Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Merlin
"ABSTRAK
Kualitas udara di ruang rawat inap perlu diperhatikan karena kerentanan pasien akan penyakit dan menghindari terjadinya kontaminasi silang. Salah satu indikator pencemar udara dalam ruang adalah jamur. Pengambilan sampel jamur di udara dengan menggunakan alat EMS E6 serta media kultur MEA. Sampel kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama ±72 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi jamur antara jam berkunjung dengan bukan jam berkunjung dan konsentrasi jamur pada ruangan dengan kapasitas bed yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa ruangan dengan kapasitas 5-6 bed per kamar lebih terkontaminasi oleh jamur dibandingkan dengan kapasitas 1-4 bed per kamar (p=0,000 Kolmogorov-Smirnov) dengan tingkat signifikansi (α) 0,05. Selain itu, tidak ada pengaruh antara jam berkunjung dan bukan jam berkunjung terhadap konsentrasi jamur di udara (p=0,400 Mann-Whitney U). Suhu, kelembaban dan jumlah orang di dalam ruangan memiliki hubungan dengan konsentrasi jamur dengan nilai koefisien korelasi Spearman sebesar 0,179; 0,346; 0,287. Kelembaban ruangan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap konsentrasi jamur, diikuti jumlah orang dan suhu. Sehingga untuk menjaga paparan jamur di udara pada ruang rawat inap adalah disarankan dengan menjaga kelembaban pada 45-60% dan memperhatikan kepadatan orang di dalam ruangan.

ABSTRACT
Air quality in the patient room need to be considered as susceptibility to disease and avoid cross-contamination. One indicator of indoor air pollutants is fungi. Using a EMS E6 and MEA as a media culture fungi, air samples were taken from Gedung A RSCM then incubated for three days. In this study, the concentrations of fungi were analyzed based on time of visit and also based on the number of beds in the room. The results showed that the room with the capacity of 5-6 beds per room is more contaminated by fungi compared to the capacity of 1-4 beds per room (p=0.000 Kolmogorov-Smirnov) with level of significant (α) 0,05. There is no diference between time of visit with not the time to visit with the concentration of fungi in the air (p=0.400 Mann-Whitney U). Temperature, humidity and number of people in the room have a relationship with the concentration of fungi with the Spearman correlation coefficient of 0.179; 0.346; and 0.287. Humidity of the room has a higher influence to the concentration of fungi, followed by the number of people and temperature. Maintaining the moisture between 45-60% and considering the density of people in the room are some efforts to reduce level of fungi in the air.;Air quality in the patient room need to be considered as susceptibility to disease and avoid cross-contamination. One indicator of indoor air pollutants is fungi. Using a EMS E6 and MEA as a media culture fungi, air samples were taken from Gedung A RSCM then incubated for three days. In this study, the concentrations of fungi were analyzed based on time of visit and also based on the number of beds in the room. The results showed that the room with the capacity of 5-6 beds per room is more contaminated by fungi compared to the capacity of 1-4 beds per room (p=0.000 Kolmogorov-Smirnov) with level of significant (α) 0,05. There is no diference between time of visit with not the time to visit with the concentration of fungi in the air (p=0.400 Mann-Whitney U). Temperature, humidity and number of people in the room have a relationship with the concentration of fungi with the Spearman correlation coefficient of 0.179; 0.346; and 0.287. Humidity of the room has a higher influence to the concentration of fungi, followed by the number of people and temperature. Maintaining the moisture between 45-60% and considering the density of people in the room are some efforts to reduce level of fungi in the air."
2012
S42098
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rohadatul Aisy Afla
"Kualitas udara pada ruang rawat inap merupakan poin penting yang perlu diperhatikan untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan yang dapat tersebar melalui udara. Indikator bioaerosol dalam ruangan yang dipakai adalah bakteri dan jamur. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel bakteri dan jamur pada Gedung A RSCM adalah EMS dan media kultur TSA serta MEA. Sampel bakteri diinkubasi pada suhu ±37oC selama ±24 jam, sedangkan jamur diinkubasi pada suhu ±27oC selama ±48 jam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan konsentrasi bakteri dan jamur pada ruang perawatan kelas 1, VIP, dan VVIP dan menganalisis faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keberadaan bioaerosol dalam ruangan. Dari penelitian yang telah dilakukan, hasil uji perbedaan konsentrasi bakteri pada ruang rawat inap yang diperoleh adalah 0,02 dengan tingkat signifikansi (α) 0,05 dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis, sedangkan untuk jamur sebesar 0,002. Sehingga ada perbedaan konsentrasi bakteri dan jamur pada ruang perawatan kelas 1, VIP, dan VVIP. Suhu dan kelembaban diketahui sebagian besar tidak memiliki hubungan dengan kualitas bioaerosol dalam ruang rawat inap. Hasil uji korelasi Spearman untuk suhu dan bakteri adalah 0,085; 0,567; 0,000, sedangkan untuk suhu dan jamur adalah 0,058; 0,168; 0,05. Uji korelasi Spearman untuk kelembaban dan bakteri 0,095; 0,688; 0,320, sedangkan untuk kelembaban dan jamur adalah 0,399; 0,008; 0,920. Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa pada beberapa ruangan rawat inap tidak ada hubungan antara faktor lingkungan dengan konsentrasi bakteri dan jamur.

Air quality in the patient room is an notable point that need to be considered to avoid risk and some health problems that can be spread through the air. Bioaerosol indicator for indoor air pollutants are bacteria and fungi. Air samples were taken by EMS with TSA and MEA culture media. This research was taken in Gedung A RSCM. Bacteria sampel would be incubated at 37oC for 24 hours, while fungi would be incubated at ±27oC for ±48 hours. This research wanted to know the difference between bacteria and fungi concentration at kelas 1, VIP, and VVIP inpatient rooms. The results showed that there is a difference of bacteria and jamur concentration between the class of inpatient rooms, because the level significant of Kruskal-Wallis (α = 0,05) for bacteria concentration is 0,02 and 0,002 for fungi concentration. Temperature and humidity mainly did not have any specific relation with bioaerosol quality in inpatient rooms. The results for Spearman’s corelation for humidity and bacteria are 0,085; 0,567; 0,000. Meanwhile, for temperature and bacteria area 0,095; 0,688; 0,320 and for humidity and fungi are 0,399; 0,008; 0,920. From those data known that some of the inpatient rooms were not had relation between environment factors with bacteria and fungi concentration."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarsih
"Penelitian Analisis Kepuasan Pelanggan Layanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo telah dilaksanakan pada bulan Juni 2009. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan untuk menganalisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas layanan kesehatan di Gedung A Rawat Inap Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tidak semua pelayanan kesehatan yang ada di Gedung A Rawat Inap Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo diteliti, dibatasi pada Ruang Rawat Inap Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam Lantai-6 dengan jumlah responden sebanyak 92 orang. Pengukuran kualitas layanan dengan model SERVQUAL, yang dikembangkan oleh (Parasuraman, Zeithaml dan Berry) terdiri dari lima dimensi Tangibility (Bukti Fisik), Reliability (Kesesuaian), Responsiveness (Daya Tanggap), Assurance (Jaminan), Emphaty (empati). Berdasarkan lima dimensi kualitas layanan tersebut disusun menjadi 32 (tigapuluh dua) pertanyaan dan disusun berdasarkan Skala Likert untuk mengetahui harapan dan persepsi pasien terhadap suatu layanan.
Setelah data hasil penelitian terkumpul, untuk mengetahui kualitas layanan yang diterima pasien pada setiap dimensi dilakukan dengan cara skor persepsi (skor terhadap layanan yang dialami/diterima/dirasakan pasien) dikurangi skor harapan (skor terhadap layanan yang diharapkan).Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan membandingkan skor persepsi dengan skor harapan dikalikan seratus persen (Lovelock, 1994). Dilakukan uji validitas, reliabilitas terhadap instrumen penelitian. Data dianalisis dengan korelasi dan regresi linear sederhana untuk membuktikan adanya hubungan linear antara variabel dependen dan independent, sedangkan ?uji T? untuk mengidentifikasi arah dan hubungan independensi dengan menggunakan program SPSS 15.0.
Hasil analisis data, simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa kualitas layanan yang diberikan di Gedung A Rawat Inap Terpadu RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta, Bagian (Bedah, Kebidanan dan Penyakit Dalam Lantai-6) ada hubungan yang erat antara kualitas layanan yang diberikan dengan tingkat kepuasan pasien, semakin baik kualitas layanan, maka semakin puas pasien, juga terlihat bahwa layanan yang diberikan belum sesuai harapan pasien, ini terlihat dari semua dimensi harapan lebih tinggi nilai perolehannya dibandingkan dengan dimensi persepsi pasien.

Customer Satisfaction Research Analysis in Health Services General Hospital Center for National Dr. Ciptomangunkusumo was held in June 2009. This study is a descriptive study conducted to analyze the level of customer satisfaction to quality health services in the Building ?A? Inpatient Integrated RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Not all health services in the Building ?A? Inpatient Integrated RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo examined, limited in space Inpatient Obstetric, Surgery and Internal In 6th Floor with the number of respondents was 92 people. Measuring the quality of service with the SERVQUAL model, developed by (Parasuraman, Zeithaml and Berry) consists of five dimensions Tangibility (Physical Evidence), Reliability (Declaration), Responsiveness (Power Response), Assurance (Assurance), Emphaty (empathy). Based on the five dimensions of service quality is organized into 32 (thirty two) are developed based on questions and Likert scale to determine patient expectations and perceptions of a service.
After the results of research data collected, for the quality of services received by patients in each dimension is done with the perception scores (score on the services of experienced / received / felt by the patient) was reduced expectation score (a score of service that is expected). To know the level of patient satisfaction is done with the perception scores with the score multiplied by one hundred percent expectation (Lovelock, 1994). Conducted test validity, reliability of research instruments. Data analyzed with correlation and linear regression to demonstrate the existence of a simple linear relationship between dependent and independent variables, while the ?T test? to identify the direction of independence and the relationship with the program SPSS 15.0
The results of the analysis data, the knot that can be drawn from this research that the quality of services provided in Building "A" Inpatient Integrated RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta, Section (Surgery, Obstetric and Internal In 6th Floor) have a close relationship between the quality of services provided to the level of patient satisfaction, the better the quality of service, the more satisfied the patient, is also seen that the services provided have not been appropriate patient expectations, this is seen expectations of all dimensions higher than the value dimensional acquisition perception of the patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25830
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aep Saepudin
"Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sehat maupun orang sakit fungsinya sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dapat menjadi sumber infeksi oleh mikroba patogen terutama Staphylococcus aureus yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas fisik udara, kebersihan ruangan, kepadatan hunian, jumlah pengunjung, ventilasi frekuensi pemebersihan lantai. Rumusan masalah bagaimana gambaran kualitas udara rumah sakit dan keberadaan angka bakteri Staphyloccocus aureus di ruang rawat inap RSUD dr.Slamet Garut ndash; 2017. Penelitian ini bersifat deskiptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas udara rumah sakit keberadaan angka bakteri Staphylococcus aureus di ruang rawat inap RSUD dr.Slamet Garut. Pengambilan sampel dalam penelitian adalah total populasi ruang rawat inap sebanyak 17 Ruang Rawat Inap.
Hasil penelitian di ruang rawat inap ini 100 temperatur tidak memenuhi syarat, 64.7 kelembaban tidak memenuhi syarat, 41,2 Pencahayaan tidak memenuhi syarat, 47 Kepadatan hunian tidak memenuhi syarat, jumlah pengunjung 11.8 tidak memenuhi syarat, ventilasi 100 tidak memenuhi syarat, Frekuensi pembersihan lantai 100 memenuhi syarat, kebersihan ruangan 11.8 tidak memenuhi syarat dan keberadaan angka bakteri staphylococcus aureus 53 tidak memenuhi syarat. Temperatur dan kelembaban yang tinggi di ruang rawat inap tersebut diperlukan pendingin ruangan agar temperatur dapat dipertahankan sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk masalah pencahayaan yang tidak masuk ke ruangan dan tingginya angka bakteri Staphylococcus aureus diperlukan perbaikan ventilasi agar cahaya dapat masuk menerangi ruangan dan untuk pencahayaan yang tinggi melapisi ventilasi dengan gorden dan melakukan desinfeksi baik secara fisik maupun kimia selain itu untuk jumlah pengunjung, kepadatan hunian serta kebersihan ruangan lebih ditertibkan.

The hospital is a gathering place for healthy people as well as ill people as a place of healing illness and health restoration, and can be a source of infection by pathogenic microbes especially Staphylococcus aureus whose growth is influenced by several factors such as physical quality of air, room cleanliness, occupancy density, Ventilation frequency of floor cleaning. The formulation of the problem how is the air quality hospitals and the existence of Staphyloccocus aureus bacterial numbers in the inpatient unit dr.Slamet Garut Hospital deskiptif 2017. This study is aimed to find a picture of the air quality hospitals and the presence of Staphylococcus aureus bacteria numbers in the inpatient hospital Dr.Slamet Garut. The samples in the study was the total population were 17 inpatient ward patient wards.
The results of the research in the inpatient unit is 100 temperature not eligible, 64.7 moisture does not qualify, 41.2 Lighting ineligible, 47 occupancy density is not eligible, the number of visitors 11.8 do not qualify, the vents 100 no qualify, frequency of cleaning the floor 100 qualified, room cleanliness 11.8 do not qualify and the presence of staphylococcus aureus bacteria figure 53 are not eligible. Temperature and high humidity in the inpatient unit of the required cooling the room so the temperature can be maintained as required. As for the lighting issues that do not get into the room and the high number of Staphylococcus aureus bacteria needed repair ventilation so that light can enter the light the room and for a high luminance lining vents with curtains and perform disinfection, both physically and chemically in addition to the number of visitors, occupancy density and Cleanliness of the room is more disciplined.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Ruth Maharini
"Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Indonesia seringkali belum memenuhi standar operasional, higienis dan sanitasi yang berlaku. Dengan demikian, hal tersebut dapat menimbulkan risiko pencemaran udara mikrobiologis oleh bakteri dan jamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara mikrobiologis pada RPH, serta pengaruh parameter fisik lingkungan dan jumlah hewan ternak terhadap konsentrasi mikroba di udara dengan parameter bakteri, jamur, dan bakteri E. coli. Pengambilan sampel udara mikrobiologis dilakukan sebanyak 5 kali. Sampel diambil diambil menggunakan alat EMS Bioaerosol Sampler, dengan menggunakan media TSA untuk bakteri, media MEA untuk jamur, dan media EA untuk E. coli, serta dilakukan secara triplo. Kemudian, hubungan antara jumlah hewan ternak dalam kandang hewan dan konsentrasi mikroba di udara akan dianalisis menggunakan uji statistik parametris dengan uji korelasi. Hasil pengukuran sampel menunjukkan konsentrasi bakteri dan jamur yang sebagian besar belum memenuhi baku mutu indoor Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/Menkes/SK/XI/2002, sementara baku mutu outdoor Polish Standard PN-Z-04111-02:1989 telah terpenuhi pada dua lokasi outdoor. Konsentrasi mikroba indoor rata-rata 2.565 CFU/m3 dan seluruh lokasi tidak memenuhi baku mutu, dan konsentrasi mikroba outdoor rata-rata 2.983 CFU/m3 . Hasil korelasi statistik menunjukkan korelasi yang kuat antara peningkatan jumlah hewan ternak dengan konsentrasi mikroba di udara dengan nilai korelasi rata-rata diatas 0,5.

Abattoirs (RPH) in Indonesia often do not meet operational standards, hygienic and sanitary regulations. Thus, it can pose a risk of microbiological air contamination by bacteria and fungi. This study aims to determine the microbiological air quality at the abattoir, also the influences of the physical parameters of the environment and the number of cattle on the concentration of airborne microbes with the parameters of bacteria, fungi, and E. coli. Microbiological air sampling was performed 5 times. Samples were taken using EMS Bioaerosol Sampler, using medium TSA for bacteria, MEA medium for fungi, and EA medium for E. coli, the samples were taken in triplo. Then, the correlations between the number of cattles and microbial air concentration were analyzed with statistic parametric test using the correlation test. The samples measurement showed that most of the concentrations of bacteria and fungi haven?t meet the indoor microbial air quality standard (Kemenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002) and outdoor microbial air quality standard (Polish Standard PN-Z-04111-02: 1989) that has been fulfilled by two outdoor locations, with the average concentration of indoor microbial air concentration at 2.565 CFU/m3, and the average of outdoor microbial air concentration at 2.983 CFU/m3. Statistical correlation analysis showed a strong correlation between the increase of the number of cattles along with microbial air concentration by the average correlation values of above 0.5."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nilam Sari
"Rumah Sakit, yang merupakan salah satu fasilitas kesehatan bagi publik, tentu akan menghasilkan limbah, salah satunya adalah limbah cair. Limbah cair tersebut tentu harus diolah terlebih dahulu di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit agar sesuai dengan baku mutu air limbah rumah sakit dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 1995. Namun demikian, dalam proses pengolahan air limbah, tidak dapat dihindari kemungkinan terlepasnya pencemar udara mikrobiologis (bioaerosol) ke udara sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh proses pengolahan pada unit pengolahan penghasil bioaerosol serta parameter fisik udara terhadap konsentrasi bioaerosol, khususnya bakteri dan fungi, selama proses pengolahan air limbah. Hasil pengukuran yang didapatkan menunjukkan bahwa di IPAL Terpadu 1, konsentrasi bakteri tertinggi terdapat di bak aerasi, yaitu 17.385±10.044 CFU/m3 sedangkan konsentrasi fungi tertinggi terdapat di bak ekualisasi yaitu 2.968±1.349 CFU/m3; dan di IPAL Terpadu 2, konsentrasi bakteri tertinggi terdapat di bak ekualisasi, yaitu 6.784±4.198 CFU/m3 sedangkan konsentrasi fungi tertinggi terdapat di bak sedimentasi yaitu 2.544±899 CFU/m3. Hasil pengukuran tersebut melebihi ambang batas konsentrasi bioaerosol pemukiman yang digunakan sebagai acuan baku mutu lingkungan, yaitu konsentrasi bakteri sebesar 1.272 CFU/m3 dan fungi sebesar 388 CFU/m3. Tingginya konsentrasi bioaerosol dipengaruhi oleh beberapa parameter fisik udara. Parameter yang paling dominan memengaruhi mikroba tumbuh dan bertahan hidup di udara, yaitu temperatur dan Kelembaban udara. Untuk mencegah penyebaran bioaerosol yang berlebihan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar, diperlukan jarak penyangga IPAL RS dari lingkungan sekitar, yaitu lebih dari 50 meter. Selain itu, upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah menanam tanaman pagar atau pepohonan di sekitar IPAL RS.

Hospital, which is one of health facilities for public, will produce waste, such as wastewater. The wastewater must be processed at Hospital Wastewater Treatment Plant (WWTP) to comply with the hospital wastewater quality standard based on the Indonesia’s Ministry of Health Decree Number 58 at 1995. However, in the treatment process, it is inevitable for the possibility of microbial air pollutants (bioaerosol) released to surrounding air. The objective of this research are to study the effect of treatment processing in the unit where produced bioaerosol and the physical parameters to the concentration of bioaerosol, particularly bacteria and fungi, during the treatment processes. The measurement results show that in the Integrated WWTP 1, the highest concentration of bacteria is found in the aeration basin, which is 17.385±10.044 CFU/m3 while fungi concentration was the highest in the equalization basin which is 2.968±1.349 CFU/m3; and in the Integrated WWTP 2, the highest concentration of bacteria is found in the equalization basin, which is 6.784±4.198 CFU/m3 while fungi concentration was the highest in the sedimentation basin which is 2.544±899 CFU/m3. These measurements exceeds the threshold concentration of bioaerosol at residential area which used as a reference for environmental quality standards, which is the concentration of bacteria is 1.272 CFU/m3 and fungi is 388 CFU/m3. The high concentration of bioaerosol are affected by several physical parameters of air. The most dominant parameters that affect the microbial growth and survival in the air are temperature and humidity. To prevent excessive dispersion of bioaerosol that can cause negative impacts on the surrounding area, it is required some buffer distance from the hospital WWTP to surrounding environment, which is more than 50 meters. In addition, other preventive efforts are planting trees around the fence or surrounding the hospital WWTP area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S54138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustop Amatiria
"Belum optimalnya penerapan standar asuhan keperawatan di ruang rawat inap merupakan suatu indikator masih kurangnya kualitas pelayanan keerawatan yang diterima oleh masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan tidak terlepas dari penerapan standar asuhan keperawatan yang telah ditentukan. Pelaksanaan standar asuhan keperawatan di ruang rawat inap dipengaruhi oleh peran kepemimpinan seorang kepala ruangan. Peningkatan kualitas kepemimpinan kepala ruangan juga ditentukan oleh gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang kepala ruangan.
Penelitian dilakukan di RSUD Dr. H Abdul Moeloek Propinsi Lampung pada bulan Mei 2003. Disain penelitian deskriptif korelarional dengan metode pendekatan cross sessional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 106 responden dari 245 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap. Pengumpulan data dilakukan dengan metode angket dengan menyebarkan kuesioner yang terdiri dari isian data karakteristik individu, kuesioner gaya kepemimpinan kepala ruangan dan kuesioner penerapan standar asuhan keperawatan.
Hasil penelitian mendapatkan adanya korelasi antara gaya kepemimpinan kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana dengan penerapan standar asuhan keperawatan di ruang rawat inap (r = 0.265, p=0.006). Umur perawat pelaksana merupakan faklor counfonder terhadap gaya kepemimpinan kepala ruangan dan penerapan standar asuhan keperawatan (pl,009). Penelitian ini juga mendapatkan persarnaan penerapan standar asuhan keperawatan yang merupakan fungsi dari variabel gaya kepemimpinan kepala ruangan (Beta = 0,457), dan umur perawat pelaksana (Beta= -7,497) + konstanta (61,022). Dampak dari temuan ini adalah penerapan standar asuhan keperawatan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kemampuan kepemimpinan kepala ruangan khususnya penggunaan gaya kepernunpinan Berta melaksanakan penyegaran atau pelatihan kepada perawat pelaksana yang makin bertambah usia untuk mengurangi rutinitas atau kejenuhan dalam melaksanakan asuhan keperawatan diruangan.

Correlation Between Leadership Style of the Head Nurse and Implementation of Nursing Care Standard in Nursing Wards Of Dr. H. Abdul Moeloek Lampung Province Public HospitalThe application of nursing care standard in nursing wards that hasn't been optimum is an indicator about lack of nursing care quality that accepted by community. The increasing of service quality depends on implementation of nursing care standard that has been determined. The implementation of nursing care standard in nursing wards has been influent by leadership roles of the head nurse. The increasing of the quality head nurse's leadership is also determined by the style used.
The research was using descriptive correlation design and cross sectional approach. The samples are taken from 106 respondents of 245 nurses. Data collecting by questionnaire has been spread directly to the chosen nurses. The questionnaire consists of a filler of an individual characteristic data, a questionnaire of head nurse's leadership style and a questionnaire of nursing care standard application.
The research's result revealed that a correlation between the leadership style of the head nurse which perceived by staffs nursing and implementation of nursing care standard in nursing wards (r = 0,265, p 0,006). The age of nurse stall is a confound factor to leadership style of head nurse and implementation of nursing care standard (p = 0,009). Applications of nursing care standard that is function from variable of leadership style of had nurse ( Beta = 0,457) and age of nurse staff ( Beta = -7,497) + constant (61,022). The impact of this finding is the application of nursing care standard can be increased with improving the leadership capability of head nurse especially the using of leadership style and performing refreshing or training to nurse staffs that their age inercasingly in order to decrease routine or boredom in implementing nursing care in the ward."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
T10840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Risha Safitri Hasanah
"Atresia bilier merupakan kondisi obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik. Sebagian besar anak dengan atresia bilier tahap akhir, mengalami gizi kurang dan membutuhkan transplantasi hati. Prosedur tersebut dapat dilakukan apabila status nutrisi baik. Karya ilmiah ini menjelaskan asuhan keperawatan berupa manajemen nutrisi pada anak dengan atresia bilier yang berusia 10 bulan. Asuhan keperawatan dilakukan selama 6 hari dengan monitoring pemberian nutrisi, memastikan asupan yang adekuat, dan evaluasi respon terhadap asupan nutrisi. Hasil menunjukkan dengan total asupan yang tetap, terjadinya peningkatan lingkar lengan atas dari 7 cm menjadi 7,4 cm. Monitor asupan dan haluaran pasien dengan optimal sangat direkomendasikan agar tujuan pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan baik.
Biliary atresia is a condition of obstruction in the extrahepatic bile ducts. Most children with late-stage biliary atresia are malnourished and require liver transplantation. The procedure could be done if the nutritional status is good. This scientific work explains nursing care with nutrition management intervention in children with 10-month-old biliary atresia. Nursing care is carried out for 6 days with nutrition monitoring, ensuring adequate intake, and evaluation of response to nutrition intake. The results show that a fixed total intake total can increase upper arm circumference from 7cm to 7.4cm. Optimal monitor for intake and output of patient is very appropriate for the purpose of fulfilling the patient rsquo;s nutritional needs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ratna Nur Hawati
"Memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik, bukanlah sesuatu yang mudah bagi pengelola Rumah Sakit. Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit menyangkut hidup para pasiennya sehingga bila terjadi kesalahan dalam tindakan medis maka dapat berdampak buruk bagi pasien. Dampak tersebut dapat berupa sakit bertambah parah, kecacatan bahkan kematian. Tantangan ini, harus dihadapi oleh setiap Rumah Sakit yang ada di Indonesia, tidak terkecuali Rumah Sakit Agung.
Saat ini Rumah Sakit Agung adalah Rumah Sakit yang baru memiliki akreditasi D Pratama. Dalam satu tahun ke depan. Rumah Sakit Agung berencana untuk melakukan akreditasi menjadi C Madya sebagai salah satu usahanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Permasalahan yang dihadapi oleh Rumah Sakit Agung adalah terjadinya penurunan kualitas layanan yang ditunjukkan dari penurunan angka kesembuhan dan peningkatan jumlah keluhan yang diberikan oleh pasien rawat inap. Hal tersebut merupakan salah satu indikator yang menunjukkan terjadinya ketidakpuasan pasien atas pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Agung. Jika kondisi ini tidak segera diatasi. maka akan mengakibatkan berkurangnya kepercayaan pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh Rurnah Sakit Agung.
Selama ini, pengukuran kualitas pelayanan yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Agung, masih terbatas hanya untuk megetahui kualitas pelayanan tanpa mengidentifikasi variabel yang dinilai penting oleh pasien dalam membentuk kepuasan pasien. OIeh karenanya, karya akhir ini ditulis untuk menyempurnakan pengukuran kepuasan pasien yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Agung selama ini.
Survei kepuasan dilakukan terhadap 4 faktor penentu kepuasan pasien yakni Pelayanan dokter, Pelayanan peruwat, Administrasi, Keadaan lingkungan dun Fasilitas rawat inap. Survei tidak hanya dilakukan untuk melihat kualitas layanan akan tetapi juga untuk melihat nilai kepentingan variabel-variabel pada masing-masing faktor tersebut. Hasil Survei akan disajikan dalam bentuk analisis kuadran sehingga akan tergambarkan 4 kondisi sebagai berikut :
A. Kuadran A, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap sangat penting oleh pasien akan tetapi belum dapat dipenuhi oleh Rumah sakit Agung secara optimal.
B. Kuadran B, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap punting oleh pasien dan telah dapat dipenuhi dengan baik oleh Rumah sakit Agung
C. Kuadran C, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap kurang penting dan telah dapat dipenuhi dengan baik oleh Rumah sakit Agung
D. Kuadran D, menunjukkan atribut-atribut pelayanan yang dianggap kurang penting namun telah dijalankan dengan sangat baik oleh Rumah sakit Agung.
Hasil survei pada periode bulan Juli - Agustus 2006 menunjukkan hasil sebagai berikut :
I. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Kualitas Layanan Dokter Berdasarkan hasil analisis terhadap layanan dokter dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan dokter Rumah Sakit Agung secara umum dipersepsikan cukup baik oleh pasiennya. Hal tersebut dapat diketahui dari tujuh variabel layanan dokter pada hasil analisis per ruang rawat, hanya terdapat tiga variabel yang perlu ditingkatkan kualitasnya.
Berdasarkan hasil analisis terhadap tingkat kepentingan dan persepsi kualitas layanan dokter dapat disimpulkan terdapat perbedaan persepsi antara pasien Super VIP. VIP dan Utama dengan pasien kelas I, II dan III. Hasil analisis pada pasien Super VIP, VIP dan Utama menunjukkan bahwa dokter lebih sering melakukan visit kepada pasien. Selain itu, variabel layanan dokter lainnya juga telah memenuhi harapan pasien sehingga sebaiknya tetap dipertahankan kualitasnya oleh pihak Rumah Sakit Agung.
Pada hasil analisis pada pasien kelas I, II dan III diperoleh terdapat tiga variabel layanan dokter yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya oleh Rumah Sakit Agung. Ketiga variabel tersebut adalah visit dokter, contact dokter dan kejelasan informasi dari dokter. Dari ketiga variabel tersebut, variabel yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi adalah variabel kejelasan informasi dokter oleh karena itu, sebaiknya variabel ini menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kualitas layanan dokter.
II. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Kualitas Layanan Perawat
Berdasarkan hasil analisis terhadap layanan perawat dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan perawat secara umum masih kurang baik menurut pasien. Hal tersebut dapat dilihat dari delapan variabel layanan perawat pada hasil analisis per ruang rawat terdapat 6 variabel yang perlu ditingkatkan kualitasnya.
Berdasarkan hasil analisis layanan perawat secara keseluruhan diperoleh dua variabel layanan perawat yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya yakni variabel kecepatan perawat dan perhatian perawat. Hasil analisis per ruang rawat menunjukkan bahwa adanya perbedaan persepsi kualitas layanan dan tingkat kepentingan pada pasien Super VIP, VIP dan Utama dan Kelas I dengan Pasien Kelas II serta Pasien KelasIII. Menurut pasien Super VlP, V1P dun Utama dan Pasien Kelas 1, variabel yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya adalah kecekatan perawat dan informasi dari perawat. Diantara kedua variabel tersebut, variabel informasi dari perawat memiliki tingkat kepentingan yang lebih penting dibandingkan kecekatan perawat.
Menurut pasien kelas II variabel yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya adalah kecepatan ( respon perawat ) dan visit perawat. Variabel visit perawat dinilai memiliki nilai lebih penting dibandingkan kecepatan perawat.
Menurut pasien kelas II variabel yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya adalah kecepatan perawat, perhatian perawat, visit dan keramahan perawat. Diantara keempat variabel tersebut, variabel perhatian perawatlah yang memiliki nilai lebih penting.
Berdasarkan hasil analisis per ruang rawat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada enam variabel layanan perawat yang sebaiknya ditingkatkan kualitasnya oleh pihak Rumah Sakit Agung. Keenam variabel tersebut adalah kecekatan perawat, informasi dari perawat, kecepatan perawat dan visit perawat, perhatian perawat dan keramahan perawat. Diantara keenam variabel layanan tersebut variabel perhatian perawat adalah variabel yang memiliki nilai kepentingan tertinggi. Berdasarkan hal itu, maka sebaiknya pihak Rumah Sakit menempatkan variabel tersebut sebagai prioritas pertama dalam upaya peningkatan kualitas perawat.
III. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Kualitas Layanan Bagian Administrasi.
Hasil analisis terhadap layanan bagian administrasi menunjukkan bahwa kualitas layanan administrasi dipersepsikan kurang baik oleh pasiennya. Hal tersebut dapat disimpulkan dari hasil analisis layanan administrasi per ruang rawat yang menunjukkan terdapat 3 variabel dari 4 variabel layanan administrasi yang membutuhkan upaya peningkatan kualitas. Ketiga variabel ini adalah variabel keramahan petugas, informasi dari petugas dan tarif:
Hasil analisis pada layanan bagian administrasi oleh pasien secara keseluruhan menunjukkan dua variabel yang perlu ditingkatkan kualitasnya yaitu : keramahan petugas dan informasi dari petugas. Konsisten dengan hasil analisis secara keseluruhan, hasil analisis pada pasien kelas I & II menunjukkan hanya dua variabel yang dibutuhkan upaya perbaikan yakni variabel 1 keramahan petugas dan informasi dari petugas. Hasil analisis pada pasien Super VIP, VIP dan Utama menunjukkan bahwa variabel keramahan petugas sebagai satu-satunya variabel yang membutuhkan upaya perbaikan. Selain keramahan dan informasi dari petugas, variabel tarif juga perlu dievaluasi kembali menurut pasien kelas III.
Variabel keramahan adalah variabel yang sebuiknya dijadikan sebagai prioritas utama dalam upaya perbaikan kualitas layanan bagian administrasi di Rumah Sakit Agung.
IV. Analisis Tingkat Kepentingan dan Persepsi Terhadap Lingkungan dan Fasilitas RS
Hasil analisis tingkat kepcntingun dan persepsi terhadap lingkungan dan fasilitas Rumah Sakit menunjukkan bahwa kualitas lingkungan dan fasilitas RS dipersepsikan biasa saja oleh pasien. Hal ini bisa dilihat dari hasil analisis terhadap lingkungan dan fasilitas RS per ruang rawat yang menunjukkan bahwa dari enam variabel terdapat tiga variabel yang membutuhkan upaya perbaikan. Ketiga variabel tersebut adalah kebersihan, kualitas fasilitas dan kualitas makanan.
Hasil analisis pada pasien VIP dan kelas 1 menunjukkan tiga variabel yang membutuhkan perbaikan yaitu kebersihan, kualitas fasilitas dan kualitas makanan. Hasil ini berbeda dengan hasil analisis pada pasien kelas II dan III menunjukkan bahwa hanya ada dua variabel yang membutuhkan upaya perbaikan yaitu kebersihan dan kualitas makanan.
Di antara ketiga variabel yakni variahel kebersihan. kualitas fasilitas dan kualitas makanan, variabel kebersihan adalah variabel yang memiliki nilai kepentingan tertinggi. Berdasarkan hal itu. maka sebaiknya variabel kebersihan dijadikan sebagai prioritas utama dalam upaya perbaikan lingkungan RS dan fasilitasnya.

Most hospital and healthcare organizations in Indonesia faces a high competition. Service quality excellence is a must to survive in healthcare industry. Healthcare organization wasn't sufficient just to deliver high quality medical or clinical care but also have to added market satisfaction to their list of goal.
Agung Hospital is a hospital with D Pratama accreditation in Jakarta. In the next year, this hospital is planning to upgrade it's accreditation to C Madya as a strategy to quality improvement. Agung Hospital faces two problems. This problem is deceased cure rate and increasing complaint from patient. This problem is indicator for quality improvement in Agung Hospital.
Agung Hospital have developed a patient survey, satisfaction measurement in this hospital consist of a `performance only program', which looks purely at service ratings but not the importance of service to patients. Studies and practice have shown that while patient input is essential in regards to rating the performance in service rating. A hospital must also know what patient expect from a service and the aspects they feel are important. This paper presents an application of Importance and Performance Analysis for satisfaction measurement at Agung Hospital. From the past research, this technique has shown the capability to provide management with valuable information for both satisfaction measurement and the efficient allocation of resources, all in easily applicable format.
Patient Satisfaction variables were identified through in deep interview with 10 (ten) patient in Agung Hospital. These variables were developed and incorporated into a survey instrument. These variables are: Doctor's care, nursing care, administration and hospital environment and facility.
The importance and performance of service was rated by 5 liken scales. Importance and performance scores attained from survey instrument are plotted onto four quadrants:
A. Quadrant A. Importance and performance ratings both meet or exceed service quality standards
B. Quadrant B. Importance and performance ratings both fall short of service quality standards
C. Quadrant C. Performance scores do not meet the service quality standard but respondents do not place a high level of importance on the service.
D. Quadrant D. Performance meets or exceeds service quality standards, but a low level of importance is assigned to this particular service.
RESULT
1. Importance and Performance Analysis for Doctor's Care
The result from Analysis indicates there are three variables where the hospital can concentrate on improving doctor performance quality. These variables are doctor visit, contact doctor and information from doctor.
2. Importance and Performance Analysis for Nursing Care
The result from Analysis indicates there are six variables where the hospital can concentrate on improving nurse performance quality. These variables are kecekatan perawat, nurse contact and visit, nurse courtesy, nurse friendliness and nurse information.
3. Importance and Performance Analysis for Administration division
The result from Analysis indicates there are two variables where the hospital can concentrate on improving administration division performance quality. These variables are officer friendliness and officer information.
4. Importance And Performance Analysis for Hospital environment and facility
The result from Analysis indicates there are three variables where the hospital can concentrate on improving administration division performance quality. These variables are cleans, facility quality and food quality.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>