Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221907 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reza Mahastra
"Bahwa Desain Industri merupakan salah satu rezim di dalam Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan hak monopoli kepada pendesain sebagai reward terhadap suatu kreasi yang memiliki nilai estetis dan telah diterapkan dalam sebuah produk. Desain Industri sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Desain Industri ("UU Desain Industri"), mensyaratkan jika suatu desain harus memiliki kebaruan (novelty) pada saat pendaftaran dilakukan. Dan mengenai syarat kebaruan (novelty) tersebut, mengacu pada Pasal 2 ayat 1 dalam UU Desain Industri, menerangkan jika apa yang dimaksud dengan kebaruan (novelty) adalah apabila pada tanggal penerimaan, desain tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya (vide Pasal 2 ayat 2 UU Desain Industri). Berdasarkan hal tersebut, timbul perdebatan mengenai pemahaman kata ?tidak sama? dalam menentukan kebaruan terhadap suatu Desain Industri. Ketentuan "tidak sama" ini telah menimbulkan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dimana intinya memutuskan jika terhadap suatu desain yang memiliki perbedaan sedikit saja dengan desain yang telah ada sebelumnya, maka desain tersebut dapat dianggap baru. Bertentangan dengan putusan tersebut, terdapat putusan pengadilan lain yang juga telah berkekuatan hukum tetap, yang telah memutuskan jika suatu desain dapat dikategorikan baru jika memiliki perbedaan yang signifikan dengan desain yang telah ada sebelumnya. Keberadaan 2 (dua) putusan yang telah berkekuatan hukum tetap ini telah menimbulkan inkonsistensi putusan yang berpotensi untuk menimbulkan ketidakpastian baik bagi pendesain yang kreasi desainnya telah dilindungi oleh Desain Industri maupun bagi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia, dalam menentukan kebaruan terhadap suatu desain. Bahwa dengan membandingkan syarat kebaruan dalam perlindungan Desain Industri di Indonesia dengan syarat kebaruan dalam Registered Design dan syarat orisinalitas dalam Unregistered Design di Inggris serta konsep "new or original" dan "significantly differ" sebagaimana pada Article 25 dalam TRIPS Agreement yang telah diratifikasi oleh Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dalam penelitian ini akan dibahas secara komprehensif mengenai konsep kebaruan dalam perlindungan Desain Industri di Indonesia dan sebab terjadinya inkonsistensi 2 (dua) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta implikasinya terhadap perkara lain yang serupa.

The Industrial Design is one of regime in Intellectual Property Right that grant a monopoly right to the designer as a reward for his/her creation which contain an aesthetic value and has applied to an article. Industrial design as regulate in Law Num. 31 Year 2000 concerning the Industrial Design ("Industrial Design Law"), required if a design has to be new (novel) when conducting the registration. Regarding to the said new requirement (novelty), refer to the Article 2 (1) in Industrial Design Law, explained that a design is new (novel) if in the acceptance date, the design is not the same with any disclosure which arise before (vide. Article 2 (2) in Industrial Design Law). Based on such matters, raise a controversy in understanding the word "not the same" on determine novelty in a design. It is creating inconsistence in the final and binding judgments, one decided that a design new if such design not the same with the previous design, other decided that a design new if it significantly differ with the previous design. The potential loss of such inconsistency has occur uncertain point for the designer and the Directorate General of Intellectual Property Rights, Department of Justice and Human Rights, in identify the new (novel) requirement in design. Comparing the new (novel) requirement in Indonesia with the new (novel) requirement in England (Registered Design) and originality in Unregistered Design (also in England), as well the ?new or original? and ?significantly differ? concepts in TRIPS Agreement, Article 25, which has ratified by Indonesia through Law Num. 7 Year 1994 concerning Agreement Establishing the World Trade Organization, the reason of the inconsistency occurrence can be answered. Based on such matters, this research will discuss comprehensively the concept of novelty in industrial design and the occurrence of inconsistency judgments which has final and binding, as well the implication of such matter to the similar future cases.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30939
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vidi Galenso Syarief
"Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Pernyataan pailit mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan, serta putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar Pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen terhadap bahan-bahan hukum untuk memperoleh data sekunder sebagai data utamanya.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan adalah tetap berlaku dan sah menurut hukum, karena perdamaian dalam kepailitan bukan untuk mengakhiri sengketa atau mencegah suatu sengketa, karena perkara kepailitan tidak termasuk dalam jurisdiksi contentius sebagaimana halnya perkara gugatan perdata biasa, akan tetapi termasuk dalam jurisdiksi voluntair karena merupakan permohonan putusan pernyataan pailit.
Dalam kepailitan tidak ada sengketa, oleh karenanya perdamaian dalam kepailitan (i) dilakukan setelah perkaranya diputus (putusan pernyataan pailit telah diucapkan) dan tidak dilakukan sebelum perkara diajukan ke Pengadilan ataupun setelah para pihak didamaikan menurut ketentuan Pasal 130 HIR, dan (ii) bertujuan menyelesaikan kewajiban utang debitor pailit kepada para kreditornya secara sebaik-baiknya; dan (2) Putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Studi Kasus kepailitan BTID yang disidangkan kembali di Pengadilan Niaga berdasarkan akte perdamaian diluar pengadilan setelah adanya putusan pailit ditingkat Kasasi, MA, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) adalah terobosan dalam hukum acara/ prosedur Kepailitan yang memberikan solusi yang memenuhi asas-asas diatas dan yang terkandung dalam HIR ps.130 dan Hukum Perdata dimana kesepakatan adalah Undang-undang bagi para pihaknya.

Bankruptcy is a process in which a debtor who has financial difficulties to pay its debts declared bankrupt by the court, the Commercial Court in this case, because the debtor is unable to pay its debts. Bankruptcy debtor void resulting in loss of the right to control and take care of his wealth are included in the bankruptcy, since the bankruptcy declaration.
The purpose of this study was to determine and assess the legal status according to the court ruling legislation applicable to a reconciliation effort in a bankruptcy case, and the court decision meets the principle of legal certainty, simple, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort that undertaken outside court in order to satisfy the benefit principle.
The approach to the problem of this research, are the legislation approach (statute approach) and the case approach. This research is a normative legal research, indeed, a research that done through a literature research in a way of document study on legal materials to obtain the secondary data as the main data.
The results of this research is (1) the legal status of the court decision according ruling legislation that applicable to the reconciliation effort on the bankruptcy case is still valid and lawful, because reconciliation in bankruptcy is not to end a dispute or to prevent a dispute, yet the bankruptcy court did not included in contentius jurisdiction like ordinary civil lawsuits, but included in voluntair jurisdiction because it is a decision of the bankruptcy petition.
In bankruptcy there is no dispute, therefore reconciliation in bankruptcy (i) is conducted after the case is decided (the decision of bankruptcy has been spoken) and not before the case filed to the Court or after the parties reconciled in accordance with the provisions of Article 130 of HIR, and (ii) aimed at finalizing the debt obligations of insolvent debtors to their creditors as proper as possible; and (2) The court's decision meets the principle of legal certainty, simplicity, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort made outside the court only in order to satisfy the benefit principle.
Bankruptcy case study of BTID which was retrial at the Commerce Court based on the Reconciliation Agreement outside the court just right after there was a bankruptcy final and binding court decision (inkrahct van gewijsde) by the Supreme Court was a breakthrough in the Bankruptcy trial procedure, that has given the solution which fulfills the above principles and stipulated in the HIR article.130, and Private Law as well, where the Agreement is the Act for the Parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Vianney Indah N.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21518
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agam Gumelar
"Putusan No. 89 PK/TUN/2008 yang berkekuatan hukum tetap telah memenangkan Susuna Dewi dan menyatakan batal Sertipikat HPL No. 1/Kuningan Barat, Sertipikat HGB No. B.119/Kuningan Barat, dan Sertipikat HGB No. 198/Kuningan Barat serta Surat Keputusan Pemberian Hak yang bersangkutan. Namun, pembatalannya tidak dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena adanya perdamaian di antara para pihak yang tertuang dalam Akta Perdamaian Tanggal 21 Desember 2011 Nomor 117 (Akta Notaris). Pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai kekuatan hukum Sertipikat dan Surat Keputusan Pemberian Hak tersebut ditinjau dari mekanisme eksekusi otomatis dalam Pasal 116 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta implikasi hukum dari Akta Perdamaian Nomor 117 terhadap Putusan No. 89 PK/TUN/2008. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan menggunakan tipelogi deskriptif untuk membahas objek penelitian dari sudut pandang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sertipikat dan Surat Keputusan Pemberian Hak yang telah dinyatakan batal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum secara administrasi. Sedangkan, hak atas tanah yang lahir daripadanya yang bersifat keperdataan tidak hapus. Akta Perdamaian Nomor 117 yang mengesampingkan Putusan No. 89 PK/TUN/2008 dapat dilakukan karena substansi dari keduanya serupa, yaitu untuk melindungi kepentingan hukum Susuna Dewi yang telah dirugikan. Akan tetapi, Akta Perdamaian Nomor 117 tidak menghilangkan kewajiban BPN untuk membatalkan Sertipikat dan Surat Keputusan Pemberian Hak yang bersangkutan serta jalannya perdamaian hanya didasarkan pada itikad baik para pihak karena tidak dikukuhkan dalam Putusan Perdamaian.

Decision No. 89 PK/TUN/2008, which has a permanent legal force, has won Susuna Dewi and has cancelled HPL Certificate No. 1/Kuningan Barat, HGB Certificate No. B.119/Kuningan Barat, and HGB Certificate No. 198/Kuningan Barat and the related Decree on the Granting of Rights. However, the cancellation was not carried out by the National Land Agency (BPN) because of the peace between the parties as stated in the Peace Deed dated 21 December 2011 Number 117 (Notary Deed). The main issues discussed were regarding the legal power of the Certificate and Decree on the Granting of Rights in terms of the automatic execution mechanism in Article 116 paragraph (2) of Law Number 5 Year 1986 regarding State Administrative Courts as well as the legal implications of the Peace Deed Number 117 on Decision No. 89 PK/TUN/2008. The research method used is juridical normative and uses descriptive typology to discuss the object of research from the point of view of laws and regulations in effect. The results of this study indicate that the Certificate and the Decision to Grant the Rights which have been declared null and void have no administrative legal force. Meanwhile, land rights that are born thereof which are civil in nature are not deleted. Peace Deed Number 117 which overrides Decision No. 89 PK/TUN/2008 can be implemented because the substance of the two is similar, namely to protect the legal interests of Susuna Dewi which have been violated. However, the Peace Deed No. 117 does not eliminate the obligation of BPN to cancel the Certificate and Decision to Grant the Rights concerned and the peace is only based on the good faith of the parties because it is not reinforced in a Conciliatory Decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin
"Nilai kegunaan tanah yang banyak menyimpan potensi baik dari segi kegunaan langsung maupun sebagai sebuah investasi yang sangat menggiurkan bagi kehidupan manusia menempatkan tanah sebagai primadona yang menjadi bahan rebutan bagi seluruh manusia. Karena bernilai tinggi inilah maka banyak sekali kasus-kasus mengenai perebutan dan penyerobotan terhadap suatu tanah. Apalagi terhadap tanahtanah bekas hak barat seperti tanah Eigendom yang dari sisi luas tanah memiliki luas tanah yang sangat besar tentunya makin dianggap menggiurkan semua orang. Tanahtanah Eigendom ini merupakan warisan dari penjajah Belanda yang telah menjajah selama 350 tahun di Indonesia. Sebagai hak milik yang terkuat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hak Eigendom sampai saat ini masih diakui sebagai alat bukti yang kuat dalam pembuktian kepemilikan tanah di Indonesia.

The value of land uses that many stores potential usefulness in terms of both direct and as an investment very tempting for human life as the belle of the land put into material for the whole human struggle. Because of this high value the many cases of seizure and annexation of the land. Especially against the former land rights such as land west of the Eigendom the land area has a very large area of land would be more appealing to everyone. Eigendom lands is a legacy of Dutch colonial that has been colonized for 350 years in Indonesia. As the strongest property rights set forth in the Book of the Law of Civil Law, Rights Eigendom is still recognized as a powerful tool in the proof of evidence of land ownership in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31525
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Budisarwono
"Putusnya perkawinan karena perceraian dapat dianggap tidak pernah terjadi apabila salinan putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Pentingnya pencatatan ini adalah untuk memenuhi ketentuan pasal 34 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dari putusan Mahkamah Agung No. 2307 K/Pdt/2007 timbul masalah yang perlu dikaji yaitu mengenai akibat hukum yang ditimbulkan dari putusan tersebut dan upaya hukum apa yang dapat dilakukannya.
Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan diatas adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang mengolah data primer maupun sekunder dengan mempergunakan analisis data kualitatif dan akhirnya dapat diambil kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya salinan putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak dicatatkan yang mengakibatkan perkawinan tetap berlangsung sehingga tuntutan terhadap pemberian nafkah istri tidak dapat dipenuhi. Diperlukan upaya hukum memohon putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap untuk dicatatkan kembali di Kantor Catatan Sipil.
Disarankan para pihak sudah seharusnya di informasikan oleh pihak yang terkait mengenai tata cara perceraian di Pengadilan sehingga memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

The marriage divorce may be considered never occurred if the copy of divorce decision which has a permanent legal powered decision but not registered at the Department of Population. The importance of this registration is to fulfill the provision of Article 34 paragraph 2 of Government Regulation Number 9 Year 1975. Based on the decision of Supreme Court Number 2307 K/Pdt/2007, there is a problem should be analyzed related to the legal consequence and legal effort to overcome the decision.
The method of the research approach used in analyzing the above problem is descriptive, normative jurisdiction which processes primary and secondary data using qualitative data analysis so that can be drawn a conclusion.
The result of the research shows that the copy of divorce decision which has a permanent legal powered decision but not registered is the reason that the marriage considered still occurred legally, so that the prosecution of alimony for the wife can not be undertaken. It is needed to take a legal effort to propose a divorce decision which has a permanent legal powered decision to be re-registered at the Department of Population.
It is suggested that all parties should be informed and socialized by the related parties concerning the divorce procedures at the Court so it will give a legal security to the related parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21814
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Jevi Surya
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis peranan ahli kedokteran forensik dalam memberikan keterangan ahli serta pengaruhnya terhadap keyakinan dan pertimbangan hakim dalam menentukan putusan perkara pidana di Indonesia. Ruang lingkup pembahasannya adalah bagaimanakah definisi dan kualitas alat bukti keterangan ahli dalam hukum acara pidana Indonesia; bagaimana perkembangan pengaturan, bentuk peranan, standar kriteria ahli kedokteran forensik dalam memberikan keterangan ahli dalam hukum acara pidana di Indonesia; dan bagaimanakah pengaruh keterangan ahli kedokteran forensik dalam putusan perkara pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang-undangan Statue Approach Pendekatan Kasus Case Approach dan Pendekatan Perbandingan Comparative Approach . Data-data yang diperoleh akan dideskripsikan untuk kemudian dianalisa secara kualitatif dan diuraikan secara sistematis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa definisi alat bukti keterangan ahli di Indonesia mengacu pada KUHAP, yang pada prakteknya terbagi atas tiga macam definisi dan kualitas antara lain mulai yang terkuat kualitasnya Getuige Deskundige ahli yang mengemukakan pendapat dengan melakukan pemeriksaan secara langsung , Deskundige ahli yang mengemukakan pendapat tanpa melakukan pemeriksaan secara langsung , Zaakkundige ahli yang menerangkan pendapatnya, namun sebenarnya dapat dipelajari sendiri oleh hakim, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum ; Perkembangan pengaturan peranan ahli kedokteran forensik sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang namun tidak terkodifikasi dalam satu undang-undang khusus, Bentuk peranan yang dapat diberikan oleh dokter forensik antara lain Clinical Forensic Medicine peranan kedokteran forensik terhadap manusia hidup , dan Clinical Pathology peranan kedokteran forensik terhadap mayat , Standar kriteria ahli kedokteran forensik yaitu memiliki kemampuan dan keterampilan dengan level 4A mampu melakukan secara mandiri disertai dengan surat tanda registerasi dan surat izin praktek; Pendapat ahli kedokteran forensik berasal dari hasil pemeriksaan yang dilakukan secara langsung terhadap bukti-bukti yang ada dan disertai dengan visum et repertum memiliki pengaruh terhadap pertimbangan dan keyakinan hakim.
ABSTRACT
This thesis analize forensic medicine expert role in providing expert 39 s testimony and its influence on judge 39 s conviction and consideration in determining criminal judgment in Indonesia. The scopes of the discussion are, how are the definition and quality of expert rsquo s testimony evidence in criminal procedure law of Indonesia how are the development of regulation, the form of the role, standard criteria of the forensic medicine expert in providing expert rsquo s testimony in criminal procedure law of Indonesia and how is influence of forensic medicine expert rsquo s testimony in the criminal judgment in Indonesia. The research method used normative juridical method by using statute approach, case approach, and comparative approach The data obtained will be described for later analyzed qualitatively and described systematically. The result of the research concludes that the definition of expert rsquo s testimony evidence in Indonesia refers to the Indonesia Criminal Procedure Code, which in practice is divided into three kinds of definitions and qualities, among others from the strongest quality Getuige Deskundige experts who provide testimony by conducting direct examination , Deskundige experts who provide testimony without conducting a direct examination , Zaakkundige experts who provide testimony but it can actually be studied by judges, public prosecutor and legal advisor The development of regulation on the role of forensic medicine experts began in the Dutch colonial era up to now but not codified in one particular law, The forms of the role that can be provided by forensic doctor such as Clinical Forensic Medicine the role of forensic medicine to human life and Clinical Pathology the role of forensic medicine against corpses , Standard criteria of forensic medicine expert are the ability and skill with level 4A able to do independently accompanied by letter of registration and license of practice Testimony of the forensic medicine expert, which derived from the results of a direct examination of the available evidence accompanied by visum et repertum has an influence on judge 39 s consideration and conviction."
2018
T49443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Putri Pracasya
"Penulisan Hukum ini membahas mengenai ketentuan unsur kebaruan dalam hak kekayaan intelektual atas desain industri baik yang diberlakukan di Indonesia, Inggris, dan juga Jepang, dimana pembahasan lebih terfokuskan pada pembahasan pengungkapan yang dikaitkan dengan tindakan uji pasar atas suatu desain industri yang dilakukan oleh pendesain yang bersangkutan. Tindakan uji pasar acapkali dilakukan oleh pendesain yang bersangkutan atas desain industri yang telah dihasilkan, maka Penulis mengkaji dan menganalisa pengaturan hukum atas tindakan uji pasar atas suatu desain industri yang dilakukan oleh pendesain yang bersangkutan dengan mengacu dan membandingkan ketentuan unsur kebaruan desain industri di Indonesia, Inggris, dan Jepang. Penulisan Hukum ini bersifat yuridis normatif, dimana Penulis melakukan penelitian kepustakaan, yaitu penilitian terhadap data sekunder, dimana data sekunder tersebut memiliki relevansi dengan permasalahan dan pembahasan pokok dalam Penulisan Hukum ini agar Penulis mampu membuat suatu kajian dengan menganalisis data sekunder tersebut. Penelitian yuridis normatif dalam Penulisan Hukum ini merupakan penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dan/atau norma-norma dalam hukum positif.

This Legal Research discusses about the novelty provisions of intellectual property rights for industrial designs which enforced in Indonesia, the United Kingdom, and also Japan, the discussion is focused on the disclosures which carried out by market tests of industrial designs conducted by the designer itself. Market test actions are usually conducted by the designer on industrial designs which have been produced, thus the Author the discuss and analyzes the legal provisions of market test actions on an industrial design which conducted by the designer by referring and comparing the provisions of the novelty of industrial design in Indonesia, the United Kingdom, and Japan. This Legal Research is normative juridical, where the Author conducts library research, namely research on secondary data, the secondary data has relevance to the main issues and discussion while compiling this Legal Research, thus the Author is able to make a document by analyzing the secondary data. Normative juridical research is focused on examining the practices of the rules and/or norms of the positive law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Akbar Maulana
"Tesis ini membahas mengenai kewenangan Pekerja mengajukan permohonan pailit atas perusahaan tempatnya bekerja atas dasar utang upah atau utang pesangon berdasarkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang belum dibayarkan. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah kedudukan pekerja untuk mengajukan permohonan pailit berdasarkan putusan PHI ditinjau dari UU Hubungan Industrial dan UU Kepailitan dalam implementasi pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normative, sedangkan metode analisis datanya adalah metode kualitatif.
Pekerja merupakan bagian dari suatu perusahaan dan juga merupakan salah satu pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan. Namun demikian, dalam hal terjadi pertentangan atau sengketa antara pekerja dan perusahaan (pengusaha) sering kali meskipun dibawa ke pengadilan PHI tetap saja putusannya tidak dipatuhi khususnya oleh perusahaan (pengusaha). UU Kepailitan secara tidak langsung mensyaratkan bahwa bisa saja seorang pekerja mengajukan permohonan pailit berdasarkan utang upah atau pesangon yang utangnya telah dinyatakan oleh Pengadilan PHI. UU Kepailitan secara tidak langsung menegaskan dalam hal proses pengajuan permohonan pailit harus secara tegas memang sudah merupakan kewenangan Pengadilan Niaga dan tidak atau sudah tidak ada kewenangan absolut Pengadilan lain.
Dalam tesis ini ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya bisa saja seorang pekerja mengajukan permohonan pailit atas dasar utang upah atau pesangon, namun pekerja harus melakukan proses di Pengadilan PHI terlebih dahulu dan hal ini dalam praktek akan sangat sulit dilakukan dikarenakan proses di Pengadilan PHI membolehkan adanya eksekusi dengan cara sita dan lelang dimana hal tersebut biasanya sudah membayar secara lunas utang perusahaan kepada pekerja. Diharapkan dimasa depan telah diatur secara tegas kewenangan absolut Pengadilan Niaga dan adanya pemahaman hakim niaga yang sama bahwa proses yang terjadi di Pengadilan Niaga tidak boleh bersinggungan dengan Pengadilan lain kecuali diatur secara tegas oleh Undang-Undang.

This thesis is describing about legal standing of employee to submit bankruptcy petition for the company based on payable wages declared by Industrial Relation Court. The main issues of this thesis are legal standing of employee to submit bankruptcy petition based on decision of industrial relation court in the implementation reviewed from Industrial Relation Act and Bankruptcy Act. This thesis used Juridical norms approach as research method and also qualitative data analysis as the analysis method.
Employees are part of company as well as one of the stakeholders in a company. However, if there is any disputes arise between employee and the company which will be undertaken and award by Industrial Relation Court is not effectifee because in practical mostly the decision will not be obeyed especially by company. Bankruptcy Act indirectly stated that employee could submit bankruptcy based on payable wages declared by Industrial Relation Court. Bankruptcy Act indirectly stated that in the process of bankruptcy must be sure it is competency of commercial court and there is no other competency of other court.
In this thesis there is conclusion that employee could submit bankruptcy petition for their company based on payable wages which declared by Industrial Relation Court, however the employee must undertaking any process in Industrial Relation Court prior submit the bankruptcy petition which will be very hard to execute in the practical because execution of award by Industrial Relation Court will be using confiscation goods of company which will be auctioned to pay the payable wages. It is expected that in the future there is a provision which stated very clearly about competency of commercial court and there is a same understanding between judges of commercial court that every process of bankruptcy in commercial court shall not interfering competence of the other court except stated by act.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkya Kinanti Nastiti
"Diaturnya ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Desain Industri No. 31 Tahun 2000 (“UU DI”) yang tidak mengatur ukuran jelas mengenai batasan tidak sama dari sebuah desain yang baru menyebabkan timbulnya inkonsistensi penafsiran penilaian kebaruan Desain Industri di Indonesia. Ditambah pengaturan penilaian substantif ditentukan hanya dilakukan apabila terdapatnya sanggahan sebagaimana dalam Pasal 26 ayat (5) UU DI. Kondisi tersebut akhirnya menciptakan celah terjadinya pendaftaran Desain Industri yang tidak baru dan memungkinkan terjadinya sengketa kebaruan Desain Industri. Dengan begitu penelitian ini dilakukan untuk meneliti bagaimana ketentuan penilaian kebaruan Desain Industri sebaiknya diatur agar tercipta kepastian hukum. Penelitian ini juga akan dilihat dari prespektif hukum desain Uni Eropa dan Perjanjian TRIPs sebagai perbandingan untuk mengetahui bagaimana sebaiknya ketentuan perundang-undangan Desain Industri khususnya mengenai nilai kebaruan diatur. Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan bahan pustaka seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku teks hukum serta jurnal sebagai bahan acuan dalam menganalisa permasalahan ini. Hasil dari penelitian ini didapati bahwa pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam menilai kebaruan Desain Industri di Indonesia yaitu pendekatan perbedaan signifikan. Sebab pendekatan tersebut lebih sesuai dalam menilai apakah suatu desain yang dibuat benar-benar memiliki suatu kreasi baru atau tidak. Kemudian guna mewujudkan ketentuan penilaian Desain Industri yang memberi kepastian hukum maka upaya yang perlu dilakukan diantaranya berupa merubah pengaturan pasal yang mengandung ambiguitas seperti dalam 2 ayat (2) UU DI serta mempertimbangkan untuk mengadaptasi mengenai syarat karakter individu yang terdapat dalam hukum desain Uni Eropa agar meningkatkan persyaratan pendaftaran desain. Dengan begitu suatu desain tidak hanya harus baru namun juga harus memiliki karakter khas yang membedakan dengan desain lainnya.

The provisions of Article 2 paragraph (2) of the Industrial Design Law No. 31 of 2000 (“ID Law”) which does not set clear limits on limits not the same as a new design causes inconsistencies in the interpretation of the assessment of the novelty of Industrial Designs in Indonesia. In addition, substantive evaluation arrangements are determined to only be carried out if there is objection as stated in Article 26 paragraph (5) of the DI Law. This condition eventually creates a loophole for registration of Industrial Designs that are not new and allows for disputes over the novelty of Industrial Designs. In this way, this research was conducted to examine how the provisions for assessing the novelty of Industrial Designs should be regulated in order to create legal certainty. This research will also be seen from the perspective of European Union design law and the TRIPS Agreement as a comparison to find out how the provisions of Industrial Design legislation should be regulated, especially regarding the value of novelty. In conducting this research the authors used normative legal research methods by using library materials such as laws and regulations, legal textbooks and journals as reference materials in analyzing this problem. The results of this study found that a more appropriate approach is used in assessing the novelty of industrial design in Indonesia, namely the significant difference approach. Because this approach is more appropriate in assessing whether a design that is made really has a new creation or not. Then, in order to realize the provisions for evaluating Industrial Designs that provide legal certainty, the efforts that need to be made include changing the arrangement of articles that contain ambiguity as in 2 paragraph (2) of the ID Law and considering adapting the individual character requirements contained in European Union design law in order to improve design registration requirements. That way a design must not only be new but must also have a distinctive character that distinguishes it from other designs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>