Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Alex T. R.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayatul Zelfia
"BNI telah menyusun corporate strategy 2021-2025 sebagai langkah transformasi digital menuju industri 4.0. Salah satu strategi yang dibentuk adalah pengelolaan risiko dan proses kredit sebagai enabler manajemen risiko. Pada strategi tersebut terdapat salah satu inisiatif yaitu penerapan end-to-end credit process melalui implementasi Loan Management System (LMS). BNI memiliki permasalahan dalam proses pinjaman yang belum sepenuhnya terintegrasi sehingga data/informasi antar proses tidak berkesinambungan. Permasalahan ini memberikan dampak pada kualitas kredit BNI yang dilihat dari nilai Non-Performing Loan (NPL). Dalam transformasi digital menuju industri 4.0, BNI perlu mengukur tingkat kesiapan organisasi sebagai acuan untuk memetakan arah transformasi. Dalam implementasi LMS, BNI perlu mengukur kematangan digital bisnis pinjaman yang menjadi dasar adopsi Sistem Informasi (SI)/Teknologi Informasi (TI). Sebagai bagian dari dukungan SI/TI, BNI perlu mengukur manfaat ekonomi yang diperoleh atas implementasi SI/TI tersebut. Pada penelitian ini, kesiapan BNI menuju industri 4.0 diukur menggunakan model SIMMI 4.0 (System Integration Maturity Model Industry 4.0) yang dapat digunakan oleh berbagai industri. Kematangan digital bisnis pinjaman diukur menggunakan model Gartner Digital Maturity yang memiliki fokus pada produk dan jasa industri perbankan. Manfaat ekonomi implementasi SI/TI diukur menggunakan Kerangka Manfaat Bisnis Generik SI/TI. Hasil penelitian menunjukan BNI dalam tingkat kesiapan 3 yaitu horizontal and vertical digitization. BNI membutuhkan perbaikan untuk mencapai industri 4.0 melalui 4 tahapan yaitu integrasi proses dan data internal, integrasi vertikal, integrasi horizontal, dan integrasi ujung ke ujung. Kematangan digital bisnis pinjaman BNI berada pada tingkat dua yaitu digital beginner. BNI perlu meningkatkan platform strategy dan mengadopsi teknologi pada bisnis pinjaman. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari implementasi LMS dari sisi peningkatan pendapatan bunga karena meningkatnya produktivitas Relationship Manager (RM) dan penurunan nilai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) karena menurunnya nilai NPL.

BNI has prepared towards to industry 4.0. one of the strategies established is risk management and credit processes as enablers. One of the initiatives in this strategy is the implementation of and end-to-end credit process through the implementation of the Loan Management System (LMS). BNI has problems in the loan processes that have not been fully integrated, so that data/information between processes is not sustainable. This problem has an impact on BNI’s credit quality as seen from the value of Non-Performing Loan (NPL). In the digital transformation towards industry 4.0, BNI Needs to measure the level of organizational readiness as a reference to map the direction of transformation. In implementing LMS, BNI needs to measure the digital maturity of the loan business which the basis for the adoption of Information System (IS)/ Information Technology (IT). As part of IS/IT support, BNI needs to measure the economic benefit derived from the IS/IT implementation. In this study, BNI’s readiness towards industry 4.0 was measured using SIMMI 4.0 model (System Integration Maturity Model Industry 4.0) which can be used by various industries. The digital maturity of the loan business is measured using Gartner Digital Maturity model, which focuses on banking industry products and services. The economic benefits of IS/IT implementation are measured using the IS/IT Generic Business Benefit Framework. The results showed that BNI was in readiness level 3 which means horizontal and vertical digitization. The digital maturity of BNI’s loan business is at level two which means digital beginner. BNI needs to improve their strategy platform and adopt technology in the loan business. Economic benefits derived from the implementation of LMS in terms of increasing interest income due to increased productivity of Relationship Manager (RM) and decreased value of Expected Credit Loss (ECL) due to decreased NPL."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1984
621.381 95 PED
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhri Husein
Jakarta: Salemba Infotek, 2002
005.5 MUH a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oshie Bimantara
"ABSTRAK Penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum dilakukan oleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama. Artinya adalah perusahaan swasta juga memiliki kesempatan yang sama seperti PT KAI dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana kereta api. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian di Indonesia? Bagaimana penyelenggaraan perkeretaapian umum di Negara Amerika Serikat dan Negara Inggris serta perbandingannya dengan Negara Indonesia? Bagaimana upaya mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia?

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder dan menggunakan metode analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bersifat kualitas.

Hasil penelitian menyatakan pemerintah menugaskan pihak swasta hanya untuk membangun prasarana perkeretaapian saja, sedangkan untuk penyelenggaraan sarana dan prasarana telah ditunjuk PT. Kereta Api Indonesia sebagaimana dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2016. Hal tersebut menunjukkan ketidakadilan bagi badan hukum seperti Perseroan Terbatas yang dikelola swasta untuk dapat pula melakukan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum. Oleh karena itu, dalam upaya mewujudkan keadilan dalam penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum oleh pihak swasta di Indonesia adalah dalam setiap pengadaan dan penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian umum, maka penunjukan harus melalui prosedur lelang.


ABSTRACT The operation of public railway facilities and infrastructure is carried out by the Business Entity as an organizer, both individually and through cooperation. This means that private companies also have the same opportunities as PT KAI in the operation of railroad facilities and infrastructure. The problem in this study is how to implement railroad infrastructure and facilities in Indonesia? How is the implementation of public railways in the United States and the United Kingdom and its comparison with Indonesia? What are the efforts to realize healthy business competition in the implementation of public railway infrastructure and facilities by the private sector in Indonesia?

This study uses a normative juridical method, using secondary data and using qualitative data analysis methods, because the data obtained are of a quality nature.

The results of the study stated that the government assigned the private sector only to build railway infrastructure only, while for the implementation of facilities and infrastructure PT. Indonesian Railways as in Presidential Regulation Number 83 of 2011 and Presidential Regulation Number 55 of 2016. This shows injustice for legal entities such as limited liability companies managed by the private sector to also be able to carry out public rail infrastructure and facilities. Therefore, in the effort to realize justice in the implementation of public railway infrastructure by the private sector in Indonesia, in every procurement and operation of public railroad facilities and infrastructure, the appointment must be through an auction procedure.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Acep Sugiana
"ABSTRAK
Persekongkolan dalam Tender merupakan tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan usaha tidak sehat. Secara khusus larangan melakukan Persekongkolan dalam Tender diatur di dalam Pasal 22. Tujuan dilaksanakannya Tender yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik. Penelitian ini bersifat yuridis normatif berdasarkan penelitian literatur dan perundang-undangan.Dalam perkara KPPU No.03/KPPU-L/2016 KPPU tidak cermat dalam mempertimbangkan dan membuktikan unsur efisiensi dan Afiliasi selain unsur-unsur lainnya.Sehingga meskipun dalam tingkat persidangan di KPPU para Terlapor dinyatakan bersalah namun dalam tingkat keberatan di Pengadilan Negeri dan Kasasi di Mahkamah Agung para Terlapor yaitu Husky-CNOOC Madura Limited dan PT COSL INDO dibebaskan dari tuduhan pelanggaran pasal 22 tentang persekongkolan tender.Pencapaian efisisensi merupakan roh dari hukum persaingan usaha di Indonesia,ketika efisiensi dapat tercapai dengan tujuan utama kesejahteraan konsumen maka faktor-faktor lain menjadi tidak begitu relevan untuk dituduhkan kepada pelaku usaha. Ditambah dengan ketidakcermatan KPPU dalam membuktikan pihak terafiliasi dalam perkara ini menjadi suatu pelajaran dan bahan evaluasi bagi KPPU ke depannya dalam penerapan pasal 22 UU No.5 tahun 1999.

ABSTRACT
Conspiracy in Tender is an action that is prohibited under the Law No. 5 of 1992 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Specifically, the prohibition to conduct Conspiracy in Tender is stipulated in Article 22. The objective of Tender execution is to provide the same opportunity to business actors in order to offer competitive prices and qualities. So that, eventually the said tender process, lowest prices with the best qualities will be obtained. This research is juridical normative based on research on literatures as well as laws and regulations. In the case KPPU No.03 KPPU L 2016, KPPU was not scrupulous in considering and proving the efficiency element and Affiliation apart from other elements. As a result, even though the Reported were sentenced to be guilty in the trial in the stage of KPPU, but in the objection stage in District Court and Cassation in Supreme Court, the Reported, namely Husky CNOOC Madura Limited and PT COSL INDO were exempted from the accusation of Article 22 regarding tender conspiracy. Efficiency accomplishment is the spirit of business competition law in Indonesia. When efficiency can be reached with main objective is consumer welfare, therefore other factors become less relevant for business actor to be accused of. Added with KPPU rsquo s imprecision in proving the affiliated parties in this case, it becomes a lesson and evaluation material for KPPU in the implementation of Article 22 Law No. 5 of 2009 in the future. "
2018
T50860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Made Widyadnya
"Di era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, infrastruktur pertahanan menjadi semakin penting untuk menjaga keutuhan dan keamanan bangsa di mana ia berdiri. Peran Indonesia sebagai anggota ASEAN semakin mempertegas betapa pentingnya untuk tidak hanya memiliki kerjasama ekonomi dengan sesama negara anggota ASEAN tetapi juga kerjasama militer untuk memerangi ancaman pertahanan di masa depan di seluruh Asia Pasifik. Untuk membangun postur militer yang kuat sesuai dengan Minimum Essential Force (MEF), Indonesia sangat bergantung pada pemberdayaan industri pertahanannya untuk membuka jalan menuju pencapaian tujuan tersebut. Namun, dalam perjalanan untuk mencapai keberhasilan dalam memenuhi persyaratan MEF, pemerintah harus melihat ke dalam untuk mewaspadai praktik akuisisi pertahanannya sendiri untuk mencegah merugikan kesehatan industri pertahanannya sendiri, baik publik maupun swasta. Tesis ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang praktik industri pertahanan berupa prosedur Offset dalam akuisisi Alpalhankam dibandingkan dengan aspek Hukum Persaingan Usaha untuk menciptakan lanskap bisnis yang lebih adil bagi para pelaku usaha dalam segala bentuk di industri pertahanan untuk mendukung upaya bangsa dalam menjaga dan mempertahankan perbatasannya.

In this era of globalization and rapid economic growth, a defense infrastructure is all the more essential to protect the integrity and security of the nation in which it stands. Indonesia’s role as a member of ASEAN further cements how important it is to have not only economic cooperation with fellow ASEAN member nations but also a military cooperation to combat future defense threats throughout the asia pacific. In order to build up a strong military posture in accordance with the Minimum Essential Force (MEF), Indonesia is heavily reliant on the empowerment of its defense industry to pave the way towards meeting that goal. However, on the road to achieving success in meeting the requirements of the MEF, the government must look inwards to be wary of its own defense acquisition practices to prevent harming the health of its own defense industry, both public and private. This thesis aims to provide clarity on the defense industry practice of Offset procedures in defense acquisitions in comparison to Business Competition aspects to create a fairer business landscape for business actors of all forms in the defense industry to support the nation’s effort in protecting and defending its borders. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Rachel Natalia Hansiga
"Pengadaan barang dan/atau jasa yang diselenggarakan oleh Pemerintah seringkali berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat, yaitu persekongkolan tender. Kegiatan persekongkolan ini memiliki dampak negatif bagi persaingan dalam menciptakan hambatan untuk saling bersaing antar pelaku usaha. Di sisi lain, Australia memiliki kebijakan dalam menghadapi persekongkolan tender yang sudah terbukti secara efektif dapat mengurangi perilaku persekongkolan. Kebijakan tersebut adalah leniency program yang dalam praktiknya disebut sebagai civil immunity dan criminal immunity. Kebijakan ini memberikan imunitas terhadap sanksi maupun pengurangan denda kepada pelaku usaha yang bersedia untuk bekerja sama dengan otoritas persaingan usaha dalam mengungkap praktik kartel, termasuk persekongkolan tender. Terdapat dua pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni perbedaan perspektif Indonesia dan Australia dalam menangani persekongkolan tender dan potensi pelaksanaan leniency program bagi kasus persekongkolan tender di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji larangan persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa di bawah hukum persaingan usaha antara Indonesia dan Australia. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang memaparkan peraturan terkait suatu kategori hukum tertentu secara sistematis, menganalisis hubungan antar peraturan, dan mengidentifikasi potensi dari peraturan tersebut di masa depan. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perbedaan perspektif Indonesia dan Australia dalam menanggapi persekongkolan tender dapat dilihat dari ketentuan hukum persaingan usaha Australia yang menggolongkan persekongkolan tender sebagai bagian dari kartel. Persekongkolan tender tidak diatur secara eksplisit dalam satu pasal tersendiri sebagaimana diatur dalam UU Anti Monopoli di Indonesia. Perbedaan perspektif tersebut mengakibatkan implikasi terhadap persekongkolan tender di Australia mendapatkan kebijakan yang sama dengan kartel, salah satunya leniency program. Berdasarkan efektivitas leniency program di Australia, Indonesia memiliki urgensi untuk menerapkan kebijakan tersebut dalam hukum persaingan usaha. Adapun penerapan leniency program di masa depan dapat merujuk pada kebijakan Australia.

The Government’s procurement of goods and/or services is often related to unfair business competition, namely bid-rigging. This collusion activity has negative impacts on competition by creating barriers for businesses to compete with each other. On the other hand, Australia has a policy that has proven to be effective in reducing bid-rigging. This policy is called the leniency program, known in practice as civil immunity and criminal immunity. This policy provides immunity from sanction and fine reductions to businesses who are willing to cooperate with authorities in exposing cartel conduct, including bid- rigging. There are two main issues in this research, namely the different perspectives between Indonesia and Australia in handling bid-rigging and the potential implementation of the leniency program for bid-rigging cases in Indonesia. This research aims to examine the prohibition of bid-rigging in the procurement of goods and services under competition law between Indonesia and Australia. This research is a doctrinal study that systematically outlines regulations related to a certain legal category, analyzes the relationship between regulations, and identifies the potential of these regulations in the future. The results of this research state that the differences in perspectives between Indonesia and Australia in responding to bid-rigging can be seen in Australia’s competition law which classifies bid- rigging as part of a cartel provision. Bid-rigging is not explicitly regulated in a separate article as stipulated in Indonesia's Anti-Monopoly Law. These differences result in implications for bid-rigging in Australia receiving the same policy as a cartel, including the leniency program. Based on the effectiveness of the leniency program in Australia, Indonesia has the urgency to implement such a policy in competition law. The future implementation of the leniency program may refer to Australia’s policy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Miftakhul Ikhsan
"Tesis ini membahas tingkah laku para pelaku usaha sebagai terlapor dalam perkara kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia; terutama pasca reformasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dilengkapi dengan analisis kuantitatif (statistik) sederhana. Hasii penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat resistensi atau ketidakkooperatitan para terlapor selama proses pemeriksaan di KPPU. Olelx karena itu, mengingat KPPU memiliki keterbatasan kewenangan, maka diperlukan penguatan keiembagaan, khususnya dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pengadilan.

This thesis describes the conduct of businesses as reported in a cartel case by the Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), which is one form of unfair business competition in Indonesia, especially after reformasi. The study was a descriptive qualitative research design equipped with simple quantitative analysis (statistics). The result of this study show that there is resistance of uncooperativeness the defendant during the examination process at KPPU. Therefore, given KPPU has limited authority, the necessary institutional strengthening, especially with Kepolisian Republik Indonesia (Pohi) and Pengadilan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33414
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Cesilia Hapsari
"Perdagangan gula di dalam negeri merupakan salah satu komoditas penting, sehingga menjadi kegiatan yang perlu diawasi. Oleh karena itu Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.594/MPP/Kep/9/2004 tanggal 23 September 2004 menunjuk PT Superintending Company of Indonesia dan PT Surveyor Indonesia untuk melaksanakan verifikasi impor gula. Berkaitan dengan hal timbul permasalahan dengan adanya Putusan KPPU No. 08/KPPU-I/2005 apakah telah sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999? Apakah tindakan kedua perusahaan tersebut termasuk dalam pengecualian UU Nomor 5 Tahun 1999. Dan bagaimanakah pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memberikan putusannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan menggunakan jenis data sekunder. Berdasarkan analisis yang dilakukan, KPPU telah salah dalam penerapan Pasal 50 ayat a, bahwa praktik penyediaan jasa verifikasi impor gula bukan merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini dikuatkan pula oleh Keputusan Mahkamah Agung No. 03/K/KPPU/2006.

Sugar is a strategic for food security and increase economic growth in Indonesia, therefore the sugar trade in the country into the activities that need to be monitored. Therefore the Government through the Minister of Industry and Trade Decree No. 594/MPP/Kep/9/2004 dated September 23, 2004 appointed PT Superintending Company of Indonesia dan PT Surveyor Indonesia to implement verification on sugar import. On the matter of issue that arises from KPPU Decision No. 08/KPPU-I/2005, does it go accordingly with UU Nomor 5 Tahun 1999? And how the Supreme Court processes the law consideration in order to decide a verdict? This research use literature research method of juridical-normative using secondary data. According to the analysis, KPPU had taken an incorrect direction implementing the Article 50 letter a, that the providing service of verification on import sugar is not against the UU Nomor 5 Tahun 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. A Supreme Court Decision No. 03/K/KPPU/2006 adds affirmation on this matter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27491
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>