Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145141 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rr. Hesti Nur Lestari
"
ABSTRAK
Penjara sebagai suatu toral institution (Goffman, 1961) yang dimasukkan oleh
Cohen dan Taylor (1972) ke dalam kategori extreme situation atau extreme
environment memiliki situasi, kondisi, ciri-ciri atau sifat yang berbeda dengan
kehidupan sehari-hari yang ?normal? di luar penjara. Penelitian ini berangkat dari
pertanyaan bagaimana seorang narapidana - yang sebelumnya hidup di dunia luar yang
bebas - menyesuaikan diri dengan kehidupan di penjara.
Untuk itu penelitian ini memfokuskan diri pada narapidana bermasa hukuman
panjang yang lelah cukup lama menjalani hukuman di daiam penjara, dengan harapan
dapat diperoleh gambaran yang jelas dan utuh mengenai pola penyesuaian diri mereka
Selain itu berbagai penelitian menunjukkan bahwa ternyata narapidana bermasa
hukuman panjang memiliki permasalahan tersendiri di samping juga permasalahan yang
dihadapi narapidana pada umumnya. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh (1)
gambaran mengenai pemiasalahan yang dihadapi narapidana bermasa hukuman panjang
yang telah lama menjalani masa hukumannya dan (2) gambaran penyesuaian diri,
beserta (3) dinamika penyesuaian diri mereka, dalam berbagai aspek kehidupan mereka
di Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disebut Lapas)
merupakan unit pelaksana teknis di bidang pemasyarakatan yang menampung, merawat
dan membina narapidana di Indonesia (Dep. Kehakiman Rl, 1990).
Narapidana bermasa hukuman panjang yang dimaksud di sini adalah terpidana yang
dijatuhi hukuman penjara minimal 10 iahun, masa hukuman yang telah dijalani minimal
empat tahun, dan masa hukuman minimal yang hams dijalani minimal enam tahun. Dalam penelitian ini dipilih pendekatan kualitatif, agar gambaran dan dinamika
penyesuaian diri individu yang bersifat unik dapat tertangkap dan dipahami dengan
lebih baik, sesuai makna yang diberikan dari sudut pandang individu yang
bersangkutan. Dapat dikatakan pula bahwa penelitian ini bersifat deskriptif, karena
berusaha menggambarkan keadaan, gejala, dan proses yang terjadi pada diri individu.
Data untuk penelitian ini didapat dari wawancara mendalam terhadap beberapa
narapidana di Lapas Cipinang. Empat kasus ditampilkan dan dianalisis.
Dalam penelitian ini permasalahan narapidana bermasa hukuman panjang dibahas
dalam 10 aspek, yakni (1) privasi, (2) aktivitas, (3) keamanan, (4) kebebasan dan
status personal, (5) stimulasi sosial, (6) umpan balik emosional, (7) dukungan, (8)
struktur lingkungan dan pandangan terhadap otoritas, (9) pemenuhan kebutuhan fisik dan
fisiologis, (10) pandangan terhadap waktu dan masa depan.
Penelitian ini menemukan bahwa awal masa pemenjaraan umumnya dirasakan
subyek sebagai saat yang tersulit - terutama masa penyidikan - namun secara umum
pemenuhan kebutuhan dalam tiap-tiap aspek cenderung mengalami peningkatan seiring
dengan berjalannya waktu yang dilalui subyek di Lapas. Kebutuhan akan privasi,
aktivitas, kebebasan, dan stabilitas dirasakan cenderung meningkat, sebaliknya,
kebutuhan fisik dan fisiologis dan kebutuhan dalam aspek-aspek yang lebih
interpersonal sifatnya - stimulasi sosial, umpan balik emosional, dan support -
dirasakan cenderung menurun. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kehidupan
keempat subyek telah relatif stabil dan menemukan polanya yang tetap, serta telah pula
mengembangkan strategi-strategi untuk hidup secara efektif di dalam Lapas. Masa
hukuman yang panjang itu sendiri ternyata merupakan pemasalahan tersendiri dan
menjadikan berbagai masalah lainnya semakin problematik. Pada subyek umumnya
timbul kesadaran diri. Mereka pun merasakan perubahan-perubahan yang positif pada
diri mereka.
"
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Fansuri
"ABSTRAK
Kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik apabila norma-norma yang menjadi pedoman tindakan warganya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam masyarakat dikenal adanya suatu bentuk kearifan yang berdasarkan kebiasaan (conventional wisdom}, yang menyatakan bahwa ada dua prinsip mengenai mengapa norma-norma budaya akan selalu dijadikan pedoman. Pertama, nilai tentang baik dan buruk telah ditanamkan pada seseorang pada saat proses sosialisasi. Kedua, adanya rasa saling hormat menghormati antar sesama (Edgerton, 1978:455). Namun, dalam kenyataan akan selalu terdapat orang-orang tertentu yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Jika akan ditelusuri penyebabnya akan sangat banyak dan bervariasi, tetapi secara garis besar perilaku menyimpang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dari diri orang yang bersangkutan, dan faktor eksternal yang berasal dari masyarakat di sekitar dirinya.
Terlepas dari faktor mana yang menyebabkannya, penyimpangan terhadap norma-norma kehidupan masyarakat akan dapat berpengaruh terhadap keseimbangan masyarakat serta dapat menimbulkan kekacauan yang serius. Di antara sekian banyak penyimpangan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yang paling potensial untuk menimbulkan ketidak-seimbangan dan kekacauan yang serius ialah bentuk penyimpangan yang melanggar hukum yang berlaku. Perilaku tersebut biasanya disebut tindak pidana dan pelakunya disebut penjahat atau pelanggar hukum. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan sebuah definisi tindak pidana dari Hugh D. Barlow, yang berbunyi sebagai berikut:
Tindak pidana merupakan tindakan manusia yang melanggar hukum kriminal, kejahatan terdiri dari dua komponen: (1) melibatkan tingkah laku tertentu; (2) tingkah laku tersebut dapat diidentifikasikan dalam sistem hukum yang berlaku (Barlow, 1984:5).
Hukum kriminal pada hakekatnya merupakan suatu mekanisme yang sengaja diciptakan manusia untuk menanggulangi dan melindungi masyarakat dari tindak pidana.
Pada dasarnya tindak pidana akan ada karena adanya batasan-batasan yang disahkan oleh kelompok masyarakat tertentu mengenai perilaku mana yang dianggap baik dan mana yang buruk. Masyarakat pula yang menentukan sanksi apa yang akan diberikan pada suatu bentuk tindak pidana tertentu. Pada kebudayaan dan masyarakat di seluruh dunia banyak dikenal bentuk-bentuk sanksi bagi pelaku tindak pidana. Dalam penelitian ini perhatian akan dipusatkan pada suatu bentuk pidana hilang kemerdekaan di Indonesia, dengan lembaga pemasyarakatan sebagai unit pelaksananya, khususnya LP Cipinang, Jakarta."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Suhardi
"In Indonesia's system law, drug crimes have death sentence (capital punishment). although capital punishment had been implementing as positive law in Indonesia but the efficacy of capital punishment as instrument of criminal policy still became debatable for Indonesia's criminologist and law practitioners.
This thesis try to discover the effect of capital punishment toward prisoner's attitude to drug trading in Cipinang Prison. The basic theory as analyze in this research is deterrent theory from classical thinker Cecare Becaria and developed by modem thinker such as : Jhos Andenaes, Zimring and Hawkins, William Cambliss and etc.
Research method applied in this thesis is survey quantitative approach. Population and sampling is drug prisoners (drug trader)in Cipinang Prison. The correlations and regressions analyze concludes R value= 0.925, determinant coefficient R = 0.885 and regression equations Y = 2.358 =-098765 + 0.249X3 + 0.707X4.
From the analyze above we conclude that penalty would generally affect to learnt to the convicts for dealing with drugs. Deterrent effect of Capital Punishment would not depends on knowledge and perceptions of penalty, nevertheless it depends on perceptions to law enforcement and fear of capital punishment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Roy Tulus Martin
"Didalam pelaksanaan pembinaan dewasa ini yang mana menganut prinsip community-based treatment, telah ditentukan program-program yang seharusnya dilaksanakan. Mengenal community-based treatment, berdasarkan sistem pemasyarakatan mengandung dua aspek dalam proses pembinaan. Aspek pembinaan yang institusional yang berlangsung didalam lingkungan bangunan-bangunan tempat penampungan pelanggar-pelanggar hukum dan aspek pembinaan yang non institusional yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Konsep kepenjaraan - yang lama telah ditinggalkan dan beralih kepada pandangan yang lebih humanis yang semata-mata demi perbaikan diri pribadi seorang narapidana. Mereka diberikan pembinaan, agar kelak bila bebas nantinya mempunyai suatu kapasitas tenentu untuk bisa berintegrasi kembali ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang dipidana, hukumannya sangat beragam. Jangka waktu pembinaan memainkan peranan penting didalam pelaksanaan pembinaan. Hal ini bisa menjadi suatu masalah bagi pengaplikasian dari community-based treatment (CBT).
Tidak semua narapidana akhirnya bisa mendapatkan keseluruhan program-program pembinaan tersebut, khususnya yang dihukum satu tahun kebawah. Keadaan yang menjadi awal dari semua permasalahan ini harus bisa dicarikan jalan keluarnya. Memang sejak masuk ke dalam penjara, para narapidana telah diberikan program pembinaan, tetapi hanya sebagian saja, sehingga disebut, hanya berorientasi saja kepada CBT. Padahal konsep CBT harus bisa benar-benar dijalankan sebagai tujuan reintegrasi. Didalam kenyataannya fasilitas yang ada, lebih banyak digunakan oleh mereka yang dihukum satu tahun keatas. Peraturan perundang-undangan sangat jelas sekali untuk pidana 1 (satu) tahun lebih, tetapi lemah untuk hukuman kurang dari 1 tahun. Para narapidana memiliki berbagai macam tipikal yang akan menjadi masalah, ketika mereka menerima pembinaan yang ada.

The treatment implementation for under one-year sentence Inmates. Nowadays, in implementing the treatment programs which is have a community-base treatment principle. that has been determined the programs which supposed to be implemented. Recognizing the community-based treatment, based-on its community system consist two aspects in treatment process. The institutional treatment aspect which is exist in the environment includes the shelters that placing the law-offenders and non-institutional treatment aspects which is exist in the community itself. The old / conventional correctional concept had been left and moving to humane point of view for improving an inmate personality. They have given treatment programs, so if they are being free someday, they will have a capacity to reintegrate in society. They, who has been sentenced, owning the variety of sentence. The period/term of treatment played an important role in implementing the treatment programs. This, can be a problem for the community-based treatment application.
Finally, not all the inmates has got its overall treatment programs, especially those who being under one year sentence. The condition has become the beginning of all this problems which should be solved. Thus, since they have been sentenced, the inmates had given a treatment programs. but they don't get all the treatment programs, so called, its only a CBT concept. Meanwhile, the CBT concept should be really to be implemented as a purpose of reintegration. In fact, the existing facility, has been used by they whose being above one year sentence. Although the procedure has been really clear for over one year sentenced but it's really weak/become a problem for unless of one year sentence. The inmates also have a character which is becoming a problem, when they has received an existing treatment programs. The function of treatment is to rehabilitate and to increasing the capacity. As an organization, correctional institution also have a barriers in reaching their objectives/goals, basically in terms of the official staffs. The above problems/things which is to identify as a problems- that starting in the sentence process (vonis) until the supervision and the treatment, finally should be looking for the right solution.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwoko
"In Indonesian law system, treatment for terrorism prisoners didn't have direction and pattern. Therefore, treatment for terrorism prisoners that convicted death sentence didn't have pattern too. Leave from this fact, this thesis will discover how Lembaga Pemasyarakatan Klas I Batu, Nusakambangan treats terrorism prisoners.
Theory used as guidance in answering the problem of building death punishment convict for terrorism case in criminal theory developed by Jheremy Bentham, Cessare Becaria and other socialists state that the purpose of state criminal is Detterence, Rehabilitation, Re-socialization, and Re-integration of social which mean that stating criminal is as an effort to make a criminal become 1) feel guilty, 2) regret, 3) penitence, 4) will not do again.
Through descriptive qualitative approach, this research has been success to find empiric fact that building criminal in terrorism case done by Lapaas Class I Batu Nusakambangan, in fact, is not success in attain the result as commanded.
This can be seen from indicator: 1) prisoner not feel guilty 2) not regretful 3) not penitence 4) hold strong ideology of terror and 5) still involve in criminal action, mainly in born exploitation Bali II.
From the above fact and the result of analysis from the author concerning the opinion of religious, mufti, Jemaah Islamiah personages who has been aware concerning the proper building to terrorism case prisoner, in this thesis the author propose the proper model in order to build death punishment prisoner of terrorism case."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Hartono
"Pembinaan narapidana di Lapas dilakukan bertahap mulai dari tahap masa pengenalan lingkungan (Mapenaling) sampai dengan masa asimilasi. Pada tahap Mapenaling narapidana mempersepsikan apa yang dialaminya melalui proses penilaian tentang atribusi pengamatannya dengan menggunakan kesadarannya (kognisi). Persepsi dan tingkah laku dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu bentuk keseluruhan atau totalitas dari rangsang (emergent) dan kekuatan-kekuatan (forces) yang ada dalam lapangan psikologi (Field theory: Lewin,1914) yang saling berinteraksi dan membuat hubungan konsonan, tidak relevan dan hubungan disonan. Hubungan yang terakhir inilah yang menimbulkan perasaan yang tidak enak atau tidak senang (disonansi kognitif) yang berakibat penilaian narapidana terhadap pembinaan menjadi negatif.
Dalam tulisan ini penulis mencoba merancang program intervensi untuk mengurangi disonansi kognitif narapidana dengan menerapkan Teori Sumber Perhatian dalam Kesadaran (Conscious Attentional Resourches Theory: Festinger, 1957) yang menekankan pada proses kognisi individu. Rancangan Program Mapenaling yang diusulkan di Lapas Paledang adalah intervensi berbasis evaluasi did pada tahap Mapenaling melalui latihan meditasi dan penyusunan Buku Panduan Melakukan Evaluasi Diri. Yang menjadi pertimbangan adalah efektivitas pelaksanaan program ini dan perlunya dukungan para Pemangku Kebijakan (Stake Holder) disamping kegiatan-kegiatan lain sebagai pelengkap."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Hartono
"ABSTRAK
Pembinaan narapidana di Lapas dilakukan bertahap mulai dari tahap masa
pengenalan linglcungan (Mapenaling) sampai dengan masa asimilasi. Pada
tahap Mapenaling narapidana memperscpsikan apa yang dialaminya
rnelalui proses penilaian tentang atribusi pengamatannya dengan
rnenggunakan kesadarannya (kognisi).
Pcrsepsi dan tingkah laku dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu bentuk
keseluruhan atau totalitas dari rangsang (emergent) dan kekuatan-kekuatan
(forces) yang ada dalam lapangan psikologi (Field theory: Lewin,l9l4)
yang saling berinteraksi dan membuat hubungan konsonan, tidak relevan
dan hubungan disonan. Hubungan yang terakhir inilah yang menimbulkan
perasaan yang tidak enak atau tidak senang (disonansi kognitif) yang
berakibat penilaian narapidana terhadap pembinaan menjadi negatif.
Dalarn tulisan ini penulis mencoba merancang program intervensi untuk
mengurangi disonansi kognitif narapidana dengan menerapkan Teori
Sumber Perhatian dalam Kesadaran (Conscious Artentional Resourches
Theory : Festinger, 1957) yang menekankan pada proses kognisi individu.
Rancangan Program Mapenaling yang diusulkan di Lapas Paledang adalah
intervensi berbasis evaluasi diri pada tahap Mapenaling melalui latihan
meditasi dan penyusunan Buku Panduan Melakukan Evaluasi Diri. Yang
menjadi pertimbangan adalah efektivitas pelaksanaan program ini dan
perlunya dukungan para Pemangku Kebijakan (Stake Holder) disamping
kcgiatan-kegiatan lain sebagai pelengkap."
2007
T34173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rulyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Rutan di Indonesia, dimana fungsi Rutan saat ini dikarenakan adanya masalah overkapasitas sering dijadikan sebagai tempat pembinaan narapidana. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan fungsi Rutan yang hanya sebagai tempat pelayanan dan perawatan tahanan. Untuk itu diperlukan suatu model penyesuaian pembinaan sehingga Rutan dapat tetap memenuhi hak narapidana untuk mendapatkan pembinaan. Selain itu adanya fakta bahwa penanganan narapidana/tahanan kasus narkotika masih diperlakukan sama dengan narapidana/tahanan kasus lainnya, sehingga jauh dari prinsip rehabilitasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan integrative criminology dalam merumuskan model penyesuaian yang dapat diterapkan sesuai dengan kasus yang dihadapi. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi lapangan guna mendapatkan deskripsi kondisi lapangan di Rutan dan studi pustaka sebagai cara pemetaan teori guna mendapatkan model yang mempunyai dasar secara teoritis.
Hasil penelitian menunjukan akan adanya kebutuhan model penyesuaian terhadap penanganan narapidana narkotika, khususnya yang ditempatkan di Rutan seperti yang terjadi di Rutan Klas 1 Cipinang. Model penyesuaian menggabungkan kondisi dan praktek lapangan yang selama ini terjadi dengan prinsip penanganan pasien narkotika yang sesuai dengan UNODC.

ABSTRACT
This research was motivated by the constraints and problems faced by Rutan in Indonesia, where the function of Rutan due to overcapacity problem is often used as a place for coaching inmates. This is certainly not in line with the function of detention (Rutan) as a place for caring and serving the prisoners only. It requires an adjustment model of coaching so that detention (Rutan) can still fulfill the rights of prisoners to receive guidance. Besides, the fact that the handling of the prisoners / detainees of narcotics cases are still treated the same way as inmates / detainees of other cases, and it is far from the principles of rehabilitation. This study is a qualitative research, using integrative criminology approach in formulating the adjustment model that can be applied in accordance with the case at hand. In collecting the data, this study uses interviews and field observations in order to obtain a description of field conditions at the detention center, and literature researches as a way of mapping theory in order to obtain a model that has a theoretical basis. The results showed a need of adjustments model in handling the narcotics inmates, especially those who are placed in detention (Rutan) as occurred in Rutan Klas 1 Cipinang. The adjustment model incorporates the field conditions and practices that have been happening with the principle of treating patients with drugs that is in line with UNODC"
2016
T46463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Imparsial, 2006
364 IMP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyani Rahayu
"Tujuan dari pemidanaan saat ini pada intinya adalah pembinaan. Oleh karenanya yang harus dikedepankan oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah aspek pembinaan. Namun dalam kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa aspek keamanan tidak kalah penting, dan bahkan sampai saat ini bisa dikatakan masih menjadi indikator keberhasilan Lembaga Pemasyarakatan. Salah satu indikator kondisi aman Lembaga Pemasyarakatan adalah tidak terjadi pelarian. Karena memang pembinaan tidak dapat berjalan dengan baik bila keamanan tidak terjaga. Pikiran untuk melarikan diri boleh jadi ada pada setiap diri narapidana yang sedang menjalankan masa pidananya di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Keinginan ini merupakan hal yang manusiawi mengingat dibatasinya kemerdekaan untuk hidup bebas bagi narapidana. Kondisi seperti ini akan benar-benar menjadi sebuah usaha percobaan pelarian bila ada pemicunya. Penelitian terhadap studi kasus pelarian dalam Tesis ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Dan hasil penelitian ini diperoleh fakta bahwa Lapas ini mengalami over kapasitas. Dengan kondisi seperti ini, muncullah berbagai tekanan hidup yang berakar pada uang. Hal inilah yang menjadi penyebab seorang narapidana nekat melarikan diri. Untuk menumpas akar penyebab dilakukannya pelarian, diperlukan strategi pencegahan pelarian melalui pendekatan sosial. Sementara itu, upaya melarikan diri narapidana dilakukan ketika tersedia kondisi-kondisi yang mendukung untuk dilakukannya pelarian tersebut. Artinya terdapat sejumlah peluang yang sangat menguntungkan bagi narapidana untuk keluar dengan tidak sah dari dalam Lapas. Untuk memperkecil peluang-peluang yang ada tersebut, maka diperlukan strategi pencegahan pelarian melalui pendekatan situasional.

Basically, the main purpose of detention is to develop character building. Therefore, correction centre should propose building aspect. But in reality, it can not be denied that security aspect is very important, even it is still an indicator of. The success of a correction centre today. One of secure situation in correction Centre is whenever there is no escape. Since, character building can not run well if there is no secure situation. Frequently, the prisoners in correction centre have willingness to escape. It is humane, because their freedom is limited. This situation makes them try to escape if they have chance to. The research of escape case study in this thesis is done in Cipinang Prison ('Lapas Cipinang Klas I). From this research, it is found a fact that this prison is over capacity. Therefore, it appears such life pressure in money basis. It causes a prisoner escapes. To prevent this situation, it needs strategy to prevent it by using social approach. Meanwhile, the escape happens whenever the supporting situation is available. It means the prisoners have some chance to go out illegally. To decrease the escape chance it needs a strategy to prevent it by using situational approach."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>