Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119394 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Sediaan mengapung dirancang untuk meningkatkan bioavailabilitas
obat melalui perpanjangan waktu tinggal sediaan di lambung (dekat dengan
loka absorpsi) dan memperpanjang pelepasan obat dengan mengendalikan
laju pelepasannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh formula
tablet mengapung dengan menggunakan kombinasi pragelatinisasi pati
singkong propionat (PPSP) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) sebagai
matriks. Penelitian ini menerapkan granulasi basah sebagai metode
pembuatan tablet dengan teofilin sebagai model obat. Semua formula, yang
dibuat dengan memvariasikan komposisi polimer penyusun matriks,
menunjukkan periode mengapung diatas 8 jam pada asam klorida 0,1N 370C.
Uji keterapungan, daya mengembang, dan kinetika pelepasan obat
merupakan parameter penting tablet mengapung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa formula dengan matriks PPSP:HPMC=1:1 merupakan
formula terbaik yang paling mendekati formula pembanding dengan matriks
HPMC 100% dengan kinetika pelepasan mengikuti persamaan Higuchi dan
mekanisme difusi non-Fickian."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadiah Bayu Adlina
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32646
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariloka Danumaya
"Pada penelitian ini, disintesis hidrogel semi-IPN kitosan-poli(N,N-Dimetil Akrilamida) yang akan dijadikan sebagai sediaan penghantar obat amoksisilin trihidrat dengan sistem mengapung yang mengandung agen pembentuk pori K2CO3 dan KHCO3 dengan metode in situ loading dan post loading. Hidrogel yang telah disintesis dievaluasi kemampuan swelling, derajat ikat silang, efisiensi loading obat, porositas, daya apung, efisiensi penjeratan obat, serta pelepasan obat secara in vitro. Enkapsulasi mikrokapsul dilakukan pada hidrogel yang memiliki waktu awal mengapung paling cepat. Karakterisasi hidrogel dilakukan menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR), Spektrofotometer UV-vis, dan mikroskop stereo optik. Sifat pelepasan amoksisilin trihidrat akan diteliti secara in vitro pada pH 1,2 dan diukur menggunakan spektrofotometer UV-vis. Agen pembentuk pori yang memberikan hasil waktu awal mengapung terbaik adalah KHCO3 15 %. Berdasarkan hasil yang didapat, porositas yang dihasilkan akan semakin besar seiring kenaikan konsentrasi agen pembentuk pori. Sedangkan KHCO3 memberikan porositas yang lebih besar daripada K2CO3. Pada hidrogel KHCO3 15 % yang tersalut obat dengan metode in situ memberikan efisiensi yang besar tetapi pelepasan tidak terkontrol sedangkan untuk metode post loading memiliki efisien yang rendah namun pelepasan obatnya dapat terkendali. Penelitian ini juga melakukan pembandingan efisiensi dan disolusi terhadap CaCO3 dengan KHCO3, dimana CaCO3 menghasilkan efisiensi lebih besar dan disolusi (pelepasan) obat lebih terkontrol. Jadi diantara CaCO3 dengan KHCO3, hidrogel dengan agen pembentuk pori CaCO3 dapat dijadikan sebagai agen pembentuk pori.

In this study, a semi-IPN chitosan-poly(N,N-Dimethyl Acrylamide) hydrogel was synthesized which would be used as preparations for delivery of amoxicillin trihydrate drug with a floating system containing pore-forming materials K2CO3 and KHCO3 with in situ loading and post-loading methods. The synthesized hydrogels were evaluated for swelling ability, degree of cross-linking, drug loading efficiency, porosity, buoyancy, drug entrapment efficiency, and drug release in vitro. Microcapsule encapsulation was carried out on the hydrogel which had the fastest initial floating time. Hydrogel characterization was carried out using Fourier Transform Infra Red (FTIR), UV-vis spectrophotometer, and optical stereo microscope. The release properties of amoxicillin trihydrate were investigated in vitro at pH 1.2 and measured using a UV-vis spectrophotometer. The pore-forming material that gives the best initial buoyancy time is 15% KHCO3. Based on the results obtained, the resulting porosity will be greater as the concentration of the pore-forming agent increases. While KHCO3 provides greater porosity than K2CO3. In 15% KHCO3 hydrogel coated with drug, the in situ method provides high efficiency but the release is not controlled, whereas the post loading method has low efficiency but controlled drug release. This study also compared the efficiency and dissolution of CaCO3 with KHCO3, where CaCO3 resulted in greater efficiency and more controlled drug dissolution (release). So between CaCO3 and KHCO3, a hydrogel with a pore-forming agent CaCO3 can be used as a pore-forming agent."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlina Prima Putri
"Alginat adalah salah satu polisakarida alami yang dapat ditemukan pada sejumlah aplikasi biomedis. Hal ini didukung oleh sifatnya, yaitu biokompatibel, rendah kadar toksisitas, kelimpahan ketersediaannya, dan kemudahan proses gelasinya. Untuk meningkatkan sifat biodegradasi dan kemampuan interaksinya dengan sel tubuh, maka diperlukan modifikasi lanjut untuk senyawa alginat. Pada penelitian ini ditelaah metoda konjugasi alginat dengan reaksi oksidasi periodat dan reduksi aminasi. Penelitian diawali dengan pemetaan potensi protein dari sejumlah koleksi alga Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan konjugasi alginat dengan benzilamina dan ?-lisin. Kondisi reaksi optimal konjugasi dipelajari dengan menelaah pengaruh rasio substrat dengan oksidator dan reduktor. Alginat yang dikonjugasikan dengan benzilamina, mampu bertindak sebagai surfaktan karena membentuk misel pada pH asam, sedangkan dari senyawa alginat terkonjugasi ?-lisin, diperoleh produk berupa hidrogel dengan metoda pembentukan ikatan silang basa Schiff menggunakan gelatin. Hidrogel ini memiliki keunggulan karena ikatan yang terbentuk berupa pseudokovalen, menghasilkan hidrogel sifat self-healing. Dengan menggunakan kondisi konjugasi optimal, maka metoda modifikasi selanjutnya digunakan untuk membentuk alginat terkonjugasi lektin wheat germ aggulitinin (WGA). Mikropartikel dari alginat terkonjugasi WGA disintesis dengan metoda emulsifikasi dan ikatan silang ionik. Mikropartikel kemudian dimuat dengan kurkumin, pola pelepasan, hemakompatabilitas dan sitotoksisitinya diamati. Hasil penelitian menunjukkan enkapsulasi kurkumin dengan mikropartikel menghasilkan model pelepasan yang diperpanjang, dan pada konsentrasi rendah mikropartikel menunjukkan sifat hemakompatibel.

Alginates are one of the natural polysaccharides that are found in numerous applications in biomedical science and engineering. This is due to the favorable properties of alginates, including biocompatibility, low toxicity, abundant availability, and ease of gelation. Chemical functionalization is one way to generate alginate derivatives with low molecular weight and high cell interactions. In this research conjugation method via periodate oxidation and reductive amination was studied. The research began with algae protein’s potential mapping from a few of Indonesian algae collection. The second part of the research was to conjugate the alginate with benzylamine and ?-lysine. We studied the effect of substrates against oxidation and reduction agents towards reaction yields. The benzylamine conjugated alginate was producing micelle on acidic pH, makes it suitable to acts as surfactant. From the ?-lysine conjugated alginate, we produced hydrogel by using gelatin to form Schiff base crosslinking. This hydrogel was linked by pseudocovalent linker which generates its self-healing properties. With conjugation optimum condition, alginate was conjugated with WGA lectin. Microparticles from alginate conjugated WGA were prepared through emulsification and ionic crosslinking. The microparticle was loaded with curcumin. The released pattern, hemacompatability and cytotoxicity of microparticle were investigated. The results show that encapsulation of curcumin with microparticle was released in prolonged manner and at low concentration, microparticle was hemocompatible."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Fauziah
"Amoksisilin trihidrat memiliki waktu tinggal yang singkat di dalam lambung. Penghantaran obat dengan sistem mengapung dikembangkan agar sediaan dapat dipertahankan di lambung dalam waktu yang lama. Pada penelitian ini, disintesis hidrogel full-IPN kitosan-PNVP sebagai sediaan penghantar obat amoksisilin trihidrat dengan sistem mengapung yang mengandung agen pembentuk pori NaHCO3 dan CaCO3 dengan komposisi kitosan:PNVP 70:30 (% b/b), 2% asetaldehida 0,1 M, 1% inisiator amonium persulfat (APS), 1% MBA, waktu polimerisasi 0,5 jam, dan variasi konsentrasi 0%; 1%; 5%; 10%; dan 15% NaHCO3 dan CaCO3. Karakterisasi hidrogel dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer FTIR, dan mikroskop stereo optik. Pengujian yang dilakukan diantaranya adalah uji porositas, uji daya apung in vitro, efisiensi penjerapan serta pelepasan amoksisilin trihidrat pada pH 1,2. Hidrogel full-IPN NaHCO3 menunjukkan porositas yang lebih besar dengan waktu awal mengapung yang lebih singkat daripada hidrogel full-IPN CaCO3 dan keduanya dapat membuat matriks mengapung lebih dari 12 jam. Hidrogel full-IPN CaCO3 menunjukkan pola pelepasan yang terkontrol dan efisiensi penjerapan amoksisilin yang lebih tinggi daripada NaHCO3. Konsentrasi agen pembentuk pori yang menghasilkan penjerapan dan pelepasan amoksisilin trihidrat yang optimum dari matriks hidrogel yaitu 5% NaHCO3 dan 10% CaCO3.

Amoxicillin trihydrate has a short residence time in the stomach. Floating drug delivery systems were prepared to prolong the presence of the dosage form within the stomach at the desire period of time. In this research, full-IPN hydrogel chitosan-PNVP as carrier for floating drug delivery of amoxicillin trihydrate containing NaHCO3 and CaCO3 as pore forming agents were synthesized with the composition chitosan: PNVP 70:30 (% w/w), 2% acetaldehyde 0.1 M, 1% initiator ammonium persulfate (APS), 1% MBA, 0.5 hours of the polymerization reaction time, and variation of the concentration 0%; 1%; 5%; 10%; and 15% of NaHCO3 and CaCO3. The hydrogels and microcapsules were characterized by FTIR spectrophotometer and stereo microscope. The effect of pore forming agents on the porosity, in vitro bouyancy, drug entrapment efficiency, and in vitro release were investigated. Hydrogel which contained NaHCO3 showed higher porosity with shorter floating lag time than CaCO3 and both been able to make the hydrogels floating more than 12 hours. CaCO3 incorporated hydrogels showed controlled drug release profile and higher drug entrapment efficiency than NaHCO3. The concentration of pore forming agents which had an optimum drug entrapment efficiency and release were found at 5% NaHCO3 and 10% CaCO3 pore forming agents."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Ramadhan Afif
"Obat ini sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat membantu mengurangi rasa sakit dan menyembuhkan penyakit. Namun konsumsi obat harus mengikuti peraturan yang ada. Pelepasan obat dapat dimanipulasi melalui model obat Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model yang valid obat terdiri dari parasetamol dan kitosan matriks. Sebuah model yang valid dapat dicapai jika hasil dari percobaan dan simulasi menunjukkan nilai perbedaan sedikit Juga konsentrasi profil parasetamol dalam bentuk padat cair dan parasetamol dalam air akan mengamati dan menganalisa secara benar Hasil dari penelitian ini adalah profil pelepasan parasetamol selama 25 menit. Dan itu menunjukkan pelepasan persen parasetamol selama 25 menit Matriks membutuhkan sekitar 7 jam untuk melepaskan parasetamol dalam matriks dengan parameter adalah koefisien pembubaran obat adalah 1x10 9 ml2 mol2 h dan koefisien difusi paraetamol dalam cairan adalah 5 x 10 8 m2 s Dari percobaan parasetamol loading 2,66%, 5,65% and 7,45%.. The pelepasan obat akan terjadi dalam larutan penyangga yaitu air dengan pH 7, 4. Diasumsikan bahwa parasetamol hanya dilepaskan ke air chitosan diasumsikan tidak melepaskan ke air sehingga air harus memiliki pH 7,4 Setelah 25 menit dari rilis persen sampel adalah 14 6 untuk sampel B adalah 13,6 % dan untuk sampel C adalah 21,7%.

Drug is very important for human being. It can help reduce pain and cure diseases. However consumption of drug must follow its existing regulations. The release of a drug can be manipulated through a model of the drug. The main objective of this research is to obtain a valid model of a drug consist of paracetamol and chitosan matrix. A valid model can be achieve if the result from experiment and simulation show a slightly difference values. Also, the profile concentration of paracetamol in solid, paracetamol in liquid and water will be observe and analyze correctly. The result of the research is profile release of paracetamol for 25 minutes. And it shows the percent release of paracetamol for 25 minutes. The matrix needs approximately 7 hours to release paracetamol inside the matrix, with parameters are: the coefficient of drug dissolution is 1x10-9 ml2/mol2 h and diffusion coefficient of paraetamol in liquid is 5 x 10-8 m2/s. From the experiment, paracetamol loading are 2,66%, 5,65% and 7,45%. The drug release will occurred in buffer solution, which is water with pH 7,4. It was assumed that only paracetamol is released to the water, chitosan is assumed not release to the water, therefore the water must have pH 7,4. After 25 minutes percent release of sample A is 14,6 %, for sample B is 13,6 % and for sample C is 21,7 %."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Since the dicovery of liposome or lipid vesicles derived from self limiting enclosed lipid bilayer upon hydration, liposome drug delivery systems have played a significant role in formulation of potent drugs to improve therapeutics. Currenlty most of these liposome formulation are designed to reduced toxicity and to some
extent increase accumulation at the target site(s) in a the number of clinical application. The current pharmaceutical preparations of liposome based therapeutics stem from our understanding of lipid drug interactions and the liposome disposition mechanism including the inhibition of rapid clearance of liposome by controlling size ,
charge and surface hydration."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2004
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Amalia
"Solid lipid nanoparticle (SLN) merupakan suatu sistem pembawa koloid yang menggunakan lipid padat sebagai bahan pembentuk matriks. Penelitian ini dilakukan untuk preparasi sediaan SLN gliklazid menggunakan metode high shear homogenization dan pengeringan beku. Formula SLN gliklazid terdiri atas: asam stearat sebagai bahan pembentuk matriks, Tween 80 dan PEG 400 sebagai surfaktan, etanol sebagai ko-solvent dan laktosa sebagai cryoprotectant. Karakterisasi sediaan SLN dilakukan sebelum dan setelah pengeringan beku yang meliputi: analisis ukuran partikel dan potensial zeta, analisis morfologi, efisiensi penjerapan, dan dilanjutkan dengan evaluasi pelepasan dan permeabilitas gliklazid secara in-vitro.
Hasil menunjukkan gliklazid dapat diformulasikan kedalam bentuk sediaan SLN dengan bentuk partikel yang tidak sferis dan rata-rata ukuran partikel SLN sebesar 878,0 ± 246,3 nm dan 745,8 ± 204,0 nm. Nilai potensial zeta dari SLN adalah –3,96 ± 0,45 mV dan –5,32 ± 2,13 mV dengan efisiensi penjerapan 84,055 ± 3,876% dan 75,29 ± 0,79%. Evaluasi pelepasan obat pada sediaan secara in-vitro menunjukkan pada menit ke-25 gliklazid telah terdisolusi sebanyak 99,739 ± 0,310% dan menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dengan gliklazid murni. Evaluasi permeabilitas sediaan secara in-vitro menunjukkan laju permeasi SLN gliklazid lebih tinggi dibandingkan gliklazid murni dan menunjukkan perbedaan yang signifikan (p < 0,05).

Solid lipid nanoparticle (SLN) have been proposed as colloidal carriers which used solid lipid as matrix material. In this study, gliclazide-loaded solid lipid nanoparticle has prepared with high shear homogenization and freeze drying method using stearic acid as lipid material, tween 80 and PEG 400 as surfactant, ethanol as'co-solvent and lactose as cryoprotectant. Characterization performed on SLN dosage from before and after freeze drying, which includes the analysis of particle size and zeta potential, morphology analysis, entrapment efficiency, followed by evaluate in vitro release study and in vitro permeation study of gliclazide.
Results indicate gliclazide can be formulated in SLN dosage form using high shear homogenization and freeze dry method. The morphology studies revealed that the prepared SLN were irregular in shape with mean particle size of 878.0 ± 246.3 and 745.8 ± 204.0. Zeta potensial value of gliclazide-loaded SLN were found – 3.96 ± 0.45 mV and – 5.32 ± 2.13 mV with entrapment efficiency 84.055 % ± 3.876 and 75.29 ± 0.79%. The evaluation of the in vitro of Gliclazideloaded SLN release study showed after 25 minutes of study, 99.739 ± 0.310% gliclaizde was dissolved and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide. The in vitro permeation of gliclazide was improved when formulated as SLN and showed a significant difference (p < 0.05) with pure gliclazide.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Johnson
"Sistem distribusi obat adalah suatu sistem yang diterapkan oleh farmasi rumah sakit X sejak dari Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan dan Pengaturan Obat dan Alat Kesehatan. Ada dua macam sistem yang dijalankan di rumah sakit X yaitu sistem distribusi Tradisional dan sistem distribusi Dosis Unit. Sejak tahun 1986 bulan Agustus pada ruang rawat nginap kelas III (Ruang Melati) telah dijalankan sistem distribusi Dosis Unit sebagai pilot proyek (uji coba).
Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri dikatakan bahwa sistem ini menguntungkan bagi rumah sakit dan pasien. Keuntungan yang diperoleh adalah dari ketepatan waktu pembelian obat, biaya pembelian maupun keamanan didalam pemakaian obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sistem distribusi obat mempengaruhi lamanya penderita dirawat di rumah sakit. Selain faktor distribusi juga ingin diketahui apakah faktor-faktor lain seperti dokter, alamat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya juga mempengaruhi LHR di rumah sakit X ini. Dengan diketahuinya pengaruh sistem distribusi obat dan faktor-faktor lain terhadap LHR yang merupakan salah satu tolak ukur performance rumah sakit, ini dapat sebagai dasar untuk menerapkan sistem ini di rumah sakit secara menyeluruh. Pengaruh sistem dan faktor-faktor lain ini terhadap LHR juga dapat sebagai dasar pemikiran kepada pimpinan rumah sakit untuk menentukan garis-garis kebijakan selanjutnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan meneliti data sekunder tahun 1987.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh sistem distribusi, dokter yang merawat, diagnosa penyakit dan pembayar biaya terhadap LHR. LHR penderita yang dirawat oleh dokter organik, yang diagnosanya infeksi akut, yang distribusi obatnya dosis unit dan pembayar biayanya pribadi adalah lebih pendek.
Dengan bantuan analisis statistik yaitu: Uji T dan Uji Regresi Ganda membuktikan adanya hubungan antara sistem distribusi, dokter, diagnose, pembayar biaya dengan LHR. Penelitian ini menyimpulkan bahwa apabila kita ingin mengembangkan sistem distribusi dosis unit di rumah sakit dengan dasar pengaruh terhadap LHR adalah tidak relevan. Sedangkan untuk faktor-faktor dokter organik, diagnosa infeksi akut, pembayar biaya pribadi dan distribusi dosis unit LHRnya lebih pendek.
Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sistem distribusi obat di rumah sakit yang menyangkut faktor biaya dan manajemen."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T6719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karenna
"Nanoemulsi donepezil yang dihantarkan dari hidung ke otak dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan akumulasi donepezil di otak dan menghindari efek samping di saluran cerna. Namun, penelitian sebelumnya masih menggunakan konsentrasi surfaktan yang dapat menimbulkan sitotoksisitas. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan nanoemulsi donepezil dengan droplet berukuran di bawah 200 nm, nilai potensial zeta lebih besar dari 30 mV, indeks polidispersitas kurang dari 0,3, pH mendekati pH fisiologis nasal, serta fluks permeasi in vitro yang lebih tinggi dari kontrol. Nanoemulsi m/a yang mengandung donepezil, asam oleat, Tween 80, PEG 400, BHT, dan air demineralisata dibentuk dengan metode homogenisasi kecepatan tinggi dan ultrasonikasi. Parameter organoleptis, ukuran, indeks polidispersitas, potensial zeta, pH, permeasi in vitro melalui mukosa nasal kambing, dan stabilitas tiga formula nanoemulsi yang mengandung 3%, 4%, dan 5% surfaktan dinilai dan dibandingkan. Ketiga nanoemulsi memiliki ukuran droplet di bawah 110 nm, potensial zeta mencapai -29,77 mV, indeks polidispersitas kurang dari 0,3, pH masih ditoleransi mukosa nasal, dan stabil dalam penyimpanan pada suhu 30 ± 2 °C maupun 5 ± 2 °C selama sebulan. Melalui studi ini disimpulkan bahwa nanoemulsi F2 memiliki karakteristik fisik yang baik dan fluks permeasi terbaik (9,51 ± 2,64¼g/cm2.jam) sehingga berpotensi digunakan untuk meningkatkan akumulasi donepezil di otak.

Donepezil nanoemulsion delivered via the nose to brain route can be an alternative to increase donepezil accumulation in the brain and avoid gastrointestinal side effects. However, previous study still used high surfactant concentrations which can cause cytotoxicity. This study aims to produce donepezil nanoemulsions with droplet sizes below 200 nm, zeta potential values greater than 30 mV, polydispersity index less than 0.3, pH nearing nasal physiological pH, and higher in vitro permeation compared to control. An o/w nanoemulsion comprising of donepezil base, oleic acid, Tween 80, PEG 400, BHT, and demineralized water was formed by high-speed homogenization and ultrasonication. Organoleptic, size, polydispersity index, zeta potential, pH, in vitro permeation through goat nasal mucosa, and the stability of three formulas containing 3%, 4%, and 5% surfactant were compared. All three nanoemulsions had droplet sizes below 110 nm, zeta potential up to -29.77 mV, polydispersity index less than 0.3, pH tolerated by nasal mucosa, and stable in storage at 30 ± 2 °C and 5 ± 2 °C for a month. This study concludes that the F2 nanoemulsion had good physical characteristics and the best permeation flux (9,51 ± 2,64¼g/cm2.hour), thus having potential to increase donepezil accumulation in the brain."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>