Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amesta Yisca Putri
"Pengenaan tariff kepada barang impor merupakan salah satu hambatan dalam perdagangan internasional. Hal ini dalam perdagangan internasional disebut juga sebagai hambatan tariff. Namun semenjak adanya General Agreement on Trade and Tariff (GATT), tariff yang diadakan dengan maksud sebagai proteksi yang dilakukan negara-negara untuk melindungi pasar dalam negerinya semakin berkurang. Hal ini menyebabkan negara-negara mencari jalan lain untuk memproteksi barang dalam negerinya yaitu dengan cara membuat hambatan non tariff.
Menyadari akan akibat dari adanya hambatan non tariff dalam perdagangan internasional, maka dalam Perundingan Putaran Uruguay negara-negara tidak hanya membahas masalah hambatan tariff namun juga masalah hambatan non tariff. Salah satu perjanjian yang dihasilkan dalam Putaran Uruguay mengenai hambatan non tarif yaitu Perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT)
Perjanjian TBT bertujuan untuk menjamin bahwa peraturan teknis dan standar, termasuk syarat pengemasan, penandaan dan pelabelan serta prosedur penilaian kesesuaian tidak menimbulkan hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan internasional. Dalam Perjanjian TBT disebutkan bahwa peraturan teknis maupun standar yang dibuat harus mengacu pada standar internasional.
Penerapan Perjanjian TBT di Indonesia mengalami beberapa hambatan, hal ini dikarenakan standar internasional yang terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan Indonesia, infrastruktur yang tidak memadai serta kurangnya pengawasan terhadap standar yang diwajibkan terhadap suatu produk."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S26140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diannovi Nugraha Sahid
"Perdagangan internasional tidak akan dapat terjadi tanpa adanya akses ke pasar domestik dari negara lain. Terbukanya akses pasar ini selain memberikan keuntungan, juga menjadi ancaman baik secara ekonomis maupun secara agamis terutama bagi negara-negara dengan penduduk beragama Islam, salah satunya Indonesia. Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, 87% penduduk Indonesia beragama Islam.
Secara ekonomis, kehadiran produk-produk tersebut menjadi saingan produk-produk lokal, sedangkan secara agamis kehadiran produk-produk tersebut semakin menambah daftar makanan yang disangsikan kehalalannya oleh umat Islam. Sebab, produk-produk tersebut dibuat oleh negara-negara Barat yang sudah terbiasa menggunakan babi dan alkohol dalam proses produksinya.
Demi memberikan perlindungan kepada konsumen-konsumen beragama Islam dari produk-produk yang diragukan kehalalannya, terutama produkdaging sapi impor, maka pemerintah Indonesia membuat seperangkat kebijakan yang bertujuan agar produk-produk daging sapi impor disertifikasi dan dilabelisasi halal sebelum masuk ke pasar Indonesia. Menurut Hukum World Trade Organization, negara-negara anggota dibebaskan untuk membuat kebijakan domestik demi melindungi konsumen maupun pasar dalam negerinya. Perangkat kebijakan ini dapat diberlakukan selama tidak menimbulkan hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan internasional.
Penelitian ini membahas mengenai kebijakan-kebijakan sertifikasi dan labelisasi halal yang diberlakukan Indonesia sebagai Technical Barrier to Trade atas daging sapi dan produk daging sapi yang diimpor ke Indonesia, penerapannya dan keselarasannya dengan Agreement on Technical Barrier to Trade atau TBT Agreement World Trade Organization. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejauh ini, permasalahan sengketa atas produk daging sapi masih minim jumlahnya dan masih bisa diselesaikan.

International trade can not occur without access to domestic markets of other countries. In addition to providing benefits,the opening of this market access also becomes a threat both economically and religiously, especially for countries with a Muslim population, such as Indonesia. As is known, Indonesia is the country with the largest Muslim population in the world, 87 % of Indonesia's population is Muslim.
Economically, the presence of such products is rival with local products, while religiously presence of these products adds to the list of sanctioned halal food by Muslims. Especially since these products are made by Western countries who are already accustomed to using pork and alcohol in the production process.
In order to provide protection to Muslim consumers, especially imported beef products, the Indonesian government established a set of policies that aim products imported beef to be halalcertified before entering into the Indonesian market. According to the Law of the World Trade Organization, member states are free to make domestic policies to protect consumers as well as its domestic market. This policy can be applied as long as not to cause unnecessary obstacles to international trade.
This study discusses the policies of halal certification and labeling imposed by Indonesia as Technical Barrier to Trade on beef and beef products imported to Indonesia, its application and its alignment with the Agreement on Technical Barrier to Trad , or TBT Agreement of the World Trade Organization. The results showed that so far, the problem of a dispute over beef products is still minimal in number and still be resolved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Moogy Frianto Hartomo
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25198
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moogy Frianto Hartomo
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T37504
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Kurniasih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi Ad Valorem Equivalent (AVE) dari 20 negara partner dagang terbesar Indonesia sebagai dampak adanya penerapan kebijakan Non Tariff, khususnya Sanitary Phytosanitary (SPS) dan Technical Barrier to Trade (TBT) dalam kurun waktu tahun 2007-2016. AVE dapat diartikan sebagai tarif implisit yang dikeluarkan oleh produsen dalam rangka memenuhi persyaratan kebijakan SPS dan TBT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan quantity impact approach kemudian hasil estimasi pada HS level 2 digit ditransformasi menjadi AVE untuk dibandingkan terhadap tarif impor. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 9 negara memiliki AVE SPS dan TBT negatif dan 11 negara memiliki AVE positif. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan dampak penerapan kebijakan SPS dan TBT yang dapat bersifat trade impeding effect dan demand enhancing effect. Apabila dikaitkan pendapatan perkapita negara, secara umum terdapat hubungan negatif antara pendapatan perkapita dengan AVE. Adanya motif proteksionisme dari Pemerintah dapat terlihat dari tingginya nilai AVE dibandingkan tarif MFN pada sektor-sektor tertentu.

This study aims to estimate the Ad Valorem Equivalent (AVEs) of the 20 largest trading partner countries of Indonesia as a result of the implementation of the Non-Tariff Measures, especially Technical Barrier to Trade (TBT) and Sanitary Phytosanitary (SPS) in the period 2007-2016. AVE can be interpreted as an implicit tax issued by producers in order to meet the SPS and TBT policy requirements. The method used in this research is the quantity impact approach and then the estimation results at the 2 digit HS level are transformed into AVE to be compared to import tariffs. The results showed as many as 9 countries had AVE SPS and TBT negative and 11 countries had AVE positive. This shows that there are differences in the impact of implementing SPS and TBT policies that can be trade impeding effects and demand enhancing effects. As related to income per capita, in general there is a negative relationship between income per capita with AVE. The existence of protectionist motives from the Government can be seen from the high value of AVE compared to MFN rates in certain sectors."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. M. Resad
"ABSTRAK
Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda sampai dengan saat sekarang ini Hukum Adat telah dikenal dan berlaku di kalangan orang-orang Indonesia asli. Hukum Adat sebagai hukum yang tidak tertulis terus berkembang sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat. Soepomo, S.H., menyatakan bahwa "Hukum Adat adalah suatu Hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan filtratnya sendiri, Hukum Adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri". Hukum Adat yang dimaksudkan di atas tidak saja Hukum Perdata Adat, tetapi juga Hukum Pidana Adat. Hukum Pidana Adat ini sebagai hukum yang tidak tertulis juga terus berkembang sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat tempat hukum itu berlaku. Berkembang di sini berarti tidak saja bertambahnya aturan-aturan hukum yang dibutuhkan untuk mengatur kehidupan masyarakat, tetapi juga berarti ada aturan-aturan yang ditinggalkan karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat kita sendiri. Hukum Pidana Adat ini sudah berlaku jauh sebelum penjajahan Belanda, meskipun penerapannya tidak dilakukan oleh badan pengadilan seperti yang kita kenal kemudian. Penerapan Hukum Pidana Adat dilakukan oleh kepala suku kampung, desa . Di Lombok Penerapan Hukum Pidana Adat ini dilaksanakan oleh suatu lembaga yang disebut "Kramadesa", yang terdiri dari Kepala Desa dan Pemuka-pemuka adat, yang bertugas menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut hukum adat.
Di dalam Hukum Adat kita tidak mengenal pemisahan antara perdata adat dan Pidana adat atau pemisahan antara perkara sipil dan kriminal. Tetapi dengan mengambil perbandingan antara Hukum Perdata Barat dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)maka pemisahan antara pidana adat dan perdata adat dapat menjadi jelas.
Dikatakan menjadi jelas karena di dalam KUHP banyak kita lihat pasal-pasal yang merupakan bandingan (equivalent) daripada Hukum Pidana Adat. Di samping yang ada bandingannya dengan KUHP juga ada aturan-aturan Hukum Pidana Adat yang tidak ada bandingannya dengan pasal-pasal KUHP, yang kadang-kadang bagi masyarakat setempat merupakan hal yang sangat tercela dan di ancam hukuman yang cukup berat oleh ketentuan Hukum Adat setempat.
"
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Bintang Pratiwi
"Untuk melindungi dan meningkatkan nilai sumber daya energi dan mineral, Indonesia mengeluarkan aturan local content requirement berupa persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM pada sektor minyak dan gas serta sektor mineral dan batubara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana hukum WTO mengatur mengenai local content requirement sebagai hambatan perdagangan non-tarif dan apakah peraturan-peraturan local content requirement yang dikeluarkan oleh Indonesia bertentangan dengan prinsip national treatment ditinjau dari perjanjian-perjanjian multilateral WTO dan putusan-putusan panel Dispute Settlement Body (DSB) WTO. Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif, dapat disimpulkan bahwa perjanjian-perjanjian WTO seperti GATT, TRIMS, SCM Agreement, dan GATS melarang tindakan yang mendiskriminasi barang dan/atau jasa luar negeri dibandingkan dengan barang dan/atau jasa dalam negeri, dan dikuatkan pula oleh putusan panel DSB pada kasus LCR seperti Turkey – Rice dan Canada – Autos. Dengan demikian, maka Permen ESDM yang mensyaratkan penggunaan kandungan lokal dan memberikan preferensi harga bagi produk yang mencapai persentase TKDN tertentu tidak sesuai dengan hukum WTO
In order to protect and add value to its energy and mineral’s resources, Indonesia issued some regulations related to local content requirements (TKDN) through the Minister of Energy and Mineral Resources’ (MEMR) Regulations in oil and gas sector and minerals and coal sector. This research’s purpose is to analyze WTO rulings about local content requirements as a non-tariff barrier and to determine whether aforesaid Indonesian local content requirement is in violation with WTO national treatment principle in terms of WTO multilateral agreements and WTO Dispute Settlement Body (DSB) reports. Based on this normative legal research, it can be concluded that WTO Agreements such as GATT, TRIMS, SCM Agreement, and GATS prohibit any discriminative measures towards foreign content compared to local content, and DSB Panel upheld this within LCR cases such as Turkey – Rice and Canada – Autos. Therefore, MEMR Regulations about any requirements to use local contents and price preferences given to products containing specific percentage of local products are prohibited by WTO Laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amesta Yisca Putri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kesesuaian pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) secara wajib dengan berdasarkan perjanjian Technical Barrier To
Trade (TBT) dan Good Regulatory Practice (GRP). Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan menggunakan kajian normatif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pemberlakuan SNI secara wajib sudah sesuai dengan
perjanjian Technical Barrier To Trade (TBT) dan Good Regulatory Practice
(GRP), hanya saja dalam peraturan Indonesia masih terdapat kelemahan.
Penelitian ini juga menyarankan agar pemerintah Indonesia melakukan revisi
terhadap Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional dan menyarankan agar negara berkembang dapat berperan aktif dalam
perundingan pembentukan standar internasional sehingga standar internasional
dapat mengakomodasi kepentingan Negara berkembang.

ABSTRACT
This thesis describes the conformity of the implementation of Indonesian National
Standard (SNI) is required under agreements with the Technical Barrier To Trade
(TBT) and Good Regulatory Practice (GRP). This study was a qualitative study
using a normative study. The results of this study indicate that the application of
mandatory SNI is in conformity with the agreement Technical Barrier To Trade
(TBT) and Good Regulatory Practice (GRP), except that in Indonesia there are
still regulatory weaknesses. This study also suggested that the Indonesian
government to revise the Government Regulation no. 102 Year 2000 regarding
National Standardization and suggested that developing countries can play an
active role in negotiating the establishment of international standards so that
international standards can accommodate the interests of developing countries."
2010
T27796
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sukmasari
"Delapan belas tahun semenjak World Trade Organization/WTO berdiri, telah banyak kebijakan Perdagangan Internasional Negara-Negara anggota WTO yang dinilai Dispute Settlement Body WTO telah melanggar GATT dan perjanjian-perjanjian WTO lainnya. Salah satunya adalah sengketa rokok kretek Indonesia dengan Amerika Serikat. Pada tanggal 22 Juni 2009, Amerika Serikat mengeluarkan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act, dimana dalam Sec. 907(a)(1)(A) FSPTCA terdapat aturan mengenai larangan peredaran rokok beraroma (Characterized Flavours) di Amerika Serikat, namun mengecualikan rokok mentol dari larangan ini. Indonesia sebagai Negara pengekspor rokok kretek terbesar di Amerika Serikat mengalami kerugian yang sangat besar akibat pemberlakuan Sec.907(a)(1)(A) FSPTCA dan menilai bahwa pemberlakuan Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA ini telah melanggar ketentuan dalam GATT dan Agreement on Technical Barriers to Trade.
Didalam skripsi ini dibahas bagaimana pengaturan-pengaturan mengenai hambatan teknis (hambatan non tariff) yang terdapat dalam Agreement Technical Barriers to Trade dan kedudukannya didalam WTO. Dan kemudian secara khusus meninjau apakah keberlakuan Sec. 907 (a)(1)(A) FSPTCA ini telah sejalan dengan ketentuan-ketentuan WTO yang terdapat dalam Agreement on Technical Barriers to Trade.

For eighteen year since it is established, the WTO has issued a lot of policies that are deemed by the WTO Dispute Settlement Body to violate GATT and other WTO agreements. One of the said policies are the dispute on kretek / clove cigarettes between Indonesia and the United States of America. In 22nd of June 2009, America has issued an act called Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act, where in Section 907 (a)(1)(A) of the act there are rulings about the restriction againts selling characterized flavors cigarrate but excluding methol cigarette from the restriction. As the biggest kretek/clove cigarette exporter in the United States, Indonesia is suffering from a huge loss due to the implementation of the said act specifically Section 907 and assess that this act is a violation towards provision in GATT and Agreement on Technical Barriers to Trade.
This thesis focuses on how the International Trade Law are implemented in general in GATT/WTO and rules regarding technical barrier (non tariffs barrier) that is in the Agreement Technical Barriers to Trade. And this thesis specifically observe whether or not the validity of Section 907 FSPTCA is in line with the WTO provisions that is in Agreement on Technical Barriers to Trade.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43541
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>