Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Nurdin
"Para ahli sepakat bahwa bahan untuk penulisan Actio Pauliana ini sangal jarang. Konsep Actio Pauliana sudah lama dikenal, baik yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan (Faillissements-Verordening, St). 1905-217 jo Stb. 1906 No. 348).
Dalam tulisan ini Penulis akan lebih memfokuskan uraian Actio Pauliana dalam hubungannya dengan Perkara Kepailitan, sehingga nantinya tulisan ini dapat diharapkan memberi surnbangan kepada para Hakim, khususnya Hakim Pengadilan Niaga dan Kurator dalam memutus dan menangani Actio Pauliana ini.
1. Apakah yang dimaksud dengan Actio Pauliana itu ?
2. Kapan suatu perbuatan debitur dapat dianggap sebagai perbuatan curang atau beritikad tidak baik, sehingga merugikan para kreditur dan oleh karenanya dapat diajukan permohonan Actio Pauliana ?
3. Langkah-langkah apakah yang harus ditempuh oleh Kurator ketika mengetahui adanya perbuatan/tindakan debitur yang merugikan kreditur ?
4. Yurisdiksi peradilan manakah yang memeriksa dan memutus permohonan Actio Pauliana?
5. Apakah proses pemeriksaan permohonan Actio Pauliana tunduk pada jangka waktu pemeriksaan 30 (tiga puluh) hari seperti dalam proses pemeriksaan permohonan pailit?
6. Apakah ada kewajiban untuk diwakili oleh Penasihat Hukum seperti disyaratkan dalam Pasal 5 UU No. 4 Tahun 1998 mengenai permohonan pernyataan pailit? Apakah hambatan/kesulitan dalam proses Actio Pauliana ?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Menurut ketentuan pasal 5 UU No.30 tahun 1999, tidak semua
sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, melaingkan
hanya sengketa yang timbul di bidang perdagangan dan
mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Juga sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian, tidak dapat diselesaiakan
melalui arbitrase.
Mengenai ruang lingkup hukum perdagangan dijelaskan di dalam
penjelasan pasal 66 huruf b UU No.30 tahun 1999 meliputi:
perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri,
dan hak kekayaan intelektual. Dengan demikian menurut UU
No.30 tahun 1999, sengketa yang dapat diselesaiakan melalui
arbitrase adalah sengketa :
1. Yang (timbul) di bidang perdagangan yang meliputi :
perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal,
industri, dan hak kekayaan intelektual.
2. Mengenai hak yang menurut hukum dan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Penjelasan pasal 66 huruf b UU No. 30 tahun 1999, melahirkan
persoalan baru, yaitu apakah sengketa kepailitan juga
termasuk wilayah sengketa yang dapat diselesaikan melalui
artbitrase? Persoalan ini erat kaitannya dengan adanya
klausula arbitrase dalam perjanjian-perjanjian di bidang
perdagangan. Apakah dengan diadakannya atau ter-dapatnya
klausula arbitrase dalam suatu perjanjian perda-gangan
secara otomatis menjadikan pengadilan telah kehilangan
kompetensinya dalam mengadili perkara kepai-litan."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S24346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester I. Jusuf
Depok: Universitas Indonesia, 1996
S21869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Saut Erwin Hartono A.
"Penerapan Teleconference untuk penghadiran saksi dalam Persidangan Pidana menimbulkan perdebatan panjang. Disatu sisi perkembangan hukum ketinggalan jauh dengan perkembangan masyarakat, apalagi bila diperbandingkan dengan kemajuan teknologi sedangkan disisi lainnya, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana {KUHAP} sebagai basis acara Pemeriksaan Perkara Pidana tidak mengaturnya. Pasal 185 KUHAP ayat (1) yang isinya sebagai berikut "keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan". Kalimat yang saksi nyatakan di sidang pengadilan inilah yang menjadi titik tolak perdebatan. Disatu pihak mengatakan bila saksi tidak hadir langsung secara fisik kedepan persidangan kesaksiannya tidak sah, di pihak lain menyatakan bahwa dengan teleconference saksi sudah hadir dipersidangan, karena keterangan saksi tetap dapat di Cross-Check oleh kedua belah pihak dan fisik saksi dapat dilihat pada layar monitor yang ada. Berkaitan dengan permasalahan hukum pembuktian, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk memecahkan permasalahan yang ada mengenai teleconference sebagai salah satu alat bukti dalam memeriksa keterangan saksi, khususnya kekuatan bukti keterangan saksi melalui teleconference dan legalitas prosedur pemeriksaan jarak jauh melalui teleconference. Permasalahan hukum pembuktian Teleconference terkait dengan kekuatan bukti dan kekuatan pembuktian tidak bertentangan dengan asas-asas hukum pidana dan peraturan perundang-undangan yang ada. Ada beberapa asas-asas umum yang berlaku dalam hukum acara pidana yaitu asas terbuka secara umum, asas pemeriksaan secara langsung,asas peradilan cepat, sederhara, dan biaya ringan,asas kelangsungan/oral debat. Penggunaan teleconference sudah memenuhi syarat materiil dan syarat formil KUHAP. Dalam syarat formil tidak terlihat adanya hambatan, kecuali pasal 185 ayat (1), Penerapan Teleconference justru menutupi kelemahan Pasal 162 KUHAP karena dengan teleconference maka tetap dilakukan dialog dan tanya jawab serta melihat emosi saksi selama memberikan keterangan. Padoaharuan hukum pembuktian terutama dikaitkan dengan legalitas prosedur pemeriksaan jarak jauh mutlak dilakukan karena beberapa Undang-undang sebenarnya telah memasukkan dokumen elektronik sebagai alat bukti seperti RUU Informasi dan Transaksi Elektronik, RUU Perlindungan Saksi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Pemberantasan Korupsi, UU Terorisme. Berkaitan dengan hal itu KUHAP sebagai "UU Payung" mestinya mengakomodasi Perkembangan Alat Bukti modern khususnya Teleconference sebagai data Elektronika."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieya Aprianti
"ABSTRAK
Dalam perkara perdata seringkali ada obyek sengketa yang tidak dapat dihadirkan
di muka persidangan, oleh karena itu perlu dilakukan sidang pemeriksaan
setempat (descente) oleh hakim karena jabatannya untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas dan rinci mengenai obyek sengketa yang dapat dijadikan bahan
oleh hakim dalam pertimbangan saat menjatuhkan putusan. Berdasarkan latar
belakang tersebut, ada dua pokok permasalahan yang diangkat oleh penulis, yaitu
(1) bagaimana kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu
pendukung alat bukti dalam perkara perdata; (2) Bagaimana pertimbangan hakim
dalam menilai kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat tersebut? Adapun
metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis-normatif
yang menggunakan data sekunder atau studi kepustakaan dengan menggunakan
bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Dari penelitian yang dilakukan,
hasil pemeriksaan setempat pada hakekatnya merupakan fakta persidangan yang
dapat digunakan sebagai keterangan bagi hakim. Dengan demikian, pemeriksaan
setempat memiliki kekuatan pembuktian bebas yaitu tergantung pada hakim
dalam menilai kekuatan pembuktiannya

ABSTRACT
In civil cases there is often a subject of dispute that can?t be presented in a court of
law, therefore it is necessary for a local investigation (descente) by a judge
because of his position to get a clearee picture and detail information on the
subject of dispute that can be taken into consideration by judges when verdict.
Based on this background, there are two principal issues raised by the author; (1)
How the strenght of local investigation as one of the supporting evidence in civil
procedure, (2) How does the judge considered in assessing the strenght of the
evidence the local investigation? The research methods used by the authors is a
juridical-normative method that uses secondary data or library research using
primary legal materials, secondary, and tertiary. From research conducted, the
results of the local court is essentially a fact that can be used as evidence for the
judge. Thus, the local investigation has the power that is free of evidence depends
on the judge in assessing the strength of evidence."
Universitas Indonesia, 2012
S42539
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Muhammad Aziz
"Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur tata cara untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif, tetapi di dalam praktik masih ditemui berbagai permasalahan yang menyebabkan hak kreditor tidak terpenuhi. Actio Pauliana adalah hak yang diberikan undang-undang kepada kurator untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaan yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut akan merugikan kreditor.
Skripsi ini membahas tentang putusan Actio Pauliana dalam suatu perkara kepailitan. Putusan Actio Pauliana tersebut dilakukan atas perbuatan direksi yang menyebabkan berkurangnya harta perseroan dan harta pailit yang merugikan para kreditor. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisis terhadap putusan pengadilan. Hasil menunjukkan Actio Pauliana adalah perkara yang berkaitan dengan pemberesan harta pailit, sehingga Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus gugatan tersebut.

Law of The Republic of Indonesia Number 37 year 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts has arranged management procedures to facilitate the business community in their efforts to settle their debt obligations in a fair, speedy, open and effective manner, but still in practice will be met various problems which causing rights of the creditors not fulfilled. Actio Pauliana is a right by law for a receiver on nullifying any non obligatory acts of debtor towards the asset which known by debtor would cause such loss to the creditor.
This thesis research contains analysis of court decisions about Actio Pauliana in bankruptcy case. This research represent descriptive analytical research which using normative juridical. Method which used to analyze and to process data are qualitatif. Research result showed that in Actio Pauliana is related to finishing bankruptcy property, so that commercial court have the jurisdiction to examine and adjudicate Actio Pauliana case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrianus Adritomo Budi Setiawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>