Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115043 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Norista Veronika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Thomas Edison
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Holila
"Pailitnya suatu perusahaan pada dasarnya merupakan Fenomena yang biasa dalam dunia bisnis. Namun kalau hal itu melibatkannya banyak perusahaan, bahkan terjadi dalam waktu yang bersamaan pada suatu Negara tertentu, maka akan menimbulkan banyak permasalahan. Hal itulah yang terjadi di Indonesia setelah terjadinya krisis ekonomi sejak tahun 1997. Bahkan untuk menangani permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan UU No. 4 tahun 1998 yang merupakan amandemen dari Statblad 1906 No. 348 dan Statblad 1905 No. 217. Ternyata perubahan yang terdapat dalam UU NO. 4 Tahun 1998 inipun dirasakan belum memenuhi rasa keadilan, sehingga perlu diadakan tambahan-tambahan ataupun perubahan-perubahan.
Salah satu masalah yang masih mengganjal dan menimbulkan pro dan kontra adalah masalah siapa yang berwenang mengajukan kepailitan pada perusahaan asuransi. Hal ini penting, karena tidak seperti Bank dan perusahaan efek yang mendapatkan ketentuan khusus dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, maka perusahaan asuransi walaupun melakukan penghimpunan dana dari masyarakat, namun posisinya disamakan dengan perusahaan lain pada umumnya, dimana semua kreditur dapat mengajukan permohonan pailit atas suatu perusahaan asuransi. Hal ini dirasakan tidak adil terutama bagi para pemegang polis. Permasalahan ini selalu timbul manakala suatu perusahaan asuransi dipailitkan. Kasus yang cukup mengegerkan adalah dengan pailitnya Perusahaan Asuransi Jiwa Manulife Indonesia oleh Salah satu pemegang saham terdahulunya. Dalam rangka melihat lebih jauh mengenai hal-hal tersebut dan untuk mencari alternative pengaturan dimasa yang akan datang, maka penulis tertarik meneliti ?Perlindungan Nasabah Terhadap Pailitnya Perusahaan Asuransi (Studi Kasus Pailitnya Asuransi Jiwa Manulife Indonesia)?.
Dalam penelitian ini yang menjadi pokok permasalahan adalah siapa sajakah yang sebaiknya berwenang mempailitkan suatu perusahaan asuransi, apa saja syarat-syarat permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi dalam pailitnya suatu perusahaan asuransi. Dalam mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis melakukan penelitian kepustakaan yaitu dengan jalan mempelajari buku-buku, artikel, peraturan-peraturan dan putusan pengadilan tentang kepailitan. Karena pada saat penelitian dilakukan telah keluar ketentuan baru Tentang Kepailitan yaitu UU No. 37 Tahun 2004, maka pembahasan kemudian dilakukan pula berdasarkan UU baru ini. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa menurut UU No. 4 Tahun 1998, yang berwenang mengajukan pailit atas perusahaan asuransi adalah semua kreditur sedangkan menurut UU No. 37 Tahun 2004, maka kewenangan ini hanya ada pada Menteri Keuangan. Adapun Syarat-syarat permohonan pailit pada prinsipnya tidak ada perbedaan pengaturan dalam dua UU ini.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 dirasakan sangat kurang memberikan perlindungan pada para nasabah, perlindungan ini terdapat dalam UU baru yaitu dengan hanya Menteri Keuangan yang dapat mengajukan permohonan pailit pada perusahaan asuransi, maka kedudukan nasabah lebih terjamin, karena tidak mudah mempailitkan perusahaan asuransi. Namun demikian dimasa yang akan datang kiranya masih perlu diatur lebih lanjut apa yang menjadi pedoman bagi Menteri Keuangan dalam mempailitkan suatu perusahaan asuransi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Yulandarie
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25105
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suhendra
"Kepailitan merupakan suatu peristiwa yang wajar dalam suatu perekonomian baik di Indonesia maupun di luar negeri, namun seharusnya tidak terjadi. Sumber kepailitan dapat berasal dari dalam perusahaan itu sendiri maupun dari luar. Sumber kepailitan merupakan masalah yang harus ditanggulangi. Namun permasalahan kompleks muncul di saat Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum, khususnya hukum di Indonesia, memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai Kepailitan sehingga tidak menimbulkan konflik. Tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa Pendekatan Hukum, khususnya hukum di lt1donesia, sudah berjalan paralel dengan Pendekatan Keuangan.
Karya akhir ini akan menganalisis lebih lanjut mengenai apakah Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum sudah berjalan paralel dalam menyimpulkan suatu kepailitan atau berjalan berlawanan. Permasalahan ini semakin menarik di saat PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dinyatakan pailit karena PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tidak membayar dividen sebesar Rp. 32.789.856.000,- kepada PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit). Banyak pihak dari dalam dan luar negeri saling berargumentasi pro dan kontra terhadap putusan pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tersebut. Tingkat perkembangan Pendekatan Hukum dan Pendekatan Keuangan di dunia bisnis kadang berjalan tidak selaras. Ada yang berpendapat bahwa perkembangan Pendekatan Hukum harus menyesuaikan diri dengan Pendekatan Keuangan. Namun ada yang berpendapat bahwa Pendekatan Keuangan-lah yang harus menyesuaikan diri dengan Pendekatan Hukum. Proses penyelarasan Pendekatan Hukum dan Pendekatan Keuangan memang membutuhkan waktu.
Dalam kesempatan ini PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia akan dikaji berdasarkan Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum. Dengan Pendekatan Keuangan, laporan keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia per 31 Desember 1999 dan 1998 (karena laporan keuangan ini yang dijadikan dasar kepailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia) akan dianalisis berdasarkan Stock-based Insolvency, Flow-based Insolvency, Solvency Margin, dan Model Z guna mencari tahu apakah PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia memang dikategorikan perusahaan yang solvent atau insolvent saat dipailitkan. Karya akhir ini menganalisis kinerja PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia secara tersendiri dan membandingkan kinerja keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dengan perusahaan-perusahan asuransi jiwa lainnya, yakni PT Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912, PT Asuransi Jiwa Principal Indonesia, PT Asuransi Niaga Cigna Life, dan PT Metlife Sejahtera. Perbandingan ini dilaksanakan guna mengetahui kondisi keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia seobyektif mungkin. Kecuali PT Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912, perusahaan-perusahaan asuransi jiwa lainnya tersebut adalah perusahaan yang memiliki induk perusahaan di luar negeri; sama halnya dengan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Dengan adanya perbandingan perusahaan-perusahaan yang sejenis, baik dari bidang usaha dan kepemilikan, maka kinerja PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dapat dilihat secara lebih obyektif.
Karya akhir ini mengacu putusan pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia yang diputus oleh Pengadilan Niaga sebagai kajian Pendekatan Hukum. Berdasarkan Pendekatan Hukum, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri kemudian putusan pailit Pengadilan Niaga tersebut dikoreksi kembali oleh putusan kasasi Mahkamah Agung dengan alasan yang bersifat administratif, yakni kurator PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit) belum memperoleh ijin dari Hakim Pengawas dan Panitia Kreditor. Apabila kuratof PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit) telah memperoleh ijin dari Hakim Pengawas dan Panitia Kreditor maka Mahkamah Agung dapat memperkuat putusan Pengadilan Niaga.
Pendekatan Hukum yang dilakukan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung tersebut tidak mempertimbangkan Pendekatan Keuangan atau tidak ada pendekatan kwantitatif-nya. Pendekatan Hukum tidak memiliki filter untuk memilah-milah apakah pengajuan pailit suatu perusahaan memang layak diproses oleh Pengadilan Niaga berdasarkait Hukum Pailit atau diproses oleh Pengadilan Negeri berdasarkan hukum perdata pada umumnya. Karya akhir ini bertujuan memberikan sumbangan praktis dan teoritis bagi perkembangan bidang keuangan dan bidang hukum."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabawi
"Secara etimologi istilah kepailitan berasal dari kata pailit. Kata kunci dari kepailitan adalah utang. Utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta wajib dibayar. Oleh sebab itu, pengertian kepailitan dan utang perlu dimuat dalam suatu Undang-Undang Kepailitan sebagai acuan formal yang mengikat masyarakat secara umum. Dalam Kepailitan, utang yang dimaksudkan adalah utang yang dapat dibuktikan secara sederhana. Maksudnya dibuktikan secara sederhana adalah utangnya sudah pasti dan jelas. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan Skripsi ini yaitu, pertama, mengkaji dan menganalisis kedudukan tertanggung asuransi dalam kepailitan perusahaan asuransi, menganalisis perjanjian yang jatuh tempo, dan klaim yang dianggap sebagai utang, untuk mengkaji dan menganalisis Ratio Decendi pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga No. 34/Pailit/2015/PN.Niaga/Jkt.Pst serta pelaksanaan harta pailit setelah putusan pailit dijatuhkan dalam rangka perlindungan hak pemegang polis berdasarkan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Peraturan Perundang-undangan terkait lainnya. Metode yang digunakan adalah kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data hukum sekunder. Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa kedudukan Pemegang polis atau tertanggung dalam kepailitan perusahaan asuransi bergantung kepada adanya klaim atau jatuh temponya suatu perjanjian asuransi.

Etymologically the term Insolvency is derived from the word bankruptcy. Keywords of bankruptcy is debt. Debt which is due, billable and payable. Therefore, understanding bankruptcy and debt needs to be confirmed in a Bankruptcy Act as a formal reference that binds society in general. In Bankruptcy, the debts need to be proved in a simple way, where the debts are certain and clear. Issues to be discussed in the writing of this thesis are to examine and analyze the position of insured in bankruptcy of insurance company, analyzing the agreement, and insurance claims in the insurance contract whereas claims are considered as bankruptcy debts and and to assess and analyze consideration of the judges in the Decision of the Pengadilan Niaga Indonesia Commercial Court No. 34 Pailit 2015 PN.Niaga Jkt.Pst and also the implementation of the bankruptcy estate after the bankruptcy decision was dropped in order to protect the rights of policyholders under Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment UUK PKPU and any regulations related . Researchers came to the conclusion that the position policyholders or the insured in bankruptcy insurance companies rely on their claims or maturity of an insurance agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rusmy Mustari
"Skripsi ini membahas mengenai insolvensi sebagai syarat pengajuan kepailitan. Dalam hukum kepailitan debitor dapat dimohonkan pernyataan pailit apabila debitor tersebut sudah dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang). Keadaan insolven adalah keadaan dimana aset yang dimiliki oleh debitor sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban membayar utang. Syarat Kepailitan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU hanya mensyaratkan terdapatnya lebih dari dua kreditor dan utang yang jatuh tempo tanpa syarat insolvensi. Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia yang masih solven dipailitkan seperti yang terjadi pada PT. Telkomsel dan PT. AJMI. Pengaturan tersebut jelas berbeda apabila dibandingkan dengan pengaturan kepailitan yang diterapkan di Amerika Serikat, Jepang, dan Belanda. Ketiga negara tersebut mengatur syarat keadaan tidak mampu membayar utang sebagai syarat permohonan pailit. Insolvensi tes merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh pernyataan apakah debitur dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi.

This Thesis is aimed to explain insolvency as a the terms of bankruptcy. Debtor could be filed for a petition of bankruptcy if the debtor is already insolvent (unable to pay the debt). Insolvent is a condition where the assets owned by the debtor are not sufficient to meet the obligation to pay the debt. Terms of bankruptcy stated in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment only requires more than two creditors and the debt maturity without the insolvency condition. It causes many companies in Indonesia which are still solvent are being bankrupt as in PT. Telkomsel and PT. AJMI. The regulation is clearly different if it is compared with bankruptcy arrangements applied in the United States, Japan, and the Netherlands. The three countries set the term ?unable to pay the debt? as a condition for bankruptcy. Insolvency test is a method used to obtain the statement of whether the debtor is unable to pay its debts again.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fully Handayani Ridwan
"Istilah kepailitan di Indonesia bukanlah suatu hal yang benar-benar baru untuk dikenal. Sejak Indonesia mengalami krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 perekonomian nasional semakin tidak menguntungkan dan membawa banyak kesulitan bagi kegiatan usaha. Atas desakan International Monetary Fund (IMF) diberikan kemudahan penyelesaian melalui proses kepailitan. Atas dasar latar belakang krisis ekonomi dan atas desakan dunia internasional terutama dari IMF, maka Indonesia melahirkan suat3 peraturan kepailitan yang baru. Pada tanggal 22 April 1998, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan sebuah peraturan pemerintah pengganti Undang-undang atau PERPU No.1 Tahun 1998. Dalam perkembangannya, melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Perpu Kepailitan No.1 Tahun 1998, telah diterima menjadi Undang-undang No.4 Tahun 1998. Pada pertengahan tahun 2002 perusahaan asuransi PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) dimohonkan pailit di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat oleh kurator PT. Dharmala Sakti Sejahtera (DSS) karena PT. AJMI tidak membayar dividen tahun 1999 sebesar Rp. 32,7 milyar kepada PT. DSS selaku pemegang 40% saham PT. AJMI yang tercatat untuk tahun buku 1999. DSS pada pertengahan Juni 2000 telah dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Padahal kepntusan nntuk tidak membagikan dividen tersebut merupakan keputusan dari Rapat Umum Pemegang Sahara (RUPS) dengan alasan untuk memenuhi Risk Based Capital (RBC) 120% seperti yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai ukuran kesehatan perusahaan asuransi. Setelah kasus PT. AJMI ternyata terdapat kasus kepailitan asuransi kembali pada pertengahan tahun 2004, PT. Prudential Life Assurance sebuah perusahaan asuransi "sehat" dengan solvabilitas atau kemampuan perusahaan untuk, memenuhi kewajiban perusahaan mencapai 225% pada pertengahan tahun 2004. PT. Prudential ini dipalitkan berkaitan dengan gugatan yang diajukan oleh Lee Boon Siang, yang merupakan mantan agen asuransinya karena dianggap tidak memenuhi kewajiban mernbayar bonus dan biaya perjalanan sekitar Rp. 6 Milyar. Pengadilan Niaga Jakarta mengabulkan tuntutan dari Lee dan terhadap kenyataan ini Prudential menyatakan kasasi pada Mahkamah Agung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus irawan,1963-
"Aspects of bankruptcy, corporate law, and insurance law in Indonesia."
Bandung: Alumni, 2007
346.066 BAG a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sisie Andrisa Macallo
"ABSTRAK
Semakin meningkatnya perekonomian dan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, telah menjadi pasar yang sangat potensial untuk industri asuransi. Faktor tersebut mendorong banyaknya perusahaan yang ingin bergerak di bidang perasuransian, Salah satunya PT. Asuransi Prisma Indonesia. adapun syarat untuk mendirikan perusahaan asuransi adalah berbentuk Perseroan Terbatas, dalam perjalanan waktu adakalanya usaha tersebut menemukan kegagalan ataupun kerugian, hal ini juga dialami oleh perusahaan yang bergerak di industri perasuransian, kerugian yang terus menerus mengakibatkan perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi rasio kecukupan modal sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan. Menteri Keuangan bertindak sebagai pemberi ijin usaha kepada perseroan yang bergerak di bidang perasuransian sekaligus bertindak sebagai pengawas. Hal ini dikarenakan Perusahaan asuransi menghimpun dana masyarakat yang sangat besar, dengan demikian diperlukan satu instrumen yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada para pelaku usaha asuransi dan pemegang polis asuransi. Apabila perusahaan terus menerus merugi yang mengakibatkan jumlah hutangnya lebih besar daripada jumlah asetnya, maka ditempulah langkah hukum yaitu likuidasi atau kepailitan untuk mempercepat pendistribusian sisa hasil harta kekayaan kepada para kreditornya. Hal inilah yang dialami oleh PT Asuransi Prisma Indonesia yang mengalami kesulitan untuk memenuhi syarat rasio kecukupan modal, sehingga izin usahanya dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, adapun tujuan utama proses kepailitan terhadap perseroan terbatas adalah untuk mempercepat proses likuidasi dalam rangka pendistribusian aset perseroan.

ABSTRAK
The growing of economy and the increasing number of Indonesian population have become a potential market for the insurance industry. Those factors are the reason of many companies to move in the area of insurance, one of them is PT. Prisma Indonesian Insurance. As for the requirement to establish an insurance company is a limited liability, in the course of time the business sometimes find a failure or loss, it is also experienced by companies which involved in the insurance industry. As the result, in continuous losses the company is not able to meet the capital adequacy ratio as determined in the Menteri Keuangan, as a conduit to the business license of the company engaged in the field of insurance while simultaneously acting as a guide. This is because the insurance company collects very large amount of public funds. So it requires an instrument that provides protection and legal certainty to the perpetrators insurance and business policyholders of insurance. If the company continued to incur losses resulting in the amount of the debt is greater that the amount of its assets, then liquidation or bankruptcy will be done to accelerate the distribution of the property to the creditors. These problems experienced by PT Asuransi Prisma Indonesia which has a problem to qualify the capital adequacy ratio, so the operating license revoked by Menteri Keungan. The main purpose of bankruptcy proceedings is to expedite the liquidation in order to distribute the assets of the company."
2013
T34850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>