p=0.018;CI 95%), school support (p=0,000;CI 95%), proactive coping (p=0,000;CI 95%), and stress (p=0,000;CI 95%) affect adolescent resilience. This study recommends that schools can maximize efforts to build resilience by holding regular counseling related to factors that increase resilience."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Irene Natalia
"Penelitian ini bertujuan untuk mempcroleh gambaran kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dari wanita Iajang yang berkarir. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Karakteristik subjck dalam penelitian ini adalah wanita berstatus lajang, berkarir yang herusia 28-40 tahun. Basil penyelidikan menunjukkan bahwa wanita lajang yang berkarir memiliki kesejahteraan psikologis yang tcrgolong cukup baik. Aninya, wzmita lajang dalam pcnclitian ini dapat mcnerima kekuatan dan kelemahan did apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengcmbangkan potensi cliri secara berkclanjulan, mampu untuk mcngarahkan tingkah laku scndiri, mampu mengalur Iingkungan, dan mcmiliki tujuan dalam hidup. Adapun dimensi pertumbuhan diri (personal growth) menunjukkan hasil yang paling tinge
The objective of this research is to capture a description of psychological well-being among single career women. The method applied in this research is quantitative. Characteristic of subject in this research is single women, with age ranging iiom 28 to 40 years old. Research result indicates that single career women have psychological well being that can be categorized as good). It can be interpreted that single women in this research accept both their strength and weakness as they are, maintain positive relationship with other individuals, capable of continuously developing their potential, of directing her own attitude/behavior, of putting order into their environment and have a sense of direction and purpose in life. Among others, 'personal growth' dimension yields the highest score."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Septiani
"Penelitian ini membahas mengenai gambaran psychological well-being pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan keadaan populasi tertentu dengan menganalisis data yang diolah menggunakan perhitungan statistik. Responden dalam penelitian ini adalah 112 orang remaja berusia 11 sampai 21 tahun yang tinggal di panti asuhan. Pengukuran psychological well-being dilakukan menggunakan Ryff’s Scales of Psychological Well-Being yang berjumlah 18 item.
Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata psychological well-being seluruh responden sebesar 80,79 (SD=8,604). Dimensi psychologicial well-being yang menonjol adalah dimensi personal growth, sedangkan dimensi dengan skor paling rendah merupakan dimensi positive relations with others. Selanjutnya berdasarkan analisis tambahan ditemukan perbedaan yang signifikan antara skor psychological well-being remaja yang tinggal di panti asuhan dengan sistem asrama dan sistem cottage.

This research aims to depict psychological well-being in adolescents who live in orphanage. This is a descriptive research with a quantitative approach. Respondents of this research are 112 adolescents aged 11 to 21 years old who live in orphanage. The instrument that is used to measure psychological well-being is Ryff’s Scales of Psychological Well-Being which consists of 18 items.
The result shows that the mean score of psychological well-being is 80,79 (SD=8,604). The most prominent dimension is personal growth, while the dimension with the lowest score is positive relations with others. Furthermore, this research found a significant difference between respondents who live in orphanage with boarding system and cottage system.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Meutia
"Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang hubungan antara kesehatan Hsik dan mental, mcndorong munculnya prograrn olahraga yang mcnawarkan lebih dari sekedar aktivitas tisik, terutama di Jakarta. Salah satunya adalah yoga yang mana diketahui memitiki dampalc positif pada kondisi psychological well-being (PWB) seseorang (Oken, Zajdel, Kishiyama, Flegal, et.a1, 2006). PWB adalah usaha pencapaian potensi psikologis, yang terdiri dari dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan Iingkungan, tujuan hidup serta perkembangan pribadi (Ryf£ 1989). Penelitian ini berusaha melihat gambaran PWB pada 3 orang instruktur yoga.
Dari penelitian kualitatif ini diketahui bahwa semua subyek mencerminkan adanya penerimaan terhadap keadaan diri; adanya hubungan yang hangat dan memuaskan dengan orang lain; mampu untuk menguasai keadaan lingkungan; memiliki tujuan hidup; sena menilai diri sebagai individu yang tumbuh dan berkembang. Sementara itu diketahui pula bahwa tidak semua subyek menunjukkan adanya kemandirian (otonomi) dalam berpe1ilaku_ Peran yoga dalam gambaran PWB instrulctur yoga terlihat menonjol pada dimensi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup Serta perkembangan pribadi. Sedangkan lama seseorang menjadi instruktur yoga tampak tidak terlalu berperan untuk mencapai kondisi PWB yang lebih baik.

Yoga has become one of the most popular exercise training in big cities, especially in Jakarta. Mainly, this is because the rise of people awareness on the connection of mind and body on one’s mental health. it makes yoga become an exercise program which explore more than physical activity. Yoga has positive effect in one’s psychological well-being (Oken, Zajdel, Kishiyama, Flegal, et.al, 2006). Psychological well-being (PWB) concerned on formulations of human development and existential challenges of life. PWB include 6 psychological dimensions of challenged thriving, that is selfiacceptance; positive relation with others; autonomy; environmental mastery; purpose in life; and personal growth (Ryffl 1989). This study is focus on psychological well-being of 3 yoga instructor.
From this qualitative study, can be concluded that every participant has positive attitude toward selil positive relation with others; sense of mastery and competence in managing the environment; has goals in life; and sees self as growing and expanding individual. This study also found that not every participant is self-detennining and independent. Yoga itself has brought great impact in PWB especially on self-acceptance, positive relation with others, purpose in life, and personal growth. Meanwhile, the length of period one’s become yoga instmctor doesn’t correlates on one’s PWB condition.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34200
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Luisa Larasati
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran psychological well being pada mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia dan Singapura. Untuk pengumpulan datanya, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuisioner dan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara. Pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 99 mahasiswa Indonesia yang kuliah di Australia dan Singapura, yang berusia 17-25 tahun. Penelitian ini menggunakan alat ukur Ryff's Scale of Psychological Well Being yang telah diadaptasi oleh payung Psychological Well Being 2010 dan 2011. Hasil dari penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan pada skor mean psychological well being pelajar Indonesia yang kuliah di Australia dan Singapura.

This research was conducted to see the description of psychological well being of Indonesian college students currently studying in Australia and Singapore. To collect the data, this research used quantitative approach using questionnaire and qualitative approach using interview. The data then processed using descriptive statistic technique. The participants are 99 Indonesian college students studying in Australia and Singapore aged 17-25 years old. This research was using Ryff's Psychological Well Being Scale adopted from previous research by psychological well being group of researcher 2010 and 2011. The result shows significant differences of mean score psychological well being of Indonesian college students studying in Australia and Singapore."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>