Pengenaan tariff kepada barang impor merupakan salah satu hambatan dalam perdagangan internasional. Hal ini dalam perdagangan internasional disebut juga sebagai hambatan tariff. Namun semenjak adanya General Agreement on Trade and Tariff (GATT), tariff yang diadakan dengan maksud sebagai proteksi yang dilakukan negara-negara untuk melindungi pasar dalam negerinya semakin berkurang. Hal ini menyebabkan negara-negara mencari jalan lain untuk memproteksi barang dalam negerinya yaitu dengan cara membuat hambatan non tariff.
Menyadari akan akibat dari adanya hambatan non tariff dalam perdagangan internasional, maka dalam Perundingan Putaran Uruguay negara-negara tidak hanya membahas masalah hambatan tariff namun juga masalah hambatan non tariff. Salah satu perjanjian yang dihasilkan dalam Putaran Uruguay mengenai hambatan non tarif yaitu Perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT)
Perjanjian TBT bertujuan untuk menjamin bahwa peraturan teknis dan standar, termasuk syarat pengemasan, penandaan dan pelabelan serta prosedur penilaian kesesuaian tidak menimbulkan hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan internasional. Dalam Perjanjian TBT disebutkan bahwa peraturan teknis maupun standar yang dibuat harus mengacu pada standar internasional.
Penerapan Perjanjian TBT di Indonesia mengalami beberapa hambatan, hal ini dikarenakan standar internasional yang terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan Indonesia, infrastruktur yang tidak memadai serta kurangnya pengawasan terhadap standar yang diwajibkan terhadap suatu produk.