Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152708 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2010
S26863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Elyani
"Osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan sifat-sifat khas, berupa massa tulang yang rendah disertai perubahan perubahan mikro arsitektur dan kemunduran kualitas jaringan tulang. Keadaan ini akhirnya akan menyebabkan terjadinya peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah tulang. Osteoporosis dapat terjadi pada wanita maupun laki-laki. Densitas Massa Tulang (DMT) adalah ukuran kepadatan tulang yang sering digunakan untuk mendiagnosa kesebatan tulang. Uji Densitas Massa Tulang merupakan uji yang paling sering digunakan untuk rnengetahui apakah seseorang berisiko osteoporosis atau tidak. Pengukuran dipusatkan pada tulang belakang, pinggul pergelangan tangan, kaki atau jari tangan. Alat untuk mengukur Densitas Massa Tulang disebut Densitometer Tulang.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian osteoporosis pada kelompok vegetarian usia > 35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Disain penelitian yang digunakan yaitu disain studi potong lintang (cross-sectional). Penelitian dilaksanakan di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Populasi adlah seluruh vegetarian baik laki-laki dan wanita yang dating ke pertemuan rutin kelompok Agama Budha di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Sampel yang diperoleh berjumlah 85 orang vegetarian. Osteoporosis diukur dengan alat ukur densitometer tulang Achilles Express/InSight metode kuantitatif ultrasound dengan sensitivitas alat sebesar 97%, diperoleh nilai t-score (osteoporosis: - 2,5 atau lebih kecil Preva1ensi osteoporosis pada penelitian ini s.ebesar 22.4%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara umur dengan osteoporosis pada ketornpok vegetarian (p-value < 0,05). Hasil akhir analisis regresi logistic ganda model prediksi diperoleh 3 (tiga) variabel yang berrnakna sooara signifikan (p-value < 0,05) dan substasi yaitu umur, jenis kelamin dan olah raga, dimana umur p-value = 0,001 (OR: 5,365; Cl 95% : 1,933 - 14,890), jenis kelamin memponyai p-val"e 0,028 (OR : 0,277; Cl 95% : 0,088 - 0,869) dan olah raga p-value = 0,069 (OR : 0,378; Cl95%:0,133 -1,077).
Hasil akhir analisis multivariat rnenunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan osteoporosis pada kelompok vegetarian usia 35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat adalah umur, ke1ompok vegetarian berumur 49,93 tahun akan berpeluang 5,37 kali mengalami osteoporosis dibandingkan dengan kelompok vegetarian yang berumur < 49;93 tahun setelah dikontrol dengan jenis kelamin dan olah raga.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel kelompok vegetarian yang lebih banya.k dengan rnengukur kadar kalsium dalam darah atau dengan intervensi tablet kalsiurn dan menggunakan studi longitudinal ataupun studi eksperimental. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh zat glzi terutama kalsium dan fosfor serta faktor lain yang berkaitan dengan osteoporosis.

Osteoporosis is one of public health problems, Osteoporosis is a disease with specific characteristics, such as low bone mass with changes of micro architecture and deterioration of bone tissue quality. This condition will cause the increase of bone fragility and the increase of risk of bone fiacture. Osteoporosis could be happened both on woman and man. Bone Mass Density or Densitas Massa Tulang (DMI) is measurement of bone solidity flat frequently used in making a diagnose of the bone health. DMT test is an examination that most frequently used to assess whether someone has a risk to osteoporosis or not. The measurement focuses on the backbone, hip, wrist, legs or fingers. The tool used in measuring density bone mass is called bone densitometer.
The study aimed to assess factors related to the occurance of osteoporosis on vegetarian group aged 2:35 years old in Pusdildat Maitreyawira, West Jakarta. Study design used cross-sectional design. The study was conducted ill Pusdiklat Maitreyawlra, West Jaknrta from March to April 2008. Population were all of vegetarians hnth men and women who came to regular meeting of Buddhist group in Pusdiklat Maltreyawlra, West Jakarta. Sample in this study were 85 vegetarians. Osteoporosis was measured by bone demirometer: Aehilles Express/Insight using ultrasound quantitative method with tool sensitivity 97%, gained t-score value (osteoporosis:- 2.5 or less). Osteoporosis prevalence in this study was 22,4%. Statistic test showed significant association between age and osteoporosis on vegetarian group (p-value < 0,05%).
Final result of double logistic regression analysis of prediction model was gained 3 (three) variables that had significant association (p-value <0,05%): age (p-value = 0.001 (OR: 5.365; CI 95% : 1.933 - 14.890)), sex (p-value = 0.028 (OR : 0.277 ; CI 95% : 0.088 - 0.869), and exercise p-value = 0.069 (OR : 0.378; CI 95% : 0.133 - 1.077)).
Final result of multivariate analysis showed the most dominant factors associated with osteoporosis on vegetarian group aged > 35 years old in Pusdiklat Maitreyawira, West Java, were age. Vegetarian group age >49.39 years old would have probality 5.37 times to get osteoporosis than those whose age < 49.39 years old after controlled by sex and exercise.
The study recommended the further research using more samples of vegetarian group in measuring calcium level in blood or conducting calcium tablets intervention and using longitudinal or experimental study. 1t was aimed to assess the influence of nutrition especially calcium and fosfor and other factors related to osteoporosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dwi Wahyuni
"Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Osteopenia atau berkurangnya densitas (kepadatan) tulang merupakan prediktor awal akan terjadinya osteoporosis (keropos tulang) di waktu yang akan datang. Penyebab osteopenia salah satunya adalah karena kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan. Kebiasaan makan pada diet vegetarian (tidak mengkonsumsi daging hewani) berbeda dengan kebiasaan makan masyarakat pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran osteopenia dan faktor? faktor yang berhubungan dengan osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Faktor?faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah osteopenia (variabel dependen), umur, jenis kelamin, IMT (Indeks Massa Tubuh), pengetahuan tentang osteoporosis, jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, konsumsi sayuran dan buah-buahan konsumsi kafein, konsumsi alcohol dan konsumsi suplemen.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, FFQ, pengukuran tinggi badan dan berat badan serta pemeriksaan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi osteopenia pada kelompok vegetarian umur 20-35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira Jakarta Barat sebesar 34,5 %. Faktor-faktor yang berhubungan dengan osteopenia adalah jenis kelamin dan pengetahuan. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan adalah umur, IMT (Indeks Massa Tubuh), jenis vegetarian, lama vegetarian, kebiasaan olah raga, kebiasaan merokok, konsumsi makanan sumber kalsium, konsumsi susu dan hasil olahannya, konsumsi kacang-kacangan dan hasil olahannya, kebiasaan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, konsumsi kafein, konsumsi alkohol dan konsumsi suplemen. Namun pada penelitian ini, terdapat kecendrungan proporsi osteopenia lebih besar pada IMT < 18 kg/m2, lama vegetarian > 5 tahun, pernah merokok, tidak olah raga, konsumsi sumber kalsium/hari ≤ median (≤ 4,47), tidak mengkonsumsi susu, konsumsi kafein/hari > median (> 0,34), konsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi suplemen.
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat disampaikan seperti peningkatan pengetahuan secara optimal bagi kelompok vegetarian laki-laki dan perempuan dalam mencegah terjadinya osteopenia dan osteoporosis dikemudian hari, dengan mengkonsumsi makanan sumber kalsium seperti susu dan hasil olahannya, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti susu kedele, sayuran dan buah-buahan. Olah raga yang dianjurkan untuk pencegahan osteopenia dan osteoporosis adalah olah raga dengan pembebanan (weight-bearing exercises) 3-5 kali seminggu selama 30-45 menit, dilakukan pagi hari di luar ruangan (outdoor) yang cukup Vitamin D dari sinar matahari serta batasi konsumsi makanan atau minuman penghambat penyerapan kalsium seperti kafein (teh, kopi, soda), alkohol dan kebiasaan merokok."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Novita Dewi
"Prevalensi gizi lebih terus meningkat setiap tahunnya. Gizi lebih memiliki dampak serius bagi perkembangan penyakit tidak menular dan produktifitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran prevalensi gizi lebih dan faktor risiko dominan penyebab gizi lebih pada dewasa usia 20-59 tahun di Pusdiklat Buddhis Maitreyawira Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan desain studi cross-sectional pada 157 responden. Pengambilan data dilakukan pada bulan April-Mei 2015 dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gizi lebih di lokasi penelitian sebesar 28%.
Dari hasil analisis bivariat diketahui adanya hubungan bermakna antara gizi lebih dengan jenis diet, usia, status pernikahan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, asupan energi dan asupan lemak (p value < 0,05). Walaupun tidak bermakna secara statistik, responden dengan status gizi lebih cenderung memiliki skor kualitas diet yang rendah. Dari hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda, diketahui asupan energi merupakan faktor dominan gizi lebih (OR = 19,743) pada dewasa setelah dikontrol variabel usia, jenis kelamin, status pernikahan, aktivitas fisik, pengetahuan gizi, asupan karbohidrat, asupan protein, asupan lemak dan kualitas diet. Perlu dilakukan intervensi kepada pihak terkait di lokasi penelitian untuk mengurangi dan mengatasi kejadian gizi lebih.

Prevalence of overnutrition increased over year. Overnutrition had serious impact to development of non communicable disease and decrease productivity. This purpose of this study was to describe the prevalence of overnutrition and to find which of the risk factor is the dominant factor that is related to overnutrition in adult 20-59 years old at Pusdiklat Buddhis Maitreyawira Jakarta. This study was conducted with cross-sectional study design with 157 respondents. The data were collected during April-May 2015 with purposive sampling method. The results showed that overnutrition prevalence was 28%. Although there was no significant relationship between diet quality and overnutrition, overweight/obese respondent tend to have lower diet quality score than another.
From bivariate analyses, there were significant relationship between overnutrition and vegetarian diet, age, marital status, physical activity, nutritional knowledge, energy intake, and fat intake (p value = 0,05). From multivariate analyses, we found that energy intake as a dominant factor which cause overnutrition in adult (OR = 19,743) after controlled with age, gender, marital status, physical activity, nutritional knowledge, carbohydrate intake, protein intake, fat intake and diet quality. Therefore, intervention to the related side at study location should be done to decrease and overcome overnutrition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Francia, Maria Shisze
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pola makan vegetarian diketahui memiliki efek positif terhadap
kesehatan. Penelitian mengenai status periodontal pada vegetarian masih sedikit.
Tujuan: Mengevaluasi kedalaman poket periodontal, resesi gingiva, dan kehilangan
perlekatan pada vegetarian secara klinis. Metode: Penelitian potong lintang pada 30
orang vegetarian dan 30 orang non-vegetarian berusia 16-65 tahun. Pemeriksaan
klinis jaringan periodontal meliputi kedalaman poket, resesi gingiva, dan kehilangan
perlekatan. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) rerata kedalaman
poket (Independent T-Test), resesi gingiva dan kehilangan perlekatan (uji Mann-
Whitney) antara vegetarian dan non-vegetarian. Kesimpulan: Hasil evaluasi klinis
terhadap kedalaman poket periodontal, resesi gingiva, dan kehilangan perlekatan
tidak berbeda antara vegetarian dan non-vegetarian.

ABSTRACT
Background: Vegetarian diet is known to have positive effects on health. Only
scarce data are available concerning the periodontal status in vegetarians.
Objectives: To evaluate the periodontal pocket depth, gingival recession, and
clinical attachment level in vegetarians clinically. Methods: A cross-sectional study
of 30 vegetarians and 30 non-vegetarians aged 16-65 years. Clinical examination of
periodontal tissues, including periodontal pocket depth, gingival recession, and
clinical attachment level. Results: No significant mean differences (p>0,05) on
periodontal pocket depth (independent T-test), gingival recession and clinical
attachment level (Mann-Whitney test) between vegetarians and non-vegetarians.
Conclusions: Clinical evaluation results of periodontal pocket depth, gingival
recession, and clinical attachment level in vegetarians are not different between
vegetarians and non-vegetarians."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Hermanda Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Nutrisi pada makanan yang dikonsumsi oleh vegetarian dapat
memberi pengaruh yang baik terhadap kondisi periodontal. Tujuan: Untuk
mengetahui perbedaan status periodontal pada vegetarian dibandingkan nonvegetarian.
Metode: Penelitian deskriptif cross-sectional dengan subjek 60 orang
yang terbagi dalam dua kelompok, 30 orang vegetarian dan 30 orang nonvegetarian.
Dilakukan pengukuran indeks plak, kalkulus, OHIS dan PBI pada
masing-masing kelompok. Hasil: Nilai rerata indeks plak, kalkulus, OHIS, dan
PBI pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (uji Mann-Whitney; p>0,05
dan uji Independent T-Test; p>0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan
bermakna dari indeks plak, kalkulus, oral hygiene, dan perdarahan gingiva
kelompok vegetarian dibandingkan non-vegetarian dan semuanya tergolong ke
dalam kategori sedang dan baik.

ABSTRACT
Background: Nutritions in vegetarians’s food can give a good effect to periodontal
condition. Objective: To analyze the differences of periodontal status in vegetarians
compared to non-vegetarians. Method: The research is cross-sectional descriptive
with 60 subjects who were divided into two groups, 30 subjects of vegetarians and 30
subjects of non-vegetarians. Examination were done using plaque, calculus, OHIS,
and PBI index in each group. Result: The mean of plaque, calculus, OHIS, and PBI
index scores in both of groups have no significant difference (Mann-Whitney test;
p>0,05 and Independent T-Test; p>0,05). Conclusion: There is no significant
difference of plaque, calculus, oral hygiene, and papila bleeding index in vegetarians
compared to non-vegetarians and they were classified to moderate and good
category."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Astika Endah
"Osteoporosis merupakan salah satu Pcnyakit Tidak Menular (PTM) yang menjadi beban kesehatan mayarakat di negara bcrkembang tezmasuk di Indonesia. Osteoporosis discbut sebagai silent disease karena pada stadium awal tidak menimbulkan gejala yang nyata. Osteoporosis bisa menyerang laki-iaki maupun perempuan dan lebih berisiko pada usia Ianjut. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang memiliki karakteristik yang khas, yaitu rendahnya massa tulang disertai pcrubahan-perubahan mikro arsitcktur dan mundumya kualitasjaringan pada tulang. Kondisi ini pada akhimya dapat menyebabkan tenjadinya pcningkatan kerapuhan tulang dan rneningkatkan risiko terjadinya fraktur pada tulang.
Pengukuran Dcnsilas Massa Tulang (DMT) dapat dilakukan dengan mcnggunakan alat densitomcter tulang. Metode ini mcncntukan kandungan mineral tulang pada seluruh tulang. Dengan uji Densitas Massa Tulang (DMT) dapat didiagnosis terkena osteoporosis ataukah tidak. Pengukuran dapat dilakukan pada tulang belakang, tuiang pinggul, tulang pergelangan tangan, tumit atau pun jari tangan. Mctode Quantitative Ultrasound (QUS) mcngukur densitas tulang pada tumit. Daiam mendiagnosis terjadinya osteoporosis, alat tersebut mengukur keoepatan gelombang suara yang bergerak sepanjang tulang.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian osteoporosis pada kelompok dewasa usia 40 sampai 65 tahun di Kota Depok. Disain penclitian yang digunakan adalah disain studi kasus kontrol dengan jumlah keseluruhan subjek yang diteliti scbanyak 116 orang yaitu tcrdiri dari 29 orang kasus dan 87 orang kontrol (1 : 3). Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2008. Populasi adalah seluruh orang dewasa laki-laki maupun perempuan bemsia antara 40 sampai 65 tahun yang menetap atau tinggal di wilayah Kota Depok, Jawa Barat. Kelompok kasus ditetapkan dengan kriteria seluruh orang dewasa laki-Iaki maupun perempuan benlsia 40 sampai 65 tahun yang tinggal di ernpat lokasi penclitian terpiiih (Pesona Khayangan, Mutiara Depok, Durian Mekar RW 02 dan RW 03) di Kota Depok, Jawa Barat yang didiagnosis osteoporosis menggunakan alat Achilles Exprem/Insight rnetode Quantitative Ultrasound (QUS) dengan scnsitivitas alat sebesar 97%, diperoleh nilai t-score 5 -2,5 SD, sedangkan jika nilai t-score 2 -1 SD ditctapkan sebagai kontrol.
Hasil analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda model faktor risiko menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara IMT dengan osteoporosis (p-vaIue<0,05}. Nilai Odds Ratio (OR) dari hasil uji statistik diperoleh hasil bahwa subjek dengan IMT ‘kurang’ berisiko terkena osteoporosis sebanyak l85,8 kali dibandingkan dengan subjek yang mempunyai IMT ‘nom1al’. Dari hasil analisis tersebut terbukti bahwa 11 (sebelas) variabel mempakan variabel confounder yaitu terdiri dari merokok, aktivitas olahraga, tingkat pendidikan, tingkat pcngetahuan, pekexjaan, pendapatan, frekuensi konsumsi buah, frekuensi konsumsi minuman penghambat penyerapan kalsium, asupan protein, asupan vitamin C, serta asupan vitamin D.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai osteoporosis dengan menggunakan jumlah subjek yang lebih banyak untuk disain kasus kontrol. Selain itu juga dapat dilakukan penelitian lain dengan mengukur kadar kalsium dalam darah pada subjek disamping pengukiuan terhadap Densitas Massa Tulang (DMT). Dapat juga diiakukan penelitian berikutnya dengan disain studi yang berbeda yaitu dengan disain studi kohort. Hal ini ditujukan untuk rnengetahui lebih lanjut mcngenai pengaruh faktor-faktor risiko lainnya yang berkaitan dengan osteoporosis.

Osteoporosis is one of non-communicable diseases that becomes problem among people in developing countries, including in Indonesia. Osteoporosis is known as silent disease where in the first stadium does not have a significant symptom. Osteoporosis may attack men and women and it is higher risk to old people. Osteoporosis has specific characters they are low of bone weight repeated with micro-architecture changes and the decrease of bone tissues quality. This condition, at the end, may cause the increase of bone brittle and bone fracture risk. Bone Mass Density (BMD) measurement was done by using bone densitomcter. This method measures mineral content in the bone. The osteoporosis can be diagnosed by using the Bone Mass Density test. The measurements were carried out from back bone, hip bone, wrist bone, heel bone, and fmgers bone.
Quantitative Ultrasound Method measured the heel bone density. It measured the speed of sound wave moving throughout the bone while diagnosing the osteoporosis. The objectives are to find out the relation between Body Mass Index (BMI) and osteoporosis to adult people aged 40 - 65 years in Depok in 2008. Case contorol study design was carried out in this research by using 116 subject as samples divided into 29 case and 87 control (I : 3). The research was done on May 2008. Population involved in this research were men and women aged between 40 until 65 years old, lived or stayed in Depok, West Java. The osteoporosis was measured by using Achilles Express/Insight with Quantitative Ultrasound Method with 97% tools sensitivity, resulted the t-score (osteoporosis : 5 -2.5 SD decided as case, while normal : 2 -1 SD as control). Case and control stayed in 4 (four) selected location (Pesona Khayangan, Mutiara Depok, Durian Mekar RW 02 and RW 03) in Depok, West Java.
The multivariat analysis by using risk factor model with double logistic regression analysis shows that there is a significant relation between Body Mass Index (BMI) and osteoporosis (p-value < 0.05). Odds Ratio (OR) value from statistical test shows that people ‘under’ Body Meight Index (BMI) are high risk to osteoporosis, 185.8 times than people above ‘normal’ Body Mass Index (BMI). The iinal result from multivariate analysis proved that 11 (eleven) variables were confounder; there were smoking, exercise activity, education level, knowledge level, jobs, earning, fruit consumption frequency, calcium absorption resistor drinking frequency, protein intake, Vitamin C intake, and Vitamin D intake. It is necessary to carry out next step research by sampling more case and control population, not only measuring Bone Mass Density (BMD) but also measuring blood calcium content with different study design by using kohort study. This will find out, further, the effect of other risk factors dealing with osteoporosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34577
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadhilah
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan usia menarche berdasarkan faktor jenis diet, asupan gizi, status gizi, dan faktor lainnya pada remaja putri. Jenis penelitian dilakukan dengan desain penelitian cross-sectional yang dilakukan pada 121 remaja putri usia 11-14 tahun di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dan Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia menarche responden adalah 11,89 tahun atau 142,71 bulan. Rata-rata usia menarche responden vegetarian adalah 148,65 bulan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat, variabel jenis diet, status gizi, persen lemak tubuh, usia menarche ibu, dan keterpaparan terhadap media informasi adalah variabel yang memiliki perbedaan bermakna dengan usia menarche remaja putri dengan p-value < 0,05. Berdasarkan analisis multivariat, variabel jenis diet merupakan variabel yang paling mempengaruhi usia menarche (r=0,490, b=9,92).

This study aims to determine the difference age of menarche is based on the type of dietary, nutrient intake, nutritional status, and other factors in adolescent girls. Types of research is a cross-sectional study design conducted in 121 young women aged 11-14 years at Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi and Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. The results showed the average of menarcheal age is 11.89 years or 142.71 month. The average of menarcheal age in vegetarian is 148.65 month.
Based on the bivariate analysis, the variable type of diet, nutritional status, percent body fat, mother's age of menarche, and exposure to media information is a variable that has a significant difference in age of menarche in adolescent girls with a p-value <0.05. Based on the multiariate analysis, variable type of diet is a dominant variable to menarcheal age (r=0.490, b=9.92).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>