Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107581 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Napitupulu, Lepi Parlinggoman
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S22082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Supriyanto
"Tujuan penelitian dengan judul "Tinjauan Prinsip Strict Liability Dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen" ini bertujuan antuk mengetahui pengertian strict liability serta penerapannya di berbagai negara serta kemungkinan penerapannya dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian normatif. Data diperoleh dengan cara studi dokumen berupa data sekunder baik berupa bahan hukum primer, sekunder maupun tertier. Selanjutnya data sekunder tersebut dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Merupakan suatu langkah lebih maju dari masa sebelumnya dengan diundangkannya Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen di Indonesia. Pada umumnya konsumen mempunyai posisi tawar relatif lebih rendah dibanding pelaku usaha, maka dengan disahkannya undang-undang tentang perlindungan konsumen hak-hak dan kepentingan konsumen secara yuridis mulai diperhatikan. Kelemahan posisi tawar konsumen tersebut menyebabkan konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha enggan untuk menuntut atau mengajukan gugatan ganti kerugian. Salah satu sebabnya adalah ketidak mampuan konsumen untuk membuktikan adanya kesalahan pihak pelaku usaha. Undangundang Perlindungan Konsumen, melalui Pasal 28 menyatakan bahwa pembuktian ada tidaknya kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
Berdasarkan cara pembuktian seperti ini, maka pelaku usaha sejak awal dianggap selalu bertanggung jawab untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen, kecuali ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia bebas dari tanggung jawab untuk membayar ganti kerugian. Perihal tanggung jawab, dalam hukum dikenal ada beberapa jenis yaitu tanggung jawab berdasarkan kesalahan; praduga untuk selalu bertanggung jawab; praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab; praduga untuk bertanggung jawab dengan pembatasan dan tanggung jawab mutlak atau tanggung jawab langsung.
Jenis tanggung jawab "praduga untuk selalu bertanggung jawab" adalah jenis tanggung jawab yang dimaksudkan dalam Pasal 28 UUPK. Meskipun Pasal 28 tersebut telah menerapkan beban pembuktian terbalik, namun masih terkait dengan pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan. Hal ini berbeda pada "tanggung jawab mutlak", yang tidak memperhatikan sama sekali adanya unsur kesalahan. Berdasarkan konsep tanggung jawab mutlak ini, pelaku usaha harus selalu bertanggung jawab tanpa memperhatikan apakah ia bersalah atau tidak.
Yang bisa membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawabnya untuk memberikan ganti kerugian pada konsumen hanya apabila terjadi force majeure. Di negara-negara maju, konsep tanggung jawab mutlak (strict liability) ini telah diterapkan dalam hukum perlindungan konsumen mereka. Pada umumnya diterapkan pada masalah-masalah yang mengandung resiko menimbulkan bahaya besar yang mengancam keselamatan jiwa ataupun harta benda konsumen. Walaupun konsep tanggung jawab mutlak tersebut bertentangan dengan az as hukum "praduga tidak bersalah" yang' berlaku secara universal, tetapi dianggap cukup relevan untuk diterapkan dalam hukum perlindungan konsumen, asalkan penerpannya secara selektif, tidak pada semua kasus perlindungan konsumen. Kendati kalangan konsumen mengharapkan, namun Undang-undang Perlindungan Konsumen Indonesia, sejauh ini belum menerapkan konsep tanggung jawab mutlak (strict liability) tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T37168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siwi Endah Saritri
"Dalam zaman modern dan serba cepat seperti sekarang ini, penggunaan perjanjian dalam bentuk baku tidak dapat dielakkan lagi. Perjanjian yang memang sudah tidak seimbang karena dibuat hanya oleh salah satu pihak ini sering menimbulkan kerugian di pihak yang lemah, khususnya pihak yang tinggal menerima perjanjian yang sudah baku. Dikatakan tinggal menerima karena pihak tersebut yang dalam skripsi ini disebut sebagai konsumen, tidak memiliki bargaining power atau posisi tawar dalam menentukan isi perjanjian. Tiket penerbangan Mandala Airlines adalah salah satu contoh dokumen perjanjian yang berbentuk baku. Dalam perjanjian ini penulis banyak menemukan klausul-klausul baku yang memberatkan (klausul eksemsi) konsumen. Dapat kita bayangkan bagaimana dirugikannya konsumen pengguna jasa ini dengan posisinya yang tidak memiliki posisi tawar dalam menghadapi perjanjian baku yang isinya memberatkan. Penulisan ini memberikan suatu peninjauan permasalahan mengenai adanya klausul yang memberatkan salah satu pihak dalam perjanjian baku (klausul eksemsi) ini dari sudut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW) dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20818
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Dianita
"Perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box PT Bank Internasional Indonesia Tbk. merupakan perjanjian yang mengatur mengenai jasa penyewaan kotak dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang atau surat berharga untuk jangka waktu tertentu di bank. Barang yang dapat disimpan berupa efek-efek, dokumendokumen, surat-surat berharga, perhiasan, logam mulia, dan barang berharga lainnya. Tujuan disediakannya Safe Deposit Box adalah menghindari musnahnya dokumen atau barang berharga dari bahaya kebakaran dan menghindari hilangnya perhiasan atau barang berharga lainnya dari bahaya kecurian atau perampokan. Akan tetapi pada kenyataannya, resiko atas hilang, musnah, susut atau berubah wujudnya barang-banrang yang disimpan dalam Safe Deposit Box ditanggung oleh nasabah. Apabila dilihat dari perbandingan karakteristik antara perjanjian sewa menyewa dengan penitipan barang, maka yang lebih tepat untuk dipergunakan adalah perjanjian penitipan barang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif yang berupa penelitian bahan pustaka, dan data yang dipergunakan adalah data sekunder. Perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada dasarnya telah memenuhi ketentuan di dalam KUH Perdata. Akan tetapi dalam prakteknya, pihak bank mempergunakan klausula eksonerasi agar terlepas dari tanggung jawab jika terjadi resiko sehingga tidak sesuai dengan pengaturan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu sebaiknya dalam membuat perjanjian, bank mencantumkan klausul-klausul yang tegas agar mudah dipahami konsumen dan memperhatikan kedudukan kedua belah pihak.

The lease agreement of PT Bank Internasional Indonesia Tbk.'s Safe Deposit Box regulates lease service of a particular-sized box to store goods or valuable documents for a certain period of time in the bank. Stored items can be in form of effects, documents, marketable securities, jewelry, gold, and other valuables. The purposes of Safe Deposit Box are to avoid the disappearance of documents or valuables caused by fire and to avoid jewelry or other valuables from being stolen or robbed. However, in reality, the valuables risks for any disappearance, destroyed, shrunk, or changed of shape become the customer's burden. Comparing the lease agreement than the custodian characteristic, it is easily seen that the custodian agreement is more suitable.
This is the normative research based on divining manual with secondary data. The lease agreement of Safe Deposit Box itself has completed all the basic rules in Indonesian Civil Law while in the actual case the bank used exclusion clause to be free from all the responsibilities if risk happened that is contrary with Law No. 8 Year 1999 on consumer protection. It is recommended for the agreement that Bank makes the precise clauses to be easily understood by consumer and concern each parties involved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21519
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Junaedi
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S21989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Romian Herda Haserepon
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21465
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nabil M. Basyuni
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S24121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafina Kalia
"Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan bermasyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran Bank selaku pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Salah satu jenis pelayanan jasa Bank adalah kartu kredit. Di dalam pelayanan jasa Bank dibidang kartu kredit ini, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalamnya, yakni penerbit kartu (Bank), pemegang kartu dan Merchant. Pihak penerbit kartu kredit pada umumnya telah membuat terlebih dahulu perjanjian secara sepihak anatara penerbit kartu dengan pemegang kartu, yaitu perjanjian keanggotaan kartu kredit yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku atau klausula baku. Pengertian klausula baku menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap peraturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Dalam perjanjian baku tersebut, biasanya pihak penerbit kartu kredit mempunyai posisi yang dominan, dimana klausul-klausul yang ada pada umumnya berisikan hal-hal yang memberatkan pihak pemegang kartu kredit, yang dalam hal ini disebut juga sebagai konsumen.Di dalam perjanjian kartu kredit Bank Mandiri, Citibank Dan Standard Chartered Bank sebagai suatu bentuk perjanjian baku, mempunyai suatu ketidakseimbangan yang terlihat dari adanya klausul-klausul eksonerasi (memberatkan) yang tidak adil bagi pemegang kartu kredit, dimana hal tersebut bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Nowadays, the growth of business activities is a highly complex phenomenon due to it's scope on various fields such as law, economy, and politic. In daily lives, we often encountered that public activities in business is attached to the role of the Bank as the provider of banking services for the public. One of the banking service provided is credit card. In this type of service, there are three parties participated within, those are the publisher of the card (bank), the holder of the card (the customer) and the Merchant. The publisher of credit card generally produced a prior one-sided arrangement between the publisher and the holder of the card, namely the agreement for credit card membership which is produced in a form of standard clause. The definition of standard clause in accordance to the Law No. 8 of 1999 concerning Customer's protection is every regulation or arrangement and stipulations prepared and defined one-sidedly by any business which is written on a document and/ or a binding agreement and compulsory to the customer. In the said agreement, the publisher of the credit card is usually granted with dominant position, whereas the existing clauses generally contain matters which bear responsibilities to the holder of credit card, which in this case is also the customer. In the agreement for credit cards issued by Mandiri Bank, Citibank and Standard Chartered Bank which formed a standard agreement, the author found inequalities as shown from the unfair exoneration clauses for the holder of credit card, and that these clauses contrast to the Civil Law and the Law No. 8 of 1999 concerning Customer's Protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27861
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edwina Janu Anjayani
"Skripsi ini membahas pengaturan peredaran kosmetik impor serta perlindungan konsumen produk kosmetik impor. Skripsi ini juga membahas pengawasan peredaran kosmetik impor, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha dalam peredaran produk Meei Yung Whitening Day Cream, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen terhadap pelanggaran tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa konsumen dalam membeli produk kosmetik sebaiknya menerapkan prinsip kehati-hatian; diadakan kerja sama antara Badan POM dengan pihak Kepabeanan dalam pengawasan produk kosmetik impor;diadakan sosialisasi, edukasi mengenai kosmetik yang memenuhi standar kosmetik yang baik kepada masyarakat; penyuluhan tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen; pelaku usaha menerapkan standar baku produk kosmetik yang baik.

The focus of this study is a concern about the regulation of imported cosmetics and consumer protection toward imported cosmetics. This study, also analysis the control of imported cosmetics distribution, the violation made by producer in the distribution of Meei Yung Whitening Day Cream, and consumer?s efforts against those violation. This research is a normative law research.
The researcher suggest consumers to using carefulness principal before they buy any of cosmetic product; Bilateral cooperation between Badan POM and Pabean Authority for the imported cosmetics control; socialization, education program about Standard of Good Cosmetics product; socialization about consumer protection law in Indonesia; importer, distributor, producer of cosmetic products should be enforce by the law of consumer protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25089
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>