Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92175 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kasyfiyullah
"ABSTRAK
Pendidikan merupakan hal krusial dalam kehidupan manusia. Salah satu tujuan pendidikan adalah proses pendewasaan manusia melalui transmisi pengetahuan. Proses transmisi pengetahuan merupakan proses sosial yang terjadi dalam interaksi sosial. Termasuk pendidikan formal di Madrasah. Secara sederhana, proses sosial dalam pendidikan Madrasah terjadi dalam interaksi dua elemen di Madrasah yaitu Guru dan Murid. Dewasa ini, guru menghadapi banyak permasalahan dalam proses interaksi di Madrasah. Salah satunya adalah perilaku siswa yang tidak terkontrol dan gaduh. Guru semakin dituntut untuk kreatif menghadapi siswa dan mampu membangun keadaan yang kondusif demi terbangunnya proses belajar yang baik.
Berangkat dari permasalahan perilaku siswa yang tidak terkontrol, kajian ini memotret mengenai proses relasi kuasa antara guru dan siswa menggunakan perspektif teori otoritas. Kajian ini merupakan kajian Antropologis dengan metode penelitian Auto-ethnografi bertempat di Madrasah Ibtidaiyah Al Wathoniyah 19. Kajian ini memperlihatkan bagaimana guru membangun otoritas di dalam kelas sebagai bentuk kontrol terhadap siswa dan respon siswa atas otoritas guru dalam interaksi keduanya. Dari potret yang dipaparkan tersebut bisa terlihat bahwa gaya interaksi Guru menghadapi siswa mempengaruhi respon siswa dalam menghadapi Guru di Madrasah. “you gotta give respect to receive respect”.

ABSTRACT
Education is a crutial thing in human life. One of the education goal is human maturation process throug h knowledge transmition. This is a social process which takes place in social interaction, included the formal education in Madrasah. Simply, social process in Madrasah education occurs in two elements in Madrasah, i.e. teachers and students. Todays, teachers are facing many problems in interaction process in Madrasah. One of them is students`s rowdy and uncontrolled deportment. Teachers are required to be more creative in dealing with students and be able to build up a conducive condition for a good learning process.
Based on students` uncontrolled deportment, this study captured the power relation between teachers and students using the perspective of theory of authority. This study is antropological study by using Auto-ethnography research methode, which is located in Madrasah Ibtidayah Al Wathoniyah 19. This study shows how teachers build their authority in their class room as a form of a control toward their students and as students responses of teachers authority in their interaction. Based on these explanations, it shows that the way of teachers interaction in dealing with their students affects students responses in dealing with their teachers in Madrasah. “you gotta give respect to receive respect”"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carter, April
Jakarta: Rajawali, 1985
321.8 CAR at
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anke Diaselve
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas evaluasi atas pelaksanaan Continuous Auditing di Otoritas Jasa Keuangan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain diskriptif. Evaluasi atas pelaksanaan CA di Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) OJK dengan mengacu pada langkah – langkah implementasi Continuous Auditing Global Technology Audit Guide (GTAG) Continuous Auditing: Coordinating Continuous Auditing and Monitoring to Provide Continuous Assurance tahun 2015, didapatkan informasi bahwa pelaksanaan CA belum dituangkan dalam Rencana Audit, belum ada penentuan indikator CA berdasarkan risiko dan pengendalian berkelanjutan, hasil dari CA belum diinput dalam web. Namun, SKAI OJK telah melakukan koordinasi dengan lini pertama dan kedua atas pelaksanaan CA, melaksanakan CA dengan indikator lain, dan melakukan pelaporan langsung kepada manajemen dan pimpinan. Saat ini CA yang dilakukan oleh SKAI OJK adalah sebagai tools dalam perencanaan dan pelaksanaan audit.

This research is aimed to explain the evaluation of the implementation of Continuous Auditing (CA) in Financial Services Authority. This research is qualitative research with descriptive design. The evaluation of CA implementation in Internal Audit Department of Financial Services Authority by referring to the steps of Continuous Auditing Global Technology Audit Guide (GTAG) Continuous Auditing: Coordinating Continuous Auditing and Monitoring to provide Continuous Assurance year 2015, it is gained information that the implementation of CA has not yet been included in the Audit Plan, there is no any indicator’s determination based on the risk and continuous control, the result of CA has not yet been uploaded on the web. However, Internal Audit Departement OJK has conducted the coordination with first and second line based on the CA implementation, has conducted CA with other indicator, and has conducted direct reporting to the management and the leaders. Currently, CA that is conducted by Internal Audit Departement OJK is tools in planning and implementation the audit."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, David
"Karya ilmiah ini membahas secara komprehensif mengenai Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Melakukan Penanganan Tindak Pidana di Bidang Jasa Keuangan. Pertanyaan dan masalah ini muncul karena pada Pasal 49 UU OJK menyebutkan bahwa selain pejabat penyidik POLRI, Penyidik Pegawai Negri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Fungsi pengawasan OJK sedikit banyak akan bersentuhan dengan kejahatan yang terjadi pada sektor jasa keuangan, namun pada kenyataannya pegawai OJK tidak mempunyai fungsi penyelidikan. Oleh karena itu diperlukankejelasanmengenai kedudukan antara UU OJK dan UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang menyatakan bahwa selain Kepolisian dan PPNS, Pegawai OJK juga diberikan kewenangan sebagai penyidik agar dapat melaksanakan tugas penyidikan di bidang jasa keuangan.

This thesis comprehensively explains about the extent of authority possessed by Indonesian Financial Service Authority (OJK) in handling Financial Crime. The questions and problems are raised based on article 49 in OJK Regulation mentioned that beside Police Investigator and Civil Servants Investigator related with OJK, there is a special authority given to other it is allowed for party based on KUHAP.
OJK supervision itself mostly will relate to financial crime investigation while in fact OJK doesn’t have the authority of investigation. Therefore, it is essential to make some deliberations about the connection between UU OJK and UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) in which mentioned that beside Police Investigator and Civil Servants Investigator, OJK is also allowed to act as an investigator in financial crime.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Ekawati
"Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) belum memiliki peraturan khusus terkait dengan
perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup atau exit policy.
Pada pelaksanaan proses go private saat ini, OJK akan menerbitkan ruling letter yang
berisi kewajiban yang harus dipenuhi oleh Emiten sebelum melakukan go private.
Penelitian ini dilakukan dengan sudut pandang regulator dalam menentukan kebijakan
yang harus diambil untuk memberikan kepastian hukum terkait perubahan status dari
perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif yang dilakukan dengan menganalisis berbagai bahan /referensi hukum serta
menganalisis bagaimana hukum diterapkan dalam industri pasar modal. Emiten memiliki
kewajiban yang harus dilaporkan dan diumumkan secara berkala, namun berdasarkan
POJK 29/POJK.04/2015 terdapat kondisi tertentu Emiten yang dikecualikan untuk
melakukan pelaporan dan pengumuman. Emiten yang berada dalam kondisi tersebut dan
tidak melakukan permohonan go private akan menjadikan status Emiten menjadi tidak
jelas dan dapat merugikan pemegang saham publik. Kewenangan OJK dalam menetapkan
exit policy diatur dalam Pasal 9 huruf h Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan (“UU OJK”) yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugas
pengawasan, OJK mempunyai kewenangan untuk mencabut efektifnya pernyataan
pendaftaran. Dalam Pasal 6 juncto Pasal 8 UU OJK juga diatur bahwa OJK memiliki
kewenangan untuk membuat regulasi yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU
OJK. Atas dasar kewenangan tersebut dan untuk memberikan kepastian hukum, OJK
menyusun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“RPOJK”) tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal yang didalamnya mengatur mengenai
perubahan status dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Saat penelitian ini
disusun, RPOJK tersebut telah dimintakan tanggapan kepada asosiasi dan masyarakat
umum namun masih terdapat substansi yang perlu disesuaikan.

The Financial Services Authority ("OJK") does not yet have specific regulations relating
to changes in the status of a public company to a private company or an exit policy. In
the implementation of the current go private process, OJK will issue a ruling letter
containing the obligations that must be fulfilled by the Issuer before going private. This
research was conducted with a regulator's point of view in determining the policies that
must be taken to provide legal certainty regarding the change in status from a public
company to a private company. This research is a normative legal research conducted by
analyzing various legal materials/references and analyzing how the law is applied in the
capital market industry. Issuers have obligations that must be reported and announced
periodically, however, based on The Financial Services Authority Regulation Regulation
29/POJK.04/2015, there are certain conditions that the Issuer is exempted from reporting
and announcing. Issuers that are in this condition and do not request to go private will
make the Issuer's status unclear and may harm public shareholders. The authority of the
OJK in determining the exit policy is regulated in Article 9 letter h of Rule No. 21 of 2011
of The Financial Services Authority Law (UU OJK) which states that to carry out
supervisory duties, OJK has the authority to revoke the effectiveness of the registration
statement. Article 6 in conjunction with Article 8 of the UU OJK also stipulates that OJK
has the authority to make regulations which are the implementing regulations of the UU
OJK. On the basis of this authority and to provide legal certainty, OJK has compiled a
Draft Regulation of OJK ("RPOJK") concerning the Implementation of Activities in the
Capital Market which regulates the change in status from a public company to a private
company. When this research was compiled, the RPOJK has asked for a response from
the association and the general public but there are still substances that need to be
adjusted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Zaenul Fitri
"The Islamic Elementary School (MI) Al Azhar is one of private islamic elementary school that has central of exellence-oriented in implementing quality of learning program. In this program, it doesn't only develop the students intelligence but also develop emotional aspect, social aspect, and spiritual aspect. In this study, there are research finding; 1) Policy in planning. 2) Teachers management oriented in competence and professional achievement. 3) Students management. 4) Learning management. 5) Method Management. 6) Learning resources management. 7) Media management. 8) Internal-external environment management. 9) Evaluation supervision."
Tulungagung: Lembaga Penelitian, Pengabdian dan Penerbitan ( LP3M) STAIN Tulungagung, 2013
JDP 13:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, David Mondru
"This thesis uses the aggregate data of individuals and firms per region tax office in all provinces in Indonesia in 10 years of taxing period (2008-2017) in time-fixed effect model. We found that soft and medium approach in power of authority gives significant effect in increasing tax compliance. However, other findings show that the higher taxpayer income, the lower the tax compliance. In addition, Java, Bali and Nusa Tenggara still give higher compliance than the other location in Indonesia. Tax reform needs institution as a rule to adapt in taxpayer behavior and understand the compliance risk.

Tesis ini menggunakan data agregat individual dan badan usaha (perusahaan) setiap kantor pelayanan pajak di semua provinsi di Indonesia selama 10 tahun periode pajak (2008-2017) menggunakan model time-fixed effect. Hasil studi menunjukkan bahwa pendekatan soft dan medium menghasilkan efek yang signifikan dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Namun, hasil lain menunjukkan semakin meningkatnya penghasilan Wajib Pajak, maka tingkat kepatuhan semakin menurun. Khususnya, di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara menunjukkan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi daripada daerah lain di Indonesia. Reformasi perpajakan membutuhkan institusi yang dapat beradaptasi dengan perilaku Wajib Pajak dan memahami risiko kepatuhan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T55257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viestiara
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang kapasitas administrasi lembaga otoritas pajak di Indonesia dan Vietnam dalam menjalankan tugas dan fungsinya yaitu memungut pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivis dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan data sekunder yang dilengkapi dengan artikel, jurnal, media lain yang terkait dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dalam rangka mencapai kebutuhan publik dan penerimaan pajak, otoritas pajak di Indonesia dan Vietnam masih kurang memadai dan diperlukan peningkatan kapasitas dalam mengatur kelembagaan, pengembangan sumber daya manusia dan pengembagan teknologi informasi yang membantu dan memudahkan wajib pajak maupun fiskus menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

ABSTRACT
This thesis discusses the administrative capacity of Tax Authorities Institute in Indonesia and Vietnam to perform their duties and function in accordance to fulfill the needs of public. This study is using postpositivsm approach and qualitative method. Data was collected through interviews and secondary data with articles, journals, and other media related to this study. The results from this study is that in order to meet the expectation of public and target for tax revenue, tax authorities in Indonesia and Vietnam inadequate and should increase their capacity in managing the institution, human resource and development of information technology provides the facilities and simplification to taxpayers and tax officer related to their rights and obligation to pay tax."
2016
T47418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik
"Bandit sebagai kategori sosial cenderung dikonotasikan negatif karena identik dengan penjahat, perampok atau orang-orang yang melakukan kekerasan fisik. Namun dalam sejarah sosial bandit tidak dapat dilihat secara sederhana berdasarkan opini publik. Baik dalam konteks lampau maupun kekinian, fenomena bandit tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ekonomi dan politik. Dengan mengambil kasus sejarah sosial bandit di Polombangkeng, penelitian ini menganalisis praktik perbanditan dalam kaitannya dengan perubahan kebijakan kolonial Belanda dari periode 1905 sampai berakhirnya intervensi politik Belanda di Sulawesi Selatan pada 1950. Dengan menggunakan metodologi sejarah yang menekankan pada proses dan waktu, hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik-praktik perbanditan yang diperankan oleh toloq dalam sejarah Polombangkeng merupakan bentuk protes atas ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi. Kebijakan negara kolonial yang mereduksi otoritas tradisional mendorong munculnya resistensi dari bangsawanyang posisinya marginal atau terpinggirkan dari hierarki pemerintahan kolonial. Marginalisasi ini kemudian tidak hanya menjadi masalah ekonomi dan politik semata, tetapi juga merembes ke masalah identitas dan siri’ (harga diri) yang terusik. Perbanditan bertali temali dengan ekonomi, politik dan budaya. Bangsawan yang termarginalkan mempertontonkan kuasanya dengan melindungi kasus-kasus perampokan yang diperankan oleh toloq. Akibatnya muncul jaringan perbanditan sebagai bentuk extra-legal yang dipelihara oleh otoritas tradisional yang melampaui otoritas negara kolonial Belanda. Pada abad ke dua puluh, arah kebijakan kolonial Belanda yang semakin hegemonik mendorong semakin menguatkan pula koalisi toloq dengan karaeng yang kemudian disahkan secara terbuka melalui upacara ritual. Aksi perbanditan berkembang menjadi gerakan pemberontakan. Realitas politik dan koalisi toloq dengan karaengsemakin dinamis pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Organisasi toloq yang selama ini berkoalisi dengan karaeng memosisikan dirinya sebagai bagian dari perjuangan melawan kehadiran NICA di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa trajektori peran dan tindakan toloq sebagai aktor penting dalam perbanditan mengalami perubahan dalam konteks transisi politik lokal dan kolonial. Perubahan pola dan strategi perbanditan merupakan respons atas perubahan-perubahan kebijakan pemerintah kolonial Belanda.

Bandits as a social category generally tend to have a negative connotation because they are identical to criminals, robbers, or people who often carry out physically violent acts. However, the social history of bandits cannot be labeled as simple criminals by public opinion. Both in the past and current context, bandits are inseparable from economic and political developments. Through the social history of bandits in Polombangkeng, this study analyzes the acts of banditry in relation to the changes in the Dutch colonial policies from 1905 to the end of the Dutch political intervention in South Sulawesi in 1950. By using a historical methodology that emphasizes the processes and time, the results show that Bandit acts performed by “toloq” in the history of Polombangkeng are a form of protest against social, political, and economic injustice. The colonial state's policy that reducing traditional authority led to resistance from “karaeng,” whose positions were marginal or marginalized from the colonial government hierarchy. Furthermore, the marginalization was becoming an economic and political problem and seeped into the disturbed identity and “siri'” (dignity). Bandits are closely related to economics, politics, and culture. Marginalized “karaeng” exhibited their power by protecting the robbery performed by “toloq”. As a result, a network of bandits emerged as an extra-legal form maintained by traditional authorities that surpassed the authority of the Dutch colonial state. In the twentieth century, the increasingly hegemonic policy of the Dutch colonial encouraged the strengthening of the alliance of “toloq” and “karaeng”, which was then openly legitimated through ritual ceremonies. The banditry developed into a rebellion movement. The political reality and the coalition of toloq and karaeng became more dynamic during the Indonesian independence revolution. The “toloq” organization, which has been in coalition with “karaeng”, has positioned itself as part of the struggle against the presence of NICA in South Sulawesi. This study concludes that the trajectory of the role and actions of “toloq” as an important actor in banditry has changed in the context of local and colonial political transitions. Changes in the pattern and strategy of banditry were a response to changes in the policies of the Dutch colonial government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik
"Bandit sebagai kategori sosial cenderung dikonotasikan negatif karena identik dengan penjahat, perampok atau orang-orang yang melakukan kekerasan fisik. Namun dalam sejarah sosial bandit tidak dapat dilihat secara sederhana berdasarkan opini publik. Baik dalam konteks lampau maupun kekinian, fenomena bandit tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ekonomi dan politik. Dengan mengambil kasus sejarah sosial bandit di Polombangkeng, penelitian ini menganalisis praktik perbanditan dalam kaitannya dengan perubahan kebijakan kolonial Belanda dari periode 1905 sampai berakhirnya intervensi politik Belanda di Sulawesi Selatan pada 1950. Dengan menggunakan metodologi sejarah yang menekankan pada proses dan waktu, hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik-praktik perbanditan yang diperankan oleh toloq dalam sejarah Polombangkeng merupakan bentuk protes atas ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi. Kebijakan negara kolonial yang mereduksi otoritas tradisional mendorong munculnya resistensi dari bangsawanyang posisinya marginal atau terpinggirkan dari hierarki pemerintahan kolonial. Marginalisasi ini kemudian tidak hanya menjadi masalah ekonomi dan politik semata, tetapi juga merembes ke masalah identitas dan siri’ (harga diri) yang terusik. Perbanditan bertali temali dengan ekonomi, politik dan budaya. Bangsawan yang termarginalkan mempertontonkan kuasanya dengan melindungi kasus-kasus perampokan yang diperankan oleh toloq. Akibatnya muncul jaringan perbanditan sebagai bentuk extra-legal yang dipelihara oleh otoritas tradisional yang melampaui otoritas negara kolonial Belanda. Pada abad ke dua puluh, arah kebijakan kolonial Belanda yang semakin hegemonik mendorong semakin menguatkan pula koalisi toloq dengan karaeng yang kemudian disahkan secara terbuka melalui upacara ritual. Aksi perbanditan berkembang menjadi gerakan pemberontakan. Realitas politik dan koalisi toloq dengan karaengsemakin dinamis pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Organisasi toloq yang selama ini berkoalisi dengan karaeng memosisikan dirinya sebagai bagian dari perjuangan melawan kehadiran NICA di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa trajektori peran dan tindakan toloq sebagai aktor penting dalam perbanditan mengalami perubahan dalam konteks transisi politik lokal dan kolonial. Perubahan pola dan strategi perbanditan merupakan respons atas perubahan-perubahan kebijakan pemerintah kolonial Belanda.

Bandits as a social category generally tend to have a negative connotation because they are identical to criminals, robbers, or people who often carry out physically violent acts. However, the social history of bandits cannot be labeled as simple criminals by public opinion. Both in the past and current context, bandits are inseparable from economic and political developments. Through the social history of bandits in Polombangkeng, this study analyzes the acts of banditry in relation to the changes in the Dutch colonial policies from 1905 to the end of the Dutch political intervention in South Sulawesi in 1950. By using a historical methodology that emphasizes the processes and time, the results show that Bandit acts performed by “toloq” in the history of Polombangkeng are a form of protest against social, political, and economic injustice. The colonial state's policy that reducing traditional authority led to resistance from “karaeng,” whose positions were marginal or marginalized from the colonial government hierarchy. Furthermore, the marginalization was becoming an economic and political problem and seeped into the disturbed identity and “siri'” (dignity). Bandits are closely related to economics, politics, and culture. Marginalized “karaeng” exhibited their power by protecting the robbery performed by “toloq”. As a result, a network of bandits emerged as an extra-legal form maintained by traditional authorities that surpassed the authority of the Dutch colonial state. In the twentieth century, the increasingly hegemonic policy of the Dutch colonial encouraged the strengthening of the alliance of “toloq” and “karaeng”, which was then openly legitimated through ritual ceremonies. The banditry developed into a rebellion movement. The political reality and the coalition of toloq and karaeng became more dynamic during the Indonesian independence revolution. The “toloq” organization, which has been in coalition with “karaeng”, has positioned itself as part of the struggle against the presence of NICA in South Sulawesi. This study concludes that the trajectory of the role and actions of “toloq” as an important actor in banditry has changed in the context of local and colonial political transitions. Changes in the pattern and strategy of banditry were a response to changes in the policies of the Dutch colonial government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>