Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"In the globalization era, the world has changed and developed further above and beyond the values and norms that people used to hold. Many things were previously known as taboos, are no longer secrets and can be found easily. One of the things that has become subject of public consumption is the understanding and behavior related to sex. Deviance behaviors in sexual are merely caused by lack of understanding to sex itself, i.e one night stand sex. One night stand sex is considered to be one form of sexual relationship committed by one with another, a stranger or not, for one time only.
This research is aiming to gain a description of justifications from young women who comitted one night stand sex. It is a case study type of research, which is concerning a special phenomenon appeared in a limited context. Data is gathered from two young women in order to recorded the statements of justification for their behaviors.
Result from this research showed some techniques of neutralization based on theory by Sykes & Mata (1968), among others are their effort to obtain approvals for their deviance behaviors, reasons in doing deviancies, namely are feeling as victim of their miserable parents who do not love them, also the environment that is not friendly and influencing in a worse way."
Departemen Kriminologi. FISIP UI, 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Khalil Ar Rahman
"Kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di Indonesia menarik perhatian peneliti untuk meneliti mengenai prediktor dari kekerasan seksual. Beberapa literatur terdahulu mengindikasikan adanya hubungan antara perilaku objektifikasi seksual dan sikap persetujuan seksual, serta antara perilaku kekerasan seksual dan sikap persetujuan seksual. Melihat adanya hubungan kedua variabel dengan sikap persetujuan seksual, peneliti menduga terdapat variabel yang dapat menjembatani hubungan di antara kedua variabel tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran sikap persetujuan seksual sebagai mediator dalam hubungan antara perilaku objektifikasi seksual dan perilaku kekerasan seksual. Partisipan pada penelitian ini adalah 372 laki-laki dewasa muda heteroseksual yang tinggal di Indonesia dan pernah atau sedang menjalin hubungan romantis. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan Aggressive Sexual Behavior Inventory milik Mosher dan Anderson (1986) untuk mengukur perilaku kekerasan seksual, Interpersonal Sexual Objectification Scale—Perpetration Version milik Gervais dkk. (2018) untuk mengukur perilaku objektifikasi seksual, dan Sexual Consent Attitude Scale milik Humphreys dan Herold (2007) untuk mengukur sikap persetujuan seksual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dimensi Commitment Reduces Asking for Consent dari sikap persetujuan seksual dapat memediasi hubungan positif antara perilaku objektifikasi seksual dan perilaku kekerasan seksual, namun dimensi Asking for Consent First is Important dari sikap persetujuan seksual tidak dapat memediasi hubungan.

Sexual violence cases that prevalently happened in Indonesia draw researcher’s interest to study sexual violence's predictor. Literature indicates that there is relationship between sexual objectification behavior and sexual consent attitude, also between sexual aggressive sexual behavior and sexual consent attitude. Thus, researcher argues there is a variable that might be able to mediate the relationship between those two variables. This research aims to see the mediation role of sexual consent attitude in the relationship between sexual objectification behavior and aggressive sexual behavior. Participant of this study is 372 heterosexual young adult male that lives in Indonesia and had been or currently involved in a romantic relationship. This research used Mosher and Anderson’s Aggressive Sexual Behavior Inventory (1986) to measure aggressive sexual behavior, Gervais et al.’s Interpersonal Sexual Objectification Scale—Perpetration Version (2018) to measure sexual objectification behavior, and Humphreys and Herold’s Sexual Consent Attitude Scale (2007) to measure sexual consent attitude. The result shows Commitment Reduces Asking for Consent dimension from sexual consent attitude is able to mediate the relationship between sexual objectification behavior and aggressive sexual behavior, meanwhile Asking for Consent First is Important dimension from sexual consent attitude is not able to mediate the relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zoya Dianaesthika Amirin
"Saat ini dapat kita temui adanya perubahan gaya hidup dalam masyarakat. Mulai dari cara bersenang-senang, hingga cara mengekspresikan diri. Peneliti tertarik mengadakan penelitian mengenai persepsi pria dewasa muda dalam seks pranikah dan kaitannya dengan pengharggan terhadap pacar. Perilaku seksual pria dewasa muda dalam seks pranikah ini dapat mengungkap gambaran penghargaan terhadap wanita sebagai pacar. Melalui penelitian ini, akan dapat ditemukan gambaran mengenai prilaku seks pranikah dewasa muda sehubungan dengan penghragaan terhadap pacar tersebut apakah dikategorikan gaya hidup atau perilaku yang deviant.
Sikap masyarakat yang lebih terbuka saat ini mengenai hal-hal yang menyangkut umsan seksual membuat peneliti semakin terdorong untuk mengadakan penelitian ini. Dengan adanya suatu sikap masyarakat yang tidak lagi menabukan hal-hal tersebut dapat lebih mengungkap pendapat masyarakat , sehingga gambaran mengenai prilaku seksual pria dewasa muda dalam seks pra nikah dapat lebih jelas ditelaah.
Dengan adanya gambaran ini , diharapkan kaum dewasa muda yang sedang mengalzuni tahap pemilihan pasangan hidup sebagai tugas perkembangannya, dapat lebih mengerti mengenai perilaku seksual pria dewasa muda, pendapat kaum wanitanya (yang juga menjadi tambahan penelitian) dan mendapatkan infonnasi mengenai apa yang sedang terjadi di tengah masyarakat, suatu gaya hidup yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat ini, lewat suatu studi atas suatu kelompok kecil.
Kelompok kecil yang diteliti terdiri dari 2 kelompok pria dan berdomisili di Jakarta. Kelompok pertama terdiri dari golongan mahasiswa, dibesarkan di luar Jakarta dan mayoritas menganut agama Islam. Kelompok kedua terdiri dari kaum muda sebuah gereja di Jakarta dan golongan pekerja, dibesarkan di Jakarta dan menganut agama Kristen. Pembedaan kelompok tersebut bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang esensial mengenai pokok penelitian, ditinjau dari latar belakang pendidikan dan agama yang berbeda. Pada akhimya ditemukan bahwa perbedaan latar belaikang pendidikan dan agama tidak menyebabkan adanya perbedaaan persepsi mengenai pokok penelitian. Persepsi mereka yang sama terbentuk karena mereka sama-sama berdomisili di Jakarta dan terbiasa dengan gaya hidup di Jakarta saat ini.
Pendekatan penelitian atas perilaku seksual pria dewasa muda dalam seks pranikah yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif, didasari data kualitatif dan analisa kualitatif. Sementara penelitian tambahan atas kaum wanitanya melalui skala sikap Guttman. Peneliti mengadakan penelitian tambahan tersebut karena peneliti ingin mengetahui sikap wanita deweisa muda mengenai perilaku seksual tersebut. Melalui skala sikap Guttman, peneliti menggambarkan hierarki sikap wanita mengenai perilaku seksual tersebut, apakah perilaku seksual pria tersebut deviant atau tidak. Dari hierarki tersebut ditemukan bahwa wanita menganggap yang terkategorikan deviemt adalah pelampiasan seks terhadap wanita lain dengan alasan mengfeargai pacar. Yang terkategorikan nonnal adalah cara menghargai melalui tindakan kesetiaan.
Sementara pada kelompok pria dewasa muda ditemukan bahwa cara penghargaan terhadap wanita di antaranya adalah dengan kesetiaan, memberikan pilihan pada pacamya untuk melakukan atau tidak melakukan seks pra nikah, menyerahkan pada wanita cara melakukan hubungan seksual (manual sex, oral sex, atau senggama). Menurut pria, pelampiasan seksual denga wanita selain pacar dengan alasan menghargai pacar adalah hal yang wajar, bukan suatu deviant. Seks pranikah adalah merupakan gaya hidup."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Arya Maha Putra
"HIV/AIDS menjadi isu utama kesehatan global. Populasi kunci yang paling rentan terhadap penularan HIV adalah LSL. Penularan HIV paling sering ditemukan dari perilaku seksual berisiko. Beberapa faktor terkait dengan perilaku seksual berisiko adalah harga diri, HIV status disclosure, dan pengetahuan HIV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara harga diri, HIV status disclosure, dan pengetahuan HIV dengan perilaku seksual berisiko.
Metode: menggunakan desain penelitian cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 180 orang di RSUP H Adam Malik, RSU Pringadi Kota Medan, Puskesmas Padang Bulan, dan Puskesmas Teladan. Teknik sampling yang digunakan adalah porpusive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yag signifikan antara pengetahuan HIV dengan perilaku seksual berisiko p

HIV AIDS have been a major global public health issue. The most vulnerable key population of HIV transmission is MSM. The transmission is most commonly found in risky sexual behavior. Several factors related to risky sexual behavior are self esteem, HIV status disclosure and knowledge of HIV. This research aimed at identifying the correlation among those three factors.
The method applied is cross sectional studies, with the total of 180 samples from H. Adam Malik Central Public Hospital, Pringadi Public Hospital, Padang Bulan Public Clinic, and Teladan Public Clinic, where all are located in Medan. Porpusive sampling technique was implemented when choosing the research subject. The results show that there is significant correlation between the knowledge of HIV and risky sexual behavior p
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Natya Rucitra Jacoeb
"Latar belakang: Virus papilloma humanus (VPH) merupakan penyebab infeksi menular seksual yang sering ditemukan. VPH tipe mukosa terutama menyerang genitalia dan oral. Infeksi VPH oral saat ini dihubungkan dengan keganasan orofaring yang insidensnya makin meningkat. Prevalensi VPH oral pada populasi sehat berkisar 2-7%, sedangkan pada populasi pasien kondiloma akuminatum (KA) anogenaital sebesar 10,4%. Faktor risiko penularan ke rongga mulut terutama melalui hubungan seksual, frekuensi seks oral lebih bermakna dibandingkan dengan jumlah pasangan seks oral.
Tujuan: Mencari proporsi VPH oral pada pasien KA anogenital dan hubungannya dengan frekuensi seks oral.
Metode : Penelitian potong lintang, subyek penelitian (SP) adalah laki-laki atau perempuan dengan KA anogenital, berusia 18-60 tahun. Tempat penelitian di poliklinik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Klinik PKBI Jakarta. Bahan pemeriksaan VPH oral berasal dari bilas mulut, lalu diolah menggunakan express matrix VPH di Laboratorium Kalgen.
Hasil: Hasil VPH oral positif ditemukan pada 7 dari 75 SP. Uji statistik untuk melihat perbedaan VPH oral positif di antara kelompok frekuensi seks oral menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dengan hasil P>0.05.
Kesimpulan: Proporsi VPH oral pada pasien KA anogenital sebesar 9,3%, dan tidak terdapat perbedaan proporsi VPH oral di antara kelompok SP berdasarkan frekuensi seks oral.

Mucosal types of HPV mainly infect anogenital and oral mucosa. Nowdays, oral cancer is strongly related to HPV infection and the incidence is increasing. Oral HPV prevalence in healthy population is 2-7%, meanwhile the prevalence in anogenital condyloma acuminata (CA) patients is 10,4%. The risk factors of oral HPV infection are mostly related to sexual behaviour, oral sex frequency is more related than total sex partner.
Objective : To know the oral HPV proportion in anogenital CA patients and it?s relation to oral sex frequency.
Methods: This is a cross sectional study. The subjects are anogenital CA patients, age 18-60 y.o, from outpatients clinic RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo and PKBI clinic, Jakarta. The sample was taken from mouth rinse, the HPV detection was done by using HPV express matrix at Kalgen laboratory.
Results : Oral HPV positif was found in 7 out of 75 subjects. We use Kolmogorof-Smirnov as statistical calculation to know the difference of oral HPV positive between oral sex frequency groups, the result is p>0,05.
Conclusions : Oral HPV proportion in anogenital CA patients is 9,3%, and there is no statistically difference beetwen oral sex frequency groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suliati
"[ABSTRAK
Prevalensi HIV pada penasun meningkat dari 27%(2009) menjadi 39,2% pada tahun 2013. Akan tetapi pada kelompok penasun konsistensi pemakaian kondom hanya 17%, Perilaku membeli seks mencapai 19% dan perilaku berbagi jarum suntik 22%. Penularan HIV pada pengguna narkoba suntik tidak hanya dari pemakaian jarum suntik bersama, tetapi bisa juga melalui hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Penelitian ini bertujuan untuk melihat model perilaku seks berisiko pada penasun di kota Tangerang, Pontianak, Samarinda dan Makassar tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan jumlah sampel sebesar 261 responden. Hasil analisis dengan GSEM memperlihatkan perilaku menyuntik dan pengetahuan secara langsung mempengaruhi perilaku seks berisiko (koef path = 0,24 dan 0,016). Secara tidak langsung pengetahuan juga dapat mempengaruhi perilaku seks berisiko (koef path = 0,019). Secara keseluruhan perilaku menyuntik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan. Perilaku berbagi basah, berbagi jarum dan membeli NAPZA secara patungan (koef path = 3,5 ; 2,1 dan 1,8) merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku seks berisiko. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama lintas sektor dalam menjangkau kelompok penasun, pelayanan terpadu layanan alat suntik steril dan pemberian kondom bagi penasun merupakan langkah untuk mengurangi risiko penularan HIV /AIDS.

ABSTRACT
HIV prevalence among injecting drug users increased from 27% (2009) to 39.2% in 2013. However, consistency of condom use is only 17% in the group of IDUs, buy sex reach 19% and needle sharing is 22%. Thus, HIV transmission in injecting drug users not only by needles, but it could be through sexual intercourse without using condom. This study was aims to looking the Sexual Risk Berhavior Model Among Injection Drug in Tangerang, Pontianak, Samarinda and Makassar in 2013. The study design using cross sectional with a sample of 261 respondents. The results of GSEM analysis showed that behavior of injecting and knowledge directly affect sexual risk behavior (koef path = 0.24 and 0.016). Indirectly, knowledge may also affect sexual risk behavior (koef path = 0.019). Overall behavior of injecting a greater influence than knowledge. Behavior of wet sharing, sharing of needles and drug purchase together (koef path = 3.5; 2.1 and 1.8) are important factors that affect sexual risk behavior. Therefore, we need cross-sector cooperation in reaching IDUs, integrated service of sterile needle program and condoms for IDUs as a program to reduce the risk of HIV / AIDS transmission., HIV prevalence among injecting drug users increased from 27% (2009) to 39.2% in 2013. However, consistency of condom use is only 17% in the group of IDUs, buy sex reach 19% and needle sharing is 22%. Thus, HIV transmission in injecting drug users not only by needles, but it could be through sexual intercourse without using condom. This study was aims to looking the Sexual Risk Berhavior Model Among Injection Drug in Tangerang, Pontianak, Samarinda and Makassar in 2013. The study design using cross sectional with a sample of 261 respondents. The results of GSEM analysis showed that behavior of injecting and knowledge directly affect sexual risk behavior (koef path = 0.24 and 0.016). Indirectly, knowledge may also affect sexual risk behavior (koef path = 0.019). Overall behavior of injecting a greater influence than knowledge. Behavior of wet sharing, sharing of needles and drug purchase together (koef path = 3.5; 2.1 and 1.8) are important factors that affect sexual risk behavior. Therefore, we need cross-sector cooperation in reaching IDUs, integrated service of sterile needle program and condoms for IDUs as a program to reduce the risk of HIV / AIDS transmission.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Widianto
"ABSTRAK
HIV/AIDS adalah masalah kesehatan global, jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perilaku seksual berisiko adalah cara utama penularan HIV. Pemberian edukasi tentang penularan HIV kepada ODHA merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah perilaku seksual yang tidak aman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku seksual berisko pada ODHA yang telah menerima edukasi HIV. Pengumpulan data menggunakan metode cross-sectional pada 97 responden ODHA yang telah menerima edukasi HIV untuk mendapatkan karateristik demografi, pengetahuan HIV/AIDS dan perilaku seksual berisiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang penularan HIV (52,57%), hampir setengah dari responden memiliki perilaku seksual berisiko tinggi (48,46%). ODHA yang konsisten menggunakan kondom sebesar 38,14%, minum alkohol sebelum berhubungan seks sebesar 18,55%, dan  mengkonsumsi obat-obatan sebelum berhubungan seks sebesar 9,28%. Penelitian ini menunjukan bahwa perlunya memperkuat implementasi strategi pencegahan HIV diantara ODHA.

ABSTRACT
HIV/AIDS is a global health problem, especially in indonesia people living with HIV/AIDS (PLWHA) is increasing by years. the main route of HIV transmission is sexual risk behavior. Providing education regarding HIV transmission to PLWHA is considered an effective way to prevent unsafe sexual behavior. The purpose of this study is to investigate sexual risk behavior among PLWHA who have received HIV education. A cross sectional survey of 97 HIV positive patients who have received HIV education was used to assess demographic characteristics, HIV/AIDS knowledge, and sexual risk behavior. The results showed majority of respondents have a good knowledge regarding HIV transmission (52,57%), almost a half of respondents have a high risk sexual risk behavior (48,46%). Before having sex, PLWHA who used condoms consistently were at 38,14%, took alcohol drink at 18,55%, and used drugs substance at 9,28%. this study highlight the need to strengthen the implementation of HIV prevention strategies among PLWHA. "
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Mundurnya usia pernikahan, mengakibatkan kesenjangan yang panjang antara
waktu dimulainya pubertas dengan usia pernikahan. Pria dewasa muda belum menikah,
yang berada di dalam kesenjangan itu, memiliki kemungkinan yang tinggi untuk
melakukan hubungan seks pra nikah. Namun dengan keadaan di Indonesia yang masih
berpegang kuat pada norma dan ajaran agama, pria dewasa muda yang berada di
dalam kesenjangan tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu mereka yang tidak
melakukan hubungan seks pra nikah demi mengikuti norma dan ajaran agama, dan
mereka yang melanggar norma dan ajaran agama dan melakukan hubungan seks pra
nikah.
Tingginya kemungkinan pria dewasa muda melakukan hubungan seks pra nikah
perlu diwaspadai mengingat 90% penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan
seksual. Daiam hal ini, penggunaan kondom merupakan cara yang sangat penting dan
efektif dalam upaya pencegahan AIDS. Berbagai pendekatan telah dilakukan dalam
mencari cara-cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Namun ternyata sejauh
ini, teori planned behavior (TPB) merupakan teori yang paling baik dalam meramalkan
penurunan resiko AIDS.
Dikembangkan dari teori reasoned action, TPB terpusat pada intensi seseorang
untuk menampilkan suatu perilaku, yang ditentukan oleh tiga determinan, yaitu sikap
terhadap peniaku, norma subyektif, dan perceived behavioral control (PBC). Dalam
menentukan intensi, masing-masing determinan memiliki kekuatan yang berbeda-beda
dan perbedaan kekuatan ini dapat menjelaskan latar belakang timbulnya intensi yang
hendak diteliti.
Pengertian sikap daiam TPB tidak secara khusus membedakan antara aspek
afektif dan evaluatif (kognitif). Namun Richard, van der Pligt, dan de Vries (1996)
mengemukakan bahwa perbedaan tersebut dapat dibuktikan secara empiris dan
reliabel. DI sisi Iain, Ajzen (1991) membuktikan bahwa pengukuran terpisah terhadap
afek dan evaluasi tidak meningkatkan daya ramai terhadap intensi dan perilaku. Di
dalam penelitian ini, aspek afektif akan dibedakan dari sikap, dan dikhususkan pada
anticipated affective reactions karena penelitian ini berhubungan dengan perilaku yang
akan datang, sehingga reaksi afektif yang diukur adalah reaksi afektif yang
diantisipasikan (anticipated affective reaction/AAR). Pada penelitian ini, TPB dan teori
tentang AAR juga diterapkan pada pria dewasa muda yang sudah pernah berhubungan
seks dengan yang belum pernah berhubungan seks.
Pengambilan subyek dilakukan dengan teknik incidental sampling. Alat ukur
sikap terhadap penggunaan kondom, norma subyektif, dan PBC disusun berdasarkan
teori planned behavior, sedangkan alat ukur AAR dibuat berdasarkan teori tentang AAR.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanasi yang bersifat menguji hipotesa penelitian.
Untuk pengolahan data, ditakukan perhitungan korelasi Pearson, regresi berganda, t-
test, ANOVA serta scheffe test, dan persentase.
Lebih dan setengah subyek penelitian memiliki intensi yang kuat untuk
menggunakan kondom. Secara keseluruhan, hanya norma subyektif dan PBC yang
memberikan sumbangan yang signifikan terhadap intensi, dengan sumbangan terbesar
diberikan oleh PBC, dan penambahan AAR ke dalam TPB tidak secara signifikan
meningkatkan daya ramal terhadap intensi. Hanya intensi dan PBC yang berbeda
secara signifikan antara kelompok belum pernah berhubungan seks, dengan kelompok
sudah pemah berhubungan seks. Pada kelompok belum pernah berhubungan seks,
hanya norma subyektif yang memberi sumbangan yang signifikan terhadap peramalan
intensi. Sedangkan pada kelompok sudah pernah berhubungan seks, PBC dan norma
subyektif memberi sumbangan yang signifikan terhadap peramalan intensi, dimana
porsi sumbangan terbesar ada pada PBC. Intensi, norma subyektif, dan PBC berbeda
secara signifikan berdasarkan kekerapan subyek menggunakan kondom.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
bahwa sebaiknya teori planned behavior diterapkan pada subyek yang sudah memiliki
pengalaman tentang perilaku yang hendak diramalkan, dan teori reasoned action
sebaiknya diterapkan pada subyek yang belum memiliki pengalaman tentang perilaku
yang hendak diramalkan; strategi pencegahan HIV/AIDS sebaiknya difokuskan pada
PBC melalui pelatihan assertiveness. dan pada norma subyektif. melalui promosi
penggunaan kondom bagi mereka yang tidak dapat absen dari hubungan seks pra
nikah; bagi subyek yang sudah pernah berhubungan seks pencegahan HIV/AIDS akan
efektif bila difokuskan pada PBC dan norma subyektif, dan bagi subyek yang belum
pernah berhubungan seks pencegahan akan efektif bila difokuskan pada norma
subyektif; sebaiknya dilakukan penelitian mengenai intensi menggunakan kondom
dengan penelusuran Iebih lanjut ke perilaku; perlu diekspos informasi yang Iebih
mendalam tentang HIV/AIDS terutama mengenai adanya masa inkubasi dan window
period."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Ruran
"ABSTRAK
Meningkatnya keberadaan kaum gay disertai dengan perilaku seks anal yang tidak aman menjadi faktor resiko metode transmisi penularan HIV dan PMS. Salah satu upaya pencegahan penularan PMS dan HIV pada gay adalah penggunaan kondom dan lubrikan tambahan. Penelitian kuantitatif dengan desain crossectional ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara tingkat pengetahuan HIV, tipe pasangan, dan status HIV dengan sikap penggunaan kondom dan lubrikan tambahan pada gay di Kota Bogor. Data diperoleh dari kuesioner yang dikumpulkan dari 55 gay yang aktif seksual selama 6 bulan terakhir di Kota Bogor. Hasil: Terdapat hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dengan sikap penggunaan kondom dan lubrikan tambahan pada kaum gay. Hasil uji statistik diperoleh nilai p.0,000:?.0,05 . Tidak terdapat hubungan antara tipe pasangan dengan sikap p.0,735;?.0,05 . Tidak terdapat hubungan status HIV dengan sikap penggunaan kondom dan lubrikan tambahan pada kaum gay 0,276: ?.0,05 . Kesimpulan: Pengetahuan mempunyai hubungan dengan sikap. Saran: Perlu dikembangkan penelitian lanjutan tentang penggunaan kondom dan lubrikan tambahan.

ABSTRACT
The increasing amount of MSM with unsafe attitude of anal sex risk factor for HIV transmission and Sexual Transmitted Disease STD . One of the efforts to prevent transmission of HIV and STD is the use of condom and additional lubricant. This quantitative cross sectional study aimed to examine the correlation of knowledge, type of partner, and HIV status with attitude in using condom and additional lubricant in MSM in Bogor. Data were obtained from questionnaires collected from 55 MSM who sexually active during the last 6 months in Bogor. The result indicates a significant correlation between the level of knowledge with attitude in using condom and additional lubricant in MSM in Bogor p.0,000 .0,05 . There is no correlation between type of partner and attitude of using condom and additional lubricant p.0,735 .0,05 . There is no correlation between HIV status and attitude of using condom and additional lubricant 0,276 .0,05 . The study concludes that there is correlation between knowledge and attitude of using condom and additional lubricant. This study suggest to conduct futher research about the use of condom and additional lubricant."
2017
T47168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Purwaningsih
"Tren infeksi HIV di Indonesia memperlihatkan adanya peningkatan jumlah infeksi baru terutama di kalangan LSL. Tingginya laju epidemi HIV dapat ditekan dengan menerapkan perilaku seks aman yaitu dengan menggunakan kondom. Efektivitas kondommencapai 95% jika digunakan secara konsisten. UNAIDS (2016) menyebutkan bahwa penggunaan kondom secara konsisten terbukti sulit dicapai di semua populasi. Penggunaan kondom pada kalangan LSL secara global tidak mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada LSL dilihat berdasarkan teori perilaku Green (faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat). Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan sumber data sekunder dari hasil STBP tahun 2018. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square.Total jumlah sampel penelitian adalah 3.399 LSL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom adalah umur, pendidikan, pekerjaan, persepsi risiko tertular HIV/AIDS, pengetahuan tentang HIV/AIDS, ketersediaan kondom, akses sumber informasi, program pencegahan HIV/AIDS, dan program tes HIV. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembanganintervensi HIV/AIDS berbasis internet, memperkuat kerjasama dengan OMS dan tokoh yang dekat dengan LSL (mami/mucikari, komunitas LSL), dan mengembangkan model layanan kesehatan ramah LSL.

HIV infection trends in Indonesia show an increasing number of new infections, especially among MSM. The high rate of the HIV epidemic can be suppressed by implementing safe sex behaviors, especially by using condoms. The effectiveness of condoms reaches 95% if used consistently. UNAIDS (2016) stated that the use of condoms consistently was difficult to achieve in all populations. Condom use among MSM globally has not increased in recent years. This study aims to determine the factors associated with condom use behavior among MSM based on Green's behavioral theory (predisposing, enabling, and reinforcing factors). This cross-sectional study was conducted among 3.399 MSM selected from IBBS 2018. Univariate and bivariate (chi square) analyses were performed to identify factors associated with condom use behavior. The results showed that the factors associated with condom use behavior were age, education, occupation, perceived risk of contracting HIV/AIDS, knowledge about HIV/AIDS, condom availability, access to information sources, HIV/AIDS prevention programs, and HIV testing programs. Therefore, it is necessary to develop internet-based HIV/AIDS interventions, strengthen collaboration with CSOs and figures close to MSM (mothers/pimps, MSM communities), and develop MSM-friendly health service models."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>