Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176451 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Atisa
"Masih ditemukan perilaku pekerja yang buruk terhadap risiko pajanan bahan kimia di industri sepatu informal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja terhadap risiko pajanan bahan kimia di bengkel sepatu PIK Pulogadung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi deskriptif observasional dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam pada 8 informan yaitu 5 pekerja dan 3 pemilik bengkel sepatu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor personal yaitu pengetahuan pekerja sudah cukup baik namun persepsi terhadap bahaya dan risiko masih rendah dan faktor lingkungan meliputi tidak adanya pelatihan, peraturan, pengawasan terkait kesehatan dalam bekerja, dan kondisi ruang kerja yang buruk sehingga dapat mempengaruhi perilaku pekerja terhadap risiko pajanan bahan kimia.

Still found the bad behavior of workers with the risk of chemicals exposure in informal footware industry. This study aims to analyze factors that influence workers behavior against the risk of chemicals exposure at informal footware industry PIK Pulogadung. The reserach was conducted using observational descriptive study with a qualitative approach. Data collected through observation and interviews to 8 informants are 5 workers and 3 owner. The results showed that personal factors are knowledge workers are good enough, but the perception of hazard and risk are low and environmental factors include lack of training, regulations, supervision of health-related work, and a work space conditions which may adversely influence workers behavior against the risk of chemicals exposure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Laela Sumbara
"ABSTRAK
Pekerja peleburan logam berisiko terhadap dampak kesehatan akibat pajanan particulate matter (PM2,5). Tujuan dari penelitian ini untuk mengestimasi risiko akibat pajanan dari PM2,5 pada udara ambien di lingkungan kerja Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) Desa Kebasen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Penelitian ini menggunakan data primer dengan responden sebanyak 42 pekerja dan 5 titik sampel udara menggunakan alat DustTrak II TSI. Metode yang digunakan adalah analisis risiko kesehatan lingkungan yang menghasilkan nilai intake perhari dan risk quotient (RQ) berdasarkan konsentrasi PM2,5, pola pajanan, dan berat badan. Responden pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata berat badan sebesar 56,926 kg dan rata rata laju inhalasi 0,6017 mg/m3. Nilai median untuk waktu pajanan 8 jam/hari, median frekuensi pajanan 273,5 hari/tahun, dan median durasi pajanan real time 8,5 tahun. Beberapa pekerja mulai berisiko (RQ>1) di saat durasi pajanan real time dengan konsentrasi minimal sebesar 254 µg/m3. Manajemen risiko dilakukan dengan mengurangi waktu dan frekuensi pajanan.

ABSTRACT
Metal smelting workers are at risk of health effects due to their exposure to particulate matter (PM2,5). The purpose of this study is to estimate the risk due exposure of PM2,5 in ambient air in the work environment of the Small Industrial Village (PIK) of Kebasen Village, Talang District, Tegal Regency. This study used primary data with 42 respondents and 5 air sample points by using the Dusttrak II TSI tool. The method used is an environmental health risk analysis that produces daily intake and risk quotient (RQ) values based on PM2,5 concentration, exposure patterns, and body weight. Respondents in this study had an average weight value of 56,926 kg and had an average inhalation rate of 0,6017 mg/m3. The median value for exposure time is 8 hours/day, the median frequency of exposure is 273,5 days/year, and the median duration of real-time exposure is 8,5 years. Some workers begin to be at risk (RQ>1) at the time of real time exposure with a minimum concentration of 254 µg/m3.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasnah
"Penilaian risiko kesehatan terkait pajanan bahaya kimia merupakan penilaian yang dilakukan untuk memastikan bahwa risiko kesehatan yang disebabkan oleh pajanan bahaya kimia telah dikendalikan dengan tepat. Penelitian ini mendiskusikan tentang metode penilaian risiko kesehatan terkait pajanan bahaya kimia yang dikembangkan oleh negara, meliputi chemical health risk assessment (CHRA) dari Malaysia, control of substances hazardous to health (COSHH) oleh United Kingdom, semi-quantitative risk assessment (SQRA) dari Singapura dan semi-quantitative occupational risk prediction model (SQORPM) dari Taiwan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kajian pustaka naratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi cara penilaian, variabel yang digunakan, hubungan antar variabel serta analisis perbandingan umum dari empat metode dengan pendekatan argumentasi penulis. Keempat metode menggunakan variabel yang sama dalam menilai risiko, yakni variabel tingkat bahaya dan tingkat pajanan dan metode CHRA dan SQRA memiliki kesamaan dalam penentuan tingkat risiko. SQORPM menggunakan variabel toxicity index (TI), exposure index (EI) dan protection deficiency index (PDI). COSHH merupakan metode kualittatif dimana tingkat bahaya bersifat lebih umum, dan tingkat pajanan bahaya ditentukan oleh jumlah bahan kimia yang digunakan dan kemungkinan terdispersi ke udara. Menurut pendapat peneliti, CHRA yang dikembangkan oleh Malaysia merupakan metode yang tepat untuk digunakan di Indonesia karena matriks tingkat risiko yang diadopsi hampir sama.

Health risk assessment related to chemical hazard exposure is an assessment carried out to ensure that the health risks caused by chemical hazard exposure have been properly controlled. This study discusses the method of assessing health risks related to exposure to chemical hazards developed by the state, including chemical health risk assessment (CHRA) from Malaysia, control of substances hazardous to health (COSHH) by the United Kingdom, semi-quantitative risk assessment (SQRA) from Singapore and semi-quantitative occupational risk prediction model (SQORPM) from Taiwan. The method used in this research is a narrative literature review which aims to identify the method of assessment, the variables used, the relationship between variables and general comparative analysis of the four methods with the author's argumentation approach. The four methods use the same variables in assessing risk, namely the variable level of hazard and level of exposure and the CHRA and SQRA methods have similarities in determining the level of risk. SQORPM uses the toxicity index (TI), exposure index (EI) and protection deficiency index (PDI) variables. COSHH is a qualitative method where the level of hazard is more general, and the level of hazard exposure is determined by the amount of the chemical used and the possibility of dispersal into the air. In the opinion of the researcher, the CHRA developed by Malaysia is the right method to be used in Indonesia because the risk level matrix adopted is almost the same."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betty Susilowati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko kesehatan akibat pajanan benzene pada pekerja industri sepatu kulit di PIK Pulogadung. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 52 pekerja memiliki nilai RQ > 1 untuk efek pajanan realtime dan sebanyak 37 pekerja memiliki nilai RQ > 1 untuk efek pajanan lifetime. Selain itu didapatkan hasil bahwa semua pekerja disana memiliki risiko kanker untuk pajanan lifetime dan realtime karena nilai ECR>10-4. Karena nilai RQ> 1 dan ECR>10-4 maka perlu dilakukan manajemen risiko. Manajemen risiko untuk efek pajanan non karsinogenik dilakukan dengan menurunkan konsentrasi benzene menjadi 0,042 mg/m3, lama pajanan menjadi 5,4 jam/hari, frekuensi pajanan menjadi 114 hari/tahun dan menetapkan durasi pajanan yang aman yaitu 10,8 tahun. Sedangkan manajemen risiko untuk efek pajanan karsinogenik dilakukan dengan menurunkan konsentrasi benzene menjadi 0,023 mg/m3, lama pajanan menjadi 2 jam/hari, frekuensi pajanan menjadi 63 hari/tahun, dan menetapkan durasi pajanan yaitu 5 tahun.

This study aims to determine the magnitude of health risk from exposure to benzene in the leather shoe industry workers in PIK Pulogadung. This research uses a risk analysis environmental health approach. The results of this study shows that 52 workers have RQ > 1 for realtime risk exposure and 37 workers have RQ > 1 for lifetime risk exposure. Beside that, the results show that all of the workers have a cancer risk for lifetime risk exposure and realtime risk exposure because ECR > 10-4. Since value of RQ > 1 and ECR > 10-4 so it is necessary for risk management. Risk management carried out to reduce non carcinogenic effect of exposure with decrease the concentration of benzene into 0,042 mg/m3, then reduce exposure time into 5,4 hour/day, reduce exposure frequency into 114 days/year and establish a safe exposure duration of 10,8 years. Whereas the risk management for carcinogenic exposure is decrease the benzene concentration into 0,023 mg/m3, then reduce time exposure into 2 hour/day, reduce exposure frequency into 63 days/year, and establish a safe exposure duration of 5 years.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Armstrong, Bruce K.
Oxford : Oxford University Press, 1994
614.24 ARM p (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yana Irawati
"Uji petik udara lingkungan kerja di Bengkel Sepatu 'X' menunjukkan konsentrasi xylene melampaui dosis referensi menurut IRIS (0,1 mg/m3). Pekerja bengkel menjadi kelompok rentan yang beresiko mendapatkan efek merugikan akibat pajanan xylene dari udara lingkungan kerja. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat risiko pajanan xylene pada pekerja Bengkel Sepatu 'X' di Kawasan PIK Pulogadung Jakarta Timur 2010. Studi ini menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan yang meliputi 4 langkah penting: identifikasi bahaya, analisis dosis-respon, analisis pajanan dan karakterisasi risiko. Jumlah sampel sama dengan jumlah populasi yaitu 26 orang. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan pengukuran langsung, tingkat risiko dihitung dengan cara membagi asupan dengan dosis referensi xylene. Rata-rata konsentrasi xylene di udara lingkungan kerja 0,05 mg/m3 dengan konsentrasi tertinggi di bagian upper/mukaan (0,18 mg/m3).
Data antropometri menunjukkan rata-rata berat badan pekerja 57 kg. Pola aktivitas pekerja meliputi ratarata 14,58 jam/hari waktu pajanan, 301,08 hari/tahun frekuensi pajanan dan rata-rata lama tinggal di lokasi studi 3,48 tahun. Tingkat risiko pekerja, baik individu maupun populasi berada di bawah dosis referensi IRIS. Proyeksi pajanan 20 tahun ke depan menunjukkan risiko individu pekerja terpajan xylene sebesar 19% yang meningkat 35% pada lima tahun berikutnya. Peningkatan risiko pada pekerja bagian upper/mukaan ditandai dengan nilai RQ hampir mendekati 1 pada proyeksi pajanan 30 tahun. Masukan batas aman konsentrasi xylene untuk 8 jam kerja adalah 0,36 mg/m3. NAB xylene sebesar 434 mg/m3 menurut SNI perlu dikoreksi karena hasil simulasi menggunakan konsentrasi tersebut mendapatkan nilai RQ di atas satu. Konsentrasi xylene di udara lingkungan kerja Bengkel Sepatu 'X' belum menimbulkan risiko efek kesehatan akibat pajanan xylene.

Pre-eliminary study of xylene exposure in the occupational air of Workshop 'X' had found the exceed xylene's concentration compared to the International Risk Information System reference dose (0,1 mg/m3). The footware workers had a risk to exposed by xylene. The aim of this study is to determine the risk quotient (RQ) of xylene exposure on footware's workers using health risk assessment approach with its four important steps: hazard identification, dose-response assessment, exposure assessment and risk characterization. Sample is 26 equal to number of population. Data is collected by interview and direct measurement. Risk assessment calculated by deviding intake with the reference dose of xylene. The mean concentration of xylene in the occupational air of Workshop 'X' is 0,05 mg/m3 with the higest concentration in the upper section (0,18 mg/m3).
Anthropometric data showed 57 kilogram as the weight average of footware's workers. Activity pattern including the average of 14,58 hours a day as time exposure, 301,08 days a year as a frequency of exposure and 3,48 years as time living in the workshop. Risk Quotient for both individual and the population is still below the reference dose of IRIS. Prediction of individual risk quotient for 20 years ahead showed that 19 % workers will be exposed to xylene and became increased to 35% in the next five years. The workers who work at upper section supposed to get adverse effect of xylene exposure with the indicator value of risk quotient almost close to 1 based on 30 years prediction. Suggestion for safe concentration of xylene during 8 hours exposure is 0,36 mg/m3. Using xylene concentration which establlished in SNI give RQ>1. Xylene concentration in the occupational air of Workshop 'X' is still below the IRIS reference dose.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T28454
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nanik Prihartini
"Perkembangan industri di Indonesia maju berkembang dengan pesat untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia yang tidak bisa dipungkiri membutuhkan bahan kimia sebagai bahan baku maupun bahan campuran. Meskipun bahan kimia dibutuhkan keberadaanya tetapi di lain pihak bahan kimia tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungannya jika tidak ditangani secara baik dan benar . Salah satunya adalah industri sepatu yang dalam proses pembuatannya memerlukan bahan perekat yang mengandung toluen. Toluen merupakan salah satu senyawa volatile organic compound (voc) yang pada umumnya mengakibatkan gangguan kesehatan seperti pusing, vertigo, iritasi pada mata, iritasi pada kulit, gangguan pernafasan, gangguan hepar, gangguan ginjal serta gangguan susunan syaraf pusat.
Penelitian ini menggunakan desein cross sectional dengan pendekatan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko kesehatan pada pada pekerja di bengkel sepatu X akibat pajanan toluen di kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) Pulogadung Jakarta Timur dan dilakukan pada bulan Maret - Mei 2010 dengan subyek penelitian pekerja sepatu di bengkel sepatu X di kawasan PIK Pulogadung Jaktim dan sebagai pembanding adalah pegawai BLUD Pengelola Kawasan PIK Pulogadung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi toluen di bengkel sepatu X sudah melebihi dosis respon (11,28mg/m3) dengan konsentrasi tertinggi di bagian finishing (27,2 mg/m3) sedangkan pada pembanding masih di bawah dosis respon (0.0006mg/m3). Jika dibandingkan dengan NAB, konsentrasi toluen masih di bawah batas normal. Konsentrasi asam hipurat urin pada pekerja dan pembanding masih di bawah batas normal yaitu masing-masing 0.73gr/gr kreatinin dan 0.25gr/gr kreatinin.
Hasil uji t menunjukkan adanya perbedaaan bermakna antara rata-rata konsentrasi toluen dan asam hipurat urin pada pekerja bengkel sepatu X dan pembanding (p<0.05). Tingkat risiko individu realtime dengan RQ>1 sebesar 8% (2 orang), perhitungan RQ pada tiap bagian, proyeksi 10 tahun ke dapan bagian finishing berisiko terhadap toluen.Tingkat risiko populasi sebesar 0,08 yang berarti belum berisiko terhadap pajanan toluen. RQ populasi proyeksi menunjukkan pada 20 tahun mendatang pekerja bengkel sepatu berisiko terhadap pajanan toluen."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30822
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mandu Chairani
"Ruang Lingkup dan Metodologi Penelitian:
PT. X adalah cabang dari perusahaan multinasional yang memproduksi sepatu basket, sepatu bola, sepatu multifungsi dan sepatu anak-anak. Pemakaian mesin alat kerja dan mekanisme dalam industri dapat menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui intensitas bising lingkungan tempat kerja, prevalensi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising.
Metoda penelitian berupa studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 180 tenaga kerja yang terpajan bising lebih dari 85 dB. Mereka telah bekerja kurang lebih 5 tahun dan berumur antara 21 - 40 tahun. Data penelitian didapat dari medical check up, kuesioner, wawancara dan observasi ke tempat kerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Intensitas bising lingkungan tempat kerja di atas 85 dB ditemukan di bagian sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, mesin penghancur, PU, 1P dan CPED. Kasus gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga keija yang terpajan bising di atas 85 dB sebesar 11,7%. Faktor-faktor seperti umur, masa keija, pengetahuan, sikap, perilaku dan jenis ruangan tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising (p > 0,05). Sedangkan faktor-faktor seperti intensitas bising (p = 0,016) dan tempat tinggal (p = 0,039) berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising.
Secara statistik terbukti odd ratio intensitas bising sebesar 4,654, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising pada intensitas bising yang tinggi (94 - 108 dB) adalah 4,654 kali lebih besar dibanding dengan intensitas bising yang lebih rendah (85 - 93 dB) dan odd ratio tempat tinggal sebesar 3,454, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di mess karyawan adalah 3,454 kali lebih besar dibanding dengan di luar mess.

Prevalence And Analysis The Factors That Related With Noise Induced Hearing Loss Among The Workers That Noise Exposured Louder Than 85 Db In X Shoes Factory, Banten, 2003Scope and Methodology
PT. X is a branch of multinational that produce basketball shoes, soccer shoes, multifunction shoes and baby shoes. Using work equipment and mechanism in industry cause noise exposure in workplace. This case study done with goal to know what areas and number of worker who exposed to the noise level louder than 85 dB in workplace, also the prevalence and the factors that related with noise induced hearing loss.
The research method is a cross sectional study. Sample consist 180 workers who exposed to noise louder than 85 dB. They had been worked about 5 years and their ages varied from 21 to 40 years old. Data were collected from medical check up results, questioners, interview and observation of the working condition.
Result and Conclusions:
The noise level louder than 85 dB in workplace found at sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, smashed machine, PU, IP and CPED. Noise induced hearing loss case among worker with noise exposured louder than 85 dB is 11,7%. The factors such as age, time work, knowledge, attitude, manner and the kind of room were not related with noise induced hearing loss (p > 0,05). But some factors such as noise level (p = 0,016) and type of residence (p = 0,039) were related with noise induced hearing loss.
Statistically proven that odd ratio of noise level is 4,654, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss for exposure to higher noise level (94 - 108 dB) is 4,654 compared to low noise level (85 - 93 dB) and odd ratio of type of residence is 3,454, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss in boarding house is 3,454 compared to beside boarding house."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Lise
"Salah satu physical hazard di dunia industri adalah kehisingan. Dan hingga saat ini kebisingan adalah masalah yang paling sering ditemukan di sebagian besar industri. Kebisingan ditempat kerja akan memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan keselamatan karyawan dan lingkungan, khususnya terhadap penurunan fungsi pendengaran. Karyawan adalah salah satu asset penting bagi perusahaan dan merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan untuk melindungi, meningkatkan kesehatan dan meningkatkan produktifitas karyawan sesuai dengan kebijakan dan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Tingginya angka kejadian penurunan fungsi pendengaran pada karyawan yang terpajan bising memperlihatkan adanya hubungan antara karakteristik lingkungan kerja yang bising dengan dampak tersebut. Namun demikian terjadinya penurunan fungsi pendengaran tidak hanya diakibatkan oleh pajanan bising, melainkan adanya faktor - faktor lain yang ikut berpengaruh terbadap penurunan fungsi pendengaran, seperti faktor usia, masa kerja, riwayat pekerjaan lain, status kesehatan dan hobi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepajanan bising dan penurunan fungsi pendengaran pada karyawan yang terpajan bising di area finishing dan dyeing PT. Coats rejo, Bogor, melalui pendekatan cross-sectional. Analisa penelitian ini menggunakan analisa statistik univariat, bivariat dengan uji Chi-Square, dan analisa multivariat dengan uji regresi logistik. Adapun populasi dalam penelitian ini berjumlah 117 karyawan yang sudah dilakukan pemeriksaan audiometri.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan ada sebanyak 13 karyawan ( 11,1 %) yang mengalami Sensori Neural Hearing Loss, dan seluruh karyawan yang diteliti (117). Setelah dilakukan analisa secara statistik, didapatkan faktor-faktor yang secara dominan mempengaruhi penurunan fungsi pendengaran di kalangan karyawan, yaitu riwayat status kesehatan, usia, dan masa kerja. Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan saran dan masukan kepada manajemen PT.Coats Rejo Bogor untuk menerapkan Program Konservasi Pendengaran secara terpadu dengan melibatkan manajemen dan karyawan, sehingga bahaya bising yang ada di lingkungan kerja dapat dikendalikan agar tidak memberi dampak yang negatifbagi kesehatan karyawan, khususnya terbadap penurunan fungsi pendengaran.

Noise is a physical hazard that exist in any industrial activities. Noise in the workplaces has a negative effects to the health and safety of employees in their daily occupations, especially hearing loss. Employees are one of the most company assets . therefore, the company should protect their employees from exposure to noise and promote employees health in accordance with the standard and company policy. Increasing of the hearing loss cases in the workplace, showed that work environment characterized by the relationship with the risks of noise exposures. Eventhough the hearing loss can be caused by noise exposures, it can also be influenced by other factors such as ages, length of work, history of work with noisy environment, history of health and hobbies.
The purpose of this research is to better understand the factors associated with the noise exposure and hearing loss to the employees at finishing and dyeing areas of PT.Coats Rejo Bogor. This research has been conducted with a cross-sectional approach, and life event scale technique that carried out through questionnaires that are distributed to the respondens. The sample of this research are covering all workers who have been examinated by the audiometric test. There were 117 respondens, and the research statistics analyze data using the techniques of univariate and bivariate through the Chi-Square test, together with the multivariate through the logistic regression test.
The results of this research showed 11,1% of respondens have experienced sensori-neural hearing loss. History of health, age, and length of work are stastistically significant value and dominating influence on the sensori-neural hearing loss related noise exposures in the workplace. This research can hopefully lead to recommendations that will help the company in developing management of hearing conservation programs in the workplace in order to reduce hearing loss.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afriman Djafri
"Kebisingan merupakan risiko dalam bidang kesehatan bagi pekerja yang kemungkinan timbulnya penyakit terkait kerja (work related diseases) disebabkan oleh suatu faktor yang berasal dari tempat kerja dalam bentuk gangguan kesehatan, penyakit, kecelakaan, cacat, dan kematian. Pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika di tempat kerja, di dalamnya ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebesar 85 dBA sebagai intensitas tertinggi dan merupakan nilai yang masih dapat diterima oleh pekerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan seharihari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Data Tahun 2000 di Amerika Serikat menunjukkan lebih dari 9 juta pekerja setiap hari terpajan kebisingan sebesar 85 dBA. Ada sekitar 5,2 juta pekerja terpajan kebisingan > 85 dBA pada Manufacturing dan Untilities atau sekitar 35 % dari total pekerja pada industri manufacturing di Amerika. Departemen pekerja Amerika memperkirakan ada 19,3 % pekerja pada manufacturing dan untilities terpajan kebisinganSOH 90 dBA, 34,4 % terpajan kebisingan > 85 dBA dan 53,1 % terpajan kebisingan > 80 dBA.
Berdasarkan hasil pemeriksaan audiometri pada 103 orang pekerja di perusahaan PT. Sanggar Sarana Baja ditemukan adanya penurunan status pendengaran pada frekuensi 4000 Hz sebanyak 52,4 %, terlihat bahwa separuh pekerja dari sampel yang diperiksa pada penelitian ini telah mengalami gangguan fungsi pendengaran tidak normal.
PT. Sanggar Sarana Baja adalah salah satu perusahaan berspesialisasi dalam desain dan manufaktur dari peralatan-peralatan proses, fabrikasi baja umum, dan pemeliharaan dan konstruksi untuk minyak dan gas, petrokimia dan industri pembangkit listrik yang beroperasi sejak tahun 1977. Produk permintaan tinggi lainnya yaitu Vessel Pressure, Glycol Dehydration Packages, CO2 Removal Plants, and Heater Treatment Package. Dalam proses kerjanya perusahaan ini menggunakan mesin yang menimbulkan suara yang cukup keras seperti mesin welding, Mechining, bending, rolling, setting dan alat tersebut dioperasikan oleh pekerja, sehingga para pekerja setiap harinya akan terpapar oleh suara bising tersebut, hal ini bagi pekerja/karyawan PT. Sanggar Sarana Baja dapat berpeluang untuk terganggu oleh suara tersebut Besarnya risiko kesehatan yang disebabkan suara bising pada masyarakat khususnya pada karyawan / pekerja dapat berpeluang terhadap gangguan fungsi pendengaran.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pajanan kebisingan dengan fungsi pendengaran pada pekerja pabrik di PT. Sanggar Sarana Baja tahun 2010.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang bersifat analitik dengan pendekatan rancangan studi yang digunakan Cross Sectional, yaitu melakukan pengamatan dan wawancara pada subyek penelitian dan diikuti pengukuran intensitas kebisingan di lingkungan kerja. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2010 di bagian/unit kerja produksi PT. Sanggar Sarana Baja.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, tingkat pajanan kebisingan PT. Sanggar Sarana Baja melebihi nilai ambang batas yang telah di tetapkan, yaitu berkisar antara 82 dB(A) - 89 dB(A) di bagian/unit kerja produksi. Tingkat pajanan kebisingan tertinggi terdapat di unit/bagian kerja/seksi area Vessel II yaitu 89 dB(A) dan tingkat kebisingan terendah yaitu di unit/bagian kerja/seksi area Engineering dan terdapatnya hubungan antara Tingkat pajanan kebisingan dengan fungsi pendengaran.
Berdasarkan hasil penelitian, perlunya peranan Pihak perusahaan agar mengembangkan program pengendalian kebisingan yang telah ada dengan penerapan komponen Hearng loss Prevention Program (HLPP) sebagai upaya meminimalisasi pajanan kebisingan yang diterima oleh pekerja sampai ke titik dimana bahaya terhadap pendengaran dapat dikurangi atau dihilangkan. Contoh; HLPP audit, Audiometric Evaluation, engineering control, dan administrative control.

Noise is a health risk for workers in the possibility of work-related illness (work related diseases) is caused by a factor derived from the workplace in the form of health problems, illness, accident, disability, and death. The Government has issued Decree No Minister of Labor. Kep-51/MEN/1999 about Threshold Limit Value (TLV) of physical factors in the workplace, in which established Threshold Limit Values (TLV) of 85 dBA noise as the highest intensity and a value that can still be accepted by the workers without causing disease or disorder health in their daily work for a period not exceeding eight hours per day or 40 hours a week.
Data Year 2000 in the United States showed more than 9 million workers daily exposed to noise at 85 dBA. There are about 5.2 million workers exposed to noise> 85 dBA at the Manufacturing and Untilities or approximately 35% of the total workers in manufacturing industry in America. United workers Department estimates there are 19.3% of workers in manufacturing and untilities SOH 90 dBA noise exposure, 34.4% exposed to noise> 85 dBA and 53.1% exposed to noise> 80 dBA.
Based on the results of audiometry in 103 people working in the company of PT. Sarana Baja studio found a decrease in hearing status on the frequency 4000 Hz were 52.4%, showed that half the workers from the sample examined in this study had impaired hearing function is not normal.
PT. Sanggar Sarana Baja is one company specializing in the design and manufacturing of process equipment, general steel fabrication, and maintenance and construction services to oil and gas, petrochemical and power industries operating since 1977. Other high demand products are Pressure Vessel, Glycol Dehydration Packages, CO2 Removal Plants, and Heater Treatment Package. In the process his company uses the machines that create a loud enough voice like welding machines, Mechining, bending, rolling, setting and the equipment operated by workers, so workers will be exposed to everyday noises such, this is for the workers / employees of . Steel Facility workshop can expect to distracted by the voice. The magnitude of health risks caused by noise in the society especially in the employee / worker can expect to auditory dysfunction.
The purpose of this study is to determine the correlation between noise exposure on hearing function of factory workers in PT. Sanggar Sarana Baja 2010. This study was a descriptive study was analytic approach used in study design was cross sectional, that is to make observations and interviews on the subject of research and followed by measuring the intensity of noise in the workplace. When the study was conducted in April-May 2010 in unit of PT Sanggar Sarana Baja.
The results showed that noise exposure level of PT Sanggar Sarana Baja exceeds the threshold value that has been on the set, ranging from 82 dB (A) - 89 dB (A) in the unit of production. Have the highest noise exposure levels in the unit / working part / section II Vessel area that is 89 dB (A) and the lowest noise level that is in the unit / working part / section area of Engineering and the presence of the relationship between the level of noise exposure on hearing function.
Based on this research, the need for companies to develop the role of party noise control programs that already exist with the implementation of component loss Hearng Prevention Program (HLPP) in an effort to minimize the noise exposure received by workers to the point where the danger of hearing loss can be reduced or eliminated. Example; HLPP audit, Audiometric Evaluation, engineering controls, and administrative control.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T29375
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>