Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rena Noviyanti
"Skripsi ini membahas faktor-faktor yang behubungan dengan stres kerja pada guru honorer SMA di Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian semi-kuantitiatif dengan desain penelitian cross sectional (survey deskriptif). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi tingkat stres kerja pada guru honorer SMA di Jakarta Timur dengan responden 110 orang guru honorer adalah 37.7% guru honorer mengalami stres ringan, 36.4% mengalami stres sedang, dan 26.4% mengalami stres berat. Selain itu, dari 8 variabel faktor stres kerja (context to work dan content to work) terdapat 7 variabel yang memiliki hubungan dengan stres kerja yaitu dari faktor context to work, gaji, hubungan interpersonal, peran dalam organisasi, keleluasaan dalam kontrol/pengambilan keputusan, dan faktor content to work yaitu beban kerja, jadwal kerja, dan desain kerja. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan sebagian besar faktor yang berhubungan dengan stres kerja bersumber dari faktor content to work.

This paper examines factors regarding stress at work on temporary high school teacher in East Jakarta. This research is a quantitative study with cross sectional research design. The result of this study shows that the proportion of work stress on temporary high school teacher in East Jakarta with 110 respondents of temporary teacher are 37.7% having mild stress, 36.4% having moderate stress, and 26.4% having severe stress. Besides, from 8 variable factors of work stress (context to work and content of work) there are 7 variables related to work stress which is from context to work factor, salary, interpersonal relationship, role in organization, decision latitude/control. and content to work factor which is workload/workpace, task design, and work schedule. From the result of the study concluded that most of the factor related to stress at work derived from content to work factor."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S43515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Gusrinarti
"Penelitian ini membahas faktor bahaya psikososial yang berhubungan dengan stres kerja pada guru SMA Negeri di Jakarta Barat. Faktor bahaya psikososial yang diteliti adalah beban kerja, konflik peran, ambiguitas peran, hubungan interpersonal, dan lingkungan fisik.
Jenis penelitian ini adalah semikuantitatif dengan desain studi cross-sectional yang bertujuan untuk meneliti faktor bahaya psikososial yang berhubungan dengan stres kerja pada guru SMA Negeri di Jakarta Barat. Teknik pengumpulan data yaitu menggunakan kuesioner dan wawancara.
Hasil penelitian dari 97 responden guru SMAN didapatkan sebanyak 32% mengalami stres kerja ringan, 35% stres kerja sedang, dan 33% stres kerja berat. Bahaya psikososial yang memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja adalah faktor hubungan interpersonal dan lingkungan fisik.

This research discussed psychosocial hazard factors that related to work stress among public high school teachers in West Jakarta. This research assessed psychosocial hazard factors that consists of workload, role conflict, role ambiguity, interpersonal relationship, and physical environment.
This is a semiquantitative research with cross-sectional study design which aimed to identify the psychosocial hazard factors that related to work stress level among public high school teachers di West Jakarta. Questionnaire and interview were used to collect data.
The result of 97 respondents from five public high school showed that 32% teachers experienced mild work stress, 35% teachers experienced moderate work stress while 33% teachers experienced severe work stress. Psychosocial hazard factors that having significant relationship to work stress are interpersonal relationship and physical environment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denti Vadalika Puteri
"Stres kerja merupakan keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan seseorang untuk mengelola tuntutan tersebut sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada guru SMA Negeri di Jakarta Pusat saat masa pandemi COVID-19. Adapun faktor – faktor yang diteliti meliputi faktor karakteristik individu (jenis kelamin, usia, status pernikahan, masa kerja, tingkat pendidikan, tipe kepribadian, jumlah anak) dan faktor psikososial (beban kerja, jadwal kerja, dukungan sosial, kontrol pekerjaan, ambiguitas peran, konflik peran, home-work interface). Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dan pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online. Dari 113 orang guru yang berpartisipasi dalam penelitian ini, didapatkan 47,8% guru mengalami stres kerja. Selain itu, terdapat hubungan antara status pernikahan (P value = 0,037), jumlah anak (P value = 0,016), ambiguitas peran (P value = 0,015), dan home-work interface (P value = 0,048) dengan stres kerja.

Occupational stress is a situation where there is an imbalance between job demands and workers ability to manage those demands, then it can causing various negative impacts. The aim of this study is to explain factors related to work stress among public high school teachers in Jakarta Pusat during COVID-19 pandemic. Observed factors are individual characteristics (sex, age, marriage status, work period, education level, personality type, number of children) and psychosocial factors (workload, work schedule, social support, control over work, role ambiguity, role conflict, home-work interface). This study design is cross sectional and data collection was carried out by distributing online questionnaires. From 113 teachers participated in this study, it was found that 47,8% of teachers experience occupational stress. Moreover, the result also found a relationship between marriage status (P value = 0,037) and work stress, number of children (P value = 0,016) and work stress, role ambiguity (P value = 0,015) and work stres, home-work interface ( P value = 0,048) and work stress."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastasia
"Stres sudah menjadi masalah kesehatan secara global karena dampaknya terhadap kesehatan. Penelitian tentang stres yang dialami pengasuh di panti jompo di Indonesia belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran stres pengasuh di beberapa panti jompo di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan karakteristik pengasuh, status psikologis pengasuh, karakteristik lansia dan panti jompo serta faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dari bulan Desember 2012 - Januari 2013. Penelitian menggunakan total sampling berjumlah 57 orang.
Penelitian menunjukkan prevalensi stres sebesar 77,2%. Kebanyakan pengasuh berumur ≥ 34 tahun (50,9%), berjenis kelamin laki-laki (59,6%), tinggal di wilayah Jakarta (68,4%), menempati rumah sendiri (36,8%), tamat SMA (64,9%), sudah menikah (75,4%), memiliki anak ≥ 2 (54,4%), berpendapatan tinggi (50,9%) dan berpengeluaran tinggi (50,9%), melakukan strategi koping adaptive (94,7%) dan merasa puas (78,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1%, yang mengasuh selama ≥ 4 jam per hari sebanyak 52,6%. Kebanyakan pengasuh tidak memiliki jadwal kerja malam yang rutin (68,4%) dan tidak pernah mengikuti pelatihan khusus mengasuh lansia (50,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1% dan rata-rata jumlah lansia demensia yang diasuh adalah 11 lansia, lansia demensia yang paling banyak diasuh adalah lansia demensia berumur > 70 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Sementara faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh adalah kepuasan bekerja (nilai p = 0,05).
Kesimpulannya, stres pengasuh di panti jompo cukup tinggi dan berhubungan dengan kepuasan bekerja.

Stress has become a global health problem because of its impact on health. Research on the stress experienced by caregivers in nursing homes has not been done. The purpose of this research is to describe stress of caregivers in nursing homes in Province of DKI Jakarta based on the characteristics of caregiver, psychological status of caregiver, characteristics of the elderly and nursing home and factors related to stress of caregiver. The research design used was cross sectional from December 2012 - January 2013. Research using total sampling amounted to 57 people.
Research shows the prevalence of stress amounted to 77,2%. Most caregiver ≥ 34 years (50.9%), male (59.6%), living in Jakarta (68,4%), living in their own home (23%), finished high school (64,9%), married (75.4%), having child ≥ 2 (54.4%), high-income and high expenses (50.9%), do adaptive coping strategy (94,7%) and feel satisfied (78,9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1%, caring ≥ 4 hours per day was 52.6%. Most caregiver also does not have regular night work schedule (68,4%) and never follow a special training in caring for the elderly (50.9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1% and the average number of elderly dementia that is taken care of is 11 elderly, elderly dementia who the most widely taken care of are elderly dementia with age > 70 years and women are the most. While factors related to stress of caregivers is the satisfaction of working (p = 0.05).
In conclusion, the stress of caregivers in nursing homes is quite high and is associated with the satisfaction of working.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nurul Haq
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tingkat stres kerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stres kerja pada petugas pemadam kebakaran di Suku Dinas Penanggulan Kebakaran dan Penyelamatan Kecamatan Matraman. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan design penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Suku Dinas Penanggulan Kebakaran dan Penyelamatan Kecamatan Matraman pada Maret – Juni 2020. Besaran sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 53 responden. Variabel dependen dari penelitian ini adalah stres kerja dan variabel independen dari penelitian ini adalah beban kerja, desain kerja, jadwal kerja, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan interpersonal, dan home-work interface. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengisian kuesioner COPSOQ untuk faktor psikososial dan PSS untuk stres kerja dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31 petugas pemadam (58,5%) mengalami stres sedang. Terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja (p = 0,019), ada antara hubungan interpersonal dengan stres kerja (p = 0,004), tidak ada hubungan antara desain kerja dengan stres kerja (p = 0,070), tidak ada hubungan antara jadwal kerja dengan stres kerja (p = 0,501), tidak ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja (p = 0,948), tidak ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja (p = 0,983), tidak ada hubungan antara home-work interface dengan stres kerja (p = 0,683). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa beban kerja dan hubungan interpersonal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada petugas pemadam di Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kecamatan Matraman.

This study aimed to determine the factors related to work stress among firefighters. This study is a cross-sectional study with quantative and qualitative methods. The sample in this study were 53 firefighters. The dependent variabel is work stress and the independent variabels are workload, work design, work schedule, role in organization, career development, interpersonal relationship at work, and home-work interface. The instrument used in this study are Copenhagen Psychosocial Questionnaire III (COPSOQ III), Perceive Stress Scale (PSS) and interview. The findings revealed, 58,5% firefighters experienced moderate stress. While the variables that related to work stress are workload (p = 0,019) and interpersonal relationship at work (p = 0,004). The variables that not related to work stress are work design (p = 0,070), work schedule (p = 0,501), role in organization (p = 0,948), career development (p = 0,983), and home-work interface (p = 0,683). The study therefore concludes that workload and interpersonal relationship at work are the factors related to work stress in firefighters."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hirzi Salsabil Zulkarnain
"Prevalensi skabies di Indonesia tinggi terutama di tempat padat penduduk seperti pesantren. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan karakteristik santri di Pondok Pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian cross-sectional ini dilakukan di pesantren X, Jakarta Timur pada tanggal 10 Juni 2012. Kuesioner dibagikan untuk mengidentifikasi perilaku subjek, diikuti dengan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi untuk menegakkan diagnosis. Subjek adalah semua santri madrasah aliyah dan madrasah tsanawiyah yang hadir pada waktu pengambilan data. Data dianalisis dengan chi-square test.
Hasil menunjukkan bahwa prevalensi skabies di Pesantren X adalah 50%. Ada perbedaan signifikan antara prevalensi skabies dan tingkat pendidikan para santri namun tidak ada perbedaan signifikan dengan jenis kelamin dan perilaku. Lesi kebanyakan ditemukan di daerah sela-sela jari tangan, abdomen, kaki, bokong, dan daerah genital. Area yang paling sering terkena lesi skabies adalah daerah sela-sela jari tangan. Kesimpulannya, ada hubungan antara prevalensi skabies dan tingkat pendidikan, namun tidak dengan tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Juga bisa disimpulkan bahwa lesi paling banyak menetap di sela-sela jari tangan.

Prevalence of scabies in Indonesia is very high, especially in crowded places such as Islamic boarding schools. The purpose of this research is to study the prevalence of scabies and its association with the characteristics of students in Pesantren X, Jakarta Timur. This cross-sectional study was conducted in pesantren X, Jakarta Timur on June 10th, 2012. Diagnosis was performed by anamnesis and dermatological examination, followed by handing out questionnaires to identify subjects? behavior. Research subjects including all madrasah tsanawiyah and madrasah aliyah patients who were present at the time of study. Data was analyzed using chi-square test.
The results show that the prevalence of scabies in Pesantren X is 50%. There is a significant difference between the prevalence of scabies and educational level of the santri but not with gender and behavior. Most lesions are found in interdigital space of the hand, abdomen, leg, buttocks, and genital area. Interdigital space of the hand is the most frequent location infested with scabies lesion. In conclusion, there is an association between the prevalence of scabies with the educational level of the subjects, but not with other characteristics such as gender and behavior. It is also found that interdigital space is the most frequent area in which scabies lesion can occur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Laras Wati
"Jakarta Timur menjadi kota dengan jumlah SD terbanyak yang dibuka selama PTM, padahal kota tersebut memiliki penduduk yang paling banyak terinfeksi COVID-19. Guru di sekolah memiliki peran penting selama PTM berlangsung, yaitu menjadi role model dalam menerapkan prokes di sekolah untuk mencegah penyebaran COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku prokes guru selama PTM di wilayah Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif desain cross-sectional dengan total sampel 239 di 20 SD. Pengumpulan data dilakukan melalui tautan google form yang disebarkan melalui grup WhatsApp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor guru yang telah menerapkan perilaku protokol kesehatan dengan baik selama PTM adalah 11,2 dari skala 0-12. Berdasarkan hasil analisis didapatkan sikap dan dukungan tenaga kesehatan merupakan variabel yang berhubungan dengan penerapan perilaku prokes sedangkan dukungan sekolah merupakan konfonding pada hubungan tersebut. Sikap guru menjadi faktor yang paling dominan terhadap penerapan perilaku prokes, guru yang bersikap mendukung prokes menerapkan perilaku prokes 3 kali dibanding guru yang tidak mendukung seteah dikontrol oleh dukungan tenaga kesehatan dan dukungan sekolah (OR= 3,08, 95% CI: 1,73-5,47, p=0,001). Sekolah harus memberikan pembinaan dan pendampingan kepada guru untuk tetap menerapkan perilaku prokes selama pandemi belum berakhir, disamping memperkuat vaksinasi bagi warga sekolah.

East Jakarta is the city with the highest number of elementary schools opened during face-to-face learning, even though the city has the most people infected with COVID-19. Teachers in schools have an important role during face-to-face learning, which is being a role model in implementing health protocols in schools to prevent the spread of COVID-19. The purpose of this study was to find out the factors related to the behavior of teacher health programs during face-to-face learning in East Jakarta. This study used a quantitative method with cross-sectional design. Total sample of this study was 239 in 20 elementary schools. Data collection is carried out through a google form link which is distributed through the WhatsApp group.
The results showed that the average score of teachers who had implemented health protocol behaviors well during face-to-face learning was 11.2 on a scale of 0-12. Based on the results of the analysis, it was found that the attitude and support of health workers were variables related to the implementation of health care behavior while school support was a confounding variable. Attitude is the most dominant factor during the implementation of health protocol behavior (p-value=0.001). Schools must provide guidance and assistance to teachers to continue implementing health protocol behaviors as long as the pandemic is not over, in addition to supporting vaccination programs for school residents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyatuti
"Perilaku kekerasan menjadi masalah diberbagai negara seperti Amerika, Australia dan negara maju lainnya. Indonesia memiliki masalah yang sama terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Perilaku kekerasan banyak dilakukan oleh anak mulai berusia 10-17 tahun (Berkowitz, 1993). Usia tersebut masuk kedalam kelompok anak sekolah, yang di Indonesia berjumlah hampir sepertiga penduduk. Anak sekolah sebenarnya menjadi sumber daya manusia yang sangat besar untuk masa yang akan datang. Pencegahan dan pengendalian perilaku kekerasan akan berdampak pada kesehatan individu remaja dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku kekerasan pada siswa sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta Timur.
Metoda penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan cross sectional. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Jakarta Timur yang didapat sebanyak 32 sekolah yang memiliki riwayat kekerasan, selanjutnya dirandom dan diperoleh 10 sekolah berdasarkan 10 kecamatan yang ada di Jakarta Timur yang terdiri 9 SMK/STM dan 1 SMU, dan jumlah responden sebanyak 370 orang. Instrumen perilaku kekerasan dikembangkan dari penelitian Morrison (1993). Instrumen karakteristik individu: demografi, aspek psikologis, sosial, dan spiritual. Karakteristik lingkungan: lingkungan keluarga, teman, sekolah, masyarakat dan media di kembangkan oleh peneliti. Hasil uji coba instrurnen nilai Alpha Cronbach (reabilitas) berkisar 0,55-0,91 sedangkan validitas berkisar r=0,36-86 dari 30 sampel yang diuji cobakan. Analisis data dengan univariat, bivariat: analisis korelasi dan regresi sederhana, multivariat analisis regresi ganda.
Hasil penelitian menunjukan karakteristik siswa sekolah yang melakukan kekerasan terbanyak berusia I7 tahun, jenis kelamin Iaki-laki, dengan jumlah anak terbanyak didalam keluarga 3 orang, umumnya pernah mengalami riwayat kekerasan dengan tingkat kekerasan terbanyak katagori berat (fisik), dan pelaku kekerasan terbanyak oleh orangtua, guru, teman tidak sekelompok, masyarakat disekitar rumah, teman sekelompok, saudara dan masyarakat dilingkungan sekolah. Kondisi siswa, untuk aspek psikologis yang kurang sebesar 50,3%, aspek sosial yang kurang sebesar 38,4%, dan aspek spiritual sebesar 50,3%. Karakteristik lingkungan keluarga yang kurang sebesar 46,2%, lingkungan teman/kelompok yang kurang sebesar 47,6%, lingkungan sekolah yang kurang sebesar 54,1%, lingkungan masyarakat yang kurang sebesar 47,8%, dan media yang kurang menunjang sebesar 49,2%. Karakteristik perilaku kekerasan terbanyak adalah merusak lingkungan sebesar 45,4%, diikuti oleh mencederai orang lain sebesar 37,6% dan agresi secara verbal sebesar 37,3%. Terdapat hubungan yang negatif dan bermakna pada karakteristik individu dan lingkungan dengan perilaku kekerasan. Karakteristik individu berupa pengalaman jenis kekerasan (p value 0,0001, r =- 0,219), pelaku kekerasan (p value 0,0001, r = -O,241), aspek psikologis (p value 0,0001, r = -0,303), aspek Sosial (p value 0,026, r= -0,ll6). Karakteristik lingkungan keluarga (p value 0,001, r = -0,172), lingkungan teman/kelompok (p value 0,0001, r = -0,491), sekolah (p value 0,004, r = 0,1-48), lingkungan masyarakat (p value 0,0001, r = -0,203), dan media (p value 0,0001, r = -O,310). Faktor yang paling berkontribusi terhadap perilaku kekerasan secara berurutan adalah teman/kelompok, media, pengalaman kekerasan, psikologi, dan sosial dengan signifkan F = 0,001 dan R square 0,326.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu dan lingkungan sebagian kecil dapat mengambarkan faktor penyebab perilaku kekerasan pada anak sekolah. Untuk dapat mencegah dan mengendalikan perilaku kekerasan perlu disiapkan kondisi psikologis, sosial dan spiritual siswa di sekolah dan di rumah dengan memberikan pendidikan, menyediakan lingkungan yang sehat dan memberi contoh peran yang baik. Untuk pelayanan keperawatan meningkatkan peran perawat UKS dengan mengembangkan program kesehatan jiwa anak usia sekolah, mengembangkan perawat sekolah tidak hanya dari puskesmas tetapi khusus menjadi perawat sekolah, mengoptimalkan program pencegahan dengan kerjasama instansi terkait, menyusun program pencegahan dan pengendalian yang mudah dilaksanakan di sekolah seperti cara mengontrol marah, meningkatkan kemampuan perawat sekolah dengan pendidikan dan latihan berkelanjutan. Untuk institusi pendidikan meningkatkan peran serta pelaksanaan program UKS dengan memfasilitasi dan terlibat dalam konseling remaja di sekolah, bersama tenaga kesehatan menyusun program pencegahan dan pengendalian kekerasan, menghindari tindakan kekerasan pada siswa, menyediakan waktu bersama siswa untuk bertukar pikiran, menyediakan sarana untuk anak sekolah dan menetapkan anti kekerasan di lingkungan sekolah misalnya dengan poster. Untuk pemerintah agar mewajibkan pelaksanaan program UKS di setiap sekolah, mengatur dan mengendalikan semua jenis media yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, menyusun program terpadu untuk mencegah perilaku kekerasan. Untuk keilmuan dapat mengembangkan intervensi keperawatan untuk menyusun pedoman pencegahan dan mengendalikan perilaku kekerasan. Perlu adanya penelitian lanjutan unluk mengetahui faktor-faktor yang lebih mendalam tentang aspek spiritual terhadap perilaku kekerasan siswa sekolah pada tahap perkembangan remaja Model untuk mengatasi kekerasan dapat dikembangkan melalui penelitian yang menggunakan metoda kualitatif dan kuasi eksperimental berdasarkan faktor-faktor yang telah teridentifikasi.

Violence has become a problem in many countries such as America, Australia, and other developed countries. Indonesia also has the same problem especially at big cities like Jakarta. Many violence was done by children at the age of 10-17 years old (Berkowitz,1993). This age group include in school age group, where in Indonesia almost one third of population are in the school age group. So they are a potential human resources for the fixture. Therefore, violence prevention will have an impact to the health of adolescent and the community as well. The purpose of this study is to identify the contributing factors of violence among the high school students at East Jakarta.
The cross sectional approach was applied in this study. There are thirty two schools in East Jakarta which have violence history. Ten schools were chosen randomly based on ten districts in East Jakarta. They consist of 9 technical schools and I high school, and the member of sample was 370. There were four instruments to collect data. The first, data demography. The second, psychological, family, and media mass. The third, social and spiritual aspect, environment characteristics; friends, schools, and society aspect. The fourth, violence, this instrument was developed from Morrison study (1993). While other instruments were developed by researcher. The trial of 30 samples results Alpha Cronbach value (reability) about 0,55-0,91, while the validity about r = >0,36-0,86. Data analysis used univariat, bivariat namely correlation analysis and simple regression, analysis multivariate with double regression.
The study results the characteristic of students who have done violence mostly at the age of 17, boy, have 2 brothers/sisters, experienced physical violence from parents, teacher, friends hom other group, society, friends from the same group, and people around schools. Furthermore, the results show that many students have a lot of deficiencies. For individual characteristic, it is found that 50,3% student have low score for psychological aspect, 38,4% students for social aspect, and 50,3 % for spiritual aspect. Then, for environment characteristics, it is found that 46,2% students have low score for family; 47,6% for friends/groups; 54,1% for school?s environment; 47,8 for society and 49,2% for media mass. Violence mostly are demonstrated by destroying environment (45,4%), hinting other people (37,6%) and verbally aggressive (37,3%). There is a significant negative correlation between individual & environment characteristic with violence. Individual characteristics cover experienced to violence (p value 0,0001, r =- 0,219), violen subjecs (p value 0,0001, r = -0,2411, psychological aspect (p value 0,0001, r = -0,303), and social aspect (p value 0,026, r= -0,1 16). The environment characteristic cover family environment (p value 0,001, r = -0,172), friends/groups environment (p value 0,000l, r = -0,49l), school environment (p value 0,004, r = 0,148), society environment (p value 0,0001, r = -0,203), and media mass (p value 0,0001, r = -0,310). The most contributed factors to violence orderly friends/groups, media mass, experienced to violence, phisicological and social, with significant value F = 0,001 and R square = 0,326.
It can be concluded that individual characteristics and environment have influences to violence among students. The stability of psychological, social, and spirituality status of the students need to be improved to prevent and control violence by giving education, preparing healthy environment and the good role modelling. Nursing care at schools also need to be improved by developing mental health program for students at schools, developing school health nursing especially at schools not only at the health center, optimalizing prevention program with collaborated sectors, developing prevention and controling program that simple to be applied at schools such as anger controling, increase the ability of school health nurses with continuing nursing education and or courses. Besider that, the schools? participation in implementing school health nursing program can be improve by fasilitating and involving high school student?s counselling at school, proposing prevention and controling of violence program with health care personels, avoiding violence to students, preparing time to share feeling and opinion with student, preparing and facility to students and exposing ?againts violence campaign? at school In order to reduce violence among students, the govemtent need to abligate every schools to apply school health program, manage and control all of the media mass which will influence students' growth and development and develop the collaborated program to prevent violence. Then, a guideline to prevent and control violence need to develop nursing intervention. Finally, there is a demand to conduct advanced research to in depth contributing factors of spiritual aspect to high school students. Nursing model to control violence can be developed through research that apply qualitatif and quasi experimental methods based on the identified factors."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
T9918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthiah
"PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dan properti. Karyawan dituntut untuk terus meningkatkan kualitas layanan sesuai dengan ekspektasi konsumen dan organisasi sehingga tidak terlepas dari stres kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor bahaya psikososial yang berhubungan dengan stres kerja menggunakan desain studi cross sectional pada 107 responden.
Hasil penelitian menunjukkan 49,5% responden mengalami stres tinggi. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan stres kerja pada karyawan adalah perkembangan karir, kepuasan kerja, hubungan interpersonal, desain kerja, beban kerja. tidak ada hubungan yang signifikan antara kontrol pekerjaan dan jadwal kerja dengan stres kerja.

PT. X is a company of tourism and property industry. The employees are required to continuously improve the quality of services in accordance the expectation of customers and organization that cause stress of work. This study aims to analyze the association between psychosocial hazards and work related stress using a cross sectional study on 107 respondents.
The result showed 49.5% of respondents experiencing high stress. Psychosocial factors significantly associated with work-related stress on employees are career development, job satisfaction, interpersonal relationship, task design and workload. There was no significantly associated job control, and work schedule with work-related stress.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakinah
"Kemajuan di bidang ekonomi dan teknologi di negara maju maupun negara berkembang menyebabkan terjadinya transisi pola gaya hidup termasuk pola makan. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya masalah gizi lebih yang pada akhimya akan semakin meningkatkan kejadian penyakit degeneratif. Penelitian yang dilakukan oleh Riana (2004) pada- siswi Jakarta memperlihatkan bahwa prevalensi gizi lebih sebesar 25,3%. Hasil yang harnpir sama juga diperoleh oleh Arnaliah (2005) pada siswa SMA di Jakarta yang rnenunjukkan angka prevalensi gizi lebih sebesar 25,5%.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran IMT (Indeks Massa Tubuh/Body Mass Index) pada remaja SMA sebagai variabel dependen _dan variabel independen seperti jenis kelamin, frekuensi konsumsi fast food, banyalawa jenis konsumsi fast food, konsumsi sayur, konsumsi energi dan lemak, dan aktifitas fisik. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana hubungan antara IMT dengan variabel-variabel independen tersebut dan mencari variabel yang paling dominan berhubungan dengan INTT menurut umur.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Labschool Rawamangun Jakarta Tirnur dengan sampel sebesar 204 responden. pengambilan data dilakukan pada akhir bulan Mei 2007. Analisis yang digunakan yaitu analisis uvariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih (overweight) di SMA Labschool Rawarnangun Jakarta Timur sebesar 27.9%. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara konsumsi fast food, konsumsi energi dan lemak dengan 11VIT menurut umur. Setelah dilakukan analisis multivariat, diperoleh hasil bahwa konsumsi energi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan 1MT menurut umur.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, disarankan untuk dilakukan pencegahan sercara dini dalam mengendalikan kecenderungan peningkatan kejadian gizi lebih pada remaja. Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya penilaian status gizi dengan melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan secara rutin sebulan sekali. Selain itu, pemberian pengetahuan gizi kepada siswa dan orang tua siswa mengenai konsumsi energi dan hubungannya dengan gizi lebih menjadi salah satu bentuk upaya pencegahan terjadinya gizi lebih.

The advancement of economy and technology within both developed and developing countries is resulting in life style alteration, which include meal pattern. This alteration also influences the escalation of malnutrition which finally lead to degenerative diseases. Riana's study (2004) shows 25% high school students are overweight. Similar result are shown by AmaIiah (2005) which prevaiens of
overweight is 25.3%.
This research aimed to capture the outline of IIVIT as dependent variable compare to independent variables; namely sex, fast food consumption, vegetables intake, fat intake, and physical activity. Besides that, we also want to observe the relation between [MT and all the independent variables and to find the most dominant independent variable to DAT according age group.
This is a quantitative research in which using cross sectional design study. The research, which was conducted in Labschool Senior High School Jakarta, is followed by 204 respondents. Data collection occurred in May 2007. As for data analysis, we employ univariate, bivariate, and multivariate.
This research documented that the prevalence of overweight amongst students of Labschool Senior High School is 27.9%. To be notice, most of our respondents are female students. Bivariate analysis showed that there is a significant relation between fast food intake, many of fast food, energy, and fat intake with IMT according age group. Afterward, multivariate analysis took place. It showed that energy intake is the most dominant factor that influences IMT.
Based on the result of this research, it is necessary to perform an early prevention from overweight status in order to reduce the event amongst young people. Nutritional assessment using MIT indicator can be taken as a committed routine action by school providers. Besides, nutritional education to students and their parents considers as mutual step of prevention deed of the event. We can provide information of the importance of controlling dietary intake on young people, notably energy intake to them. It is not the only responsibility of school providers to prevent the event from emerging, but it is our responsibility as parents and as part of education system also. Together we can help our young generation from outrageous nutritional status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>