Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 575 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bandung: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, 2005
355 PET
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mestika Zed, 1955-
Jakarta: LP3ES, 2005
355.095 98 MES g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soekarja Somadikarta
Jakarta: UI-Press, 2015
378.598 SOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Jamaluddin
"Kelas pedagang di Jepang pada masa Tokugawa secara politik tidak berada dalam posisi menentukan. Kalau kelas pedagang di Eropa merupakan kelas yang memimpin, maka di Jepang mereka adalah yang dipimpin. Bukti-bukti historis, seperti diuraikan dalam skripsi ini, membuktikan hal itu. Kelurga Tokugawa, yang menguasai pemerintahan Bakufu, setelah jatuhnya keluarga Toyatomi, menjalankan politik konfusianisme membentuk masyarakat feodal. Masyarakat dipilah-pilah menjadi empat kelas, yaitu: militer, petani, tukang, dan pedagang. Dan satu lagi yang tidak masuk hitungan sebagai manusia, yaitu eta/hinin. Petani dan tukang dianggap kelas produktif sehingga mereka berada dalam urutan kedua dan ketiga setelah kaum samurai. Pedagang tidak termasuk kelompok sosial terhormat di mata Bakufu, walaupun ia mengakui akan pentingnya kelas ini. Peraturan-peraturan yang membatasi gerak pedagang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka proses refeodalisasi yang disempurnakan dengan penstabilan negara. Ditinjau dari segi status sosial kelas pedagang memang berada dalam urutan paling bawah, tetapi sesungguhnya mereka memiliki kenikmatan hidup yang lebih daripada petani dan tukang. Para petani senantiasa dibebani berbagai pajak oleh pemerintah yang sangat merugikan. Kondisi politis yang demikian mengakibatkan para petani banyak yang berubah status menjadi pedagang. Bahkan samurai banyak yang meninggalkan pedang-nya (pedang sebagai lambang ketinggian status bagi kaum samurai) berubah menjadi pedagang, hanya untuk memperoleh keuntungan dan kenikmatan hidup. Diberlakukannya sistem Sankin Kotai telah menaikkan pamor pedagang. Para penguasa daerah, akibat sistem tersebut, dan mengalami kesulitan keuangan. Mereka sering kali meminjam uang kepada para pedagang. Karena itu tidaklah heran bila para Daimyo (penguasa daerah) lebih menarik simpati kepada pedagang dari pada kepada para petani. Sistem ekonomi uang yang mulai nampak pada masa Tokugawa menambah kuatnya posisi kelas kaum pedagang dan sekaligus mengancam sistem feodal. Petani juga terkena dampak dari pada sistem ekonomi uang ini. Melihat kenyataan ini, muncul beberapa pemikiran, yaitu beberapa orang mengusulkan agar ekonomi uang dibatasi, dan agar sistem monopoli dibatasi. Usul lain: Alat tukar bukan menggunakan uang tetapi menggunakan biji-bijian. Walaupun ada usul agar para pedagang dibatasi dan ekonomi feodal dikembalikan, para pedagang tetap melaju, nenikmati keuntungan yang banyak. Kaum usahawan, industiawan, para bankir semakin bermunculan. Timbulnya hal ini sedikit banyak menjadi ancaman bagi Bakufu. Atau paling tidak menjadi kesulitan bagi Bakufu, disamping Bakufu menyadari akan pentingnya kedudukan para pedagang. Problematik yang dialami oleh Bakufu terutama apakah monopoli diijinkan dan menarik pajak dari buruh atau dihapuskannya (monopoli, pajak, kenaikan harga). Ini adalah sebuah dilema karena sumber pendapatan feodal tidak lagi memenuhi kebutuhan, terutama setelah para petani meninggalkan ladang-ladang. Walaupun kesulitan-kesulitan dialami Bakufu, akan tetapi supremasi politiknya tetap bertahan. Para pedagang masih tetap tidak menduduki posisi yang menentukan secara politis. Bahkan para pedagang pada masa Tokugawa sering kali terbentur sebagai akibat kebijaksanaan Bakufu. Pada permulaan abad ke-17, misalnya, sistem monopoli dihapuskan sehingga mengacaukan para pedagang. Dari sini nampak bahwa para pedagang atau pengusaha Jepang sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan para pedagang/pengusaha di Eropa. Para pengusaha di Eropa, seperti sudah disebutkan, memiliki posisi yang menentukan dan memiliki kemerdekaan politis, sehingga mampu mengadakan perubahan secara fundamental. Para pengusaha di Jepang tidak demikian. Sistem feodal konfusianisme telah menempatkan pedagang pada posisi yang tidak menguntungkan, sebaliknya kaum samurai yang menguasai pemerintanan Bakufu telah mapan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999
320.959 8 CIK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Amanda Putri
"ABSTRAK
Ramen adalah mi gandum berwarna kuning yang dibawa masuk oleh migran Cina ke Jepang. Konsumsi ramen di Jepang sudah dimulai sejak tahun 1880-an dan terus menjadi makanan populer hingga saat ini. Ramen menjadi makanan pilihan banyak masyarakat Jepang baik saat Jepang sedang berjaya, maupun saat krisis kelaparan melanda pascaperang dunia II. Lahir dari kecintaan masyarakat Jepang terhadap ramen, gandum yang berlebih dari Amerika dan keinginan untuk melestarikan budaya makanan Jepang, Momofuku Ando menciptakan mi instan. Artikel ini menjelaskan cikal bakal perkembangan mi instan di Jepang. Mi instan hingga saat ini dianggap sebagai salah satu penemuan terbaik yang paling dibanggakan oleh masyarakat Jepang. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi pustaka.

ABSTRACT
Ramen is a wheat based noodle with yellow color that brought in to Japan by Chinese migrants. Ramen consumption in Japan has already begun since 1880s and continued to be a popular dish until now. Ramen became a food of choice to the Japanese people whether when japan was a successful country and when the hunger crisis hit after World War II. Born by the love of ramen from the Japanese people, the excess wheat from America and a desire to preserve the food culture of Japan, Momofuku Ando created instant noodles. This article describes how ramen became the forerunner to the development of instant noodles in Japan. Instant Noodles until now regarded as one of the best discoveries are most proud of by Japan Society. This research was conducted by the the literature studies."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Rahmat
"Konflik perebutan kekuasaan dalam Kerajaan Johor pada abad ke-18 ikut menyeret orangorang Bugis yang ada di kawasan tersebut. Keberhasilan menaklukkan Raja Kecik membuat Upu Daeng Bersaudara mendapat jabatan penting dalam Kerajaan Johor sebagai Yang Dipertuan Muda (YDM) dan dinikahkan dengan para bangsawan Melayu serta saudara perempuan sultan. Secara tidak langsung, dua hal ini membuat identitas sebagai orang Bugis perlahan menghilang. Keturunan Bugis yang menikah dengan orang Melayu tidak lagi menyandang nama daeng, melainkan nama raja. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan pendekatan identitas kultural. Penelitian ini menunjukkan bahwa keturunan Bugis yang hidup dan menetap di Kerajaan Riau Johor sejak abad ke-18 dikenal sebagai Melayu Bugis. Hal tersebut berangkat dari penggunaan nama ‘raja’, yang merupakan satu bentuk identitas kultural baru bagi orang Bugis yang sudah berbaur dengan orang Melayu. Penggunaan nama ‘raja’ dimulai sejak dilibatkannya keturunan Bugis dalam pemerintahan serta pernikahan antara bangsawan Bugis dengan Melayu"
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2023
900 HAN 7:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bunga Pertiwi Tontowi Puteri
"ABSTRACT
Pendidikan Agro-ekologi adalah pembelajaran terkait agrikultur yang tidak hanya mempelajari aspek ilmu alam namun juga sosial dari kehidupan pertanian yang kompleks, dengan menekankan pada prinsip pertanian yang memperhatikan ekologi. Pendidikan Agro-ekologi dalam perkembangannya menerapkan pendidikan kritis untuk menumbuhkan kesadaran kritis peserta didik terkait permasalahan agrikultur, khususnya pendidikan agroekologi yang ditujukan untuk masyarakat petani. Pesantren Agro-ekologis Biharul Ulum Bogor merupakan salah satu contoh bentuk pendidikan alternatif swakelola masyarakat yang menerapkan hal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dalam Pendidikan Agro-ekologi di pesantren Biharul Ulum dilakukan, serta apakah model pendidikan tersebut mampu menumbuhkan kesadaran kritis kepada para peserta didiknya. Penelitian ini menggunkan metode kualitatif, dengan Pesantren Agroekologis Biharul Ulum Bogor sebagai subjek penelitian. Hasil temuan penelitian ini adalah bahwa proses pembelajaran di Pesantren Agro-ekologis Biharul Ulum Bogor menunjukkan beberapa karakteristik pendidikan kritis, namun masih terdapat beragai hambatan yang menyebabkan proses pembelajaran kurang berjalan dengan baik dan menjadi kendala tumbuhnya kesadaran kritis pada peserta didik.

ABSTRACT
Education of Agro ecology is agriculture related learning that not only related learning aspects of the natural sciences but also social from complex farming life, with emphasis on ecological agriculture. Education of Agro ecology in its development implements critical education to foster students 39 critical awareness of agriculture issues, especially agroecological education aimed at peasant communities. Pesantren Agro ekologis Biharul Ulum Bogor is one example of an alternative education implement it, and managed by the community itself. This study aims to find out how the learning process in Education of Agro ecology at Pesantren Biharul Ulum, and whether the model of education is able to cultivate critical awareness to learners. This research uses qualitative method, with Pesantren Agro ekologis Biharul Ulum Bogor as subject of research. The findings of this research is that the learning process in Pesantren Agro ekologis Biharul Ulum Bogor shows some characteristics of critical education, but there are still many obstacles that make the learning process less well run and become a constraint of the growth of critical awareness in the learners."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gathmyr
"LATAR BELAKANG: Terbang dengan menggunakan pesawat yang memiliki kecepatan tinggi melebihi kecepatan suara (high performance air craft), yang mampu menghasilkan akselerasi +5Gz sampai +9Gz bahkan lebih terutama pada saat melakukan manuver, merupakan suatu tantangan tersendiri yang membutuhkan kepaiawaian dan sikap profesional. Banyak faktor yang mempengaruhi relaxed +Gz force tolerance seperti mean arterial pressure, hasil puncak ekspirasi dan posisi tubuh.
METODE: Desain penelitian adalah studi korelasi, yang dilakukan di Lakespra Saryanto Jakarta. Dengan menggunakan populasi semua bakal calon penerbang TNI AU dan subyek dipilih secara random sederhana, semua yang memenuhi kriteria inklusi diambil. Sampel yang diambil sebanyak 31 orang, data yang dikumpulkan berasal dari kuesioner, pencatatan human centrifuge. Hasil penelitian kemudian dilakukan uji statistik berupa analisis regresi inner untnk melihat pengaruh arus puncak ekspirasi terhadap relaxed+Gz force tolerance serta faktor faal yang berpengaruh.
HASIL: Rata-rata relaxed +G, -force tolerance 7,51 ± 0,71 G, selanjutnya beberapa faktor yang berpengaruh terhadap relaxed +Gr force tolerance antara lain arus puncak ekspirasi: koefisien regresi sebesar -0,358 dan kemaknaan p = 0,073; mean arterial pressure: koefisien regresi sebesar 0,047 dan kemaknaan p = 0,065, serta forced expiratory in 1 second: koefisien regresi sebesar 1,246 dan kemaknaan p = 0,012) dan yang paling dominan adalah-forced expiratory in l second.
KESIMPULAN: Relaxed ±Gz force tolerance dipengaruhi oleh arus puncak ekspirasi. Di samping itu relaxed G tolerance berkaitan pula dengan mean arterial pressure dan FEV1.

The Influence of Peak Expiratory Flow Rate to Relaxed +Gz Force Tolerance at Human Centrifuge Training in Pilot Candidates of Indonesian Air Force 2002BACK GROUND: Flying high performance fighter aircraft is a challenging and demanding profession which regularly imposes significant acceleration force on pilot, particularly during air combat maneuvering, in which +Gz level of +5 to ±9 G or more are frequently experienced. Relaxed +Gz force tolerance is influenced by mean arterial pressure, peak expiratory flow rate and body position.
METHODS: Correlation study design was chosen for this research in Lakespra Saryanto. Simple random sampling is used to choose the subject from all pilot candidates in the population. Thirty one subjects were selected consecutively according to inclusion criteria. Data collected from questionnaire, human centrifuge records. The results were analyzed by linear regression analysis to evaluate the influence of peak expiratory flow rate and relaxed +Gz tolerance, and other physiological factors which might influence the relaxed +Gz tolerance.
RESULTS: The mean value of relaxed +Crz tolerance was 7,51 ± 0,71G. Several factors that influence of relaxed +Gz tolerance was peak expiratory rate (regression coefficient - 0,358, p = 0,073); mean arterial pressure (regression coefficient =0,047, p = 0,065); forced expiratory volume in 1 second (regression coefficient 1,246, p = 0,012). The most dominant was forced expiratory volume in 1 second.
CONCLUSIONS: Relaxed +Gz force tolerance was influenced by peak expiratory flow rate, forced expiratory volume in 1 second and mean arterial pressure.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T11435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>