Perjanjian yang dilarang, termasuk integrasi vertikal, merupakan salah satu tantangan dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penelitian ini berfokus pada penerapan Pasal 14 Undang-Undang tersebut, dengan studi kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia, serta PT Garuda Indonesia serta tantangan KPPU sebagai pihak yang mempunyai peran penting dalam mengumpulkan dan menyajikan bukti terkait dengan perjanjian integrasi vertikal. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Bahan-bahan penelitian yang digunakan pun berasal dari bahan hukum ataupun non hukum yang dilakukan melalui studi dokumen hukum, studi kepustakaan, serta wawancara sebagai data pendukung. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembuktian yang ideal mengenai integrasi vertikal di Indonesia berbeda dengan di beberapa negara lain, karena pembuktian yang ideal berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 harus memuat ketujuh unsur yang ada, serta peran KPPU dalam menyajikan dan membuktikan adanya integrasi vertikal mendapatkan cukup banyak kendala yang membuat KPPU kesulitan dalam memenuhi bukti-bukti yang mereka butuhkan. Maka dengan itu penulis memberikan saran agar adanya pembaharuan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 agar memberikan KPPU kewenangan lebih dalam menangani kasus integrasi vertikal serta perlunya peningkatan sumber daya manusia yang dimiliki oleh KPPU.
Prohibited agreements, including vertical integration, are among the challenges in fostering fair business competition in Indonesia, as regulated under Law Number 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. This research focuses on the application of Article 14 of the Law through case studies of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) decisions involving PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) and PT Teknologi Pengangkutan Indonesia, as well as PT Garuda Indonesia. It also examines the challenges faced by KPPU as the key institution responsible for collecting and presenting evidence related to vertical integration agreements. The research employs a normative juridical method with a descriptive-analytical approach. Data sources include legal and non-legal materials obtained through legal document analysis, literature review, and interviews as supporting data. The findings reveal that the ideal method for proving vertical integration in Indonesia differs from those in other countries. Proof based on Article 14 of Law Number 5 of 1999 must encompass all seven specified elements. KPPU faces significant obstacles in presenting and proving the existence of vertical integration, making it difficult to fulfill the required evidence. The study suggests amendments to Law Number 5 of 1999 to grant KPPU greater authority in handling vertical integration cases, along with enhancing KPPU’s human resources capacity to improve its effectiveness.