Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179646 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ati Sukmaningsih
"Kecenderungan pekerja perkantoran di DKI Jakarta untuk mengalami Sick Building Syndrome (SBS) mexupakan masalah kesehatan yang harus mendapatkan perhatian karena dapat mengganggu produktiiitas kerja.Sejumlah penelitian menyatakan lingkuugan kerja yang serba modern punya pengaruh besar menyebarkan polutan penyebab gangguan kesehatan. Sirkulasi udara yang tidak lancar, adanya bakteri, virus, kuman dan berbagai bahan kimia yang berasal dari dalam ruangan menjadi sumber radikal bebas yang menyerang penghuni kantor.Salah satu upaya untuk pencegahan memerangi radikal bebas yang dapat menimbulkan gejala Sick Building .Syndrome dengan perberian asupan suplemen antioksidan.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh asupan suplemen antioksidan terhadap kejadian Sick Building .Syndrome pada masyarakat pekerja perkantoran di DK1 Jakarta Tahun 2008-2009.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi komunitas (community trial) amu studi ekspcrirncntal pada populasi pekelja perkantoran dengan kriteria responden sebagai berikut berumur 23-55 tahun, telah bekerja lebih dari satu tahun, lama bekerja berada didalam gedung minimal lebih dari 5 jam perhari dengan lingkungan kerja gedung perkantoran modern bertingkat ,ventilasi udara mengandalkan AC, berkarpet, dengan dilengkapi peralatan jizmiture dan mesin kantor. Jumlah sampel 350 terdiri 212 diberi antioksidan scbagai subyck dan 138 tidak diberl antioksidan sebagai kontrol yang tersebar di 16 perusahaan/institusi dengan total lokasi 18 gedung perkantoran yang tersebar di 4 (80%) wilayah provinsi DKI Jakarta, Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengukuran.Data diuji dengan uji chi square dan uji binary logistic regression.
Hasil penelitian diperoleh : Karakteristik demografi dan perilaku para pekerja perkantoran di DKI Jakarta tidak berbeda pada karyawan yang mengkonsmnsi suplemen anti-oksidan setiap hari selama 90 hari maupun yang tidak mengkonsumsinya. Pembelian Suplemen anti-oksidan dapat mempengaruhi kejadian Sick Building Synakome pada pekerja perkantoran di DK1 Jakarta dengan p value < 0,05 ( p = 0,037, RR=1,033) dengan kata lain kejadian SBS dapat dicegah dengan antioksidan.
Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh asupan suplemen antioksidan terhadap kejadian Sick Building Syndrome pada pekerja perkantoran di DKI Jakarta. Penambahan suplemen antioksidan dalam menu makanan sehari~hari pada pekerja perkantoran dapat menjadi bahan pertimbangan yang positif dalam menjaga kondisi fisik pekerja.

Such a tendency of an oEiiee worker in DKI Jakarta in experiencing Sick Building Syndrome (SBS) has become a health problem and that it must draw a great attention because it can disturb work productivity. A number of researches have proved that an ultra modern work environment has a very much eH`ect of spreading pollutant around as a health disturbance. Irregular or badly adjusted air circulation in which place bacteria, viruses, germs, and diferent kinds of chemicals coming from the room have caused it to be a radical source which can iieely attacks an office inhabitant or whoever in there. One of efforts designed to protect it from being troubled by the tree radicals namely the appearrance of Sick Building Syndrome by giving permeance of antioxidant supplement. This research purpose is aimed to know permedoility effect of antioxidant supplement against event frequency of Sick Building Syndrome onto odice worker community in DKI Jakarta years 2008 up to 2009.
This research applies "community study research design" (community trial) or experimental study onto office worker population by using this following respondent criteria such as 23-55 years, have already worked more than a year, working length of period in the building minimally more than tive hours a day within a storied modern ohice building working environment, with ventilation regulated by installed air-conditioner, carpeted, furnished with fruniture and oHice equipment. The number of sample 350 consisting of 212 with antioxidant treatment as a subject and 138 of them are not given any antioxidant as its control spreading all over 16 companies/institutions with total locations over 18 office spaced buildings scattering in an area of 4 (80%) province territory of DKI. The collected data is primary data obtained through interviewing and measuring. Data are examined by using chi square test and binary logistic regression test.
Then, the obtained research : demography characteristic and behaviour of offce worker as a whole in DKI Jakarta does not make any di5`erence onto those staff consuming anti oxidant supplement everyday during 90 days or eventhough without consuming it. The supply of antioxidant supplement can affect its event of Sick Building Syndrome onto the oiiice worker in DKI Jakarta with p value <0,05 (p=0,037, RR=l,033) with other words that the event of SBS can be avoided by giving antioxidant.
Therefore, as based on this research result it can draw a conclusion that there is an effect of antioxidant supplement permeability against event frequency of Sick Building Syndrome onto otiice worker in DKI Jakarta. Any increase of antioxidant supplement in our regular daily menu of food for office worker can become a matter of positive consideration in keeping worker physical condition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32347
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Pratiwi
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26834
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Jaya
"Kualitas udara dalam ruangan kelja yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat menyebabkan ruangan kerja tidak nyaman; dampak negatif terhadap karyawan berupa keluhan kesehatan yang dikenal dengan istilah sick building syndrome 6985). Keluhan SBS biasanya tidak terlalu parah dan tidak diketahui penyebabnya, tetapi mengurangi produktivitas kerja. Sejumlah penelitian pada lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa faktor-faktor intcmal dan ekstemal mempengaruhi kejadian SBS.
Informasi mengenai kualitas udara dalam mangan gedung perkantoran Departemen Kesehatan (Dcpkes) belum dikctahui, walaupun sudah banyak Iaporan tentang keluhan SBS. Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai kualitas udara di gcdung Depkes Jakarta, Serta kejadian SBS dan ihktor-faktor yang mempengaruhinya. Menggunakan studi cross-seczional hersifat deskriptif analitik; melibatkan 242 karyawan Depkes scbagai responden. Kriteria respondcn adalah orang sehat tidak menderita penyakit sesuai diagnosa dokter dan tidak sedang hamil. Untuk memperoleh data mengenai, karakteristik, psikologis dan posisi kelja yang ergonomik dari responden menggunakan kucsioner teramh dan terstruktur. Sedangkan pengukuran konsentrasi NO2, CO, C0;, SO2, H2S, NH; and PM|0 scbagai indikator kualitas udara dilakukan pada 10 ruangan.
Kualitas udara dalam ruangan masih memcnuhi persyaratan scsuai Keputusan Mentcri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002. Kadar NO2, SO2, and NH; terdeteksi pada tiga ruangan. Konsenlrasi C0 pada setiap ruangan sama; C02, H2S, and PMN lerdetcksi pada setiap ruangan dengan konscntrasi berbeda-beda. Pencahayaan pada seluruh ruangan memenuhi pcrsyaratan (> |00 lux). Di Iain pihak, suhu dan kelembaban pada beberapa ruangan melebihi persyaratan, namun secara umum nilai rata-ratanya masih memenuhi persyaratan.
Prevalensi SBS sebesar 19%, dengan gejala tcrbanyak berupa kelelahan, rasa sakit dan kekakuan pada bahu dan Ieher (50%); flu, batuk dan bersin-bersin (49.6%); Serta pusing, sakit kepala dan kesulitan konsentrasi (38.4%). Suhu, posisi keqja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur mempcngaruhi kejadian SBS secara bemmakna, dimana suhu merupakan variabel yang paling dominan.
Kualitas udara masih memenuhi persyaratan kesehatan, untuk Iingkungan fisik dalam ruangan kenja nilai rata-rata pengukuran masih memenuhi persyaratan, walaupun ada ruangan yang suhu atau kelembaban tidak memcnuhi persyaratan kesehatan, Suhu, posisi kerja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur sangat mempengaruhi kejadian SBS. Pemeliharaan pendingin ruangan serta posisi kerja yang ergonomik merupakan upaya pencegahan yang harus mcndapat perhatian dalam program SBS.

Indoor air quality that does not meet the health standard requirement may lead to uncomfortable working environment and causes negative impacts to the workers in the fomm of health complaints known as sick building .syndrome (SBS). Usually the complaints are not very serious and the sources are unknown; however it could reduce work productivity. A number of studies in different settings have indicated that several internal and external factors influence the incidence of SBS.
Infomation on the indoor air quality of the Ministry of Health (MOH) building has not yet been known, in spite ofthe SBS complaints that have been reported. The purpose of this study is to obtain infomation on the indoor air quality ofthe MOH building Jakarta, as well as the incidence of SBS and its’ underlying thctors. Using cross-sectional study which is descriptive-analytic; the study involved 242 MOH employees as respondents. The criteria ofthe respondents were healthy individuals not suffering from diseases as diagnosed by a physician and not pregnant. To obtain data on the characteristics, psychological and ergonomic working position of the respondents, guided and structured questionnaire were used. Whereas measurements of NO;, CO, CO2, S02, I-I2S, NH, and PM10 concentrations as indicators of air quality were undertaken in ten rooms.
Indoor air quality still meets the standard requirement, in accordance to the Minister of Health Decree No. 1405/ivlenkes/SK/XI/2002. Concentrations of NO2, SO2, and Nl-I; were detected in three rooms. The concentration of CO in all rooms was the same; while CO2, l-l2S, and PM10 were detected in all rooms with different concentrations. Illuminations in all rooms were in compliance to the standard requirement (> 100 lux). On the other hand, the temperature and humidity in some rooms exceeded the standard requirement, however, in general the average value of these two variables still meet the requirements.
The prevalence of SBS was 19%, mostly in the fonn of fatigue, pain and stiff on the shoulder and neck (50%); common cold, coughing and sneezing (49.6%); as well as diuiness, headache and concentration problems (38.4%). Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS, in which the room temperature was shown to be the predominant variable.
Indoor air quality was still in compliance to the health standard requirement. As for the physical environment, the measurement average values still meet the requirements although the temperature and humidity in some rooms did not. _ Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS. Maintenance of the air conditioner and sustaining ergonomic working position are prevention actions that should acquire attention in the SBS program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bina Rachma Permatasari
"Sick Building Syndrome adalah kumpulan gejala yang hanya dirasakan seseorang saat beraktivitas di dalam suatu gedung. Gejala tersebut tidak teridentifikasi secara spesifik hingga menyebabkan penghuni ruangan atau bangunan mengalami gangguan kesehatan akibat buruknya kualitas udara di dalam ruang. Tujuan penelitian ini alah untuk mengetahui Sick building syndrome yang terjadi di Politeknik Kesehatan Jakarta II dengan menghubungkan dengan PM2.5, PM 10, suhu, kelembaban, perawatan Ac, kepadatan ruangan, Jenis furniture dan periode waktu pembersihan ruangan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriftif dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian karyawan yang berjumlah 65 karyawan dan ruangan yang ada di Politeknik Kesehatan Jakarta II. Metode perhitungan sampel menggunakan rumus proporsi binomunal (binomunal proportions) dan menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Environment Medicine Clinic Sweden, Orebro Hospital tahun 2017 dan menggunakan alat Particulat Dust Meter DAZ – 400. Hasil pada penelitian ini adalah dikatehui 80% karyawan mengalami kejadian sick building syndrome dan setelah dilakukan analisis bivariat menggunakan analisis chi square diketahui bahwa hanya variabel faktor risiko jenis furniture yang memiliki nilai p value <0.05 yaitu 0.006 dan memiliki nilai OR 6.750 dengan derajat kepercayaan 95% rentang interval antara 1.777 – 26.640 sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis furniture yang berisiko memiliki risiko 6.750 kali untuk mengalami kejadian sick building syndrome pada Politeknik Kesehatan Jakarta II.

Sick Building Syndrome is a collection of symptoms that a person only feels when doing activities inside a building. These symptoms are not specifically identified and cause the occupants of the room or building to experience health problems due to poor indoor air quality. Sick building syndrome that occurs at the Jakarta II Health Polytechnic by relating it to PM2.5, PM 10, temperature, humidity, AC maintenance, room density, type of furniture and time period for cleaning the room. This research uses a descriptive type of research with a cross sectional approach. The sample in this study was a portion of 65 employees and rooms at the Jakarta II Health Polytechnic. The sample calculation method uses the binominal proportions formula and uses the simple random sampling method. Data were collected using the 2017 Environment Medicine Clinic Sweden, Orebro Hospital questionnaire and using the Particulate Dust Meter DAZ – 400. The results of this study were that 80% of employees experienced sick building syndrome and after carrying out bivariate analysis using chi square analysis it was discovered that the only variable The risk factor for furniture types has a p value <0.05, namely 0.006 and has an OR value of 6,750 with a confidence level of 95%, the interval range is between 1,777 – 26,640, so it can be concluded that the type of furniture at risk has a risk of 6,750 times for experiencing sick building syndrome at the Health Polytechnic. Jakarta II."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joviana
"Telah dilakukan penelitian pengukuran konsentrasi aktivitas radon (222Rn) dan thoron (220Rn) dan parameter fisik di 3 gedung DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara konsentrasi aktivitas radon dan thoron serta parameter fisik dengan gejala SBS. Selain itu pula penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, lama bekerja, dan persepsi tentang kualitas udara dalam ruang kerja dengan gejala SBS. Hal ini perlu dilakukan penelitian mengingat semakin banyaknya gedung bertingkat di Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode disain studi cross sectional. Sedangkan pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Pengukuran konsentrasi aktivitas radon dan thoron dilakukan menggunakan Duridge RAD-7 Radon Monitor, kelembaban dan temperatur menggunakan Thermo-hygrometer Digital Model GMK-930HT. Perolehan data lainnya dilakukan dengan metode wawancara dan observasi menggunakan checklist. Selain itu penelitian ini didukung pula dengan data yang diperoleh dari kuesioner mengenai karakteristik responden, persepsi terhadap kualitas udara di dalam ruang kerja, dan mengenai Sick Building Syndrome (SBS).
Data hasil sampling dianalisis secara univariat dan selanjutnya dianalisis secara bivariat untuk mencari hubungannya dengan SBS menggunakan piranti lunak SPSS versi 13.1. Hasil pengukuran konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) Gedung 1 lantai basement, lantai 1, dan lantai 2 berturut-turut sebesar 83.5 Bq/m3, 36.2 Bq/m3 dan 11.1 Bq/m3. Gedung 2 lantai basement 22.3 Bq/m3, lantai 2 2.78 Bq/m3 , lantai 3 5.56 Bq/m3 . Gedung 3 Lantai basement 0.00 Bq/m3, lantai 12A 33.4 Bq/m3, lantai 17 5.56 Bq/m3. Sedangkan analisis bivariat menunjukkan bahwa konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan SBS, dengan p > 0.05. Dari hasil penelitian ini ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan gejala SBS pada Gedung 1 dengan p = 0,025 < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Jenis kelamin dengan gejala SBS. Perhitungan Odds Rasio diperoleh angka sebesar 6,000 ini berarti bahwa perempuan mempunyai kemungkinan untuk mengalami SBS 6 kali dibandingkan laki-laki.
Konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) di ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang relatif terbatas dan umumnya ruangan yang memiliki AC (Air Conditioner) seperti Gedung 1 Lantai basement ruangan bagian pergudangan, maka konsentrasi aktivitas Radon(222Rn) dan Thoron (220Rn) akan lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan terbuka seperti perkantoran yang di batasi partisi, dan area parkir basement. Untuk mengurangi tingginya konsentrasi aktivitas radon dan thoron dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem sirkulasi udara atau ventilasi dan pengecatan yang sempurna di seluruh dinding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Duniantri Wenang Sari
"Tingginya angka pencemaran udara di dalam ruang perkantoran di DKI Jakarta diduga dapat mengakibatkan gejala Sick Building Syndrome bagi para pengguna gedung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kaitan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala Sick Building Syndrome. Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional (potong lintang) yang dilakukan melalui pengukuran dan penyebaran kuisioner. Variabel yang diukur adalah parameter fisik kualitas udara dalam ruangan (konsentrasi debu partikulat PM10, PM2.5 dan PM1; suhu; kelembaban; dan pencahayaan) serta faktor confounding lainnya yaitu personal factor (umur, jenis kelamin, alergi, dan kebiasaan merokok), psikososial faktor, serta persepsi pekerja. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai konsentrasi debu PM10 dan PM2.5 pada area basement di tiga gedung telah melebihi NAB yang ditetapkan oleh EPA tahun 2006 yaitu 0.15 mg/m3 untuk PM10 dan 0.035 mg/m3 untuk PM2.5. Namun pada middle floor dan top floor konsentrasi debu masih relatif berada di bawah NAB. Untuk hasil pengukuran suhu, kelembaban, dan pencahayaan pada basement juga berada di luar standar yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta sedangkan pada ruangan lain masih berada dalam batas aman kecuali pada Gedung 2. Dari hasil analisis, tidak ditemukan hubungan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala SBS. Hal ini diduga disebabkan karena keterbatasan penelitian yang dilakukan terutama responden yang mengisi kuesioner tidak semuanya adalah okupan yang berada pada ruangan yang diukur. Sedangkan untuk faktor confounding (personal factor, psikososial faktor, dan persepsi pekerja) yang diteliti hanya jenis kelamin yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap SBS dimana pada wanita, ditemukan kasus SBS yang lebih banyak dibandingkan pria.

Increasing the number of indoor air pollutant in DKI Jakarta was estimated to be the causes of Sick Building Syndrome (SBS) for the occupant. This study had been established to get the relation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. The study was cross sectional with observational quantitative that measured by environmental exposure and questionnaire. Physics parameter measured considering concentration of particulate matter (PM10, PM2,5, and PM1); temperature, relative humadity, and ilumination. Besides, another confounding factor are personal factor, perception, and pshychosocial. The measurement shown that the concentration of particulate matter (PM10 and PM2,5) and the other physics parameter over the limit value based on EPA and Government standar especially in basement area. Result using the chi square test shown no correlation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. This maybe caused by uncorrect admission filing of questionnaire and area of sampling measurement. Whereas, for confounding factor is no correlation between personal factor, perception, and pshycosocial factor with SBS except for gender variable, woman complaint the symptoms more than men because of their physics and phsychosocial condition."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Christie Patricia Demak
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.

Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Annisa Sophianingrum
"Sick Building Syndrome (SBS) adalah kejadian timbulnya sejumlah gejala akut mirip alergi yang dirasakan individu dalam suatu gedung dan akan berangsur menghilang setelah meninggalkan gedung. Penghuni apartemen adalah kelompok yang rentan, terutama selama melaksanakan Work From Home (WFH). Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan antara WFH dan variabel lainnya dengan kejadian SBS pada penghuni apartemen di Jakarta Selatan. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan jumlah sampel 152. Variabel independen adalah waktu dalam rumah per hari, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit, kondisi unit, lokasi apartemen, suhu, ventilasi alami, ventilasi mekanik, ETS, merokok aktif, memasak dalam rumah, membersihkan rumah, dan menggunakan bahan kimia. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 71,7% responden mengalami SBS, dengan gejala umum paling banyak dialami. Uji chi-square menunjukkan WFH tidak berhubungan dengan kejadian SBS (p=0,66), namun berhubungan dengan gejala membran mukosa (p=0,032; OR=2,33) dan kulit (p=0,008; OR=3,27). Variabel yang berhubungan dengan SBS adalah suhu (p=0,012), ventilasi mekanik (p=0,032), jenis kelamin (p=0,027), riwayat penyakit (p=0,024), dan membersihkan rumah (p=0,011). Disimpulkan bahwa WFH tidak berhubungan dengan kejadian SBS, namun berhubungan dengan gejala SBS spesifik. Sedangkan faktor karakteristik individu, perilaku, dan kualitas udara dalam ruangan (KUDR) berhubungan dengan SBS. Perlu dilakukan perawatan ventilasi dan pembersihan unit apartemen secara rutin untuk menjaga KUDR dan mencegah SBS.

Sick Building Syndrome (SBS) is several acute allergy-like symptoms experienced by individuals in a building and gradually disappear after leaving the building. Apartment occupants are vulnerable group, especially when doing Work From Home (WFH). The purpose of this study was to analyze the relationship between WFH and other variables with SBS among apartment residents in South Jakarta. This study used cross-sectional design with 152 samples. Independent variables in this study were time spent in house daily, age, gender, history of illness, unit condition, apartment location, temperature, natural ventilation, mechanical ventilation, ETS, smoking, indoor cooking, house cleaning, and using chemical products. Results showed 71.7% respondents experienced SBS, with general symptoms being the most prevalent. Chi-square test showed WFH had no relationship with SBS (p=0.66) but was associated with mucous membranes (p=0.032; OR=2.33) and skin (p=0.008; OR=3.27) symptoms. Variables related with SBS were temperature (p=0.012), mechanical ventilation (p=0.032), gender (p=0.027), history of illness (p=0.024), and house cleaning (p=0.011). In conclusion, WFH is not related with SBS, but is related with specific SBS symptoms. Individual characteristics, behavior, and IAQ factors are related with SBS. It is necessary to do ventilations maintenance and clean the units daily to maintain good IAQ and prevent SBS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christabel Caroline Franswijaya
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang sering dialami oleh penghuni gedung namun penyebabnya tidak diketahui pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di gedung 4 BPS Jakarta Pusat. Digunakan disain studi cross- sectional, variabel independen adalah kualitas udara dalam ruang (kadar PM10, suhu, kelembaban) dan karakteristik individu (jenis kelamin, kelompok pekerjaan, durasi penggunaan komputer). Analisa statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS adalah 45,2%, dari enam variabel yang berhubungan signifikan secara statistik adalah jabatan sekretarial (p-value=0,022, OR=3,714). Lantai dengan kadar PM10, suhu, dan kelembaban tinggi memiliki kejadian SBS yang tinggi juga, dan sebaliknya.

Sick Building Syndrome (SBS) is a frequent problem experienced by residents of buildings but the causes are still unknown. This study aims to determine the relationship between the indoor air quality with SBS occurence in 4th building of BPS, Central Jakarta. We used cross-sectional study design, with the indoor air quality (PM10 levels, temperature, humidity) and individual characteristics (gender, occupation, duration of computer use) as independent variables. From the results of statistical analysis, SBS incidence proportion is 45.2%, from all six variables the one that is statistically significant is secretarial position (p value = 0.022, OR = 3.714). Floors with high PM10 levels, temperature, and high humidity have a high incidence of SBS as well, and vice versa."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gelar Winayawidhi Suganda
"Seiring dengan waktu, pembangunan di kota-kota besar bergeser kearah vertikal dengan sistem ventilasi buatan. Hal tersebut berdasarkan berbagai penelitian dapat meningkatkan resiko Sick Building Syndrome (SBS) di gedunggedung dimaksud. Kantor Pusat PT. X berada di Gedung Y dengan karakteristik demikian. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dalam ruangan, karakteristik umum pekerja, dan kejadian SBS di Kantor Pusat PT. X. Berdasarkan penelitian beberapa parameter kualitas udara seperti CO2, kelembaban, dan ventilation rate tidak memenuhi Standar. Didapatkan juga beberapa kasus mirip SBS seperti iritasi mata (16.13 %) dan kelelahan (13.98 %). Kejadian SBS kemungkinan merupakan hasil interkoneksi berbagai faktor termasuk kualitas udara dan karakteristik responden.

Recently development of big city has been swifted to vertical development with artificial ventilation. According to vast amount of research that situation could lead to Sick Building Syndrome (SBS) cases. The Headquarter of PT. X located at Y Building has that charasteristic. This Theses aims on knowing indoor air quality (IAQ), workers? characteristics and SBS cases in The Headquarter of PT. X. According to this research some parameters e.g. CO2, relative humidity and ventilation rate are out of standards. Some cases has also been found, e.g. eye irritation (16.13 %) and fatigue (13.98 %). These cases may be a result of many factors including IAQ and workers? characteristics."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31105
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>