Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175839 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadijah
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S34234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Markus Gunawan
"ABSTRAK
Kewenangan bidang pertanahan di Batam menjadi kewenangan Otorita Batam melalui hak pengelolaan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam. Beberapa masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana status hukum kewenangan bidang pertanahan yang dimiliki oleh Otorita Batam sehubungan dengan diundangkannya Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan bagaimana status hukum terhadap peraturan bidang pertanahan yang telah diterbitkan oleh Otorita Batam apabila terjadi peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota Batam. Penults meneliti masalah tersebut dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris. Hasil penelitian memperlihatkan adanya kewenangan bidang pertanahan yang tidak sinergis antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam. Untuk menyelesaikan masalah tersebut pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang Hubungan Kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam. Dalam hal konsep kekhususan pengembangan kawasan Batam tetap dipertahankan, maka keberadaan Otorita Batam perlu dilengkapi dengan dasar hukum yang kuat, termasuk pengaturan mengenai kewenangan bidang pertanahan. Dalam hal pemerintah memandang bahwa Batam perlu dikembangkan sesuai dengan semangat Otonomi daerah, maka peran Pemerintah Kota Batam harus lebih dioptimalkan dengan memberikan segala kewenangan yang selama ini dimiliki oleh Otorita Batam, termasuk kewenangan bidang pertanahan.
"
2007
T18978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endi Sugandi
"Pembagian urusan kehutanan menjadi salah satu isu penting dalam pengelolaan hutan di era desentralisasi, penulisan tesis ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis mengenai (a) pembagian urusan kehutanan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dan (b) hambatan-hambatan dalam pembagian urusan kehutanan di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif berdasarkan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan Pusat dan Daerah dalam pengurusan hutan dari mulai jaman Hindia Belanda sampai dengan saat ini telah mengalami pasang surut. Pasang surut hubungan ini tercermin dalam berbagai produk perundangundangan yang mengatur mengenai pengurusan hutan.
Pertama, pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan di awal-awal kemerdekaan, pengurusan hutan sangat tersentralisasi. Kedua, pada tahun 1957 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1957, pengurusan hutan mulai didesentralisasikan kepada Daerah Tingkat I, namun pada tahun 1967 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 pengurusan hutan menjadi sentralisasi kembali. Ketiga, pada tahun 1995, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1995, Pemerintah menyerahkan lima urusan kehutanan kepada Daerah Tingkat II. Keempat, pada tahun 1998, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998, Pemerintah menyerahkan sebagian urusan kehutanan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I dan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. Kelima, pada tahun 1999, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, pengurusan hutan mengalami perubahan yang sangat radikal (radical change) dibandingkan dengan sebelumnya. *
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, terdapat 16 (enam belas) wewenang bidang kehutanan yang tetap berada di Pemerintah Pusat dan 18 (delapan belas) wewenang didesentralisasikan menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dalam menjalankan otonominya. Sedangkan kewenangan yang dimiliki oleh kabupaten/kota tidak dirinci secara jelas tetapi sisa dari kewenangan yang tidak secara tegas diatur menjadi kewenangan Pusat dan Provinsi menjadi milik daerah kabupaten/kota. Keenam, pada tahun 2004, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan kehutanan merupakan urusan pemerintahan yang bersifat "concurrent" yaitu urusan yang akan dikerjakan bersama oleh Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T37840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Sukanti Sumantri
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
346.04 HUT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rechanda Haidir Madan
"Penelitian ini di latarbelakangi penjualan hasil produksi yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Hal ini disebabkan oleh kebijakan impor pangan yang longgar setelah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menghapus larangan impor meskipun pasokan domestik mencukupi. Implementasi perlindungan para petani yang lemah, kelemahan kelembagaan seperti koperasi, dan distribusi yang tidak efisien turut memperburuk kondisi. Akibatnya, daya saing dan kesejahteraan petani menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dalam perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani di Jawa Barat, adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani di Jawa Barat, dan upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi terhadap tumpang tindihnya kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan teori Pembagian Kewenanganan, Teori Peraturan Perundang-Undangan, dan pendekatan dalam pembagian kewenangan berdasarkan Undang-Undang. Selanjutnya, penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang merevisi dan menghapus ketentuan penting dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 terkait pelarangan impor pangan saat pasokan domestik mencukupi, serta sanksi bagi pelanggaran. (2) Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan kabupaten/kota dalam sektor pertanian sering terhambat oleh ketidakjelasan regulasi, terutama terkait kebijakan impor pangan yang berdampak negatif pada kesejahteraan petani. Pemerintah Daerah Jawa Barat perlu menerapkan pendekatan terpadu melalui peraturan daerah yang mendukung hak petani, edukasi sosial dan hukum, serta akses teknologi dan pembiayaan. Semua langkah ini harus dilaksanakan secara adil dan transparan melalui kolaborasi antara pemerintah, petani, lembaga hukum, dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan

This research is motivated by the imbalance between production costs and the selling prices of agricultural products. This issue stems from lenient food import policies following the revision of Law Number 19 of 2013 into Law Number 6 of 2023, which abolished the prohibition on imports even when domestic supplies are sufficient. Weak implementation of farmer protection, institutional shortcomings such as cooperatives, and inefficient distribution systems further exacerbate the situation. Consequently, the competitiveness and welfare of farmers have declined. The purpose of this study is to analyze the division of authority between the central government and the provincial government in protecting and empowering farmers in West Java, identify overlaps in authority between the two levels of government in implementing policies for farmer protection and empowerment, and examine the efforts undertaken by the central and provincial governments to resolve these overlaps in West Java. This research applies the theories of Division of Authority and Legislation, along with approaches to authority division based on statutory regulations. It employs a normative juridical research method using both primary and secondary data sources. The results of the study conclude that: (1) the enactment of Law Number 6 of 2023 revised and abolished crucial provisions in Law Number 19 of 2013, such as the prohibition of food imports when domestic supplies are adequate and the sanctions for violations; (2) the division of authority among the central, provincial, and local governments in the agricultural sector is often hindered by regulatory ambiguities, particularly regarding food import policies that adversely affect farmers' welfare. The West Java Provincial Government needs to implement an integrated approach through regional regulations that uphold farmers' rights, legal and social education, and access to technology and agricultural financing. These measures must be executed fairly and transparently through collaboration among governments, farmers, legal institutions, and the private sector to create a sustainable agricultural ecosystem"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rechanda Haidir Madan
"Penelitian ini di latarbelakangi penjualan hasil produksi yang tidak sebanding dengan biaya produksi. Hal ini disebabkan oleh kebijakan impor pangan yang longgar setelah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menghapus larangan impor meskipun pasokan domestik mencukupi. Implementasi perlindungan para petani yang lemah, kelemahan kelembagaan seperti koperasi, dan distribusi yang tidak efisien turut memperburuk kondisi. Akibatnya, daya saing dan kesejahteraan petani menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dalam perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani di Jawa Barat, adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani di Jawa Barat, dan upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi terhadap tumpang tindihnya kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan teori Pembagian Kewenanganan, Teori Peraturan Perundang-Undangan, dan pendekatan dalam pembagian kewenangan berdasarkan Undang-Undang. Selanjutnya, penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang merevisi dan menghapus ketentuan penting dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 terkait pelarangan impor pangan saat pasokan domestik mencukupi, serta sanksi bagi pelanggaran. (2) Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan kabupaten/kota dalam sektor pertanian sering terhambat oleh ketidakjelasan regulasi, terutama terkait kebijakan impor pangan yang berdampak negatif pada kesejahteraan petani. Pemerintah Daerah Jawa Barat perlu menerapkan pendekatan terpadu melalui peraturan daerah yang mendukung hak petani, edukasi sosial dan hukum, serta akses teknologi dan pembiayaan. Semua langkah ini harus dilaksanakan secara adil dan transparan melalui kolaborasi antara pemerintah, petani, lembaga hukum, dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan

This research is motivated by the imbalance between production costs and the selling prices of agricultural products. This issue stems from lenient food import policies following the revision of Law Number 19 of 2013 into Law Number 6 of 2023, which abolished the prohibition on imports even when domestic supplies are sufficient. Weak implementation of farmer protection, institutional shortcomings such as cooperatives, and inefficient distribution systems further exacerbate the situation. Consequently, the competitiveness and welfare of farmers have declined. The purpose of this study is to analyze the division of authority between the central government and the provincial government in protecting and empowering farmers in West Java, identify overlaps in authority between the two levels of government in implementing policies for farmer protection and empowerment, and examine the efforts undertaken by the central and provincial governments to resolve these overlaps in West Java. This research applies the theories of Division of Authority and Legislation, along with approaches to authority division based on statutory regulations. It employs a normative juridical research method using both primary and secondary data sources. The results of the study conclude that: (1) the enactment of Law Number 6 of 2023 revised and abolished crucial provisions in Law Number 19 of 2013, such as the prohibition of food imports when domestic supplies are adequate and the sanctions for violations; (2) the division of authority among the central, provincial, and local governments in the agricultural sector is often hindered by regulatory ambiguities, particularly regarding food import policies that adversely affect farmers' welfare. The West Java Provincial Government needs to implement an integrated approach through regional regulations that uphold farmers' rights, legal and social education, and access to technology and agricultural financing. These measures must be executed fairly and transparently through collaboration among governments, farmers, legal institutions, and the private sector to create a sustainable agricultural ecosystem"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam P.W.A. Wibowo
"Pengawasan terhadap sediaan farmasi adalah bagian dari tugas pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Dalam konsideransnya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip, terkait dengan sediaan farmasi skema pengaturannya dalam level Undang-Undang, telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Wewenang melakukan pengawasan sediaan farmasi di Indonesia meliputi pembentukan/penetapan regulasi, perijinan, pemeriksaan oleh petugas pengawas terhadap kegiatan membuat, mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan, monitoring dan evaluasi produk, dan tindakan administratif terhadap pelanggaran hukum serta penyidikan tindak pidana. Keberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang membagi urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang ketentuannya disharmoni dengan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur pengawasan sediaan farmasi tersebut, menimbulkan permasalahan yang menghambat efektivitas pelaksanaan pengawasan sediaan farmasi.

The drugs (pharmaceutical preparation) regulation is part of the duty of the government to improve public health is very important for the development of human resources in Indonesia, increased resilience and competitiveness of the nation, as well as national development. In it's preamble, Act No. 36 of 2009 on Health states that health is a human right and one of the elements of well-being that must be realized in accordance with the ideals of the nation of Indonesia as referred to in Pancasila and the Constitution of 1945. In principle, related to pharmaceutical regulation in the scheme of Legislation, has stated in Law No. 36 Year 2009 on Health, Law No. 35 Year 2009 on Narcotics and Law No. 5 of 1997 on Psycotropics. That based on the Act, the authority to conduct regulation of drugs (pharmaceutical preparations) in Indonesia include the creation / establishment of regulations, licensing, inspection by the supervisory officers on activity, holding, storing, processing, promoting, and distributing, monitoring and evaluation of products, administrative action against violations of the law, and crime investigation. However, the validity of Act No. 32 of 2004 on Regional Government which decentralize functions between central government and local governance, and Government Regulation Number 38 of 2007 on Decentralization of Government Affair between the Government, Provincial Government, and District Government, disharmony with the provisions of legislation that specifically regulates the pharmaceutical control, raises issues that hinder the effectiveness of pharmaceutical regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
336.01 AHM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
336.01 AHM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>