Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166307 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ernanti Wahyurini
"ABSTRAK
Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar. Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pemberantasan adalah pendidikan kesehatan. Beberapa media pendidikan tentang tuberkulosis setelah dibuat, akan tetapi media tersebut selalu memerlukan penyempurnaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah booklet
Aku Tekun Aku Sembuh dapat meningkatkan pengetahuan penderita
tuberkulosis paru di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya.
Penelitian menggunakan "Studi intervensi" dengan desain "Randomized
pretest postest with control group". Data yang didapat dianalisa dengan Student t test.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan bermakna antara nilai uji awal aan uji akhir pada kelompok Studi (p <0,05) dan tak ada perbedaan bermakna antara nilai uji awal dan uji akhir pada kelompok kontrol (p > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa booklet "Aku Tekun Aku Sembuh dapat meningkatkan pengetahuan penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Akan tetapi dari penilaian uji awal nampak bahwa pengetahuan responden tentang penyakitnya masih belum memadai.
Berdasarkan hasil tersebut penulis mengajukan saran agar pendidikan kesehatan pada penderita TB Paru ditingkatkan antara lain dengan menyebarkan booklet tersebut kepada sasaran yang tepat.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uha Suliha
"ABSTRAK
Latar belakang masalah adalah bahwa :
Program pernberantasan tuberkulosis telah dimulai secara intensif sejak tahun 1969 melalui kegiatan vaksinasi BCG, penemuan & pengobatan penderita, penyuluhan kesehatan serta evaluasi. Tingginya angka prevalensi tuberkulosis di Indonesia menunjukkan bahwa upaya pemberantasan belum mencapai hasil yang diharapkan. Kegagalan pengobatan tuberkulosis paru lebih banyak disebabkan oleh faktor non rnedis dari pada faktor medis.
Beberapa penelitian menemukan bahwa kegagalan pengobatan disebabkan oleh faktor perilaku penderita itu sendiri dimana penderita tidak patuh berobat.
Pengobatan jangka pendek selama 6 bulan saat ini merupakan pengobatan yang sedang diterapkan dalam upaya pemberantasan tuberkulosis di Indonesia. Rumah Sakit Persahabatan sebagai pusat rujukan penderita tuberkulosis paru telah menggunakan pengobatan jangka pendek dengan paduan obat anti tuberkulosis RHZ, secara khusus belum pernah mengadakan penelitian tentang perilaku kepatuhan datang kontrol penderita dengan pengobatan jangka pendek tuberkulosis paru
Yang dimaksud perilaku kepatuhan datang kontrol dalam penelitian ini adalah patuh/tidak patuh penderita terhadap anjuran untuk datang kontrol ke poliklinik selama 6 bulan pengobatan. Disebut patuh bila datang kontrol secara kontinu setiap bulan selama 6 bulan pengobatan, dan disebut tidak patuh bila tidak datang kontrol, terlambat lebih dari 2 minggu, datang kontrol tetapi tidak kontinu.
Tujuan penelitian untuk 1) Mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan, sikap, persepsi, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jadwal kontrol berobat pada penderita tuberkulosis paru baik yang patuh maupun yang tidak patuh datang kontrol. 2). Mengetahui apakah ada pengaruh faktor pengetahuan, sikap, persepsi, pendidikan, pekerjaan,pendapatan serta faktor jadwal kontrol berobat terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol.
Disain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian dilakukan di poliklinik unit paru Rumah Sakit Persahabatan. Sampel adalah penderita baru tuberkulosis paru pada bulan Agustus-September-Oktober 1990 dengan pengobatan jangka pendek, berusia 15 tahun keatas, pada saat penelitian berdomisili di wilayah DKI Jakarta.
Pengolahan data menggunakan komputer dengan program SPSS. Dilakukan uji statistik kemaknaan dengan chi square dan uji multiple logistic regression.
Hasil penelitian ini adalah : 1). Pengetahuan secara keseluruhan dan pengetahuan tentang gejala batuk lebih dari 2 minggu, usaha agar sembuh, lamanya pengobatan ada hubungan dengan perilaku kepatuhan datang kontrol. Pengetahuan secara keseluruhan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol dengan kontribusi 1.7610. 2). Sikap secara keseluruhan tidak ada hubungan sedangkan sikap terhadap datang kontrol sesuai ketentuan, ternyata ada hubungan dengan perilaku kepatuhan datang kontrol. Sikap secara keseluruhan tidak berpengaruh, sedangkan sikap terhadap datang kontrol sesuai ketentuan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol dengan kontribusi 4.2934. 3). Jadwal kontrol berobat ada hubungan dan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol dengan kontribusi 3.1240. 4). Persepsi, pendidikan, pekerjaan, pendapatan ternyata tidak ada hubungan dan tidak berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang kontrol. 5). Power adalah 62.82% .
Dari hasil penelitian ini dapat disampaikan saran kepada pengelola PKMRS rumah sakit Persahabatan hkususnya di poliklinik unit paru agar penyuluhan kesehatan kepada penderita tuberkulosis paru lebih ditekankan pada materi tentang gejala batuk lebih dari 2 minggu, usaha agar sembuh dan lamanya pengobatan.
Selanjutnya saran disampaikan kepada team dokter poliklinik unit paru Rumah Sakit Persahabatan agar program pengobatan selama 6 bulan diinformasikan kepada penderita sampai dengan menentukan jadwal kontrol berobat secara tertulis, jadwal tersebut merupakan lembaran kartu yang waktunya telah disepakati antara dokter dan penderita. Kartu jadwal tersebut dibuat rangkap dua, masing-masing untuk dibawa penderita dan dilampirkan pada dokumen medik.
Kepada ternan sejawat yang berminat kiranya dapat mengadakan penelitian lanjutan untuk 1). mencari jawaban mengapa penderita yang pengetahuan tinggi lebih banyak yang tidak patuh dan mengapa penderita yang mengetahui jadwal kontrol lebih banyak yang tidak patuh. 2). mencari faktor lain yang mempengaruhi perilaku kepatuhan datang kontrol dimana dalam
penelitian ini belum dapat diidentifikasi mengingat dari persamaan logistic regression didapat nilai constant= 0.1711.
Daftar bacaan : 51 (1965 .. 1990)"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melina Hendratna
"ABSTRAK
Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berbagai upaya untuk memberantas penyakit ini telah dijalankan. Salah satu usaha adalah menemukan dan mengobati sumber penularan yaitu penderita dengan kuman tuberkulosis di dalam dahaknya. Yang menjadi masalah, puskesmas sebagai pelaksana program pemberantasan penyakit ini sebagian besar belum mempunyai sarana untuk melakukan pemeriksaan dahak baik secara mikroskopik maupun biakan. Sedangkan cara pengiriman dahak yang biasa dilakukan prosedurnya sulit dan biayanya mahal.
Penelitian ini bertujuan membuktikan bahwa cara pengiriman dahak kering pada kertas saring yang dikirimkan melalui pos merupakan cara pengiriman dahak yang dapat diandalkan.
Hipotesis yang dipakai dalam pene1itian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang bermakna hasil pemeriksaan basil tahan asam (BTA) mikroskopik maupun biakan antara dahak segar dan dahak kering yang disimpan pada kertas saring yang dikirimkan nelalui pos.
Bahan penelitian adalah dahak yang berasal dari 100 penderita TB para yang berobat di Rumah Sakit Umum Pasar Reba antara bulan Mei-Agustus 1988. Masing-masing sampel dibagi dua, sebagian diletakkan pada kertas saring untuk kemudian dikirimkan melalui pos dan sebagian lagi tetap di dalam penampungnya. Kelompok sampel yang tetap di dalam penampungnya disebut kelompok kontrol sedangkan yang dikirinkan melalui pos disebut kelompok studi. Kedua kelompok sanpel tersebut dikirimkan ke subBagian Bakteriologi Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik hasil tahan asam (BTA) menakai pewarnaan TAN THIAM HOK (TTH) dan pemeriksaan biakan BTA memakai cara dan media KUDOH. Semua pemeriksaan ini dikerjakan antara bulan Mei-Oktober 1988 di subBagian Bakteriologi Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM Jakarta."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leny Wulandari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur peran pengetahuan terhadap perilaku pencarian pengobatan penderita suspek TB Paru setelah dikontrol oleh umur, jenis kelamin, status perkawinan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, jarak dan waktu tempuh ke Puskesmas dan RS. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang menggunakan data sekunder hasil survei Pengetahuan Sikap Perilaku (PSP-TB) 2010. Sampel penelitian adalah anggota keluarga yang berumur ≥ 15 tahun yang mengalami gejala TB Paru sebanyak 443 responden. Hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara peran pengetahuan penderita suspek TB Paru dengan Perilaku Pencarian Pengobatan TB Paru di Indonesia setelah dikontrol pekerjaan (OR=2,3, CI=1,349-3,952). Serta adanya interaksi antara pengetahuan dan pekerjaan.

This study aims to quantify the role of knowledge on treatment seeking behavior of patients with suspected pulmonary TB after controlled by age, gender, marital status, employment status, education level, distance and travel time to health center and hospital. The study was a quantitative study with cross sectional design using secondary data of Knowledge Attitudes Behaviour (PSP-TB) Survey 2010. Research sample is a sample of respondents aged ≥ 15 years with symptoms of pulmonary TB as many as 443 respondents. Based on the results of the study found there is a relationship between the role of knowledge of patients with suspected pulmonary TB with treatment seeking Behavior of Pulmonary TB in Indonesia after controlled by variable of employment status (OR = 2.3, CI = 1.349 to 3.952), and there is interaction between knowledge and employment status.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31727
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna
"Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia terlepas dari kemajuan ilmiah utama dalam diagnosis dan manajemen Dalam Laporan WHO 2012 Global Tuberculosis Pengendalian mengungkapkan diperkirakan 9 3 juta kasus insiden TB pada tahun 2011 secara global dengan Asia memimpin di bagian atas 59 Beberapa studi di masa lalu telah mengungkapkan hubungan antara kekayaan dan kondisi hidup dengan konversi TB dan mengurangi kejadian TB
Sasaran dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis berbagai tingkat ekonomi di masyarakat selama masa pengobatan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap konversi TB Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan mewawancarai pasien TB yang diberi obat kategori pertama selama minimal 2 bulan n 106
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi memiliki persentase kesembuhan lebih besar 77 dari 57 pasien dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan rendah 49 dari 49 pasien Hasil tambahan yang diperoleh adalah beberapa pasien masih menggunakan uang mereka sendiri untuk konsultasi dan obat obatan yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah
Penelitian ini menegaskan hipotesis bahwa pendapatan memang terkait dengan konversi TB pada 2 bulan di RS Persahabatan selama pengobatan lini pertama obat Beberapa faktor yang berkorelasi dengan pendapatan yang lebih tinggi termasuk pendidikan transportasi dan makanan sehat berkontribusi terhadap konversi
Penelitian ini menyarankan bahwa pemerintah harus membayar lebih banyak perhatian terhadap konversi dan pengobatan TB sebagai studi ini menemukan bahwa tingkat tertentu pendapatan minimum perlu dipenuhi untuk mendapatkan konversi pada 2 bulan Kata kunci Tuberkulosis Program pengobatan Tuberkulosis Kategori satu obat Tuberkulosis Tingkat Penghasilan.

Tuberculosis remains a major public health problem worldwide in spite of major scientific advancements in its diagnosis and management In WHO Report 2012 ndash Global Tuberculosis Control reveals an estimated 9 3 million incident cases of TB in 2011 globally with Asia leading at the top 59 Several studies in the past have revealed the relationship between wealth and living condition with TB conversion and reducing TB incidence
The Aim of this study was to determine and analyze variety of economic level in society during the treatment period as a contributing factor towards TB conversion This study used cross sectional design by interviewing patients with TB who are given first category drugs for at least 2 months n 106
Results showed that patient in the higher income group had greater cure percentage 77 from 57 patients compared to the low income group 49 from 49 patients Additional result gained was some of the patient still use their own money for consultation and drugs which should have been covered by the government
This study confirmed the hypotheses that income indeed associated with TB conversion at 2 months in Persahabatan Hospital during first line drug treatment Some factors that correlate with higher income including education transportation and healthy foods contribute to the conversion
This study suggested that government should pay more attention towards TB conversion and treatment as the study found that certain level of minimum income needed to be fulfill in order to get the conversion at 2 months Keywords TB TB treatment programs TB drugs first category Income.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika
"Default adalah salah satu masalah penting dalam pengendalian TB paru. Default menyebabkan penderita berpotensi untuk mengalami resistensi terhadap OAT sehingga sulit disembuhkan. Penelitian ini menilai proporsi default TB paru dan faktor yang berhubungan di RSUD Budhi Asih Jakarta tahun 2008, dan desain studi penelitian adalah Cross Sectional. Jumlah sampel yang dianalisis adalah 188 dari 407 penderita. Penelitian ini menemukan proporsi kasus default TB paru di RSUD Budhi Asih Jakarta tahun 2008 sebesar 8,0% (15 kasus). Faktor- faktor yang berhubungan bermakna secara statistik dengan default penderita TB paru di RSUD Budhi Asih Jakarta tahun 2008 adalah umur (nilai p=0,002) dan efek samping obat (nilai p=0,05) sedangkan jenis kelamin, status pekerjaan, tipe penderita, riwayat pengobatan, jenis ESO, keberadaan PMO dan jenis PMO berhubungan tidak bermakna secara statistik dengan default penderita TB paru. Pengelola TB harus meningkatkan penyuluhan kepada pasien TB bahwa OAT memiliki efek samping, lebih menekankan pentingnya keteraturan berobat dan pengawasan minum obat pada penderita yang tergolong umur tidak produktif.

Default is one of the most important things in controlling lung TB. Default causes patients having treatment resistance and it makes them more difficult to be cured. This research determines default proportion among lung TB patient and factors related to it in RSUD Budhi Asih Jakarta 2008 and Cross Sectional is the study design. This research analyses 188 samples from 407 populations. Statistically, factors that significantly related to default among lung TB patient in RSUD Budhi Asih Jakarta 2008 are treatment side effect and age, while sex, work status, patient type, patients? treatment history, type of treatment side effect, treatment supervisor and it?s type are not related to default. TB administrator must reminding all TB patients that TB treatment has side effects and also must reminding those patients about treatment adherence especially to non productive age ones."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
A.H. Mahpudin
"Tuberkulosis (TBC) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia. WHO melaporkan, di seluruh dunia setiap tahunnya ditemukan tidak kurang dari 8 juta kasus baru. Indonesia diantaranya merupakan negara penyumbang kasus TBC terbesar ketiga setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah kasus TBC di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 627.047 penderita, 281.946 diantaranya termasuk kategori TBC paru BTA positif. TBC paru BTA positif adalah jenis TBC yang sangat menular sehingga apabila tidak dilakukan pengobatan yang adequat dapat menularkan kepada 10-15 penderita baru dalam setahun. Risiko terjadinya penularan akan lebih tinggi pada orang yang dekat dengan sumber penular Kondisi lingkungan, status sosial ekonomi, gaya hidup, genetik dan adanya penyakit lain seperti diabetes, campak dan HIV merupakan faktor risiko yang selama ini diyakini berhubungan dengan kejadian tuberkulosis. Namun penelitian tentang faktor risiko tersebut di Indonesia masih jarang dilakukan. Ketersediaan data sekunder dari Survei Prevalensi TBC Nasional dan Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2004 (Susenas) yang terintegrasi, menarik minat penulis untuk memanfaatkan data ini untuk menganalisis beberapa faktor risiko TBC paru.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan rumah, faktor sosial ekonomi dan faktor respon biologis terhadap kejadian TBC paru BTA positif pada penduduk dewasa di Indonesia.
Penelitian ini memakai rancangan studi kasus kontrol tidak berpadanan, dengan menggunakan perbandingan kasus kontrol 1:4. Sampel penelitian adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang menjadi sampel Susenas 2004 dan dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada Survei prevalensi TBC 2004. Jumlah sampel terpilih sebanyak 380 orang yang terdiri dari 76 kasus dan 304 kontrol. Penduduk yang berdasarkan pemeriksaan sputumnya menunjukan hasil BTA positif ditetapkan sebagai kasus. Sedangkan yang menjadi kontrol adalah penduduk yang sputumnya menunjukkan hasil BTA negatif dan berasal dari wilayah kecamatan yang sama dengan kasus. Kontrol dipilih secara acak. Untuk menguji hipotesis digunakan uji Kai Kuadrat dan untuk melihat derajat hubungan menggunakan nilai Odds Rasio dengan CI 95%.
Berdasarkan basil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC Pam BTA positif adalah keberadaan sumber kontak serumah OR 3,46 (1,316;9,091) kondisi rumah yang berlantai tanah OR 2,2 (1,135;4,269) dan pendapatan perkapita OR 2,145 (1,249;3,683). Berdasarkan temuan tersebut penulis menyarankan kepada pembuat kebijakan agar melaksanakan program khusus terhadap masyarakat golongan ekonomi rendah, terutama dalam hal program upaya penemuan penderita sedini mungkin, memberikan pengobatan secara cepat guna memutus rantai penularan, melaksanakan program active case finding dan untuk jangka panjang perlu dijalin kerjasama dengan lintas sektor terkait untuk melaksanakan program rumah sehat bagi kalangan masyarakat yang mempunyai status sosial ekonomi rendah.

Tuberculosis (TBC) is still become the word health problem. WHO reported that every year in the word has been founded not less than 8 millions of new cases. Indonesia is the third biggest countries which contribute TB cases after India and China. It is estimated the number of TB cases in Indonesia in the year 2003 was 627.047 infected, 282.946 among it was the category of pulmonary tuberculosis with smear positive. Pulmonary tuberculosis with smear positive is a kind of TB which is very infectious, so it should have adequate treatment, unless it will spread to 10-15 new patients within a year. The people who are close to the source of disease have the high risk to be infected.
The environment condition, social economy status, life style, genetic and other disease such as diabetes, measles and HIV are believed has the relation with TB. But research about those risk factors in Indonesia is rarely done. The interest of the writer to analyze same risk factor of pulmonary TB is based on integrated of availability of secondary data from National TB Prevalence Survey (SPTBC) and National Social Economy Survey (Susenas) year 2004.
The purpose of this research is to know the relation between the house environment condition, social economy factor and biologic response toward pulmonary TB with smear positive cases for adult in Indonesia.
The research is using unmatched case control study, with comparison of 1 : 4 case and control. The sample of this research is the people of 15 years old and above, which was the sample of Susenas 2004 and was examined by sputum smear microscopy in SPTBC 2004 Survey. The number of chosen sample is about 380 person, consisting of 76 cases and 304 controls. The people whose sputum smear positive, decided as a case, but the people from the sputum smear negative decided as control. Control was chosen randomly. To test these hypotheses, chi square is used and to see the relation degrees of Odds Ratio with Cl 95% value is used.
The research found that the factors which association with pulmonary TB smear positive is the availability of contact source in one house OR 3, 46 (1,316 ; 9,091), the condition of the house with soil floor OR 2.2 (1,135 ; 4,269) and private income OR 2,145 (1,249 ; 3,683). According to those finding, the writer advise to the policy maker to take special program for the people with low income, especially the program of finding the infected person as soon as possible to heal them with proper treatment. to cut the cycles of infections, to make program of active case finding program and for long term, there should be cooperation between other sector related to activate healthy house program for the people with low income.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Kurniasih
"Tesis ini membahas mengenai faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2007. Penelitian ini merupakan studi observasional deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah perlu meningkatkan upaya promotif dan preventif dalam rangka mengeliminir berkembangnya penyakit tuberkulosis paru; pemerintah juga harus meningkatkan anggaran kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari sisi kesehatan.

This thesis concerns the relationship of risk factors of lung tuberculosis prevalence in Indonesian labor force at 2007. This research uses descriptive observation analysis with cross sectional design model. The recommendation are the government needs to increase the promotion and preventive effort for eliminating of spreading lung tuberculosis disease, and the government should to increase especially health budget for increasing the human resources quality."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26272
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Rinaldy Panusunan
"Latar belakang dan tujuan: Petugas kesehatan adalah populasi yang rentan terhadap infeksi Tuberkulosis (TB). Salah satu penilaian dalam kontrol infeksi TB adalah melakukan evaluasi pada petugas kesehatan, terutama yang kontak dengan pasien TB. Interferon gamma release assays (IGRA) adalah suatu alat untuk pemeriksaan infeksi TB laten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan angka proporsi infeksi TB laten pada petugas kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan pada 95 subjek dengan cara concecutive sampling. Subjek akan dilakukan anamnesis, foto toraks dan Xpert MTB/RIF untuk menyingkirkan diagnosis TB aktif dan TB MDR.
Hasil: Hasil IGRA positif didapatkan pada 37 subjek (38,9%) dan negatif pada 58 subjek (61,1%). Tidak ditemukan kasus TB aktif atau TB MDR. Didapatkan hubungan yang signifikan antara hasil pemeriksaan IGRA dengan lokasi kerja (P = 0,004).
Kesimpulan: Proporsi infeksi TB laten pada petugas kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan dengan pemeriksaan IGRA adalah 38,9%.

Background: Healthcare workers (HCW) are group of population that are prone to tuberculosis (TB) infection. One of the tuberculosis infection control measure is the evaluation of HCW, especially those who have contact with TB patient. Interferon gamma release assays (IGRA) is a method for diagnosing latent TB infection (LTBI). The aim of this trial is to determine the proportion of LTBI in HCW in Persahabatan Hospital, a high burden TB hospital in Indonesia.
Methods: This cross sectional study was conducted among 95 HCW in Persahabatan Hospital who have contact with TB patient. Sample was recruited by consecutive sampling. The participants were subject to history taking, chest X ray and Xpert MTB/RIF to exclude the diagnosis of active TB infection or multi drug resistant (MDR) TB.
Results: Positive IGRA was found in 37 HCW (38,9%) and negative IGRA was found in 58 HCW (61,1%). There were no active TB and MDR TB in HCW. There was a significant association between IGRA result and the work place (P = 0,004).
Conclusion: Proportion of LTBI in HCW in Persahabatan Hospital by using IGRA was 38,9%."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Juwita Nelwan
"Latar Belakang Indonesia memiliki insidern kasus TB tertinggi di dunia setelah India dan Cina serta prevalensi kasus DM yang semakin meningkat. Infeksi aktif TB sangat ditentukan oleh status imun. Pada kondisi imunokompromis seperti adanya diabetes melitus akan didapatkan risiko TB yang lebih tinggi. Penelitian ini ingin mendapatkan perbedaan respons IFN-y pada pasien TB dengan DM (TB-DM) dibandingkan dengan pasien TB tidak DM (TB) dan responden sehat.
Metodologi Secara potong lintang, pada pasien TB paru kasus baru BTA positif, dilakukan penapisan adanya diabetes melitus dan didapatkan 23 orang pasien TB-DM, dari pasien TB-DM ini, didapatkan kontrol 34 orang pasien TB dan 37 orang responden sehat yang secara umur dan jenis kelamin. Pada seluruh pasien dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratoriurn. Untuk mendapatkan respons IFN-y pasien TB-DM, TB, dan responden sehat dilakukan pengambilan darah pagi hari yang kemudian distimulasi secara in vitro dengan M.tuberculosis (MTB) yang mati, lipopolisakarida (LPS) dan phytohaemagglutinin (PHA). Setelah diinkubasi pada 37°C selama 22-24 jam, lalu dilakukan disentrifugasi dan kadar IFN-y diukur dari supernatan yang didapat dengan metode ELISA.
Hasil Karakteristik klinis pasien TB-DM dan TB secara proporsi tidak berbeda bermakna. Didapatkan derajat infeksi TB pada pasien dengan DM lebih ringan dibandingkan pasien TB tidak DM. Respons IFN-y setelah stimulasi MTB didapatkan rendah pada pasien TB dibandingkan TB-DM dan responden sehat (secara statistik tidak bermakna), pada stimulasi PHA, sebagai kontrol positif didapatkan respons lebih rendah pada pasien TB-DM dibandingkan pasien TB dan responden sehat (berbeda bermakna antara ketiga kelompok yang diuji, p<4,41).
Kesimpulan. Pasien TB-DM memiliki respons IFN-y lebih tinggi dibandingkan pasien TB, hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat beratnya infeksi TB pasien DM dan tidak DM.

Background Indonesia has the highest incidence of tuberculosis (TB) cases after India and China, also the fifth highest prevalence of diabetic cases in the world. Active tuberculosis infection is determined by host immune response, and in immunocompromized condition such as diabetic, the risk of having active TB is high. Our study objective looked on the response of IFN-y between diabetic lung TB patients compare to non diabetic lung TB and healthy controls.
Methodology Among new cases of lung TB patients with positive AFB, we performed screening of diabetes mellitus and included 23 TB-diabetic patients, thirty four lung TB patients and 37 healthy controls matched for age and sex. We perform clinical and laboratories examinations. To identify IFN-y response of diabetic lung TB patients, TB and healthy controls, we drain morning blood and stimulated in vitro with sonicated M. tuberculosis (MTB), lipopolysaccharide (LPS) and phytohaemagglutinin (PHA). After incubation at 37°C for 22-24 hours, we centrifuged and IFN-y response was evaluated from the supernatant with ELISA.
Results Clinical characteristic of TB-diabetic patients and TB patients was similar Severity of TB infections among diabetics were less severe compared to non diabetic. Lung TB patients have the lowest IFN-y response after MTB stimulation compared to diabetic lung TB and healthy controls (not statistically significant). And after PHA stimulation, diabetic lung TB patients have the lowest response compared to other groups (significant between all groups, p < 0.01).
Conclusions Diabetic lung TB patients have higher IFN-y response than non diabetic TB patients, this might due to difference of disease severity among TB infection of diabetics and non diabetic. This difference was statistically not significant and co-morbidity of diabetes mellitus among moderately ill TB patients showed similar response as advance ill TB patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>