Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203778 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Kusuma Pertiwi
"ABSTRAK
Kondisi stres memiliki efek yang buruk terhadap respon imun, sehingga rentan akan infeksi, termasuk penyakit periodontal. Salah satu biomarker yang dapat mengindikasikan penyakit periodontal adalah interleukin-6 (IL-6). Tiga puluh delapan mahasiswa program profesi FKG UI. Subjek diinstruksikan untuk mengusi kuisioner Dental Environment Stress (DES) dan dilakukan pemeriksaan periodontal dan pengambilan sampel cairan krevikular gingiva serta dianalisis untuk mengetahui kadar IL-6 dengan teknik ELISA. Walaupun uji statistik menunjukkan hubungan yang lemah antara tingkatan stres dengan kondisi periodontal dan kadar IL-6, kondisi klinis menunjukkan kecenderungan perburukan kondisi periodontal seiring peningkatan skor stres.

ABSTRACT
Stress conditions have a bad effect on the immune response, leading to an imbalance between the host and the parasite so susceptible to infections, including periodontal disease. One biomarker that can indicate periodontal disease is interleukin-6 (IL-6). Thirty eight samples were instructed to filled the Dental Environment Stress (DES) questionnaire, periodontal examination and gingival crevicular fluid were collected. Although statistical tests showed a weak relationship between stress levels and the periodontal condition levels of IL-6, showed a trend of worsening clinical condition of periodontal conditions with increases in stress scores."
2013
T33002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Aryani Hokardi
"ABSTRAK
Mayoritas penelitian menemukan hubungan periodontitis dengan stres, namun
hubungannya dengan hormon kortisol pada cairan krevikular gingiva belum
diteliti. Tujuan: Mengevaluasi pengaruh stres pada mahasiswa program
akademik FKGUI terhadap kondisi periodontal dan kadar kortisol dalam CKG.
Pemeriksaan Dental Environtmental Stress, indeks periodontal (OHIS, BOP,
PPD, CAL), dan kadar kortisol terhadap 39 subjek, ditemukan perbedaan OHIS
(p=0,023), BOP (p=0,000), PPD (p=0,004), dan CAL (p=0,004), namun tidak ada
perbedaan kadar kortisol (p=0,456) diantara tingkatan stres. Tidak ada perbedaan
kadar kortisol pada OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), dan CAL
(p=0,863). Tidak ada perbedaan bermakna antara stres akademik dan kadar
kortisol, dengan kondisi periodontal.

ABSTRACT
Majority of investigations associating chronic periodontitis with stress found
positive correlation, but no investigations correlating with cortisol in gingival
crevicular fluid. Purpose: To evaluate the relationship between stress experienced
by academic students FKGUI, periodontium, and cortisol. Survey using Dental
Environtmental Stress (DES), clinical examinations (OHIS, BOP, PPD, and
CAL), and cortisol level. 39 subjects show differences in OHIS (p=0.023), BOP
(p=0.000), PPD (p=0,004), and CAL (p=0,004) between stress level and no
differences in cortisol level (p=0,456). No differences in cortisol level between
OHIS (p=0,587), BOP (p=0,470), PPD (p=0,863), and CAL (p=0,863). No
significant differences between stress, cortisol level and periodontium."
2013
T33017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Olivia Kuswandani
"ABSTRAK
Stres faktor risiko penyakit periodontal, yang meningkatkan kadar interleukin-1β yang berperan pada kerusakan jaringan periodontal.
Tujuan : analisis hubungan antara stres akademik terhadap kondisi jaringan periodontal dan kadar interleukin-1β dalam cairan krevikular gingiva.
Metode : 38 orang subjek mengisi kuasioner GDES, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium kadar interleukin-1β dengan ELISA.
Hasil : Terdapat perbedaan bermakna antara tingkatan stres akademik dengan kondisi jaringan periodontal dan kadar interleukin-1β (p<0,05); tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar interleukin-1β dengan kondisi jaringan periodontal (p>0,05).
Kesimpulan : Stres faktor risiko penyakit periodontal dengan peningkatan kadar interleukin-1β

ABSTRACT
Background: Stress is a risk factor for periodontal disease, with increase levels of interleukin-1β that act for periodontal destruction.
Objective: To analyze the relationship between academic stress in dental specialist programme in Dentistry on periodontal tissue conditions and levels of interleukin-1β in gingival fluid krevikular.
Methods: 38 subjects fill the quasioner GDES, periodontal examination and laboratorium examination of interleukin-1β with the ELISA test.
Results: Significant differences between academic stress to periodontal tissue and levels of interleukin-1β (p<0,05); no significant differences between levels of interleukin-1β to periodontal tissues (p>0,05).
Conclusion: Stress is periodontal risk factor with elevated levels of interleukin-1β
"
2013
T33190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estivana Felaza
"Latar bclakang: Sepanjang proses pendidikan. mahasiswa menghadapi berbagai stressor. Mahasiswa tahun pertama berada pada masa transisi dari sistem pembelajaran di sekolah lanjutan yang bersifat pedagogis menjadi Sistem yang Iebih mandiri di perguruan tinggi. Pada tahap ini dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri agar dapat menjalani pendidikan secara optimal. Peran Pembimbing Akademik (PA) sangat diperlukan pada proses penyesuaian ini, diantaranya untuk mencegah terjadinya strcs. Stres berlebihan mengganggu pembelajaran, menghambat keberhasilan studi, bahkan menimbulkan gangguan psikologis, berupa kecemasan dan depresi. Karcnanya, upaya menangani strcs dengan benar perlu dibiasakan pada mahasiswa, di antaranya dengan membentuk sistem dukungan yang kuat. Untuk mendukung penanganan strcs mahasiswa perlu adanya suatu pcnelitian untuk mencari kaitan antara cfcktivitas pemanfaatan PA dengan strcs pada mahasiswa tahun pertama di FKUI.
Metode: Penelitian bersifat kuantitatif dengan desain kasus kontrol. Pengumpulan data melalui pengisian kuesioner dipakai untuk memperoleh gambaran pemanfaatan pembimbing akademik dengan rnenggunakan Mentorship Ejfzctiveness Scale (MES) Serta tingkat strcs mahasiswa dengan menggunakan General Health Questionnaire 12 (GHQ-12). Mahasiswa digolongkan menjadi kelompok yang mengalami strcs (kasus) dan kelompok tanpa strcs (kontroI}, untuk selanjutnya ditclusuri cfcktivitas pemanfaatan PA oleh mahasiswa yang bersangkutan. Faktor lain, yaitu kepribadian dan strategi coping, juga diteliti kaitannya dengan kejadian stres.
Hasil: Responden yang mengembalikan kuesioner berjumlah 175 mahasiswa dari jumlah total 243 mahasiswa tahun pertama (r-esponse rare 72.0%). Ditemukan 47 mahasiswa dalam kelompok kasus (prevalensi stres 26.8%) dan 94 mahasiswa tampa strcs dipilih secara acak scbagai kontrol. Mahasiswa yang mcmanfaatkan PA secara efcktif lebih sedikit yang mengalami stres dibandingkan mahasiswa yang tidak memanfaatkan PA secara cfcktif, namttn tidak bemtakna secara statistik (89.4% vs 95.7%, p>0.05, OR 0.160). Faktor lain yang mempengaruhi kejadian stres adalah exrraversion (38.3% vs 57.4%, P<0.05, OR 2.175) dan conscfenfiousness (44.7% vs 26-6%, p<0.05, OR 0446) sebagai /mit kepribadian; serta ventilasi (48.9% vs 26.6%, p<0.05, OR 0378) dan penggunaan humor (59.6% vs 76.6%, p<0.05, OR 2221) sebagai strategi coping.
Simpulan: Pembimbing Akademik sebagai sistern dukungan mahasiswa dapat digunakan untuk mencegah kejadian stres pada mahasiswa tahun pertama dcngan mcmanfaatkannya sccara cfektif, terutama dengan melatihkan mahasiswa menggunakan strategi coping yang sesuai.

During their education, students have to cope with numerous stressors. First year students are more prone to stress as they are still adapting to the new environment. While stressors on some level are needed to challenge and motivate, but if managed incorrectly it may disturb the learning process and might even cause mental disorder, such as depression. Mentoring as a form of support systems is needed to assist first year students upon settling in and help them cope with stressors in their new academic life. This study is conducted to determine the effect of academic mentoring on preventing stress in first year medical students. Several attributes, such as personality, and coping strategy in relation to stress are also analyzed.
Method: This is a quantitative study using case-control approach. Students are divided into two groups, with the students experiencing stress as the case group, and those without stress as the control group. Effectiveness of mentoring are measured using the Mentorship Effectiveness Scale, while the occurrence of stress are determined by General 1-lealth Questionnaire-12 (GIIQ-12). Each group are further analyzed on the effectiveness of mentoring process and several attributes related to stress such as personality and coping strategy used.
Result: Of the total 243 first year students in FMUI, 175 responded to our questionnaire, given the response rate of 72.0%. We found 47 cases, resulting in prevalence rate of 26.8%. From the rest of the respondents, 94 students were chosen randomly to act as the control group. Students with effective mentoring were less likely to develop stress, although it failed to show significant relationship between the two variables (89.4% vs 95.7%, p>0.05, OR 0.l60). Other factors such as extraversion (38.3% vs 57.4%, P<0.05, OR 2.l75) and conscientiousness (44.7% vs 26.6%, p<0.05, OR O.446), as pan of personality; as well as ventilation (48.9% vs 26.6%, p<0.05, OR 0378) and use of humor (59.6% vs 76.6%, p<0.05, OR 2221) as coping strategies significantly affected the occurrence of stress.
Conclusion: Mentoring as part of the support system can be utilized to help preventing stress in tirst year medical students directly by forming effective mentoring relationship, especially by teaching them in using the right coping strategy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32065
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Pratama Kurniawan
"Latar Belakang: Stres dialami semua orang tidak terkecuali mahasiswa. Namun, mahasiswa fakultas kedokteran memiliki tingkat stres yang lebih tinggi daripada mahasiswa di fakultas lainnya. Stres dikhawatirkan dapat berdampak negatif seperti gangguan kesehatan, penurunan kemampuan kognitif, kecemasan, dan burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres mahasiswa tahap akademik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan kaitannya dengan performa akademik.
Metode: Penelitian cross-sectional ini menggunakan instrumen PSS-10 yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia untuk mengukur tingkat stres mahasiswa dan performa akademik berupa nilai modul terakhir mahasiswa. Nilai dikelompokkan menjadi 3 yaitu nilai sangat memuaskan (A- dan A), memuaskan (B-, B dan B+), dan kurang memuaskan (
Hasil: Skor stres mahasiswa tingkat 1 paling tinggi dengan skor median 21,00±(6,721), tingkat 2 dengan skor median 18,50±(6,013), dan tingkat 3 dengan skor median 19,00±(6,543). Pada semua tingkat ditemukan kelompok mahasiswa dengan nilai sangat memuaskan memiliki median dan mean tingkat stres paling rendah dibanding dengan tingkat lainnya. Analisis tingkat stres antar kelompok nilai hanya bermakna secara statistik pada mahasiswa tingkat 3 (p<0,05).
Simpulan: Tidak ditemukan pengaruh yang pasti antara stres dengan performa akademik dikarenakan hubungan bermakna hanya ditemukan pada mahasiswa tingkat 3 fakultas kedokteran (nilai p <0,05).

Introduction: Everyone definitely has experienced stress in their daily life regardless. However, medical students experience a higher level of stress than other college students in other faculty. Stress could induce some negative impacts such as declining health, lowering cognitive skills, anxiety, and burnout. Therefore, this study aims to measure the stress level of preclinical medical students in University of Indonesia and its correlation with academic performance.
Method: This cross-sectional study used PSS-10 questionnaire that has been translated to Indonesia language as an instrument to measure stress level. Their academic performance is measured by students’ final grade in the last module. Final grades are divided to three groups, highly satisfactory with grades of A- and A, satisfactory with grades from B- to B+, and less satisfactory with grade below B-. Kruskal-wallis or ANOVA test is used to find a statistical significance between stress levels in groups.
Results: The result is first year students have the highest stress level with the median score of 21,00±(6.754), second year students with median score of 19,00±(6.029), and the third year students have the median score of 19,00±(6.543). In every year, the very satisfactory group has the lowest mean score and median stress score compared to other groups in the same year, with a statistical difference only appear in third year students (p<0.05).
Conclusion: There are not enough evidence to conclude a significance correlation between stress level and academic performance, since the statistical difference is only found in the third year medical students (p<0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Nofika
"Latar Belakang: Keausan gigi adalah kehilangan struktur gigi yang terjadi bukan karena proses karies. Salah satu tipe keausan gigi yaitu atrisi. Atrisi terjadi akibat adanya kontak gigi ke gigi (oklusi) seperti saat mastikasi. Terdapat tiga tipe oklusi saat gerakan lateral mandibula yaitu oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan keausan gigi dan mengetahui tipe oklusi yang banyak menyebabkan keausan gigi.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian adalah 78 mahasiswa program akademik FKG UI angkatan 2005-2008 yang berusia 17-23 tahun yang diambil secara purposive sampling. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi masing-masing variabel dan secara bivariat berupa uji Fisher.
Hasil: Uji Fisher menunjukkan tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan keausan gigi (p > 0,05). Statistik deskriptif belum dapat membuktikan tipe oklusi yang banyak menyebabkan keausan gigi.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan keausan gigi pada mahasiswa program akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia angkatan 2005-2008. Dan tidak dapat membuktikan bahwa oklusi seimbang banyak menyebabkan keausan gigi.

Background: Tooth wear is the non-carious loss of tooth structure. One of the type of the tooth wear is attrition. The attrition results from tooth to tooth contact (occlusion) such as during mastication. There are three types of occlusion during lateral movement of the mandible are balanced occlusion, group function, and cuspid rotected.
Objective: To identify the relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth wear and to identify the type of occlusion which is the most causing the tooth wear.
Method: This research is observational analysis using cross-sectional study. The subjects are 78 preclinical dental students from University of Indonesia Class 2005-2008, aged 17-23 years old which were taken by purposive sampling. Univariate statistical analysis is distribution of each variables and bivariate statistical analysis is using Fisher test.
Result: Fisher test showed that there was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth wear (p > 0,05). Descriptive statistic was not been able to prove the type of occlusion which is the most causing the tooth wear.
Conclusion: There was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with tooth wear on preclinical dental student from University of Indonesia Class 2005-2008. And, there is no evidence that balanced occlusion is the most causing the tooth wear."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Helvira Oktami
"Latar Belakang: Mobilitas gigi atau kegoyangan gigi dapat disebabkan oleh kekuatan oklusal yang melebihi batas fisiologis periodonsium. Ketika gigi beroklusi akan menghasilkan kekuatan oklusal. Terdapat tiga tipe oklusi saat gerakan lateral mandibula, yaitu oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan mobilitas gigi; dan mengetahui tipe oklusi yang banyak menyebabkan mobilitas gigi.
Metode: Penelitian analitik observasional dengan rancangan cross-sectional. Subjek penelitian adalah mahasiswa program akademik FKG UI angkatan 2005-2008 yang berusia 17-23 tahun sebanyak 78 orang yang diambil secara purposive sampling. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi masing-masing variabel, dan secara bivariat berupa uji Fisher.
Hasil: Uji Fisher menunjukkan tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan mobilitas gigi (p > 0,05). Statistik deskriptif belum dapat membuktikan tipe oklusi yang banyak menyebabkan mobilitas gigi.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara oklusi seimbang, group function, dan cuspid protected dengan mobilitas gigi pada mahasiswa program akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Angkatan 2005-2008. Dan tidak dapat membuktikan bahwa oklusi seimbang banyak menyebabkan mobilitas gigi.

Background: Tooth mobility or tooth looseness can result from occlusal forces which overload the limit of periodontal physiologic. When teeth occlude, it will result in occlusal forces. There are three types of occlusion during lateral movement of the mandible; balanced occlusion, group function, and cuspid protected.
Objective: To identify the relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth mobility; and to identify the type of occlusion which is the most causing the tooth mobility.
Method: This research is observational analysis using cross-sectional study. The subjects are 78 preclinical dental students from University of Indonesia Class 2005-2008, aged 17-23 years old which were taken by purposive sampling. Univariate statistical analysis is distribution of each variables, and bivariate statistical analysis is using Fisher test.
Result: Fisher test showed that there was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth mobility (p > 0,05). Descriptive statistic was not able to prove the type of occlusion which is the most causing the tooth mobility.
Conclusion: There was no relationship between balanced occlusion, group function, and cuspid protected with the tooth mobility on preclinical dental student from University of Indonesia Class 2005-2008. And, there is no evidence that balanced occlusion is the most causing the tooth mobility."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Obed Timotius
"Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi konsumsi buah-buahan dan juga mengurangi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifah
"Tujuan: Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan mahasiswa program profesi dokter gigi terhadap prosedur pengendalian infeksi.
Metode: Penelitian deskriptif potong lintang pada 133 mahasiswa program profesi dokter gigi FKG UI dilakukan dengan mengisi kuesioner pada Agustus-September 2014 di RSKGM FKG
UI.
Hasil: Pengetahuan mahasiswa mengenai pengendalian infeksi tergolong cukup (61%), sikap mahasiswa terhadap prosedur pengendalian infeksi adalah positif (74%), dan tindakan mahasiswa terhadap prosedur pengendalian infeksi tergolong buruk (57%).
Simpulan:Pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif tidak disertai dengan tindakan yang baik terhadap prosedur pengendalian infeksi.

Objective: To determine the level of knowledge, attitudes, and practices toward infection control procedures of dental students.
Methods: A cross-sectional descriptive study on 133 dental students is done by filling out a questionnaire in August-September 2014 in Dental Hospital of Universitas Indonesia.
Results: Student knowledge regarding infection control is fair (61%), with positive (74%) attitudes toward infection control, but poor (57%) practices in the procedures of control infection.
Conclusion: Fair knowledge and a positive attitude are not followed by good practice of infection control procedures."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moza Permatasari Mustafa
"Latar Belakang: Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan banyak pilihan material restorasi untuk perawatan gigi tiruan cekat. Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan banyak pilihan material restorasi untuk perawatan gigi tiruan cekat, namun di Indonesia material-material kedokteran gigi estetik belum menjadi standar pendidikan kedokteran gigi umum. Hal ini dapat memungkinkan mempengaruhi keputusan dalam memilih material untuk restorasi gigi tiruan cekat, terkecuali mahasiswa yang rutin mengikuti seminar mengenai pengembangan material-material restorasi terbaru. Tujuan: Mengetahui pemilihan material restorasi untuk perawatan gigi tiruan cekat berdasarkan letak gigi yang akan direstorasi dan penempatan margin preparasi servikal oleh mahasiswa Profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang menggunakan alat ukur kuesioner mencangkup pertanyaan demografis dan pemilihan material sesuai skenario yang diberikan. Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling dan kuesioner dibagikan kepada mahasiswa Profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif untuk melihat proporsi pemilihan material restorasi oleh responden. Hasil Penelitian: Material porcelain-fused-to-metal (PFM) menjadi material yang dengan proporsi untuk perawatan pada mahkota tiruan penuh dan gigi tiruan jembatan (33,6 s.d. 77,3%) diikuti dengan material porcelain-fused-to-zirconia (PFZ) (2,7 s.d. 38,2%). Kesimpulan: Sebagian besar responden memilih material porcelain-fused-to-metal (PFM) menjadi pilihan mayoritas responden untuk perawatan mahkota tiruan penuh dan gigi tiruan jembatan diikuti oleh porcelain-fused-to-zirconia (PFZ).

Background: The development of science has resulted in many choices of restorative materials for the treatment of FDP, but in Indonesia, aesthetic dentistry materials have not yet become the standard for general dental education. This can possibly influence decisions in choosing materials for FDP restorations, except maybe for students who regularly attend seminars on the development of new restorative materials. Objective: To determine the selection of restorative materials for FDP treatment based on the location of the teeth to be restored and the placement of cervical preparation margins by students of the Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Methods: This study is a descriptive cross-sectional study using a questionnaire measuring instrument including demographic questions and material selection according to the given scenario. Data were collected using purposive sampling technique and questionnaires were distributed to students of the Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia who met the inclusion criteria. Data processing was carried out descriptively to see the proportion of the respondent's selection of restoration materials. Result: Porcelain-fused-to-metal (PFM) material was the material with highest proportions for treatment of full denture crowns and bridge dentures (33.6 to 77.3%) followed by porcelain-fused-to-zirconia (PFZ) materials (2.7 to 38.2). %). Conclusion: The majority of respondents chose porcelain-fused-to-metal (PFM) as a material of choice for most of respondents for the treatment of crowns and bridges dentures followed by porcelain-fused-to-zirconia (PFZ).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>