Ditemukan 182623 dokumen yang sesuai dengan query
Tarigan, Meitha Ria Rizkita
"Setiap manusia pasti mempunyai keinginan untuk melangsungkan perkawinan, yang bersifat kekal, satu kali untuk selamanya. Namun mempertahankan perkawinan yang menyatukan dua pribadi berbeda dengan kepentingan yang berbeda pula itu sulit sehingga pada akhirnya banyak perkawinan berakhir dengan perceraian. Perceraian sendiri seringkali malah menimbulkan masalah baru yang akhirnya menyebabkan banyak pihak berinisiatif untuk membuat Perjanjian untuk mencegah masalah tersebut yaitu Perjanjian Akibat Perceraian. Seperti pada kasus Tuan A ? Nyonya B dan Tuan X ? Nyonya Y yang mengikat diri dalam Perjanjian Akibat Perceraian. Akan tetapi, baik dalam KUHPerdata maupun UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan belum ditemukan ketentuan yang mengatur secara jelas dan spesifik mengenai Perjanjian Akibat Perceraian secara satu kesatuan. Sehingga dasar hukum dari berlakunya Perjanjian Akibat Perceraian ini harus dilihat dari dua sisi, sisi materilnya yaitu pasal 41 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan sisi formilnya yaitu pasal 1320 KUHPerdata. Isi dari Perjanjian Akibat Perceraian ini pun harus tetap mengikuti ketentuan dalam KUHPerdata dan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Every human being must have desire to create an everlasting marriage, once and for all. But the retained the marriage uniting two different people with different interests si hard so that in the end a a lot of marriages ended in divorce. Divorce itself even cause problems that eventually led to the many people who take the initiative to make arrangements to prevent those problems, namely The Agreement Due to A Divorce. As in the case of Mr. A ? Mrs. B and Mr. X ? Mrs. Y which is binding themselves in the agreement due to a Divorce. However, both in The Code of Civil Law as well as Act No.1 of 1974 about Marriage is not found the provisions that regularry clearly and specially about The Agreement Due To A Divorce in one unit. So the legal basis of the enactment of The Agreement Due To A Divorce should be viewed from two sides, the material side based on Article 41 of Act. No.1 of 1974 about Mariage and The Formyl based on Article 1320 of The Code of Civil Law. The content of The Agreement Due to A Divorce must still follow the provisions in The Code of Civil Law and Act No.1 of 1974 about Marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44816
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadia Shabira Putri
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana harta bersama diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam. Menurut Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, pembagian harta bersama ditentukan setengah bagian untuk masing-masing suami istri, namun dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis No. 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls, hakim memutuskan bagian harta bersama yang berbeda dari apa yang ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu 1/3 bagian untuk istri dan 2/3 bagian untuk suami. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai harta bersama dan pembagiannya dalam hal terjadi perceraian?; 2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis Nomor 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls sudah tepat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam? Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyerahkan pengaturan mengenai pembagian harta bersama kepada hukumnya masing-masing, sedangkan Kompilasi Hukum Islam mengatur masing-masing suami istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kurang tepat karena istri juga telah berkontribusi dengan baik dalam usaha mendapatkan harta bersama sehingga berhak untuk mendapat bagian harta bersama yang sama dengan suami.
This thesis focuses on how joint assets are regulated, both in Law No. 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law. According to the Article 97 of Compilation of Islamic Law, the division of joint assets are determined half portions for each husband and wife, but the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls gave a different portion from what has been determined in Compilation of Islamic Law, 1/3 for the wife and 2/3 for the husband. Based on the preceding, the Writer formulated and discussed the following problems: 1. How Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law regulates the joint asset and its distribution as a result of divorce?; 2. Is the judge in the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls had a proper legal considerations based on Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law? This research is in the form of a normative juridical with the type of descriptive analytical research.At the end, the Writer arrived at the conclusion that Law No. 1 of 1974 handed regulations regarding the joint assets division to the respective laws, while the Compilation of Islamic Law regulates that each husband and wife get half of the joint assets. The Writer also came to the conclusion that the judge?s legal considerations in the judgment discussed in this research are less proper because the wife has contributed well in the attempt to gain the joint assets so she is entitled to get a same portion of the joint assets with her husband."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63748
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Shinta Abidasari
"Problematika kehidupan rumah tangga yang muncul akhir-akhir ini adalah mengenai harta kekayaan diantara pasangan suami isteri. Setelah terjadinya perkawinan maupun setelah perceraian, mengenai harta kekayaan sering dipermasalahkan baik oleh kedua belah pihak yaitu suami isteri maupun oleh pihak ketiga. Oleh karena itulah untuk mencegah terjadinya permasalahan mengenai harta kekayaan tersebut, Undang-undang No. 1 tahun 1974 memberikan suatu jalan keluar yaitu dengan jalan calon suami isteri sebelum atau pada saat dilangsungkannya perkawinan membuat suatu Perjanjian Perkawinan. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai materi dan konsekuensi dari Perjanjian Perkawinan serta tanggung jawab terhadap hutang-hutang suami isteri menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 dengan menggunakan metode penelitian lapangan dan kepustakaan. Dalam skripsi ini akan dibahas Perjanjian Perkawinan dalam hal pemisahan harta kekayaan diantara Tuan X dan Nyonya Y yang dibuat oleh Notaris Sam Sridharto Gutama, SH. yang beralamat di Ruko Plaza Menteng Blok A/8 lantai 2 Lippo Cikarang Bekasi. Isi dari Perjanjian Perkawinan tersebut antara lain mengenai tanggung jawab Tuan X sebagai kepala rumah tangga, dimana ia tetap berkewajiban menanggung biaya keperluan rumah tangga, pemeliharaan dan pendidikan anak. Selain itu diatur pula mengenai hutang, dimana hutang yang digunakan untuk kepentingan keluarga menjadi tanggung jawab bersama diantara Tuan X dan Nyonya Y. Dalam Perjanjian Perkawinan tersebut terdapat suatu ketidakseimbangan yaitu hanya Nyonya Y saja yang berhak mendapat seluruh harta warisan Tuan X apabila Tuan X meninggal terlebih dahulu sedangkan tidak ada klausul yang menyatakan bahwa Tuan X juga berhak mendapat seluruh harta Nyonya Y. Oleh karena itu menurut pendapat penulis ketidakseimbangan tersebut haruslah segera diatasi yaitu dengan cara menambahkan klausul dalam Perjanjian Perkawinan tersebut yang menyatakan bahwa Tuan X juga berhak mendapat seluruh harta Nyonya Y apabila Nyonya Y meninggal terlebih dahulu. Dengan penambahan klausul tersebut maka Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh tuan X dan Nyonya Y menjadi seimbang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21265
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nashir Achmad
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S20011
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Vicky Vendy
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara keseimbangan hak dan kedudukan suami isteri dengan salah satu alasan perceraian. Alasan perceraian yang dimaksud telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam, yaitu ‘antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, dan tidak akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga’. Terkait dengan topik ini, penulis mengambil putusan Mahkamah Konstitusi No. 38/PUU-IX/2011 untuk dianalisis. Dalam hal suami/isteri yang melakukan perbuatan tidak terpuji ingin menceraikan pasangannya menggunakan alasan ini, dan pasangannya tersebut ingin mempertahankan keutuhan perkawinannya, bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak yang tetap ingin bertahan tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang melakukan penelitian terhadap bahan primer, sekunder, dan tersier, maka didapatkanlah kesimpulan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No. 38/PUU-IX/2011 telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Selain itu, usaha- usaha seperti usaha perdamaian oleh hakim, dan SEMA No. 3 Tahun 1981 tentang Perkara Perceraian harus diusahakan dan diterapkan dalam suatu proses acara persidangan, sehingga suami/isteri yang ingin mempertahankan perkawinannya dapat terlindungi.
This paper deals with the relationship between the balance of the rights and position of the husband and wife to one of the reasons for divorce. Reasons for divorce is already specified in Law No. 1 Year 1974 about marriage with the regulation of agents, the Government Regulation No. 9 Year 1975 and the Compilation of Islamic Law, namely ‘between the husband and wife are constantly occuring quarrels and strife, and thou shall not live get along well again in the household’. Related to this topic, the author takes on the ruling of the Constitutional Court to be analyzed. In terms of the husband/wife who did the uncommondable deed, wish to divorce his partner using this excuse, and his partner wanted to maintain the intergrity of his marriage, how legal protection against those who want to survive. Using the methodology of the normative legal research conducted a study of the primary material, secondary, tertiary, obtained the conclusion that the verdict of Constitutional Court Number 38/PUU-IX/2011 were in accordance with the Law No. 1 Year 1974 on Marriage and The Compilation of Islamic Law. In addition, efforts such as reconcile efforts by the judge, and Supreme Court Circulars No. 3 Year 1981 about the divorce case should be sought and applied in a court proceedings, so that the husband/wife who wants to survive his marriage can be protected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44894
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yoannita Mariani
"
ABSTRAKDalam menjalin hidup bersama melalui pembentukan sebuah keluarga, setiap suami isteri menghendaki agar perkawinan yang dibangun berjalan dengan harmonis untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan kekal. Namun dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, suami isteri seringkali dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang timbul sehingga dapat menyebabkan sebuah perkawinan gagal dan berakhir pada pemutusan hubungan suami isteri melalui perceraian. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian sedangkan pada Hukum Kanonik dalam agama Katolik tidak mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian, oleh karena perkawinan agama Katolik memiliki sifat hakiki unitas atau monogami dan indissolubilitas atau tak terceraikan. Namun terdapat pengecualian dalam agama Katolik yang mengatur mengenai putusnya perkawinan melalui prosedur kebatalan perkawinan anulasi , Putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri tidak dapat dipersamakan alasanalasannya dalam kebatalan perkawinan anulasi di Pengadilan Gereja Tribunal kecuali apabila terdapat keterkaitan dengan alasan-alasan karena unsur halangan perkawinan atau cacat kesepakatan perkawinan atau cacat tata formanica, seperti pada kedua kasus putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Samarinda yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap secara hukum positif, akan tetapi secara hukum kanonik perkawinan tersebut tidak dapat diputuskan melalui kebatalan perkawinan anulasi.
ABSTRACTIn the case of two people starting a family, both husband and wife hopes that their marriage will run smoothly in order to achieve the goal of a happy marriage and long lasting union. However, in marriage life sometimes both husband and wife are faced with difficulties which cause the marriage to end in divorce. Law Number 1 of the Year 1974 on marriage governs the end of marriage due to divorce. The Catholic canon law however does not govern this because a marriage within the Catholic religion considered in having an intrinsic quality of a sacred union unitas , monogamy and indissolubility. Nevertheless, there is an exception in Catholic religion that rules the end of a marriage by what you called an annulment. The end of a marriage due to divorce in district court has different grounds compared to an annulment in church jurisdiction Tribunal unless in a case where there is an interconnection with the grounds caused by interruption within the marriage or defect in the marriage agreement or defect in rules of Formanica. Such condition took place on two divorce cases at District court of East Jakarta and District court of Samarinda which both received permanent legal entity and has positive standing in the eyes of law but when it was taken to Canon Catholic Law the marriage failed to be annulled. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Illona Christine
"Suatu perkawinan biasanya diadakan dengan tujuan membangun keluarga. Namun, tidak jarang terjadi permasalahan dalam Rumah Tangga yang dapat menyebabkan putusnya perkawinan melalui perceraian. Dari perceraian yang dilakukan, dimungkinkan munculnya kewajiban hukum yang dapat mengikat para pihak dalam perkawinan. Salah satu kewajiban yang mungkin muncul dalam hal ini adalah pemberian alimentasi atau biaya penafkahan yang diberikan setelah terjadinya perceraian. Kewajiban alimentasi akibat perceraian perkawinan menjadi penting untuk dibahas mengingat bahwa adanya ketidakpastian yang mungkin dihadapi dalam kelangsungan hidup oleh para pihak dalam perkawinan setelah terjadinya perceraian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dimana penggunaan data sekunder, yakni bahan pustaka dalam bentuk norma-norma hukum tertulis ditekankan, serta dilakukan perbandingan antara Indonesia dengan Inggris. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa di Indonesia, masih dibutuhkan pengaturan alimentasi akibat perceraian yang lebih komprehensif dikarenakan berbeda dengan sebagaimana yang terdapat di Inggris, pengaturan mengenai alimentasi akibat perceraian mengatur secara jelas mengenai hak-hak dan kedudukan para pihak dalam perkawinan dan juga anak, termasuk didalamnya mengenai jangka waktu pembayaran alimentasi, bentuk-bentuk alimentasi yang dapat dipilih, jumlah alimentasi yang dapat dibayarkan, serta syarat-syarat hal yang wajib dipertimbangkan oleh Pengadilan dalam menetapkan suatu permohonan alimentasi. Dengan begitu, Pemerintah Indonesia seharusnya dapat mengambil contoh dari Inggris dalam hal pengaturan mengenai alimentasi akibat perceraian perkawinan agar dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
A marriage is usually held with the aim of building a family. However, it is not uncommon for problems to arise in the household that could eventually cause a marriage to break through a divorce. From the divorce that is carried out, it is possible for some legal obligations to emerge that can bind the parties of the marriage. One of the obligations that may arise in this case is the provision of alimony or maintenance fees that are given after the divorce. The obligation of alimony due to marital divorce is important to be discussed, given that there are uncertainties that may be faced in the survival of the parties of a marriage after the divorce. The approach used in this study is a normative juridical approach, where the use of secondary data, namely library materials in the form of written legal norms, is emphasized, and comparisons of the laws between Indonesia and England are made. The result of this study indicates that in Indonesia, a more comprehensive regulation of alimony due to divorce is still needed because contrast from what is available in England, the regulation regarding alimony due to divorce regulates the rights and positions of the parties of a marriage and also children clearly and comprehensively, including the term of alimony payment, the forms of alimony that can be filed, the amount of alimony that can be paid, and the conditions that must be considered by the Court in determining an alimony application. That way, the Indonesian government should be able to take an example from England in regulating alimony due to marriage divorce in order to provide legal certainty for the community."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arliyani Hidayati
"Skripsi ini membahas perceraian dengan alasan suami menuduh isteri berzina disertai penyangkalan anak dan apakah pemeriksaan perceraian Li?an dalam Putusan Nomor:xxxx/Pdt.G/2010/PA.Slw telah sesuai dengan ketentuan Hukum Islam, lalu bagaimana kedudukan anak Li?an beserta akibat hukum suami istri berdasarkan Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Skripsi ini dibuat berbentuk yuridis-normatif menggunakan metode deskriptif analitis. Dapat disimpulkan bahwa Suami menuduh istrinya berzina harus melihat dengan mata kepalanya sendiri tidak bisa hanya berdasarkan prasangka dan kecemburuan semata, tetapi tidak dapat membuktikannya dengan empat orang saksi maka dilakukan sumpah li'an sesuai Al-Qur'an surat an-Nur ayat 6 sampai ayat 9. Berakibat suami istri bercerai untuk selamanya dan anak bernasab kepada istri, suami tidak wajib memberi nafkah.
This research discusses divorce by reason of the husband accuses his wife of adultery with the child and whether the denial of inspection Li'an divorce in Decision No. xxxx/Pdt.G/2010/PA.Slw in accordance with the provisions of Islamic law, and how the position of the child Li'an husband and wife and their legal consequences based on Islamic Law and Law No. 1 of 1974. This research paper is composed form of juridical-normative descriptive analytical method. It can be concluded that the husband accuses his wife of adultery should look eye his own head could not only based on prejudice and jealousy alone, but can not prove it by four witnesses then made oath according Li'an the Qur'an's vein an- Nur verse 6 to verse 9. Resulted divorced husband and wife and children and for nasab to the wife, the husband is not obliged to make a living."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45284
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tony Budisarwono
"Putusnya perkawinan karena perceraian dapat dianggap tidak pernah terjadi apabila salinan putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Pentingnya pencatatan ini adalah untuk memenuhi ketentuan pasal 34 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dari putusan Mahkamah Agung No. 2307 K/Pdt/2007 timbul masalah yang perlu dikaji yaitu mengenai akibat hukum yang ditimbulkan dari putusan tersebut dan upaya hukum apa yang dapat dilakukannya.
Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan diatas adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang mengolah data primer maupun sekunder dengan mempergunakan analisis data kualitatif dan akhirnya dapat diambil kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya salinan putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak dicatatkan yang mengakibatkan perkawinan tetap berlangsung sehingga tuntutan terhadap pemberian nafkah istri tidak dapat dipenuhi. Diperlukan upaya hukum memohon putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap untuk dicatatkan kembali di Kantor Catatan Sipil.
Disarankan para pihak sudah seharusnya di informasikan oleh pihak yang terkait mengenai tata cara perceraian di Pengadilan sehingga memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
The marriage divorce may be considered never occurred if the copy of divorce decision which has a permanent legal powered decision but not registered at the Department of Population. The importance of this registration is to fulfill the provision of Article 34 paragraph 2 of Government Regulation Number 9 Year 1975. Based on the decision of Supreme Court Number 2307 K/Pdt/2007, there is a problem should be analyzed related to the legal consequence and legal effort to overcome the decision.The method of the research approach used in analyzing the above problem is descriptive, normative jurisdiction which processes primary and secondary data using qualitative data analysis so that can be drawn a conclusion.The result of the research shows that the copy of divorce decision which has a permanent legal powered decision but not registered is the reason that the marriage considered still occurred legally, so that the prosecution of alimony for the wife can not be undertaken. It is needed to take a legal effort to propose a divorce decision which has a permanent legal powered decision to be re-registered at the Department of Population.It is suggested that all parties should be informed and socialized by the related parties concerning the divorce procedures at the Court so it will give a legal security to the related parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21814
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Wahyu Adi Triprayogo
"Semakin bertambah dan berkembangnya hubungan-hubungan dengan luar negeri, maka semakin banyak hubungan hukum yang dapat terjadi antara sesama Warga Negara Asing di Indonesia, maupun antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia. Hubungan-hubungan hukum atau pristiwa yang mengandung unsur asing (foreign element) saat ini sudah sering terjadi. Banyak orang Indonesia melangsungkan perkawinan campuran dengan orang asing, karena perbedaan kewarganegaraan. Dalam setiap perkawinan, ada kemungkinan timbul suatu penyimpangan dari apa yang sudah direncanakan oleh setiap pasangan yang mengakibatkan putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan karena perceraian, dimungkinkan dengan alasan-alasan yang disebut secara limitatif oleh Undang-Undang, diantaranya karena perselisihan dan pertengkaran antara suami istri yang terjadi secara terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Perceraian pada perkawinan campuran akan menimbulkan suatu masalah mengenai hukum apa yang akan diberlakukan dalam menyelesaikannya, hukum Asing atau Hukum Indonesia. Akibat-akibat hukum yang timbul karena perceraian pada perkawinan campuran, mempengaruhi status personil yang berhubungan dengan kewarganegaraan yang penyelesaiannya diatur oleh Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1958, selain itu menyangkut masalah nafkah istri perwalian dan pemeliharaan atas anak, serta harta bersama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21163
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library