Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Sunarjadi
"Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang menyeluruh, bermutu, terjangkau oleh masyarakat dan sebagai motor pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Mutu pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dirasakan masih belum memadai. Banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain standar pelayanan dan pembiayaan. Sampai saat ini biaya pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas sangat min:m sehingga op rasional Puskesmas masih banyak mendapat subsidi baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kecukupan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Puskesmas Baradatu Kabupaten Way Kanan pada tahun 2006. Ruang lingkup penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Baradatu Kabupaten Way Kanan dengan membatasi area penclitian pada pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah dari berbagai tingkatan yang dialokasikan dan dikelola oleh Puskesmas Baradatu yang ditelusuri pada tahw1 anggaran 2006. Desain penelitian yang dipergunakan adalah penelitian operasional. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari alokasi anggaran tahun 2006 dan diambil dari doktllllen di masing•masing instansi pengelola serta data sasaran dan cakupan program di Puskesmas Baradatu. Analisis pencapaian program pelayanan kesehatan di Puskesmas Baradatu dilakukan dengan mengacu pada indikator Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. Pencapaian program pelayanan kesehatan Puskesmas Baradatu rendah yaitu baru 57,8% indikator program prioritas SPM yang sudah dijalankan sesuai dan melebihi target.
Pembiayaan kesehatan pemerintah tahun 2006 sebesar Rp.l.292.814.897,­dimana 85,57% dari APBD Kabupnten Way Kanan dan 14,43% dari APBN. Anggaran APBD Kabupaten Way Kanan 84,49% berasal dari DASK Puskesmas Baradatu sedangkan 15,51% berasal dari DASK Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan. Estimasi pembiayaan kesehatan sebesar Rp. 35.316,- atau US$ 3,85 per kapita pertahun. Perkiraan kebutuhan biaya operasional pelayanan kesehatan berdasarkan pencapaian program prioritas SPM Puskesmas Baradatu tahun 2006, sebesar Rp.377.427.084,-. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan obat membutuhkan biaya operasional t rbesar. Total kebutuhan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah sebesar Rp.1.410.507.627,- Kesenjangan yang terjadi sebesar Rp.l17.692.730,- disebabkan kekurangan biaya operasional anggaran bersurnber APBD Kabupaten Way Kanan sebesar 10,64%. Keadaan ini menyebabkan rendahnya pencapaian program prioritas SPM Puskesrnas Baradatu tahun 2006.
Disarankan agar penyusunan perencanaan anggaran berdasarkan Standar Pelayanan Minimal, dengan mengalokasikan pembiayaan secara efektif dan efisien. Untuk mengatasi keterbatasan anggaran pernerintah dilakukan upaya rnenaikkan anggaran secara bertahap dari tahun ke tahun disesuaikan dengan kecenderungan kenaikan pemerintah hingga kebutuhan tersebut masih dapat ditanggung oleh daerah.

The Community Health Center (CHC)/Puskesmas have a main task to conduct the basic health services comprehensively, qualified, and affordable by the community, and act as the motor of the health development of its work area. However, the quality of the basic health services is still far from expectation. There are a lot of factors that affected, such as: the standard of the services and its cost Until this day, the cost for health services, especially at puskesmas is very low. Therefore, the operational cost of the puskesmas still have subsidized from the central and provincial government.
The study has a purpose on describing the appropriate health cost that resourced from the government, at Baradatu Puskesmas of the District of Way Kanan in the year of 2006. The study is carried out in the area of working of the puskesmas with a limitation of The analysis of target program achievement of the health services at Baradatu Puskesmas is obtaining by referring the indicators of Minimum Standard of Health Services (MSHS). It is found that the coverage of health services program at Baradatu Puskesmas is still low, i.e. only 57.8%, but indicators on priority program of MSHS that have been applied are appropriate and over the target.
Government health cost in 2006 is about 1,292,814,817,00 rupiah (one billion and two hundred ninety two million eight hundred fourteen thousand and eight hundred seventeen rupiah), where 85.5% of it is from the Provincial Budget and Expenditure (APBD) and 14.43% is from the Central Budget and Expenditure (APBN). The APBD of the District of Way Kanan is 84.49% from the DASK Puskesmas Baradatu, and its 15.51% is from the DASK of the District Health Authority of Way Kanan. It is estimated that the health cost at the District of Way Kanan is about 35,316 rupiah or$ 3.85 per-capita per­ year. Estimation for cost health services operational need based on program achievement on MSHS priority of Baradatu Puskesmas in the year of 2006 is around 377,427,084 rupiah. The implementation of the basic health services and medication need a considerable operational cost. The total needed on health services that resourced from the government is 1,410,507,627 rupiah. The disparity produced is 117,692,730 rupiah, caused by 10.46% of the shortage of operational budget from APBD resourced from the District of Way Kanan. The situation that lead to the low on target achieved by program priority of MSHS at Baradatu Puskesmas in 2006.
It is suggested that planning arrangement for budget based on MSHS, should be allocated efficiently and effectively. To deal with the limitation of the government budget, an increasing the budget year by year should be attempted in corresponds with the elevation on government budget Therefore, the cost needed can be managed by the district.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lifia Ayu Deltia Aringga
"Latar Belakang : Peran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan dalam upaya untuk mencapai pembangunan kesehatan yang optimal. Kinerja tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, bidan, gizi, farmasi, serta komponen lainnya yang berada di lingkungan puskesmas sangat penting untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas. hasil pengamatan terhadap 20 orang perawat Puskesmas dan dihasilkan bahwa sebanyak 30% pegawai tidak mencatat pendokumetasian asuhan keperawatan dengan lengkap, sebanyak 50% lebih sering melakukan kegiatan adminitratif. Subyek dan Metode Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode analitik yang dilakukan secara observasional, desain penelitian ini adalah secara potong lintang (cross sectional). Dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari laporan puskesmas. Jumlah sampel adalah 147 dengan menggunakan total populasi yaitu perawat yang bekerja di puskesmas di kabupaten way kanan. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2019. Hasil: Dari hasil penelitian didapatkan persamaan regresi sebagai berikut: Kinerja perawat = 4,066 - 0.018 masa kerja + 1,48 imbalan + 0,013umur Dengan model persamaan ini, kita dapat memperkirakan kinerja perawat dengan menggunakan variabel umur, masa kerja dan imbalan. Adapun arti koef. B untuk masing-masing variabel adalah sbb: Setiap kenaikan imbalan sebesar 1 juta maka akan mempengaruhi peningkatan kinerja perawat 1,48 pasien/ hari, setelah dikontrol variabel imbalan dan umur. Setiap perawat yang memiliki masa kerja lebih besar 1 tahun, kinerjanya menurun sebesar 0,18 pasien, setelah dikontrol variabel masa kerja dan umur. Setiap kenaikan umur sebesar 1 tahun maka akan mempengaruhi peningkatan kinerja perawat 0,13 pasien/hari, setelah dikontrol variabel imbalan dan umur. Kesimpulan : Ada hubungan yang signifikan antara umur, masa kerja, beban kerja, dan imbalan terhadap kinerja perawat Puskesmas di Kabupaten Way Kanan Tahun 2018, sementara antara pendidikan, jenis kelamin, dan pelatihan tidak ada hubungan yang signifikan terhadap kinerja perawat puskesmas di Kabupaten Way Kanan Tahun 2018. Faktor yang paling dominan adalah imbalan.<

Background: The role of health workers is very much needed in efforts to achieve optimal health development. The performance of health workers, including doctors, nurses, midwives, nutrition, pharmacy, and other components within the health center is very important to create quality services. the results of the observation of 20 Puskesmas nurses and resulted in that as many as 30% of employees did not record the complete documentation of nursing care, as much as 50% more often did administrative activities. Subjects and Methods: This study used an analytical method that was carried out observationally, the design of this study was cross sectional (cross sectional). Done using secondary data sourced from the puskesmas report. The number of samples is 147 by using a total population of nurses who work in health centers in the right way district. The location of the study was conducted in Way Kanan District, Lampung Province. The study was conducted in May 2019. Results: There is a significant relationship between age, years of service, workload, and rewards on the performance of Puskesmas nurses in Way Kanan District in 2018 with the pvalue 0,001, while there is no significant relationship between education, gender and training on the performance of health center nurses in Way Kanan Year 2018. Conclusion. The most dominant factor tat affecting nurses performance is compensation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Sunarjat
"Dalarn era desentralisasi, bidang kesehatan menjadi sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pembangunannya untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya. Sebagai konsekwensinya pemerintah Kabupaten/Kota harus menyusun kebijakan dalam upaya pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya kebijakan pembiayaan kesehatan yang bersurnber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan. mutu, efisiensi dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah. Tersedianya data tentang pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting karena sangat mempengaruhi proses pembuatan keputusan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan kesehatan daerah.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber pemerintah di Kota Sukabumi sceura lengkap. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi pembiayaan kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun per kapita, sumber pernbiayaan, dan bagaimana peruntukannya dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran, sub mata anggaran, unit pengelola, unit pengguna, program dan jenis biaya serta alokasi pembiayaan untuk program-program essensial. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Sukabumi pada Dinas Kesehatan, RSUD dan instansi terkait yang menjadi pengelola pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA). Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi pembiayaan tahun anggaran 2006.
Hasil analisis menunjukkan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kota Sukabumi adalah sebesar Rp 71410_033,100,- dan Rp 58.866.442.000,- (78,04%) bersumber dari APBD. Pembiayaan kesehatan per kapita (gaji/tunjangan, investasi, dan pemeliharaan tidak dihitung) adalah sebesar Rp 155.920,- Dilihat dari peruntukannya, alokasi pernbiayaan di Kota Sukabumi, Dinas Kesehatan dan RSUD, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur, kecuali di RSUD antara belanja aparatur dan publik hampir seimbang, sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional Proporsi belanja investasi lebih besar dari belanja pemeliharaan. Proporsi pembiayaan kesehatan bersumber APED mencapai 17,00% dari total APED Kota Sukabumi.
Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp 41.17 / kapita/tahun), maka alokasi pembiayaan kesehatan di Kota Sukabumi sudah memenuhi ketentuan tersebut. Sementara itu untuk membiayai program-program essensial di Dinas Kesehatan, baru mencapai 6,74% dari total annum Dinas Kesehatan atau 15,74 % dari kebutuhan sesuai estimasi Bank Dunia. Untuk memenuhi laiteria pemerataan, mutu, efi.siensi dart kesinambungan pembangunan kesehatan di Kota Sukabumi, diperlukan analisis lebih lanjut terutama untuk mengetahui alokasi pada mata anggaran dan sub mata anggaran apa saja, agar indikator outcome, benefit, impact program dapat tercapai.

In decentralization era, health department becomes an authority and responsible for district/city fully in implementing development to improve public health level in their area. As consequence, district/city government must arrange a policy to develop health, included health cost policy which comes from government. Health cost system at district mast be developed in order main issue on health cost of district, such as mobilization, allocation, and cost efficiency can implement well so it can guarantee a generalization, quality, efficiency, and continuity of district health development. Applying data of health cost becomes a most important thing because it can affect a policy making process to determine policy and cost strategy of district health program.
Until now, it has not been conducted a health cost analysis yet which comes from government of Sukabumi completely. Therefore, this study is conducted to know how much health cost allocation for one year totally or each capita, cost resource, and how its function if it is seen from outcome type, line item, budget, sub budget, organizer unit, user unit, program and cost type and cost allocation for essential programs. This study was conducted at Health Service, RSUD and related instance in Sukabumi which became a health cost organizer which came from government. This study used a District Health Account (DHA) method. Health cost analysis used a cost allocation data on budget period of 2006.
Analysis result indicated that health cost totally which comes from government of Sukabumi are 75.410.033.100 rupiah and 58.866442.000 rupiahs (78,04%) come from APED. Health cost every capita are 155.920,- rupiahs (salary/subsidy, infestation and conservancy are not accounted). If it was seen from its function, cost allocation at Health Service and RSUD of Sukabumi, proportion of public outcome is bigger than government officer outcome, except proportion of government officer outcome and public outcome at RSUD are balance, most of them is allocated for operational outcome. Proportion of infestation outcome is bigger than conservancy outcome. Proportion of health cost which comes from 'APBD is 17,00% of APED in Sukabumi totally.
By using an estimation rate of World Bank (health cost is 41.171 every capita/every year), so health cost allocation of Sukabumi is out of rule. While for essential programs cost at Health Service, there are 6,74% of total budget at Health Service or 15,74% of the needs based on World Bank estimation. It is important a further analysis to fulfil/ criterion of generalization, quality, efficiency and health development continuity in Sukabumi especially for knowing budget and sub budget allocation so program indicators of outcome, benefit, and their impact can reach.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasir Asromi
"Tesis ini mengangkat permasalahan yang terjadi dalam kegiatan pemasaran lada dan kopi yang diusahalan oleh kalangan pedagang pengumpul hasii bumi (cingkau) sebagai suatu tinjauan pembangunan ekonomi daerah. Cingkau mempunyai peran penting dalam membantu petani dalam memasarkan hasii perkebunannya. Secara umum, peran positif para cingkau tersebut adalah sebagai penghubung (middle man) antara petani dan pasar. Kegiatan tersebut juga membuka kesempatan lapangan kerja (employment) bagi masyarakat setempat dan keberadaan cingkau juga merupakan penggerak roda ekonomi dan pelayanan masyarakat.
Permasalahan yang terlihat adalah selain peran positif yang dilakukan oleh para cingkau tersebut, ternyata sebagian besar cingkau melaksanakan beberapa peran negatif antara lain sebagian besar cingkau melakukan praktek ijon kepada petani yang membutuhkan, adanya praktek oligopoli yang tidak memberikan kesempatan cingkau lainnya untuk berkembang (unfair competition) dan beberapa praktek manipulasi dagang seperti kegiatan mencampur lada atau kopi dari berbagai tingkatan mutu maupun memanipulasi berat timbangan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Berdasarkan permasalahan tersebut selanjutnya dilakukan penelaahan secara mendalam untuk merumuskan beberapa aspek yang berpengaruh terhadap peran cingkau dalam pemasaran lada dan kopi tersebut sebagai langkah untuk mengatasi dampak peran negatif yang mereka lakukan selama ini yang antara lain adalah aspek kepastian hukum, peran pemerintah daerah, proses kelembagaan, informasi pasar, fasilitas permodalan dan kemampuan wirausaha. Keenam aspek tersebut dirumuskan berdasarkan beberapa teori dan pendapat pakar yang relevan yang selanjutnya dikembangkan dalam penelitian.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Berkaitan dengan efektifitas pengumpulan data yang diperlukan agar lebih akurat, dirasa perlu untuk menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam mengumpulkan data digunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan, kuesioner yang disebarkan kepada responden, studi pustaka dan dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan melalui tehnik snowball sampling dan purposive sampling. Sedangkan pemilihan responden melalui tehnik cluster sampling. Penelitian dilakukan pada bulan November 2002 sampai dengan penyelesaian tesis ini pada bulan Januari 2003."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Satiasari
"Berdasarkan SK Gub DKI Jakarta No. 2086 tahun 2006, 44 Puskesmas di Provinsi DK] Jakarta ditetapkan menjadi unit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daelah ( PPK BLUD ) secara bertahap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gamharan realisasi anggaran kesehatan bersumber pemerintah provinsi di 42 puskesmas DKI Jakarta untuk periode tahun 2007-2009 paska menerapkan PPK BLUD. Desain penelitian adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan puskesmas tahun 2007- 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi anggaran di Puskesmas DKI Jakarta dari tahun 2007 sampai dengan 2009 cenderung meningkat yaitu Rp l7b.l66.506.28l (2007) , Rp 242.295.485.|2l (2008) dan Rp 247.076.8l0.111 (2009). Biaya perkapita berkisar dari USS 2 ( Jakarta Barat ) - USS 4,6 ( Jakarta Pusat ). Total pendapatan BLUD Puskesmasjuga menunjukkan peningkatan yaitu Rp 57.24l.949.0l7,- (2007), Rp 59.779.032.965 ,- (2008) dan Rp 65.745.497.256,- (2009). Realisasi anggaran rata-rata pertahun pada periode 2007-2009 untuk : upaya wajib 80%, program pzioritas 8l,08%. Berdasarkan sifat plogram : Kuratif 58%, preventif 2l%, promotif 0.98%. Berdasarkan jenis kegiatan : UK? 58%, UKM sebesar 22 %, Manajemen 13% dan investasi 6%. Berdasarkan kelompok belanja : BOP 85%. adum 8,56% , modal 5,76%. CRR 46,97%.

Under Decree of the Governor of DKI Jakarta Province No. 2086 ln 2006, 44 health centers in Jakarta Province enacted into units that implement the Financial Management Pattems Regional Public Service Board gradually.
This research aims to reveal the health budget comcs in 42 health centers of the provincial govemment of DKI Jakarta for the period 2007-2009 afler applying Financial Management Panems Regional Public Service Board. The study design is descriptive. Data collected is secondary data derived from the consolidated financial health centers in 2007-2009.
The results showed that the realization of budget in Jakarta Health Center from 2007 to 2009 tended to increase the l76,l66,506,28l IDR (2007), 242,295,481 121 IDR (2008) and 247,076,8l0,l ll IDR (2009). Per capita costs ranged fiom U.S. S 2 (West Jakarta) - U.S. S 4.6 (Central Jakarta). Total revenues Regional Public Service Board PHC also showed an increase of 57,24I,949,0l7 IDR (2007), 59,779,032,965 IDR (2008) and 6S,745,497,256 IDR (2009). Total expenditure per year on average for the period 2007-2009: the effort required 80% 8l.08% priority programs. Based on the nature of the program : Curative 58%, 21% preventive, promotive 0.98%. Based on the types of activities: UKP 58%, 22% SME, investment Management l3% and 6%. Based on expenditure groups: BOP 85%, ADUM 8.56%, 5.76% of capital. CRR 46.97% .
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34405
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Prasetyo
"Dampak dari kompleksnya permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia akibat krisis ekonomi global adalah semakin melambungnya jumlah penduduk miskin, yang ditandai dengan meningkatnya ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (basic need). Dari kondisi tersebut pemerintah berusaha menyikapi persoalan yang terjadi dengan melakukan upaya penanggulangan kemiskinan, yakni berupa program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang merupakan program rescue dan recovery terhadap masyarakat miskin. Dan salah satu program diantaranya adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK).
PPK dirancang secara khusus untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat yang dilakukan dengan meningkatkan keterpaduan pengembangan ekonomi produktif dan pembangunan sarana dan prasarana perd an. Dalam pengelolaannya diberikan langsung kepada masyarakat lokal, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam PPK adalah pemberdayaan masyarakat dimana mawarakat penerima bantuan diberikan kebebasan dalam menentukan kegialan yang akan dilaksanakan alas dasar kesepakatan melalui musyawarah (bottom-up Planning).
Diantara kegiatan yang dijalankan dari program PPI( salah satunya berupa pemberian modal usaha ekonomi produktif kepada masyarakat miskin, dengan program tersebut diharapkan masyarakat miskin mendapat manfaat berupa peningkatan pendapatan keluarga dari usaha yang dijalankannya, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need).
Persoalan yang timbul adalah apakah dengan pemberian bantuan modal usaha tersebut betul-betul efektif dalam meningkatkan pendapatan keluarga miskin ? Berdasarkan dari pemikiran teerebut penulisan tesus ini dilakukan. Penulisan tesis ini merupakan hasil penelitian evaluasi pelaksanaan PPK; dimana program yang dijalankan di Iokasi penelitian apakah memang efektif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga mampu mengurangi jumlah masyarakat miskin.
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan dan program PPK yakni untuk menanggulangi kemiskinan memang benar-benar dapat efektif difakukan dengan melalui pemberian pinjaman modal usaha. Sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran yang dapat memperjelas bentang keberadaan konsep program PPK setelah diaplikasikan di lapangan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Melalui pendekatan dan jenis penelioan ini, diharapkan dapat menggambarkan dengan jelas berdasarkan fakta-fakta yang ada dilapangan mengenai pelaksanaan program PPK kemudian menganalisanya berdasarkan konsep-konsep yang digunakan sehingga dapat diketahui keefektifan program PPK dalam mengurangi jumlah masyarakat miskin. Sementara itu data selama penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi, studi pustaka dan me1a|ui dokumentasi. Sedangkan pemilihan informan dilakukan melalui teknik snowball sampling, dimana informan diperoleh melalui petunjuk dari inforrnan sebelumnya yang telah ditetapkan sebagal infomman awal. Sementara waktu penelitian yang dlgunakan berjalan kurang lebih dua bulan dengan lokasi di kampung Bumi Merapi kecamatan Baradatu kabupaten Way Kanan propinsi Lampung.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan menunjukkan bahwa pelaksanaan program PPK di lokasi penelitian dapat dinilai cukup bahasil. Mulai dari pelaksanaan tahap awal berupa sosialisasi, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan pelestarian dapat dilakukan dengan cukup berhasil. Partisipasi masyarakat, keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh mampu menambah kemampuan masyarakat dalam mengelola lembaga keuangan masyarakat. Nyata dan keberhasilan pelaksanaan program tersebut telah 3 (tiga) kali berhasil melakukan perguliran dana pinjaman program. Akan tetapi dan keberhasilan tersebut belum menyentuh masyarakat miskin secara keseluruhan. Para pelaku program masih lebih mementingkan ketepalan perguliran dengan masih menyenyampingkan kelompok masyarakat miskin. Sehingga dari pelaksanaan program pemberian pinjaman modal usaha di lokasi penelitian ternyata belum cukup efektif didalam meningkatkan pendapatan masyarakat miskin walaupun telah berhasil melakukan perguliran dana program sebanyak 3 (tiga) kali."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T5584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Risgiyanto
"Pada sektor kesehatan, desentralisasi adalah terjadinya pelimpahan kewenangan dari Departemen Kesehatan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang berakibat terjadinya perubahan terhadap struktur, fungsi dan tanggung jawab, dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Disadari, bahwa desentralisasi ini berdampak juga pada sistem perencanaan pembangunan kesehatan, yaitu daerah mempunyai kewenangan besar untuk melakukan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan situasi dan kemampuan daerah, sehingga beberapa permasalahan perencanaan terjawab dengan adanya sistem desentralisasi dengan Bottom Up Planning.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang mekanisme Sistem Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, dengan menggunakan metode kualitatif dan melakukan pengumpulan data primer terhadap kompunen input, komponen proses dan komponen out put dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, melakukan observasi dan telaahan dokumen data skunder.
Hasil penelitian ini dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, telah dapat dilakukan dengan mekanisme bottom up planning. Hambatan yang timbul berkaitan dengan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan pada era desentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan, antara lain kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga belum memadai; kedudukan unit perencanaan pada sub bagian perencanaan di bawah bagian tata usaha, sehingga dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan tidak optimal; tidak tersedianya dana khusus untuk penyusunan perencanaan; sarana komputasi, transportasi dan komunikasi belum memadai; rendahnya ketersediaan dan kevalidan data; rendahnya pemahaman terhadap metode perencanaan; pelaksanaan bimbingan teknis penyusunan perencanaan belum maksimal; pelaksanaan konsultasi mengenai penyusunan perencanaan belum optimal; pelaksanaan langkah-langkah perencanaan belum maksimal; koordinasi lintas program sudah dilaksanakan akan tetapi terdapat hambatan mengenai sumberdaya manusiannya; perlu ditingkatkan untuk melakukan advocacy kepada pihak Pemerintah Daerah, DPRD dan Bapeda dan belum masuknya wawasan terhadap program pembangunan kepada sektor lain;' penggunaan pedoman penyusunan perencanaan dengan menggunakan konsep P2KT, serta melakukan rencana anggarannya dengan mengacu Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002; pedoman satuan biaya yang digunakan adalah pedoman satuan biaya dari Pemerintah Kabupaten dalam bentuk Keputusan Bupati; jadwal penyusunan perencanaan sudah dibuat secara sistematis akan tetapi penggunaannya belum maksimal serta realisasinya sering tidak tepat; dilakukannya pendokumentasian perencanaan program pembangunan kesehatan dalam bentuk DIPDA(DASK, Proposal, Master plan 2001-2005; adanya peningkatan anggaran pada tahun 2003. Kemudian adanya kegiatan district grant PIP I, guna mendorong pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yang didanai oleh pinjaman luar negeri (World Bank).
Saran utama untuk mendorong kemampuan Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yaitu dengan meningkntan kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga guna melakukan advokasi secara sitematis sehingga dapat memperoleh komitmen pengambil keputusan di daerah agar sektor kesehatan dapat dijadikan sebagai pilar pembangunan daerah melalui pelaksanaan bimbingan teknis; melakukan konsultasi; melaksanakan penyusunan perencanaan sesuai dengan langkah-langkah perencanaan; adanya koordinasi lintas program dan lintas sektor; adannya petunjuk perencanaan; menyusun anggaran biaya sesuai dengan pedoman satuan biaya; melakukan penjadwalan perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan program pembangunan kesehatan.

In the health sector, the decentralization means the submission of authority from the Department of Health to the Health Office of Province and Regency/ Municipality, which cause the change towards the structure, function and responsibility, in order to provide health services to the people. It is realized that the decentralization also effect the health development planning system, namely the region have greater authority to perform the planning and budgeting according to the situation and the regional ability, that some planning problems are responded with the decentralization system with Bottom Up Planning.
This research is intended to obtain the description regarding the mechanism of Health Development Program Planning Preparation During The Decentralization Era In The Health Office Of Way Kanan Regency In The Year 2003, by using qualitative method and performing the primary data collection by using the in-depth interview technique, observation and study of documents of secondary data.
This results of this research in implementation of the Health Development Program Planning Preparation in the Decentralization Era in the Health office of Way Kanan in the year 2003, has been done with bottom up planning mechanism. The constraints faced related to the preparation of the health development program planning in the decentralization era in the health office of Way Kanan Regency, among others are the quantity and quality of the human resources that are not sufficient; the position of the planning unit in the sub division of planning under the administration unit, that in the implementation of the health development program planning preparation is not optimum; the lack of fund available especially for the planning preparation; insufficient computation and communication facilities, the low availability and validity of data; the low understanding towards the planning method; the technical guidance implementation is not optimum; consultation implementation regarding the planning preparation has not optimum; planning steps implementation has not maximum; the inter programs coordination has been dome but there is human resource constraint; the advocacy to the regional Government, DPRD and Bapeda needs to be increased due to lack of understanding toward the development program of the other sector; the use of planning preparation guide by using the concept of P2KT, and the prepare the budget by referring to the Kepmendagri No. 29 year 2002; the standard unit cost used is standard the unit cost from the regency government in the form of Decree of the Head of Regency; schedule of the planning preparation has been systematically, however, the usage is not maximum yet and the realization is often inaccurate; the documentation of health development planning in the form of DTPDAIDASK, Proposal, Master plan 2001-2005; the increase of budget in the year 2003. Then with the district grant PHP 1, in order to encourage the decentralization in the health sector which is financed by the foreign loan (World Bank).
The main suggestion to encourage the ability of the Regency Government, especially the Health Office of Way Kanan in order to implement the decentralization of the health sector, namely by increasing the quality and quantity of human resources in order to perform the advocacy systematically that the commitment of decision maker in the region can be obtained in the health sector to be used as the regional development pillar through technical guidance implementation; perform the consultation; perform the planning preparation according the planning steps; the inter programs and inter sector coordination; the planning guidance; prepare the budget according the standard unit cost perform the planning schedule up to the implementation of the health development program activities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Flora Riftriani
"Setelah era desentralisasi, pembangunan bidang kesehatan menjadi kewenangan wajib yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota, Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menyelenggarakan pembangunan kesehatan di daerah diperlukan kecukupan alokasi pendanaan kesehatan dalam anggaran pemerintah baik pusat maupaun daerah, hal ini merupakan faktor pcnting keberhasilan desentralisasi bidang kesehatan.
Berdasarkan alokasi anggaran bidang kesehatan tahun 2005, pemerintah daemh telah mengalokasikan dana sebesar 12,55% dari total APBD Kabupaten untuk pendanaan bidang kesehatan. alokasi anggaran ini sudah mendekati apa yang tercantum dalam Sistcm Kesehatan Nasional. Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon sudah berupaya mengakomodir ketentuan dari pusat tentang bcsamya dana yang hams dialokasikan untuk bidang kesehatan, hal ini terbukti dengan meningkatnya anggaran untuk bidang kesehatan dari tahun ke tahun. Dilihat dari alokasi anggaran kesehatan di Kabupaten Cirebon sudah mendekati ketentuan dalam Sistem Kesehatan Nasional tetapi biia dilihat dari anggaran kesehatan pcrkapita penduduk tahun 2005 sebesar Rp.52.650 masih sangat jauh dari ketentuan yang dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebesar Rp.l20.000 (US $ 12) per kapita penduduk pcrtahun.
Faktor~faktor yang mempengaruhi pendanaan kesehatan pada tahun 2006 serta pemanfaatan alokasi APBD terhadap pendanaan bidang kesehatan yang dimulai dari sumber-sumber pembiayaan sampai bagaimana dana tersebut djgunakan dan kepada siapa dana tersebut dipemntukan masih belum diketahui. Maka sangat panting dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendanaan kesehatan di Kabupaten Cirebon dan menganalisis pemanfaatan alokasi pendanaan bidang kesehatan bersumber pemerintah pada tahun anggaran 2006 dan untuk mengetahui sejauh mana komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon terhadap pembangunan kesehatan.
Penelitian ini mcnggunakan metodc penelitian kualitatifl bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan pendanaan bidang kesehatan bersumber pemerintah, pola pendanaan, faktor-faktor yang mempengaruhi pendanaan kesehatan di Kabupaten Cirebon. Tahapan yang dilakukan adalah dengan cara menganalisis dokumen keuangan pada instansi yang menerima pendanaan bidang kesehatan, dan melaksanakan wawancara mendalam dengan pejabat terkait untuk mendapatkan konirmasi komitmen stakeholders dalarn pendanaan lcesehatan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pernerintah Daerah Kabupaten Cirebon sudah mempunyai komitmen yang baik tentang pola pendanaan kesehatan terbukti pemerintah daerah sudah merelisasikan dana untuk bidang kesehatan sebesar l3,20% dari total APBD, pendanaan kesehatan merupakan bidang yang perlu diprioritaskan untuk menunjang pembangunan manusia utamanya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Cirebon, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendanaan kesehatan adalah besamya dana APBD, kemampuan advokasi, negosiasi, kemampuan penyusunan anggaran dan masukan berupa usulan/aspirasi dari masyarakat.
Belanja Kesehatan Perkapita Penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2005 disertai dengan gaji pegawai adalah sebesar Rp. 52.650. Belanja Kesehatan Perkapita Penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2006 disertai dengan gaji pegawai adalah sebesar Rp.83.6I l. Belanja Kesehatan Perkapita Penduduk Kabupatcn Cirebon pada tahun 2005 tanpa disertai dengan gaji pegawai adalah sebesar Rp.43.l54. Belanja Kesehatan Perkapita Penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2006 tanpa disertai mcnunjang kegiatan UKM. Pola Belanja di BRSUD Axjawinangun dan BRSUD Waled sudah baik dimana BOP sudah lebih besar dari BAU.
Disarankan untuk Dinas Kesehatan memanfaatkan dana APBD Kabupaten lebih banyak untuk kegiatan UKM (BOP) dibanding BAU dan BM sehingga kegiatan program kesehatan lebih langsung kepada kegiatan UKM , perlunya keterbukaan dalam dana bersumber PLN/BLN kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Cinebon. SIM RS agar dimanfaatkan di BRSUD Arjawinangun dan _BRSUD Waled.dengan gaji pegawaj adalah sebesar Rp.77.743. Terlihat adanya peningkatan pendanaan dengan peningkatan pencapaian target program, pola belanja di Dinas Kesehatan belum menunjukkan Pola Belanja yang ideal, BAU di Dinas Kesehatan lebih besar dari BOP dimana BOP sangat diperlukan untuk mcnunjang kegiatan UKM. Pola Belanja di BRSUD Arjawinangun dan BRSUD Waled sudah baik dimana BOP sudah lebih besar dari BAU.
Disarankan untuk Dinas Kesehatan memanfaatkan dana APBD Kabupaten lebih banyak untuk kegiatan UKM (BOP) dibanding BAU dan BM sehingga kegiatan program kesehatan lebih langsung kepada kegiatan UKM , perlunya keterbukaan dalam dana bersumber PLN/BLN kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Cinebon. SIM RS agar dimanfaatkan di BRSUD Arjawinangun dan _BRSUD Waled. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T32076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Amanda Chitra Pahlawani
"Salah satu upaya dalam menjamin mutu suatu pelayanan kesehatan adalah tersedianya obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif, dan bermutu. Ketidakmampuan merencanakan kebutuhan obat dengan baik di tingkat Puskesmas, akan berpengaruh pada persediaan obat. Puskesmas akan mengalami persediaan obat yang berlebih (over stock) ataupun masalah kekosongan obat (stock out). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan perencanaan dan pengadaan obat di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten Way Kanan. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian non-eksperimental, data primer pada penelitian ini diperoleh berdasarkan pengamatan dan wawancara pada saat penelitian dilaksanakan, sedangkan data sekunder diperoleh dengan menelusuri dokumen-dokumen yang dapat mempertajam evaluasi pengelolaan obat di instalasi farmasi pada tahun 2019. Analisa data menggunakan analisis konten (data primer), serta analisis ABC dan VEN (data sekunder). Hasil wawancara dari para responden menunjukkan banyaknya faktor- faktor yang mempengaruhi dalam merencanakan kebutuhan obat. Tidak hanya sumber daya manusia yang berkaitan langsung dengan keakuratan data serta pengolahnnya, tetapi juga ketersediaan jenis obat oleh pihak penyedia yang terdapat dalam sistem aplikasi e-katalog juga merupakan faktor penting yang harus segera dicari solusinya, terutama oleh pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hal tersebut, diantaranya pihak penyedia dan Kementerian Kesehatan sendiri.

One of the efforts in warranting the quality of a health service is the availability of complete type of medicines, sufficient amount, guaranteed efficiency, safe, effective, and qualified. The incapability to plan medicine requirement well in Public Health Center, will affect the medicine supply. The public health center will encounter over stock or even stock out the medicine supply. The purpose of this research is to evaluate the implementation of medicine planning and procurement in work territory of department of health of Way Kanan Regency. This research was conducted by non-experimental research arrangement, primary data in this research was obtained based on observation and interview during the research, meanwhile the secondary data was obtained by exploring the documents that can improve the evaluation of medicine management in the pharmacy installation in 2019. The data analysis used content analysis (primary data), and ABC and VEN analysis (secondary data). The interview result of the respondents shows the factors that affect the medicine requirement planning. Not only human resource directly related by the data accuracy and it is processing, but also the availability of the medicine type by the provider party in the e-catalog application system is also an important factor that needs immediate solution, especially by the parties directly related with that matter, such as the provider and the Ministry of Health.

Keywords: Medicine Requirement Plan, Public Medicine, Department of Health, Public Health Center

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisfarwati Volini
"Biaya kesehatan di Kota Depok dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya, akan tetapi analisis tentang pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Pemerintah untuk tahun 2003 ini belum pernah dilakukan. Analisis tentang hal ini dipandang perlu untuk melihat kecukupan alokasi dana kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peta pembiayaan sektor kesehatan melalui institusi pemerintah menurut sumber dan alokasinya. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kota Depok meliputi Dinas Kesehatan, Dinas Bangunan dan FKDS (Forum Kota Depok Sehat), seiuruh instansi ini mendapatkan alokasi dana yang bersumber dari sektor publik. Pengumpulan data dilakukan dengan telaah dokumen dan wawancara mendalam dengan informan dari dinas yang bersangkutan dengan sektor kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total anggaran untuk pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kota Depok untuk tahun 2003 adalah sebesar Rp 25.947.807.423,- atau sebesar 3.8% dari total APBD Kota Depok, dengan alokasi biaya kesehatan per kapita per tahun sebesar Rp 20.804,- atau S 2.3. Angka ini dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Depok meskipun masih dibawah anjuran WHO maupun angka rata-rata nasional.
Biaya kesehatan di Kota Depok belum dapat terserap dengan baik akibat kurangnya kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia di instansi kesehatan. Apabila alokasi dana kesehatan ini ditingkatkanpun maka pembiayaan kesehatan tidak secara langsung memperbaiki karena perlu didukung oleh SDM yang mampu mengelola secara tepat guna.
Saran untuk Pemerintah Daerah Kota Depok yaitu: Pertama, mempertimbangkan pengelolaan dana kesehatan dengan menggunakan sistem JPKM (Jaminan Penyelenggaraan Kesehatan Masyarakat) khususnya bagi penduduk miskin. Kedua, meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia agar dana kesehatan dapat dikelola dengan baik menuju Depok Sehat 2006."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>