Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152029 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martuti Kuntoro
"ABSTRAK
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar menjadi komponen esensiai dalam banyak kegiatan hidup. Semakin meningkatnya persaingan di tengah era globalisasi seperti saat ini dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, semakin banyak pula tuntutan terhadap siswa terutama dalam bidang matematika, Hal ini seringkali membuat matematika dianggap sebagai pelajaran yang maha penting oleh siswa., sehingga seringkali menyebabkan timbulnya kecemasan matematika (math anxiety) dalam diri siswa. Kecmasan matematika dapat disebabkan oleh banyak faktor, Flett, Greene, dan Hewitt (2004), menuujukkan adanya hubungan antara self-oriented peifectionism dengan rasa takut yang disebabkan oleh ketakutannya sendiri {anxiety sensitivity), sehlngga siswa yang menetapkan standar tinggi bagi dirinya sendiri sering merasa tidak puas hila tidak mencapai kesempurnaan dan mereka juga seringkali merasa cernas, terutama pad a bidang yang menuntut konsentrasi tinggi seperti matematika. Selain itu, Croley (2003) menyatakan bahwa orang tua yang tidak memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas matematika dan mempunyai tuntutan yang tidak realistis terhada:p kemampuan matematika siswa juga dapat meniugkatkan kecemasan maternatika. Namun, Flett, Hewitt dan Singer (1995) menemukan bahwa bentuk pola asuh orang tua yang otoritarian yaitu orang tua yang terlalu menuntut dan menekankan kepatuhan menyebabkan socially-prescribed perfectionism (perfeksionisme yang ditentukan oleh lingkungan, seperti persepsi seseorang tentang apa yang diharapkan oleh !ingkungan atau masyarakat, termasuk orang tua mereka, terbadap diri mereka). Dalam penelitiannya yang bersifat kualitatif, Croley (2003) juga menemukan babwa karakteristik kepribadian guru dan ketidakmarnpuannya da!am mendidik dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dalam diri siswa melebihi faktor~faktor ekstemal Jainnya. Untuk memperjelas hubungan antara variabel perfeksionisme siswa, pola asuh orang tua dan karakteristik guru terhadap kecemasan matematika dan untuk melihat kontribusi terbesar ketiga variabel tersebut secara keseluruhan, dHakukan penelitian yang bersifat kuantitatif dl dua jenis sekolah, yairu SMP Negri dan SMP Swasta dengan menggunakan kuesioner yang diherikan kepada 261 siswa sekolah menengah pertama. HasH penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan perfeksionisme siswa dan pola asuh orang tua tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecemasan matematika, sedangkan yang mempunyai hubungan sangat signifikan adalall karaktelistik guru. Namun hasil analisis yang lebih mendalam terhadap dimensi-dimensi dari masing~-masing variabel menunjukkan, bahwa socially prescribed perfectionism dan pola asuh orang tua yang permisif juga mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap kecemasan matematika. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa bentuk pola asuh orang tua yang otoritarian mempunyai hubungan yang saugat signifikan dengan perfeksionisme siswa dan kedua dimensinya. HasH penelitian yang lebih menda!am pada variabel karakteristik guru membuktikan bahwa dengan memberikan motivasi yang tepat pada saat guru mengajar matematika dan meningkatkan bantuan serta dukungan dari orang tua di rumah dapat mereduksi kecemasan matematika khususnya siswa sekolah menengah pertama. Berdasarkan hal tersebut. maka disarankan kepada para guru matematika untuk lebih mendalaml dan menerapkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Jolm KeUer (dalam Reigeluth. 1983) yang sekaiigusjuga meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

ABSTRACT
Mathematics is a basic component in many activities of our life. The more competition in teclmology, the more demand to students knowledge of Mathematics. This fact can cause mathematics anxiety among the children. Many other factors could also cause mathematics anxiety. Flett. Greene, and Hewitt (2004). indicated that there is a connections between self-oriented perfectionism and anxiety sensitivity. Students who want to reach a higher degree in mathematics often feel unsatisfaction of themselves and anxiety more than other students. It happens especially to students who failed to reach personal targets in mathematics, which demands from high level of concentration. Croley (2003), explained that parents who don't help their children in their studies of mathematics but have unrealistic demands regarding standard of children's knowledge, these parents could raise children's mathematics anxieties level. Flett, Hewitt, and Singer ( 1995). indicated that authoritarian parent which very demanding and emphasize obedience of their children could cause socially prescribed perfectionism in their children. In his qualitative research, Croley (2003) also found that teacher characteristic and their lack ability of teaching and educating students could cause more anxiety in their students than other external factors. This quantitative research on 261 Junior High School Students purpose is to make it clear how the student's perfectionism. parental authority, and teacher characteristic have a connection ?with mathematics anxiety. The result of this research indicated that student's perfectionism and the parental authority have not a significant relationship with mathematics anxiety generally. But, the result for deeper analyze in the dimension of each variable, indicated that socially prescribed perfectionism and permissive parents have significant relationship with mathematics anxiety especially in Junior High School Students. The result for deeper analyze in the dimension of characteristic teacher, found that motivation for students during mathematics lesson is very important to give in a right time, The motivation's theory that suggested in this study is the John Keller's theory of motivation (in Reigeluth, 1983) that could also improve students' learning capabilities and their thinking skill."
2007
T33726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarini Andika Permatasari
"Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola asuh orang tua (authoritative dan authoritarian) dapat meningkatkan keterlibatan siswa terhadap sekolah. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam menjelaskan mekanisme hubungan keduanya adalah motivasi pada siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran motivasi otonom dalam memediasi hubungan antara pola asuh authoritative dan keterlibatan siswa, serta peran motivasi terkontrol dalam memediasi hubungan antara pola asuh authoritarian dan keterlibatan siswa. Survei pada siswa SMP di daerah Jabodetabek (N=460) dilakukan untuk mengukur keterlibatan siswa, motivasi otonom dan motivasi terkontrol, dan persepsi siswa terhadap pola asuh authoritative dan authoritarian yang diadopsi oleh orang tua. Hasil analisis mediasi menggunakan PROCESS dengan model mediasi menunjukkan adanya mediasi parsial dari motivasi otonom dalam hubungan antara pola asuh authoritative dan keterlibatan siswa, dan mediasi parsial dari motivasi terkontrol dalam hubungan antara pola asuh authoritarian dan keterlibatan siswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa meskipun kedua pola asuh dapat meningkatkan keterlibatan siswa terhadap sekolah, tetapi pola asuh authoritarian memicu anak untuk terlibat di sekolah hanya untuk menghindari hukuman, mendapatkan pujian, atau mempertahankan ego. Hasil penelitian dapat berguna baik untuk orang tua maupun pihak sekolah sebagai dasar pemberian intervensi terhadap orang tua untuk membangun motivasi otonom anak untuk terlibat di sekolah.

Previous research indicates that parenting styles (authoritative and authoritarian) can enhance students' engagement. One factor suspected to play a role in explaining the mechanism of their relationship is student motivation. This study aims to examine the role of autonomous motivation in mediating the relationship between authoritative parenting and student engagement, as well as the role of controlled motivation in mediating the relationship between authoritarian parenting and student engagement. A survey was conducted with junior high school students in the Jabodetabek area (N=460) to measure student engagement, autonomous motivation, controlled motivation, and students' perceptions of the authoritative and authoritarian parenting adopted by their parents. Mediation analysis using PROCESS revealed partial mediation of autonomous motivation in the relationship between authoritative parenting and student engagement, and partial mediation of controlled motivation in the relationship between authoritarian parenting and student engagement. These findings reveal that while both parenting styles can enhance students' engagement, the authoritarian parenting style triggers children to be engaged in school only to avoid punishment, receive praise, or maintain their ego. The research findings can be valuable for both parents and schools as a basis to provide interventions for parents to build autonomous motivation in children to engage in school."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Widodo Cahyo Putro
"Subjective well-being guru merupakan hal yang penting untuk dimiliki dan dipengaruhi oleh hubungan guru-siswa, juga oleh dukungan sosial eksternal berupa tunjangan sertifikasi guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi dari hubungan guru-siswa dan sertifikasi terhadap subjective well-being guru baik secara parsial maupun simultan. Hubungan guru-siswa diukur dengan menggunakan Student-Teacher Relationship Scale (STRS) milik Aldrup et al. (2018), sedangkan subjective well-being guru diukur dengan alat ukur Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) milik Renshaw et al. (2015). Status sertifikasi diukur dengan pertanyaan tertutup. Responden dalam penelitian ini berjumlah 289 orang yang merupakan guru pada jenjang sekolah menengah (SMP dan SMA/Sederajat). Berdasarkan multiple regression analysis, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial persepsi guru mengenai hubungan guru-siswa dapat memprediksi subjective well-being guru jenjang sekolah menengah. Namun, status sertifikasi tidak dapat memprediksi subjective well-being guru jenjang sekolah menengah. Sedangkan persepsi guru mengenai hubungan guru-siswa dan status sertifikasi secara bersama-sama (simultan) dapat memprediksi subjective well-being guru.

Teacher subjective well-being is an important thing to have and is influenced by the teacher-student relationship, by external social support in the form of teacher certification allowances. This study aims to determine the contribution of the teacher-student relationship and teacher certification either partially or simultaneously. Teacher-student relationships were measured using the Student-Teacher Relationship Scale (STRS) belonging to Aldrup et al. (2018), while the subjective well-being of teachers is measured by the Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) by Renshaw et al. (2015). Certification is measured by closed questions. Respondents in this study are 289 people who are teachers at the middle school level (SMP and SMA/equivalent). Based on multiple regression analysis, the results showed that partially teacher-student relationships could predict the subjective well-being of secondary school teachers. However, certification cannot predict the subjective well-being of secondary school teachers. Meanwhile, teacher-student relationships and certification status can predict teachers' subjective well-being simultaneously."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hiryadi
"Sikap asertif menjadi penting pada masa remaja, karena pada masa ini remaja sudah mulai memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana teman dan lingkungan sosial sangat berpengaruh. Masa remaja merupakan proses dimana mulai senang berkelompok dan melakukan kegiatan bersama-sama dengan teman-teman, dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya remaja kadang menghadapi tekanan-tekanan. Tekanan ini biasa berupa ajakan, rayuan bahkan paksaan untuk melakukan sesuatu yang sebetulnya tidak ingin dilakukan. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan remaja, termasuk sikap asertif. Penelitian ini merupakan penelitian dcngan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk menguji hubungan karakteristik orang tua dan pola asuh keluarga dengan sikap asertif siswa SMA di Kota Banjarmasin. Populasi penelitian adalah siswa yang tercatat di sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Banjarmasin tahun ajaran 2006/2007. Jumlah sampel pada penelitjan ini sebanyak 99 siswa yang dilakukan dengan teknik multistage sampling. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik orang tua yang berhubungan dengan sikap asertif siswa SMA kota Banjarmasin adalah pendidikan ayah (p =0,001), pendidikan ibu (p = 0,000), pekerjaan ayah (p = 0,000), pekerjaan ibu (p= 0,001), dan tipe keluarga (p = 0,008). Sedangkan analisis korelasi pola asuh juga menunjukkan hubungan yang signifikan dengan sikap asertif siswa (p=0,002). Hasil analisis multivariat didapal 3 variabel yang berhubungan dengan sikap asertif yaitu pendidikan ayah, pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu, dimana pekerjaan ayah merupakan variabel yang paling dominant berhubungan dengan sikap asertif siswa. Perawat komunitas diharapkan memberikan infonnasi kepada remaja, orang tua tentang sikap asertif dan orang tua meningkatkan komunikasi dan interaksi yang terbuka dan jujur dengan siswa."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rika Apryanti
"Kecemasan adalah respons emosional negatif bersifat subjektif dan memiliki gejala fisik. Kecemasan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola asuh orang tua dan karakteristik siswa. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan persepsi pola asuh dan karakteristik siswa dengan kecemasan pada siswa kelas 7 – 12 di Sekolah HighScope Indonesia tahun 2023. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif desain cross-sectional. Data dari 220 siswa dikumpulkan dengan mengisi booklet kuesioner secara mandiri berisi pertanyaan tentang karakteristik, kecemasan, dan pola asuh orang tua. Instrumen kecemasan menggunakan Zung Anxiety Self-Assessment Scale dan instrumen pola asuh dengan Scale of Parenting Style. Data dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kecemasan pada siswa kelas 7 – 12 di Sekolah HighScope Indonesia tahun 2023 adalah 27,3%. Pola pengasuhan yang dirasakan siswa didominasi pola asuh authoritative (36,4%) dan neglectful (36,4%). Karakteristik siswa menunjukkan usia remaja awal (58,2%), jenis kelamin perempuan (50,5%), dengan tingkatan kelas SMP (72,7%). Hasil analisis menunjukkan hubungan signifikan antara pola asuh neglectful (p-value = 0,002, OR: 3,222, 95% CI= 1,500-6,921), pola asuh indulgent (p-value = 0,005, OR: 3,778, 95% CI= 1,455-9,808), jenis kelamin siswa (p-value = 0,000, OR: 3,817, 95% CI= 1,987-7,332), dan tingkatan kelas (p-value = 0,024; OR: 2,066, 95% CI= 1,093-3,908) dengan kecemasan siswa. Penelitian ini merekomendasi agar Sekolah HighScope Indonesia melakukan evaluasi terhadap siswa berisiko mengalami kecemasan (perempuan, tingkat SMA, pola asuh orang tuanya neglectful atau indulgent), disamping menyediakan “kotak curhat” untuk siswa dan workshop pola asuh bagi orang tua siswa.

Anxiety is a negative emotional response that is subjective with physical symptoms. Anxiety is influenced by various factors such as parenting styles and student characteristics. The purpose of this study was to determine the relationship between perceived parenting styles and student characteristics with anxiety in 7th – 12th grade students at Sekolah HighScope Indonesia in 2023. This research is a quantitative study using a cross-sectional design. Data from 220 students were collected by filling out a booklet questionnaire independently containing questions about student’s characteristics, anxiety, and parenting styles. The anxiety instrument uses the Zung Anxiety Self-Assessment Scale and the parenting instrument uses the Scale of Parenting Style. Data were analyzed using the chi-square test. The results showed that the prevalence of anxiety in 7th – 12th grade students at HighScope Indonesia Schools in 2023 were 27.3%. The most dominate student’s perceptions of their parenting styles are authoritative parenting (36.4%) and neglectful parenting (36.4%). Meanwhile, the characteristics of the students were early teens (58.2%), female (50.5%), and junior high school level (72.7%). The results of the analysis showed a significant relationship between neglectful parenting (p-value = 0.002, OR: 3.222, 95% CI = 1.500-6.921), indulgent parenting (p-value = 0.005, OR: 3.778, 95% CI= 1.455-9.808), student gender (p-value = 0.000, OR: 3.817, 9 5% CI = 1.987-7.332), and grade level (p-value = 0.024; OR: 2.066, 95% CI = 1.093-3.908) with student anxiety. This study recommends that Sekolah HighScope Indonesia should evaluate students risk of experiencing anxiety (female, high school level, parenting style of neglectful or indulgent), as well as providing a "student’s mail box" and parenting workshops.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ayu Khairun Nisa
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada sumbangan bermakna yang diberikan self-esteem, dukungan orang tua, guru, dan teman sebaya secara bersama-sama terhadap kepuasan sekolah siswa tunarungu di SMP dan SMA/SMK inklusi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keempat variabel bebas tersebut memberikan sumbangan bermakna terhadap kepuasan sekolah. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang melibatkan 50 responden yang merupakan siswa tunarungu di sekolah inklusi. Sementara itu, berdasarkan hasil regresi sederhana secara masing-masing self-esteem, dukungan guru, dan teman sebaya memberikan sumbangan yang bermakna, sedangkan dukungan orang tua tidak memberikan sumbangan bermakna terhadap kepuasan sekolah.

The purpose of this study was to investigate the significant contribution of self-esteem, parental support, teacher support, and peer support simultaneously to the school satisfaction of deaf students in inclusive junior and senior high schools. The results showed that the four independent variables had significant contribution to school satisfaction This research was conducted using quantitative approach involving 50 deaf students of inclusive schools as respondents. Meanwhile, based on a simple regression of each independent variables, selfesteem, teacher and peer support had meaningful contributions, while the parental support did not contribute significantly to the school satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31188
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Dwi Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru matematika dan academic selfhandicapping pada siswa SMP kelas 7. Pengukuran persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru matematika dan academic self-handicapping menggunakan alat ukur Patterns of Adaptive Learning Scale (PALS) yang dikembangkan oleh Midgley dkk. (2000). Responden berjumlah 151 siswa SMP kelas 7 yang berasal dari tiga sekolah berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru performance dan academic self-handicapping. Di lain sisi, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru mastery dan academic selfhandicapping. Hasil belum sejalan dengan teori orientasi tujuan karenaorientasi tujuan mastery dianggap dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan cara belajar yang adaptif, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
This research aimed to examine the correlation between student?s perception of mathematics teacher goal orientation and academic self-handicapping on middle school student grade 7th . Student?s perception of mathematics teacher goal orientation and academic self-handicapping were measured by Patterns of Adaptive Learning Scales (PALS) which developed by Midgley etc. (2000). The respondents were 151 middle school students in 7th grade from three different schools.
The result of this research showed that there is a positive and significant correlation between student?s perception of mathematics teacher performance?s goal and academic selfhandicapping. On the other hand, there is no significant correlation between student?s perception of mathematics teacher and academic self-handicapping. This result is not consistent with goal orientation theory that proposed mastery as a predictor of adaptive learning style, so further research is needed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destia Anggraini Rahmawati
"Dukungan sosial yang didapatkan dari lingkungan sosial dapat berkontribusi terhadap perilaku belajar yang diterapkan siswa selama proses pembelajaran. Perawat memiliki peran penting dalam membantu siswa mendapatkan dukungan yang maksimal dari keluarga, teman, dan guru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dukungan sosial terhadap perilaku belajar siswa SMP selama melakukan pembelajaran daring. Desain penelitian deskriptif dengan menggunakan metode cross sectional melibatkan responden sebanyak 500 siswa SMP di Jakarta yang melakukan pembelajaran daring dalam kurun waktu minimal 6 bulan yang dipilih secara cluster random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan mencakup Depression Anxiety and Stress Scale (DASS-21), Multidimensional scale of perceived social support (MSPSS), dan Student Study Behavior Inventory (SSBI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama melakukan pembelajaran daring 61,8% siswa mendapatkan dukungan sosial tinggi dan 41,8% siswa menerapkan perilaku belajar baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dan perilaku belajar siswa selama melakukan pembelajaran daring (ρ=0,000; α=0,05). Peneliti merekomendasikan untuk peneliti selanjutnya melihat faktor lain yang dapat memengaruhi perilaku belajar dan menggunakan metode observasi.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Junita
"Penelitian ini akan melihat pentingnya peer acceptance siswa normal terhadap siswa berkebutuhan khusus dan school adjustment yang dilihat dari penilaian guru di sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif. Peer acceptance menjelaskan mengenai sejauh mana seorang anak atau remaja secara sosial diterima oleh kelompok teman sebaya (Berk, 2007).
Dalam penelitian ini, peer acceptance yang akan dilihat adalah peer acceptance siswa normal terhadap siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Selain itu, peneliti juga ingin melihat school adjustment siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. School adjustment merupakan kombinasi dari penerimaan performa akademis, sikap positif terhadap sekolah, dan keterlibatan serta keterikatan dengan lingkungan sekolah (Birch & Ladd dalam
Baughan, 2012).
Penelitian dilakukan pada 323 siswa normal yang berada di kelas satu SMP sekolah inklusif dan 32 guru yang mengajar di kelas satu SMP di sekolah inklusif yang sama. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Peer Acceptance Scale (PAS) dan Short Form Teacher Rating Scale of School Adjustment (STRSSA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa normal memiliki peer acceptance yang tinggi terhadap siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Selain itu, diketahui bahwa siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif memiliki school adjustment yang sedang.

This research aims to know the importance of peer acceptance of regular students for students with special needs and school adjustment of students with special needs from teacher?s perception in inclusive junior high school. Peer acceptance refers to how much someone accepted by his/her peer (Berk, 2007).
In this research, peer acceptance will be seen from the point of view of regular students for special needs students in inclusive junior high school. Moreover, research will examine the school adjustment of special needs students in their school from teacher's perception. School adjustment is a combination of academic performance, a positive attitude toward school, and involvement in and engagement with school environment (Birch & Ladd in Baughan, 2012).
The participant are 323 first grade students in junior high school and 32 teachers who teach first grade students. There are two scales: Peer Acceptance Scale (PAS) and Short FormTeacher Rating Scale of School Adjustment (STRSSA).
This research conclude that the students without special needs have a high peer acceptance for students with special needs in their school. Moreover, the special needs students have a good enough school adjustment at their school."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citrawanti Oktavia
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara persepsi iklim sekolah dengan tanggung jawab belajar siswa SMA. Pengukuran persepsi iklim sekolah menggunakan modifikasi Instrument student perception of school climate yang dibuat oleh NASSP (National Association of Secondary School Principals) dan pengukuran tanggung jawab menggunakan alat ukur yang dikonstruksi dari teori Sukiat (1993). Partisipan berjumlah 161 siswa yang berasal dari beberapa sma di Jakarta dan sekitarnya yang terdiri dari tiga tingkatan kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan hubungan antara iklim sekolah dengan tanggung jawab siswa (R2 = 0.304; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya, sebanyak 30,4 % varians persepsi iklim sekolah dapat dijelaskan melalui tanggung jawab siswa, sedangkan 69.6 % sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui. Hasil lain menunjukkan bahwa dimensi persepsi iklim sekolah yang memberikan sumbangan indeks korelasi parsial kuadrat yang signifikan dengan tanggung jawab adalah nilai tingkah laku siswa, penyelenggaraan bimbingan, hubungan orang tua dan komunitas dengan sekolah serta pengelolaan pengajaran. Berdasarkan hasil tersebut, iklim suatu sekolah perlu ditingkatkan untuk mendukung tanggung jawab siswa terutama pada dimensi yang memberikan sumbangan indeks korelasi parsial kuadrat yang signifikan tersebut.

This research was conducted to find correlation between students perception of school climate and responsibility student of learning among. Perception of school climate was measured using an modification instrument from NASSP (National Association od School Secondary Program) and responsibility was measured using a instrument constructed from Sukiat (1993). The participants of this research are 161 students from several high schools in Jakarta and near from Jakarta consist of three grade classes from this school. The main results of this research show that perception of school climate correlated significantly with responsibility (R2 = 0.304; significant at L.o.S 0.05). That is, as much as 30,4% variance perception of school climate can be explained by responsibility students of learning, while 69.6% were influenced by other variables that are not known. Other results showed that dimension of school climate that contribute correlation partial indeks significantly with responsibility students of learning are student behavioral values, guidance, parent & community school relationship and instructional managements. Based on these results, school climate needs to improve for increased responsibility among students, especially in the dimension that contribute significantly with responsibility students mainly."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>