Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihotang, Theodora
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Hariaman
"Kebenaran biasanya hanya mengenai keadaan-keadaan yang tertentu yang sudah lampau, makin lama waktu lampau itu makin sukar bagi hakim untuk menyatakan kebenaran atas keadaan-keadaan itu. Oleh karena itu hakim tidak dapat memastikan seratus persen bahwa suatu peristiwa hukum benar-benar sesuai dengan kebenaran pada masa lampau, maka acara pidana sebetulnya hanya menunjukkan jalan guna mendekati sedekat mungkin dengan kebenaran materiel.
Langkah awal untuk menemukan kebenaran materiel didahului dengan pencarian bukti-bukti peristiwa pidana di lapangan, untuk itu maka penyidik Polri menggunakan teknik-teknik identifikasi yang telah menjadi kebiasaan di lingkungan kepolisian, salah satu teknik itu adalah rekonstruksi yang keberadaannya tidak diatur secara tegas oleh KUHAP, tetapi tersirat dalam pasal 75 ayat (1) huruf lc KUHAP yang membenarkan adanya pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP. Implementasi dari pelaksanaan tindakan lain itu selanjutnya diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep 1205/1X/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, tanggal 11 September 2000.
Hasil dari pelaksanaan rekonstruksi tersebut di tuangkan dalam berita acara rekonstruksi (BAR) yang selanjutnya berita acara tersebut dilampirkan dalam berkas perkara. Dalam praktek, muncul kecenderungan bahwa hasil rekonstruksi yang dituangkan dalam berita acara rekonstruksi itu juga di pergunakan sebagai alat untuk membuktikan perkara pidana tertentu di persidangan. Dengan demikian telah terjadi perluasan fungsi rekonstruksi yang pada awalnya hanya sebagai salah satu teknik dalam penyidikan untuk membuat terang suatu perkara dan untuk menguji kebenaran keterangan tersangka atau saksi, menjadi salah satu alat yang dipergunakan oleh penuntut umum untuk membuktikan perkara pidana tertentu dan untuk meyakinkan hakim di persidangan.
Fenomena itu melahirkan perdebatan dan perbedaan pendapat di berbagai kalangan terutama dikalangan aparat penegak hukum dan kalangan akademisi mengenai sah atau tidaknya menggunakan hasil rekonstruksi sebagai salah satu alat bukti di persidangan, hal itu perlu mendapat perhatian karena menyangkut keabsahan dalam pembuktian perkara pidana. Terlepas dari hal itu, ternyata rekonstruksi mempunyai peran yang cukup penting dalam pembuktian perkara pidana tertentu terutama untuk memperkuat keyakinan hakim, yaitu dengan menggunakannya di persidangan sebagai yaitu sebagai alat bukti surat atau petunjuk."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nian Syafuddin
"Penelitian mengenai Pemeriksaan Tersangka Pelaku Tindak Pidana oleh Penyidik Polri di Polres Metro Jakarta Selatan bertujuan untuk menunjukkan pelaksanaan pemeriksaan tersangka pelaku tindak pidana oleh penyidik/penyidik pembantu Polri selaku aparat penegak hukum. Adapun permasalahan yang diteliti adalah prosedur dan tatacara pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu Polri yang ditunjuk selaku pemeriksa. Disamping itu diteliti juga faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan pemeriksaan tersangka, bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi serta mengapa hal itu terjadi, mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan serta pola-pola perilaku yang terbentuk dalam proses pemeriksaan.
Pemeriksaan tersangka adalah salah satu kegiatan dari penyidikan suatu tindak pidana yang sangat bersentuhan dengan hak azasi manusia oleh karenanya pemeriksaan tersangka harus dilakukan sesuai ketentuanketentuan hukum yang berlaku yaitu hukum acara pidana (KUHAP) yang menjadi dasar atau pedoman bagi aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan di Pengadilan, pelaksana putusan hakim dan penasehat hukum. Sebagai penjabaran lebih lanjut, guna memberi pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu di lingkungan Polri, Kapolri telah mengeluarkan Petunjuk Teknis tentang Pemeriksaan Tersangka dan Saksi yang berisi prosedur dan tatacara dalam melakukan pemeriksaan tersangka dan saksi oleh penyidik/penyidik pembantu. Walaupun telah ada undang-undang yang mengaturnya bahkan telah ada pedoman yang secara teknis mengatur masalah ini, temyata masih saja terjadi berbagai penyimpangan terhadap pelaksanaannya yang sering dilansir oleh berbagai mass media baik media cetak maupun elektronik sebagai kekurangan mampun Polri dalam melaksanakan profesinya.
Dalam pemeriksaan tersangka terjadi interaksi antara pemeriksa dan tersangka serta lingkungannya yang akan mempengaruhi terhadap proses pemeriksaan yang dilakukan. Dalam proses interaksi tersebut terjadi tindakan-tindakan, perilaku-perilaku, sikap-sikap yang cenderung sexing dilakukan karena dianggap dibolehkan dan dibenarkan sehingga cenderung membentuk pola-pola perilaku tertentu yang secara langsung atau tidak langsung atau secara diam-diam disepakati sebagai pola perilaku dan tindakan yang diterima dan dianggap biasa walaupun pada kenyataannya menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan pelanggaran terhadap hak azasi manusia.
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penyidik/penyidik pembantu memberikan keyakinan kepada mereka bahwa tersangka terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dengan motif, modus operandi, jenis kejahatan yang dilakukan, status sosial, latar belakang ekonomi dan budaya yang berbeda yang dapat dikategorisasikan atau digolong-golongkan menurut aspek-aspek tersebut. Pengkategorisasian atau penggolong-golongan yang berisikan sangkaan-sangkaan yang buruk tentang tersangka, merupakan prasangka yang seringkali menimbulkan diskriminasi dan juga digunakan sebagai acuan bertindak dalam memeriksa tersangka tersebut, walaupun tidak harus selalu demikian perwujudan tindakan-tindakannya.
Dalam tesis ini telah ditunjukkan bahwa tindakan penyidik/penyidik pembantu yang ditunjuk selaku pemeriksa tersangka di Palres Metro Jakarta Selatan mengikuti acuan pedoman formal yaitu KUHAP dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tersangka dan Saksi, aturan-aturan tidak tertulis yang ditetapkan Kapoires dan Kasat Serse serta mengikuti pengetahuan, pengalaman dan keyakinan mereka mengenai pengkategorisasian atau penggolongan tersangka. Telah dapat diidentifisir pula beberapa pola perilaku penyidik yang terbentuk dan cenderung menyimpang dari ketentuanketentuan hukum yang berlaku khususnya hukum acara pidana dan berakibat terjadinya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Untuk dapat melaksanakan penegakan hukum secara benar dan adil serta memberikan perlindungan terhadap hak azasi manusia sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat, maka Polri hares dapat merubah dan menghilangkan pola-pola perilaku yang negatif tersebut. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bekto Suprapto
"Tesis ini bertujuan menunjukkan proses pengambilan keputusan penyidik dalam menentukan penahanan atau tidak melakukan penahanan terhadap seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana di Polres Metro Jakarta Selatan.
Dalam tesis ini, perilaku penyidik yang terdiri dari interaksi antar penyidik maupun antara penyidik dengan penyidik pembantu, dilihat dan diperlakukan sebagaimana kenyataan apa adanya, yaitu dalam kaitannya dan hubungan saling pengaruh-mempengaruhi dalam pengambilan keputusan penahanan tersangka.
Metodologi difokuskan pada pengamatan pola perilaku penyidik dalam proses pengambilan keputusan- untuk menahan tersangka,- agar dapat memahami makna dari gejala kasus-kasus pengambilan keputusan oleh penyidik. Oleh karena mengamati satu gejala keputusan penyidik dalam menentukan penahanan tersangka itu tidak cukup, sehingga perlu mengamati pola perilaku penyidik dalam memutuskan penahanan terhadap tersangka. Kasus-kasus dipilih secara acak, tidak ditentukan karena adanya kategori-kategori tertentu, namun semata-mata didasari oleh kasus-kasus yang dapat saya ikuti secara terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Keputusan penahanan oleh penyidik tidak dapat dipandang sebagai keputusan yang berdiri sendiri, namun ada kaitannya dengan pluralistik tindakan dalam sistem peradilan pidana yang harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku dalam sistem peradilan pidana.
Keputusan penahanan tersangka oleh penyidik dipengaruhi oleh pengetahuan, nilai-nilai, pengalaman penyidik yang saling mempengaruhi dan menjadi pertimbangan maupun motivasi penyidik dengan mengacu pada interpretasi atas aturan-aturan yang ada dalam KUHAP dan berbagai peraturan pidana lainnya dalam memutuskan penahanan tersangka untuk tujuan tertentu.
Tesis ini berisi tulisan yang saya susun dalam enam bab: bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, kerangka teori, kajian kepustakaan, dan hipotesis, serta metodologi; bab dua tentang gambaran umum Polres Metro Jakarta Selatan yang terdiri dari kedudukan dan tugas Polres Metro Jakarta Selatan, situasi Satuan Reserse Polres Metro Jakarta Selatan, data kriminalitas, dan kegiatan penyidikan; bab tiga tentang bukti permulaan yang cukup, aturan penahanan terdiri dari tempat penahanan, alasan, syarat, wewenang, lamanya, dan jenis penahanan, serta penangguhan penahanaan dan surat perintah penahanan; bab empat tentang pemeriksaan kasus yang berisi tentang pemeriksaan pendahuluan, pemanggilan dan penangkapan, pemeriksaan tersangka, laporan hasil pemeriksaan, dan gelar perkara: bab lima tentang keputusan penahanan yang merupakan data dan analisa hasil penelitian terdiri dari keputusan penahanan untuk tujuan proses peradilan pidana, keputusan untuk tidak melakukan penahanan, keputusan penahanan untuk tujuan tidak diproses dalam peradilan pidana, dan keputusan penangguhan penahanan; bab enam merupakan kesimpulan dari tesis."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Indra Gautama
"Tesis ini membahas tentang proses pengawasan penyidikan di tingkat Polres. Tujuan tesis ini untuk menunjukkan model atau bentuk pengawasan penyidikan di tingkat Polres. Perhatian utama tesis ini adalah tindakan-tindakan para pengawas tingkat Polres sebagai hasil interaksi antara pihak-pihak yang mengawasi dengan yang diawasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode pengawasan, pengawasan terlibat, dan wawancara dengan pedoman. Model kasus yang diteliti adalah kasus kekerasan terhadap orang atau benda yang dilakukan secara bersama-sama atau pengeroyokan sebagaimana.diatur dalam pasal 170 KUHP. Kasus yang diteliti terdiri dari 2 kasus dalam kurun waktu antara bulan Pebruari sampai dengan Mei 2003 yang terjadi di wilayah hukum Polres Klaten. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengawasan penyidikan oleh Kapolres dan Kasat serse dilakukan sebatas pengawasan administrasi penyidikan, pengawasan oleh Kasat intel bersifat menunggu pengaduan atau perintah dari atasan, pengawasan Kapuskodal Ops sebatas untuk keperluan pendataan dan pelaporan kepada satuan atas, sedangkan pengawasan oleh Jaksa Penuntut umum dilakukan secara formalitas dan terbatas pada pengawasan administrasi penyidikan Selain itu, Kasat serse juga mengembangkan bentuk pengawasan yang digunakan untuk mengawasi sumber daya-sumber daya yang menghasilkan keuntungan, dengan cara menempatkan orang-orangnya dalam unit-unit. Model pengawasan demikian telah mengakibatkan timbulnya berbagai bentuk penyimpangan dalam penyidikan, seperti penyimpangan prosedur dan penyimpangan yang bersifat keprilakuan seperti korupsi dan kolusi. Model pengawasan tersebut diakibatkan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya dukungan anggaran penyidikan, rendahnya tingkat kesejahteraan dan terbatasnya sarana dan prasarana operasional penyidikan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T11161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andang Fatati Nadya
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1977
S6005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Tri Suryanto
"Sasaran akhir upaya penegakan hukum adalah terwujudnya keteraturan sosial, keadilan dan ketertiban masyarakat. Polisi sebagai institusi terdepan dalam sistem peradilan pidana diberikan kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana yang menjadi kewenangannya. Penyidik meneruskan hasil penyidikan ke Penuntut Umum dan menghentikan penyidikan jika perkara tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa bukan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum(tersangka meninggal dunia, nebis in idem, kadaluwarsa dan dicabut pengaduannya).
Masalah penelitian mengenai penyidikan tindak pidana oleh Unit Resintel di Polsek Amarta dan fokus penelitian adalah penyelesaian perkara oleh penyidik, baik secara yuridis maupun non yuridis. Penyelesaian perkara secara yuridis karena kasus-kasus yang terjadi merupakan atensi pimpinan, kasus-kasus menonjol serta kasus-kasus yang sudah diketahui oleh pimpinan. Penyelesaian secara non yuridis karena kasus-kasus tersebut sifatnya ringan, tuntutan atau aduannya sudah dicabut dan secara ekonomi kasus dapat menghasilkan keuntungan berupa uang atau materi.
Analisis parmasalahan menggunakan teori yang relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan metode etnografi yang dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, pengamatan dan wawancara sehingga diketahui latar atau kontek pengambilan keputusan oleh penyidik dalam menyelesaikan perkara.
Di dalam tesis ini telah ditunjukkan keputusan penyidik meneruskan perkara ke Penuntut Umum sesuai ketentuan dan menghentikan penyidikan yang cenderung menyimpang dari aturan normatif. Keputusan untuk meneruskan atau menghentikan penyidikan merupakan wewenang Kapolsek selaku pimpinan kesatuan di Polsek Amarta.
Implikasi yang dikemukakan meliputi pembenahan sistem administrasi penyidikan, reward dan punishment yang tidak diskriminatif, perbaikan kesejahteraan petugas, pemberdayaan pra peradilan dan standarisasi proses kerja dan hasil kerja serta pertimbangan dibentuknya suatu komisi independen pengawas polisi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjuk Basuki
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji masalah interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas penyidik (Polri) pada satuan reserse Polwiltabes Surabaya, khususnya yang dilakukan oleh petugas penyidik yang tergabung dalam unit kejahatan kekerasan.
Kajian dalam tesis ini mencoba mengangkat dua hal pokok, yaitu tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik terhadap tersangka pelaku tindak pidana khususnya dalam proses pemeriksaan, sehingga berpengaruh terhadap pelaksanaan proses pemeriksaan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah
Pertama, adanya faktor-faktor yang mernpengaruhi secara positif terhadap interaksi dan perlakuan yang dilakukan oleh petugas penyidik, sehingga proses pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut ialah : 1) Adanya kesamaan nilai, tekad dan semangat dari setiap petugas penyidik untuk dapat memberantas setiap pelaku tindak pidana, khususnya terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan serta adanya motivasi dan kesamaan pandang tentang pentingnya arti keamanan dan ketertiban. ( 2 -) Adanya sikap disiplin, kepatuhan dan tanggung jawab dari setiap petugas penyidik unit kejahatan kekerasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kedua faktor tersebut menjadi pendorong bagi petugas penyidik untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dalam arti bahwa petugas penyidik dapat melakukan proses pemeriksaan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar.
Kedua, Adanya faktor-faktor yang secara negatif berpengaruh terhadap penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh petugas penyidik, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap proses interaksi dan perlakuan petugas penyidik dalam proses pemeriksaan yang dilakukan, akibatnya proses pemeriksaan yang dilakukan tidak sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
(1) Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik;
(2) Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas ) petugas penyidik dan
(3) Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini.
Kurangnya pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiliki oleh petugas penyidik. Di dalam melaksanakan pemeriksaan, tehnik dan metode pemeriksaan merupakan sarana bagi petugas penyidik untuk dapat melakukan hubungan dan komunikasi dengan tersangka pelaku tindak pidana yang sedang diperiksa. Dengan tidak dikuasainya tehnik dan metode pemeriksaan dengan baik, maka proses pemeriksaan yang dilakukan akan menjurus kepada pemeriksaan yang hanya mendasarkan kepada kesewenang-wenangan atau pemeriksaan yang berdasarkan kepada kekuasaan petugas belaka. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pemeriksaan yang baik dan benar, maka perlu meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tehnik dan metode pemeriksaan yang dimiiiki oleh petugas penyidik dengan memberi kesempatan kepada mereka ( petugas penyidik ) yang belum mengikuti pendidikan kejuruan reserse untuk mengikuti pendidikan kejuruan atau melakukan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan tentang peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugasnya.
Rendahnya derajad kepekaan ( sensitivitas) dari petugas penyidik. Apabila petugas penyidik tidak lagi memiliki kepekaan terhadap perubahan sikap masyarakatnya maupun terhadap penggunaan kekerasan yang dilakukan dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana yang diperiksa, maka dalam melaksanakan proses pemeriksaan tersebut mereka akan cenderung untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap kewenangan atau kekuasaan yang mereka miliki. Penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berupa kekerasan fisik, ancaman kekerasan, sehingga membuat tersangka merasa takut atau bahkan penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap pelanggaran hak-hak azasi tersangka. Akibatnya proses pemeriksaan yang mereka lakukan disamping tidak profesional, juga tidak akan sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar, karena keterangan, pengakuan atau kejelasan tentang terjadinya tindak pidana yang didapat petugas pemeriksa dari tersangka ( yang diperiksa ) tersebut adalah keterangan atau pengakuan yang terpaksa diberikan, sehingga tidak dapat dijamin kebenarannya.
Adanya dampak negatif dari struktur organisasi satuan reserse yang ada saat ini. Organisasi adalah merupakan wadah atau tempat untuk meyelenggarakan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang herarkhi kedudukan, jabatan serta saluran wewenang dan pertanggungan jawab. Akan tetapi didalam struktur organisasi satserse Polwiltabes yang ada saat ini justru memiliki dua unit yang mempunyai kegiatan yang nyaris hampir sama, akibatnya keberadaan dua unit tersebut mendorong timbulnya rasa kecewa atau mendorong terjadinya konflik-konflik diantara anggotanya. Dengan timbulnya konflik-konflik dan rasa kecewa diantara para petugas penyidik tersebut, maka akan mendorong pula dilakukannya penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan yang mereka ( petugas penyidik ) dimiliki. Dengan demikian, maka struktur organisasi satserse yang ada saat ini justru merupakan penghambat terlaksananya proses pemeriksaan yang sesuai dengan proses hukum yang layak dan benar."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimasz Jeremia
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Prabowo
"Berbagai permasalahan masih ditemukan dalam pelaksanaan pelatihan Penyidik Reserse Kriminal yang menyebabkan pelatihan tersebut tidak efektif, hal tersebut mengindikasikan proses analisis kebutuhan yang dilakukan sebelum pelaksanaan pelatihan belum terlaksana dengan baik, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa terhadap analisis kebutuhan pelatihan penyidik Reserse Kriminal di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri sesuai indikator analisis kebutuhan Noe (1999). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivism, pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara yang selanjutnya dilakukan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis kebutuhan pelatihan yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri belum menggambarkan kebutuhan akan pelatihan yang sebenarnya ahl ini disebabkan dalam analisis organisasi yang dilakukan belum terlaksana dengan baik dikarenakan dalam menyusun kebijakan pendidikan dan pelatihan tidak melibatkan seluruh anggota Polri selain itu dukungan kepada anggota untuk mengaplikasiakan ilmu yang didapat dalam pekerjaan masih sangat kurang serta minimnya dukungan anggaran pelatihan.  Analisis tugas yang selama ini dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan persyaratan penyidik dan juga mempertimbangkan tindak pidana yang sedang marak terjadi dan yang menjadi atensi pimpinan, penilaian terhadap tugas yang menjadi tanggung jawab penyidik belum dijadikan bahan pertimbangan penyusunan program pendidikan dan pelatihan. Analisis individu belum dilakukan, karena penilaian kompetensi anggota dan penilaian kinerja anggota belum dijadikan petimbangan dalam penyusunan program pendidikan dan pelatihan.

Various problems were still found in the implementation of the Criminal Investigator Training which caused the training to be ineffective, indicating that the needs analysis process carried out before the training had not been carried out properly, therefore this study aimed to analyze the Criminal Investigator investigator training needs analysis in The National Police Education and Training Institute is in accordance with the indicators of needs analysis Noe (1999). This study uses a post-positivist approach, data collection is done by document studies and interviews which are then analyzed data. The results showed that the training needs analysis carried out by the National Police Education and Training Institution had not yet described the training needs that ahl actually caused because the organization`s analysis had not been carried out properly because the education and training policies did not involve all members of the National Police. members to apply the knowledge acquired in the work are still very lacking and the lack of training budget support. Analysis of the tasks that have been carried out only consider the fulfillment of investigators' requirements and also consider criminal offenses that are rampant and those that are at the attention of the leadership, the assessment of the tasks that are the responsibility of investigators has not been taken into consideration in preparing education and training programs. Individual analysis has not been carried out, because the assessment of members competencies and the assessment of member performance has not been taken into consideration in the preparation of education and training programs."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T54084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>