Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Hapastian
"ABSTRAK
Dalam hidup dan kehidupan masyarakat sehari- hari, tentulah tiap-tiap warga masyarakat itu saling mengadakar hubungan atau interaksi satu sama lainnya sebagai mahluk sosial guna memenuhi bermacam-macam kepentingannya yang sifatnya beraneka ragam, seperti ekonomi,sosial budaya, politik, dan hukum, Karena hal ini merupakan kebutuhan manusia didalam kehidupannya sehari-hari sebagai anggota masyarakat, Didalam memenuhi kepentingannya yang beraneka ragam tersebut, sering terjadi perselisihan-perselisihan, sebagai akibat adanya perbedaan-perbedaan mengenai apa yang dianggap benar ataupun tidak. benar, pantas atau tidak pantas. Salah. satu cara memenuhi kebutuhan hidup tersebut adalah dengan mengadakan perjanjian, dimana salah satu pihak harus memenuhi isi atau transaksi yang telah diperjanjikan. Akan tetapi tidak semua transaksi suatu perjanjian dapat dipenuhi oleh pihak yang harus memenuhnya, kadangkala pihak tersebut terhalang atau tidak dapat memenuhi isi perjanjian tersebut karena sesuatu hal yang memaksanya. Dapat saja ia dipaksa untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah diperjanjikan tersebut akan tetapi ia akan menghadapi sesuatu yang akan merugikan dirinya. Dalam keadaan yang begini pihak tersebut berhadaan dengan suatu keadaan yang dalam ilmu hukum perdata lazim disebut Keadaan Memaksa (Overmacht), dalam hal seperti ini hukum memberikan perlindungan bagi pihak yang berhadapan dengan situasi tersebut. Tentu tidak semua keadaan dapat dikatakan suatu pihak dihadapkan dengan keadaan memaksa ada syarat—syarat atau kondisi kondisi yang harus dipenuhi serta kriteria- kriteria tertentu yang menurut ilmu hukum khususnya hukum perdata harus dipenuhi, contohnya ; inflasi, pemotongan nilai uang, Peraturan Pemerintah,keamanan,wabah penyakit, yang dapat menghalangi terpenuhinya prestasi dari suatu perjanjian. Dan yang terpenting dari itu semua sampai dimana itikad baik masing-masing pihak da lam suatu perjanjian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenal Arifin
Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna
"Berdasarkan hukum perjanjian, pihak yang terdampak peristiwa keadaan memaksa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena tidak melaksanakan kewajiban kontraktualnya. Namun, dalam hal perjanjian memuat prinsip hell or high water, yang umumnya terdapat pada perjanjian sewa guna usaha pesawat, kewajiban penyewa bersifat absolut dan tanpa syarat, serta tanpa memperhatikan kondisi apapun yang dialami penyewa, termasuk apabila terdampak oleh peristiwa keadaan memaksa, sesuai
dengan asas kebebasan berkontrak. Keberlakuan prinsip hell or high water apabila terjadi peristiwa keadaan memaksa menjadi menarik untuk dibahas. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh peristiwa keadaan memaksa terhadap pengaturan prinsip hell or high water dalam perjanjian sewa guna usaha pesawat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan didukung dengan wawancara terhadap narasumber di Maskapai Penerbangan X. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prinsip hell or high water dimuat secara konsisten, bersifat
fundamental, dan merupakan praktik kebiasaan dalam sewa guna usaha pesawat.
Peristiwa keadaan memaksa tidak mempengaruhi keberlakuan klausul hell or high water. Namun pada praktiknya, para pihak masih dapat melakukan negosiasi terhadap penerapan prinsip hell or high water. Kewajiban penyewa tetap harus dilaksanakan secara absolut, akan tetapi waktu pelaksanaannya dapat disepakati bersama dengan mempertimbangkan kondisi penyewa. Meskipun demikian, tetap dibutuhkan peran serta pengadilan untuk menerapkan teori keadilan komutatif dan asas keseimbangan dalam berkontrak dalam rangka melindungi pihak yang terdampak peristiwa keadaan memaksa, terutama apabila para pihak tidak dapat menyepakati penyesuaian ketentuan dalam perjanjian pada tahapan negosiasi secara komersial.

According to the contract law, party affected by force majeure cannot be held responsible for not performing its contractual obligations. However, this does not apply if the agreement includes a hell or high water principle, generally found in the aircraft lease agreement, which stipulates lessee’s obligations to be absolute and unconditional, without regard to any circumstances, including force majeure, consistent with freedom of contract principle. It is interesting to discuss the applicability of hell or high water principle in case the lessee experienced force majeure event. This study aims to analyse
how force majeure events affects the application of the hell or high water principle in the aircraft lease agreement. The approach of this study is normative juridical approach supported by information obtained through interviews with employees of Airline X. This study shows that the hell or high water principle is stipulated consistently, fundamental in nature and a customary practice in aircraft leasing. Force majeure events do not affect the enforceability of a hell or high water principle. However, in
practice, the parties can still negotiate the application of the hell or high water principle. Lessee still absolutely obliged to perform the terms of the agreement, but the parties can mutually agree on the time of such performance, by taking into account circumstances surround Lessee. Even so, the role of the court is still needed to apply the commutative justice theory and the contractual balance principle in order to protect the party affected by the force majeure events, particularly if the parties cannot agree on adjusting the terms of the agreement at the commercial negotiation stage
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat S.S. Soemadipradja
Jakarta: Gramedia, 2010
340 RAH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Dony P. L.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S24889
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuke Putri Amalia
"Dengan wilayah teritorial Indonesia yang luas dan terdiri atas lebih dari enam belas ribu pulau, membuat distribusi barang dagang memerlukan sarana yang mumpuni untuk menunjang kegiatan perdagangan. Saat ini, sudah banyak berdiri perusahaan jasa pengangkut barang yang bertanggung jawab atas proses pemindahan barang dagang. Penggunaan jasa pengangkutan ini menggunakan perjanjian pengangkutan sebagai dasar kerjasama. Perjanjian pengangkutan diatur dalam KUHPerdata, KUHD dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Walaupun perjanjian pengangkutan tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, pembuatan perjanjian pengangkutan mengikuti syarah sahnya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pemenuhan prestasi perjanjian dapat terjadi suatu keadaan tidak terduga yang tidak dapat dicegah dan memengaruhi proses pemenuhan perjanjian atau dapat disebut keadaan memaksa. Seperti yang termuat dalam kasus Putusan Nomor: 67/Pdt.G/2020/PN Pbr diajukan gugatan wanprestasi terhadap Tergugat yang ditolak oleh Majelis Hakim karena adanya keadaan memaksa. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai tanggung jawab pengangkut atas wanprestasi yang terjadi akibat keadaan memaksa dalam perjanjian pengangkutan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang memilki pendekatan melalui peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa dalam pemenuhan prestasi perjanjian pengangkutan dalam perkara ini terdapat wanprestasi yang disebabkan oleh keadaan memaksa sehingga tanggung jawab ganti rugi dari pengangkut dihapuskan.

With Indonesia's vast territorial territory consisting of more than sixteen thousand islands, distribution of trade goods requires adequate facilities to support trade activities. Currently, many goods carrier service companies have been established which are responsible for the process of moving merchandise. The use of this transportation service uses a transportation agreement as the basis for cooperation. Transportation agreements are regulated in the Civil Code, Commercial Code and other relevant laws and regulations. Even though transportation agreements are not specifically regulated in the Civil Code, the making of transportation agreements follows the legality of agreements as stated in Article 1320 of the Civil Code. In fulfilling the performance of an agreement, an unexpected situation may occur which cannot be prevented and affect the process of fulfilling the agreement or can be called a force majeure. As stated in case Decision Number: 67/Pdt.G/2020/PN Pbr, a lawsuit for breach of contract was filed against the Defendant which was rejected by the Panel of Judges due to compelling circumstances. Therefore, this research will discuss the carrier's responsibility for defaults that occur due to force majeure in the carriage agreement. This research is normative juridical research which has an approach through statutory regulations and case studies. From this research it can be found that in fulfilling the performance of the transportation agreement in this case there was a default caused by compelling circumstances so that the responsibility for compensation from the carrier was abolished.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bagaimana klasual ini diterjemahkan dalam suatu kontrak? definisi force majeure menurut kamus ialah suatu keadaan atau kondisi alamiah atau keadaan memaksa yang tidak bisa dihindarkan yang terjadi karena kehendak Tuhan seperti bencana alam, banjir bandang, gunung meletus, gempa bumi, badai topan, dan/atau terjadi pemberontakan, perang/invansi, dan sebagainya...."
JHB 29 : 2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sadia Canantya Anissa
"ABSTRAK
Perjanjian dapat melahirkan suatu hubungan hukum yang menyebabkan satu pihak berhak menuntut sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Namun, ketika terjadi keadaan memaksa, para pihak dapat dibebaskan untuk memenuhi kewajibannya atau untuk membayar ganti rugi. Dalam penelitian ini, penulis membahas mengenai klausula keadaan memaksa dalam perjanjian antara PT Internet Pratama Indonesia dan PPK Dinas Pendidikan Kota Surabaya dalam Putusan No. 1182K/Pdt/2012. Dalam klausula keadaan memaksa tersebut tidak diatur mengenai lsquo;diskontinuitas suatu produk rsquo; discontinue sebagai keadaan memaksa, namun kemudian ketika hal tersebut terjadi, PT Internet Pratama Indonesia dibebaskan untuk memenuhi kewajibannya dan untuk membayar ganti rugi karena hal tersebut dianggap sebagai keadaan memaksa oleh Mahkamah Agung. Dalam menentukan suatu peristiwa sebagai keadaan memaksa, perlu dipertimbangkan pula mengenai unsur-unsur dari keadaan memaksa berdasarkan Pasal 1244 KUHPerdata. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode penelitian adalah yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder.

ABSTRACT
An agreement creates a legal relation between the parties that formed the right to one party to demand something and the obligation to the other party to fulfill the demand. When a force majeure event happens, it excuses a party from performance or to pay damages. This thesis analyzes the force majeure clause in the agreement between PT Internet Pratama Indonesia and PPK Dinas Pendidikan Kota Surabaya in the Court Decision No. 1182K Pdt 2012. The force majeure clause do not stipulate lsquo discontinuity of product rsquo as a force majeure event, however when such event occurred, PT Internet Pratama Indonesia was excused from the performance and to pay damages because the event was considered as a force majeure event by the Supreme Court Mahkamah Agung . In determining an event as a force majeure event it is necessary to consider the elements of force majeure based on Article 1244 Indonesial Civil Code. The research is conducted using the research method of legal normative and the type of data used is the secondary data. "
2017
S68479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djunari Inggit Waskito
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harianto Wirjono
"Jasa pelayanan Safe Deposit Box merupakan salah satu usaha Bank Umum sesuai dengan yang terdapat di UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. Dimana jasa pelayanan ini diharapkan dapat memberikan perasaan aman kepada masyarakat yang ingin menyimpan barang-barangnya yang berharga. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif dan yang bertujuan untuk mendapatkan data guna mendukung penulisan tesis ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan hukum yang terjadi antara pihak nasabah atau penyewa Safe Deposit Box dengan pihak bank sebagai pemilik dan pengelola Safe Deposit Box adalah hubungan hukum yang timbal balik, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak yang saling terikat dalam perjanjian sewa menyewa. Tanggung jawab bank yang paling utama, selaku pemilik dan pengelola Safe Deposit Box adalah menjamin keamanan barang simpanan penyewa atau nasabah, Namun sebaliknya bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian apabila barang simpanan itu hilang atau rusak akibat keadaan memaksa atau overmacht, alasan utama bank tidak bertanggung jawab adalah karena pihak bank sudah menerapkan klausula baku yang intinya membebaskan bank seluruhnya dari tanggung jawab dan kewajiban terhadap jasa pengamanan yang diberikan kepada penyewa. Tetapi sebagai tanggung jawab moral kepada penyewa safe deposit box terutama masyarakat, apabila sampai terjadi kehilangan maka langkah-langkah yang sebaiknya diambil oleh pihak bank adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan dan mencari sebab-sebab terjadinya kerusakan atau kehilangan barang simpanan milik penyewa serta membantu penyewa guna mengusut tuntas masalah tersebut.
Safe Deposit Box services is one of the bank's generally in accordance with that was found in the Act Number 10 Year 1998 concerning banking, which provides a place to store valuable goods and commercial papers. Where the services are expected to be able to give security to the people who want to keep their valuable belongings. The Method of Research that is used to write this thesis is the methods of legal norms, which intended to obtain the data to support the research of this thesis. The results of the study showed that legal relation between the customer or renter of safe deposit box with the bank as the owner and manager of Safe Deposit Box is the context of the reciprocal rights, which leads to the rights and duties between the two sides are intertwined in the agreement of the rent contract. Most of all the responsibility of the bank, as the owner and manager of safe deposit box is to guarantee the deposit security for renter or client, But bank would not rather be responsible for the loss when the deposit is lost or damaged by the force condition, the main reason that the bank is not responsible for overmacht was because the bank is already implementing standart clauses that essentially freed the bank entirely from responsibility and obligation to give the protection for the renter. But as moral responsibility to the renter of Safe Deposit Box particularly for the society, when there was lost and the actions that should be taken by the bank is as much as possible to try to explain and look for the cause of damage or loss for renter and will assist the renter to thoroughly investigate these problems."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>