Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186970 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harisnal
"ABSTRAK
Infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia saat ini termasuk di Kota Banjarmasin dengan angka kematian yang
tinggi, Tahun 2011 dilaporkan CFR 8,3% dimana sebagian besar pasien DBD ini
dirawat di RSUD ULIN dan RSUD Ansari Saleh Banjarmasin, sementara
penegakkan diagnosis sering sulit, apalagi dalam menilai apakah pada akhirnya
akan terjadi shock (Dengue Shock syndrome) atau tidak. Peningkatan hematokrit,
penurunan angka trombosit, leukosit dan serta perilaku pasien sebelum dirawat
(lamanya sakit, rujukan) biasanya terjadi sebelum demam turun dan sebelum
terjadinya shock. Hal ini merupakan diagnostik yang penting dan prognosis yang
berharga dalam mendeteksi Dengue Shock Syndrome. Sehingga dengan
mengetahui faktor resiko ini dapat mencegah/ mengurangi kematian
Metode: Penelitian bersifat observasional dengan disain kasus kontrol. Kasus
adalah penderita yang didiagnosis DSS berdasarkan diagnosis dokter yang
merawat. Sedangkan kontrol adalah penderita yang didiagnosis sebagai tersangka
DBD oleh dokter yang merawat. Data penelitian diperoleh dari data rekam medis
dan formulir Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KD-RS) yang dirawat di RSUD
ULIN dan RSUD Ansari Saleh dalam periode bulan April 2010 sampai Maret
2012. Rancangan analisis ditujukan untuk memperoleh nilai Odds Ratio (OR)
dilanjutkan dengan multivariat analisis untuk mengetahui faktor risiko yang dapat
mendeteksi DSS sejak dini.
Hasil Penelitian: Variabel yang signifikan secara statistik dan di masukkan ke
dalam prediksi model akhir adalah Jenis Kelamin perempuan (OR=3,250 95%
CI=1,178-8,970), hematokrit ≥25,97% (OR=7,86 95% CI=2,748-22,500) ,
leukosit ≤ 4764,47 (OR=3,826 95% CI=1,375-10,647), lama sakit ≥4 hari
(OR=3,146 95% CI=1,179-8,397) dan rujukan dari puskesmas (OR=4,543 95%
CI=1,700-12,139).Variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan
kejadian Dengue shock syndrome adalah hematokrit. Dari hasil tersebut
disarankan agar tenaga kesehatan dan akademisi perlu meningkatkan standar
pelayanan penyakit yang lebih efektif dan efesien yang berisiko terjadinya
Dengue Shock Syndrome.

ABSTRACT
DHF is still a health problem in Indonesia is currently included in
Banjarmasin city with a high mortality rate in 2011 was reported CFR 8.3% where
the majority of dengue patients are treated at the Ulin Hospital and Ansari Saleh
Hospital Banjarmasin, while the diagnosis is often difficult, especially in
assessing whether it will eventually happen shock (dengue shock syndrome) or
not. This is an important diagnostic and prognostic value in the detection of
Dengue Shock Syndrome. So that by knowing these risk factors can prevent /
reduce mortality.
Methods: The study is an observational with case-control design. Cases are those
who hospitalized and diagnosed as suspect Dengue haemorrhagic fever by
clinicans using WHO criteria.Controls are those who hospitalized and diagnosed
as suspect Dengue Haemorrhagic fever by the clinicans. Data were collected from
medical records and (KD-RS) are treated in Ulin Hospital and Ansari Saleh
Hospital in the period from April 2010 until March 2012. Analysis design is done
to obtain Odds Ratio (OR) and followed by using multivariate logistic regression
to determine risk factors that can detect early DSS.
Consclusion: The significant variables in statistic manner and put into the final
model predictions are increasing Female sex (OR=3,250 95% CI=1,178-8,970),
haematocryt ≥25,97% (OR=7,86 95% CI=2,748-22,500) leukopenia ≤4764,47
(OR=3,826 95% CI=1,375-10,647), lengh of hospital ≥4 days (OR=3,146 95%
CI=1,179-8,397) and referrals from Health centers (OR=4,543 95% CI=1,700-
12,139). From these results it is suggested that health professionals and academics
need to improve service standards diseases more effectively and efficiently at risk
of Dengue Shock Syndrome."
2012
T30786
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Santun Setiawati
"Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko terjadinya DSS pada anak dengan DBD di RSUP Persahabatan dan RSUD Budhi Asih Jakarta.
Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan responden 60 anak berusia 1-12 tahun. Pengambilan sampel dengan teknik tidak acak (non probability sampling). Analisis data menggunakan uji statistik chi square, t independent, dan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DSS adalah tingkat kesadaran, suhu tubuh, tekanan darah, wajah kemerahan, pembesaran hati, perabaan akral, hematokrit, dan hemoglobin (p value < 0,005). Namun tidak ada variabel yang paling berhubungan dengan kejadian DSS.
Rekomendasi untuk perawat di ruangan dalam melakukan observasi pasien DBD harus mewaspadai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DSS sehingga dapat mencegah terjadinya DSS.

Dengue fever is one of the health problems in Indonesia that often causes an extraordinary emergence. This study aims to identify the risk factors for Dengue Shock Syndrome (DSS) in children with dengue fever at Persahabatan General Hospital and Budi Asih Regional Hospital Jakarta.
Design of the study was cross-sectional with 60 children aged 1 to 12 years as respondents. The sampling for this study used non-random technique (non-probability sampling). The data analysis used Chi-square statistic test, t independent, and multiple logistic regression.
The result of the study shows factors associated to Dengue Shock Syndrome (DSS) are level of consciousness, body temperature, pulse, blood pressure, face-redness, increasing size of the liver, measurability of akral, haemoglobin, and haematocrit (p value < 0.005). However, neither variable is associated with the emergence of the DSS.
Recommendations for nurses in the ward, when performing observation to DHF patients, they should alert the factors related to DSS that can prevent DSS to emerge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zainudin
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat dan cenderung semakin luas wilayah penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Timbulnya penyakit DBD merupakan kontribusi spasial sebagai faktor risiko seperti perubahan iklim, topografi, cakupan program, dan perilaku. Besamya faktor risiko tersebut berperan terhadap bertambahnya populasi nyamuk Aedes aegypli sebagai vektor penyakit DBD. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kontribusi spasial dengan kemungkinan terjadinya penyakif DBD selama 60 bulan (1997-2001), gambaran kepadatan jentik dan perilaku pengelola tempat-tempat umum (TTU) di Kota Bekasi. Disain penelitian adalah studi korelasi.
Untuk mengetahui gambaran kepadatan jentik dan perilaku dilakukan survai dengan junilah sampel 292 TTU yang diperoleh secara sistematik random sampling. Data dianalisis untuk mengetahui distribusi frekuensi (univariat) dan hubungan antar variabel (bivariat) dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson dan uji anova. Variabel independen penelitian adalah curate hujan, suhu udara, kelembapan, pengelompokan wilayah, cakupan PSN-DBD, dan perilaku. Pengolahan data spasial dan pemetaan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergeseran waktu penyebaran penyakit DBD memiliki sildus empat tahunan yang temp dan selama lima tahun terakhir diketahui pusat penyebaran penyakit berada di dua kelurahan yaitu Jati Waringin dan Jaka Sempurna. Hasil survai menunjukkan bahwa angka bebas jentik (ABJ) di TTU barn sebesar 72,60% dan proporsi pengelola TTU yang berpartisipasi dalam PSN-DBD kurang dari separuhnya (43,49%).
Analisis bivariat menunjukkan curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan cakupan PSN-DBD selama lima tahun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna untuk terjadinya penyakit DBD p=0,111, p'J,486, dan Hubungan yang bermakna hanya terlihat antara suhu udara dengan kejadian penyakit DBD pada tahun 1998 (p O,002). Analisis bivariat antara pengelompokan wilayah dengan kejadian penyakit DBD juga menunjukkan hubungan yang bermakna (p),000), yang berarti terdapat perbedaan kejadian penyakit DBD di wilayah perkotaan, peralihan dan perdesaan. ABJ tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan curah hujan, suhu udara, kelembapan, dan cakupan PSN-DBD (p-0,760, p=0,214, p 0,616, dan p-A),283).
Untuk mewaspadai siklus empat tahunan dan dalam rangka meneegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB) DBD, disarankan perlu adanya petugas lapangan (Jura Pemeriksa Jentik) di setiap Puskesmas Pembantu (DesalKelurahan) yang akan melakukan pemeriksaan jentik di rumah penduduk di bawah koordinasi Puskesmas, meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam mengelola wilayah kerjanya untuk mengurangi wilayah endemis, kegiatan PSN-DBD agar diprogramkan secara rutin (terjadwal) dalam ekstra kurikuler sekolah, dan perlu meningkatkan upaya penyuluhan kepada masyarakat melalui media cetak maupun elektronik.
Daftar Pustaka: 54 (1987-2003)

A Spatial Analysis of DHF Incidents in An Urban Setting of Bekasi 2003 Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a public health problem and tends to spread out by the increasing mobility and density of people population. The emergence of DHF disease is a spatially contributed from several risk factors such as climate changes, topography, coverage programs, and people's habit. The magnitude of the risk factors is responsible for the increasing of Aedes Agepty population as a vector DHF disease.
The main objectives of this research are to find out the relationship between a spatial contribution and the possibility of DHF incident within 60 months period from 1997 to 2001, the illustration of mosquito larva density and the behavior of sanitation authority of public places in Bekasi. The model use in this study is a correlation study. The surveys are done in 292 public places by a systematic random sampling method to illustrate Aedes larva density and people behavior in that area.
Data are analyzed to find the frequency distribution (univariat) and intervariable correlation (bivariat) by using Product Moment Pearson correlation test and Analysis of Varian test. The independent variables are the amount of rainfall, temperature, relative humidity, regional zoning, management of source reduction campaign of DHF, and the behavior of sanitation authority. Analyzing spatial data and mapping utilize the geographical information system (GIS).
The result shows that a shifting time of DHF distribution is observed in a regular four-year cycle, and in the last five years it has been known that the central of disease distribution can be found in two district areas, Jati Waringin and Jaka Sampuma. The result also shows that the larva free index (ABJ) in public places is 72,60% and a proportion of management public places in source reduction campaign DHF is less than a half of it (43,49%).
Bivariat analysis shows that a rainfall amount, temperature, relative humidity, and management of source reduction campaign DHF in statistics have no correlation with DHF disease incident within the last five years (p=. 772, p 0.111, p'O. 486, p=0.266. A significant correlation can be proven between temperature and DHF disease incident in 1998 (p4l.002). The bivariat analysis between several regions and DHF disease incident shows a significant correlation (p=x.400), so there are different DHF disease incidents among rural, transition and urban areas. ABJ does not show a significant correlation with rainfall amount, temperature, humidity, and management of source reduction campaign DHF (p=-0.760, 170.214, p=0.616 and p=0.283).
To increase an awareness of the four-year cycle and to prevent the outbreak of DHF disease incident, firstly, staff that examine larva should be positioned in each public health center (Puskesmas) in the village. This staff is obliged to periodically examine larva in every house within his area and coordinates with the Puskesmas officers within his district. Secondly, the knowledge of district area public health staff should be improved to manage his region in minimizing the regional endemic. Thirdly, the source reduction campaign of DHF must be done periodically at schools and mass media.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muyono
"Penyakit menular yang dibawa oleh vektor yang masih menjadi masalah hingga saat ini adalah penyakit Daman Berdarah Dengue (DBD), yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sejak ditemukan di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta penyakit ini cenderung menyebar luas sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Di Sumatera Selatan selama 5 tahun yaitu 1998 - 2002 tercatat rata rata jumlah kasus DBD 1.583 kasus (IR = 66,3/100.000 penduduk) dan CFR 2%, sedangkan Kota Palembang pada kurun waktu yang sama menunjukkan angka kejadian berfluktuasi, tahun 1998 (3022 kasus, CFR 2,94%), lalu tahun 1999 menjadi 1330 kasus (CFR : 2,25%), dan hingga akhir tahun 2002 tercatat sebanyak 1074 kasus (CFR : 1,67%).
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kejadian penyakit DBD, Angka Babas Jentik (ABJ) dan hubungan antara iklim yang meliputi curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin dengan kejadian penyakit DBD dan ABJ serta hubungan ABJ dengan kejadian penyakit DBD di Kota Palembang Tahun 1998 - 2002.
Desain penelitian menggunakan studi ekologi time trend dengan memanfaatkan data sekunder yang dikumpulkan dari laporan bulanan Subdin P2P Dinas Kesehatan Kota Palembang dan Stasiun Klimatologi Kenten Palembang serta menggunakan analisis rata-rata hitung (mean) dan analisis Korelasi Pearson diperoleh hasil sebagai berikut:
Kejadian DBD tertinggi tahun 1998 (3.022 kasus, IR = 2216,41100.000 penduduk dan CFR = 2,94%) dan terendah tahun 2001 (816 kasus, IR = 54,91100.000 penduduk serta CFR terendah tahun 2000 yaitu 1,14%). Sedangkan rata-rata ABJ selama 5 tahun sebesar 83,68%, angka tertinggi tahun 1999 (88,0%) dan terendah tahun 2002 (78%). Gambaran iklim: Curah hujan : rata-rata (227,23 mm), tertinggi Maret (367,16 mm) dan terendah Agustus (88,86 mm); Hari hujan : rata-rata (16,2 hari), tertinggi Desember (22,8 hari) dan terendah Agustus (9,4 hari); Suhu : rata-rata (26,9°C), tertinggi Mei (27,6°C) dan terendah Januari (26,06°C); Kelembaban: rata-rata (84,3%), tertinggi Januari (87,4%) dan terendah September (79,2%); Kecepatan angin: rata rata (3,06 knot), tertinggi September (3,8 knot) dan terendah April (2,03 knot).
Hubungan antara iklim dengan kejadian penyakit DBD diperoleh hasil sebagai berikut: Curah hujan: data tahun 2001, ada hubungan bermakna antara curah hujan dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Hari hujan: data tahun 1999, 2002 dan 2002, ada hubungan bermakna antara hari hujan dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Suhu udara: data tahun 2002, ada hubungan bermakna antara suhu udara dengan DBD, arah negatif dan tingkat hubungan kuat; Kelembaban udara: data tahun 2001 dan 2002, ada hubungan bermakna antara kelembaban udara dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat; Kecepatan angin: data tahun 1999, ada hubungan bermakna antara kecepatan angin dengan DBD, arah positif dan tingkat hubungan kuat. Sedangkan hubungan antara iklim dengan Angka Bebas Jentik dan hubungan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian penyakit DBD tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan.
Untuk mengantisipasi kejadian DBD dimasa mendatang perlu dilakukan pencegahan dengan jalan: mengaktifkan pokja DBD, upaya menggerakkan masyarakat melakukan PSN-DBD, pembagian abate dan ikan predator; peningkatan promosi penanggulangan DBD melalui media massa/elektronik; peningkatan survailence aktif ke rumah sakit minimal seminggu 2 kali dan survailence vektor; serta perlu ditingkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi terkait seperti badan meteorologi dan geofisika, dinas pendidikan, Pemda dan Tim Penggerak PKK.

Contagion disease brought by vector which still become problem till now days is Dengue Disease (DBD), cause by dengue virus which contagious through mosquito vector of Aides aegypli. Since found in Indonesia in the year 1968 in Surabaya and Jakarta this disease tend to widely disseminate in line with the increase of mobility and density.
In South Sumatra during 5 year that is 1998 - 2002 noted an average rate cases of DBD L583 cases (IR = 66,3/100.000 residents) and CFR 2%, while Palembang at the same time show event fluctuation number, year 1998 (3022 cases, CFR 2,94%), then year 1999 becoming 1330 cases (CFR : 2,25%), and till the end of year 2002 noted as much 1074 cases (CFR : 1,67%).
This research aim is to know prescription of DBD disease occurrence, Free Number Larva (ABJ) and relation between climate which covers rainfall, rain day, temperature, dampness and speed of wind with DBD disease occurrence and ABJ also relation ABJ with DBD disease occurrence in Palembang Year 1998 - 2001.
Research design use study of ecology time trend by using secondary data collected from monthly report of Subdin P2P of Palembang City Health Service and Kenten Palembang Climatology Station and also use analysis of mean calculation and Pearson Correlation analysis obtained by following result:
Highest DBD occurrence in year 1998 (3.022 cases, IR = 2216,41100.000 resident and CFR = 2,94%) and lowest in year 2001 (816 cases, IR = 54,9/100.000 resident also lowest CFR in year 2000 is 1,14%). While ABJ mean during 5 year equal to 83,68%, highest number in year 1999 (88,0%) and lowest in year 2002 (78%). Climate Description: Rainfall: mean (227,23 mm), highest in March (367,16 mm) and lowest in August (88,86 mm); Rain day: mean (16,2 day), highest in December (22,8 day) and lowest in August (9,4 day); Temperature: mean (26,9oC), highest in May (27,6oC) and lowest in January (26,06oC); Dampness: mean (84,3%), highest in January (87,4%) and lowest in September (79,2%); Wind speed: mean (3,06 knot), highest in September (3,8 knot) and lowest in April (2,03 knot).
Relation between climate and DBD disease occurrence obtained following result: Rainfall: year 2001 data, there are meaningful relation between rainfall by DBD, positive direction and strong relation level; Rainy day: data of year 1999, 2002 and 2002, there is a meaningful relation between rainy day with DBD, positive direction and strong relation level; Air temperature: data of year 2002, there is a meaningful relation between air temperature with DBD, negative direction and strong relation level; Air dampness: data of year 2001 and 2002, there is a meaningful relation between air dampness by DBD, positive direction and strong relation level; Wind speed: year data 1999, there is a meaningful relation between wind speed by DBD, positive direction strong relation level. While relation between climate with Free Number of Jentik and relation between Free Number of Jentik (ABJ) with DBD disease occurrence is not found a significant relation.
To anticipate DBD occurrence in the next period require prevention by: activating pokja DBD, spraying before infection season, strive to make society do PSN, allotting abate and fish predator; improvement of DBD prevention promotion through mass medialelectronic; improve active surveillance to hospital minimally 2 times in one week; and need to improve cooperation pass program and pass sectored with related institution like geophysics and meteorology, education, Local Government and PICK Activator Team.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julita Pangesti
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan oleh nyamuk dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. DBD disebabkan oleh berbagai faktor risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara spasial keterkaitan antara faktor-faktor risiko DBD yaitu kepadatan penduduk, ketinggian wilayah, indikator kepadatan vektor (HI, ABJ), cakupan PHBS (rumah tangga, TTU), dan pelayanan kesehatan (puskesmas) dengan kejadian DBD di tiap kelurahan Kota Depok pada tahun 2020-2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan spasial yang signifikan dengan pola sebaran kasus mengelompok yaitu pada variabel kasus DBD terhadap wilayah geografis tahun 2020 dan 2021, kepadatan penduduk terhadap kasus DBD tahun 2020 dan 2021, cakupan PHBS RT terhadap kasus DBD tahun 2020 dan 2021, cakupan PHBS TTU terhadap kasus DBD tahun 2021, dan variabel puskesmas terhadap kasus DBD tahun 2021.Sedangkan variabel pada tahun lainnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hasil skoring prioritas wilayah dengan risiko paling tinggi terhadap kejadian DBD di Kota Depok yaitu kelurahan Pancoran Mas, Beji, dan Kemirimuka. Peningkatan pengendalian DBD yang berfokus pada kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB), penguatan komitmen stakeholder untuk monitoring dan evaluasi pengendalian DBD, serta penguatan program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), pelatihan kader DBD, dan pemantau jentik di lingkungan masyarakat dan tempat-tempat umum diharapkan dapat menjadi kunci keberhasilan pengendalian kejadian DBD di wilayah Kota Depok.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus, transmitted by mosquitoes and is still a major public health problem in Indonesia. DHF is caused by various risk factors. This study aims to spatially identify the relationship between DHF risk factors, that is population density, altitude, vector density indicators (house index, free larva index), clean and healthy live behavior or PHBS (households, public places), and health services (puskesmas) with DHF incidents in each urban village area of Depok City in 2020-2021. The results showed that there was a significant spatial relationship with the pattern of distribution of cases in clusters, that is the variable DHF cases for geographical areas in 2020 and 2021, population density for DHF cases in 2020 and 2021, PHBS households coverage for DHF cases in 2020 and 2021, PHBS public coverage for DHF cases in 2021, and puskesmas for DHF cases in 2021. Meanwhile, the variables in other years do not show a significant relationship. The results of the priority scoring areas with the highest risk of DHF incidents in Depok City are the Pancoran Mas, Beji, and Kemirimuka sub-districts. Increasing DHF control that focuses on community empowerment activities with the Mosquito Nest Eradication (PSN) movement and Periodic Larvae Monitoring (PJB) activities, strengthening stakeholder commitment to monitoring and evaluating DHF control, as well as strengthening the Movement of 1 House 1 Jumantik (G1R1J) program, DHF cadre training, and larva monitoring in the community and public places is expected to be the key to successful control of DHF incidents in the Depok City area.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Triany
"Latar belakang. Dampak perubahan iklim menyebabkan tingginya penyebaran penyakit DBD, dan semakin meningkatnya jumlah KLB DBD dibeberapa wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Pada bulan Januari 2016 terjadi KLB DBD di Kabupaten Tangerang.
Metodologi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD pada saat KLB di Kabupaten Tangerang, menggunakan desain kasus kontrol dengan analisis multivariat uji logistic regresion. Jumlah sampel 201 terdiri dari 67 kasus dan 134 kontrol. Kasus adalah penderita DBD pada saat KLB dengan konfirmasi medis yang berusia 5-44 tahun, kontrol adalah tetangga kasus yang berada pada radius 100 dari rumah kasus. Data diambil langsung kerumah kasus dan kontrol yang dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2016.
Hasil penelitian, Kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor umur OR: 22,87 (95% CI: 6,67-78,51), jenis kelamin 3,62 (95% CI : 1,71-7,67), kebiasaan tidur siang OR: 2,47 (95% CI:1,20-5,12), kontak dengan penderita OR: 2.22 (95% CI: 1,05-4,68) dan lingkungan rumah yang terdapat kebun/semak OR: 2,02 (95% CI: 0,99-4,14). Umur merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kejadian DBD.
Disarankan. Masyarakat disarankan lebih waspada terhadap penyakit DBD dan kepada pemerintah agar meningkatkan promosi kesehatan tentang penyakit DBD sehingga masyarakat dapat berperanan dan berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian penyakit DBD.

Background. Impact of climate change to high spread of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) and also increasing number of DHF outbreak in some district or city in Indonesia. Outbreak of dengue fever occurred in Tangerang regency in January 2016.
Methods. The aim of this study was to determine influence factors of DHF outbreak incidence. This study was conducted in Tangerang Regency. A case-control study design with logistic regresion test of multivariate analysis. The total sample was 201, 67 cases of DHF and 134 controls. Cases were 5-44 years old DHF patients during an outbreak with medical confirmation. The control was a neighbor of cases who live in the radius of 100 meter. The study was conducted from February to May 2016 using the primary data.
Results, Incidence of dengue was influenced by age OR: 22.87 (95% CI: 6.67 to 78.51), the sex OR 3.62 (95% CI: 1.71 to 7.67), the habit of napping OR: 2.47 (95% CI: 1.20 to 5.12), contact with patients DHF OR: 2:22 (95% CI: 1.05 to 4.68) and a home environment there are gardens/shrubs OR: 2.02 ( 95% CI: 0.99 to 4.14) and DHF incidence. Age is the dominant factor affecting the incidence of DHF.
Suggestion. Increasing the awareness of DHF in the community. The government increased health promotion on DHF so that people can contribute and participate actively to control DHF.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lila Kesuma Hairani
"Tahun 2001-2004, angka insiden demam berdarah dengue (DBD) di kecamatan Cimanggis melonjak dengan tajam. Upaya pemberantasan penyakit DBD terus dilakukan hingga kini.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran epidemiologi DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhi angka insidennya di Kecamatan Cimanggis tahun 2005?2008. Jenis penelitian adalah desain observasional (studi deskriptif korelasi/ekologi). Hasil penelitian menyebutkan proporsi kasus terbesar pada kelompok umur ≥15 tahun sedangkan insiden tertinggi pada 5?9 tahun. Kasus terbesar terjadi pada Kelurahan Tugu, sedangkan insiden tertinggi terjadi pada Kelurahan Curug dengan cenderungan terjadi pada awal hingga pertengahan tahun dengan puncak sekitar bulan Januari? Maret. Hasil bivariat menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara kepadatan penduduk, fogging, temperatur, curah hujan, dan kelembaban dengan angka insiden DBD di Kecamatan Cimanggis (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka peneliti menyarankan program pemberantasan dan pengendalian yang sudah berjalan ditingkatkan keefektifannya dan masyarakat diharapkan mampu cepat tanggap menghadapai bahaya DBD dengan melakukan usaha?usaha pencegahan secara mandiri.

Incidence of dengue haemorrhagic fever (DHF) has increased by the year 2001-2004 in Cimanggis, Depok. DHF prevention and control program has been developed until now. This study investigated epidemiology of DHF and risk factors of DHF incidence in Cimanggis from 2005 until 2008. This was observational design with correlation study. The result revealed that case were highest by the age ≥15 and also highest in Tugu. Incidence were highest by the age 5 ? 9 and highest in Curug which occurred in the early to mid-year with a peak around January until March. The result also revealed were there significant correlation between population density, fogging, temperature, presipitation, and humidity with DHF incidence (p < 0,05). Based on these study, DHF prevention and control program should the effectiveness and hopefully they can prevent the danger of DHF independently."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Purwoko Widodo
"Kota Mataram adalah salah satu daerah endemis penyakit DBD di Indonesia, karena sejak Tahun 2003 hingga Tahun 2012, selalu ditemukan kasus penyakit DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik, perilaku dan lingkungan rumah penduduk dengan kejadian DBD. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan rancangan kasus kontrol. Populasi pada penelitian ini adalah penduduk Kota Mataram, sedangkan sampel penelitian adalah sebagian penduduk Kota Mataram yang berasal dari semua kecamatan yang ada di Kota Mataram. Kasus adalah penduduk Kota Mataram yang pernah dirawat di rumah sakit pada periode Januari?Maret 2012 dan didiagnosis menderita suspek DBD/DD/DBD. Kontrol adalah tetangga kasus yang tidak pernah diagnosis menderita suspek DBD/DD/DBD pada periode yang sama.
Penelitian ini menemukan, variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD di Kota Mataram pada Tahun 2012 adalah variabel pekerjaan (OR bekerja=2,04 ; 95%CI=1,032-4,015 ; OR bersekolah=3,80 ; 95%CI=1,281-11,302) dan penggunaan kassa nyamuk (OR=0,42 ; 95%CI=0,218-0,810). Bagi masyarakat, perlu peningkatan upaya perlindungan diri terhadap penularan penyakit DBD, terutama saat beraktifitas di luar rumah (saat bekerja/bersekolah), diantaranya dengan menggunakan pakaian yang dapat mencegah gigitan nyamuk dan penggunaan obat nyamuk oles (repellent). Bagi Dinas Kesehatan Kota Mataram, perlu intensifikasi pemeriksaan jentik dan PSN DBD di tempat-tempat umum, khususnya di sekolah-sekolah dan perkantoran bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.

Mataram city is one of the endemic areas of dengue fever in Indonesia, because since the Year 2003 to 2012, is always found dengue fever cases. This study aims to determine the relationship between the characteristics, behavior and home environment of the population with the incidence of dengue. This study is an analytical study with case-control design. The population in this study were residents of the city of Mataram, while the study sample was part of the population Mataram from all districts in the city of Mataram. Case is a resident of the city of Mataram who had been treated in hospital in the period from January to March 2012 and was diagnosed with suspected DHF / DD / DHF. Control is a neighbor of cases that never diagnosed with suspected DHF / DD / DHF in the same period.
This study found that variables related to the incidence of dengue in the city of Mataram in the year 2012 is the variable of work (OR worker=2,04 ; 95%CI=1,032-4,015 ; OR student=3,80 ; 95%CI=1,281-11,302) and the use of mosquito net (OR=0,42 ; 95%CI=0,218-0,810). For society, need to increase efforts to protect themselves against dengue disease transmission, especially when activities outside the home (at work / school), such as by using clothing to prevent mosquito bites and use mosquito repellent ointment. For Mataram City Health Department, need to the intensification of larvae and eradication of DHF mosquito breeding places examination in public places, especially in schools and offices, to work with cross sector / program linked.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31924
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amrul Hasan
"Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat hingga saat ini di Kota Bandar Lampung dengan jumlah penderita yang terus meningkat. Pada tahun 2001 Incidence rate sebesar 13,56 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 109,8/100.000 penduduk pada tahun 2006 dan akhir Februari 2007 Kota Bandar Lampung dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam berdarah dengue lokal.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kebiasaan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pencegahan gigitan nyamuk dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Bandar Lampung, menggunakan desain kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 406 individu terdiri dari 203 kasus dan 203 kontrol. Kasus adalah individu yang menderita DBD yang pernah dirawat di rumah sakit dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dari tanggal 1 Maret 2007 sampai 15 Mei 2007, sedangkan kontrol dipilih dari tetangga kasus yang bertempat tinggal dalam radius 100 meter dari tempat tinggal kasus. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2007. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi rumah kasus dan dan kontrol kemudian diwawancarai dan observasi lingkungan rumah.
Hasil penelitian diketahui ada hubungan kebiasaan melakukan PSN dengan kejadian demam berdarah dengue, individu yang tidak melakukan PSN berisiko 5,85 (95% CI : 2,86 - 11,99) kali terkena DBD, sedangkan individu yang melakukan 1 jenis PSN (menguras atau menutup atau mengubur) berisiko 2,22 (95% CI : 1,32-3,72) kali untuk terkena DBD dibandingkan dengan individu yang melakukan PSN setelah dikontrol dengan variabel riwayat tetangga yang pemah sakit DBD, keberadaan benda yang dapat penampung air di sekitar rumah dan kebiasaan melakukan pencegahan gigitan nyamuk. Ada hubungan antara kebiasaan melakukan pencegahan gigitan nyamuk dengan kejadian DBD, Individu yang tidak pernah melakukan pencegahan gigitan nyamuk berisiko 7,82 (95% CI : 4,12-14,86) kali untuk terkena DBD, sedangkan individu yang melakukan 1 pencegahan (mengunakan penolak nyamuk di oles di kulit repellent atau anti nyamuk bakar atau menyemprot ruangan dengan pembasmi serangga) berisiko 4,21 (95% CI : 2,31 - 7,65) kali untuk terkena DBD dibandingkan dengan individu yang melakukan 3 pencegahan gigitan nyamuk setelah dikontrol dengan variabel umur, riwayal tetangga pernah sakit DBD, keberadaan benda yang dapat menampung air di sekitar rumah dan kebiasaan melakukan PSN.
Untuk menanggulangi DBD kegiatan PSN perlu dilakukan secara teratur minimal satu minggu sekali. Untuk mencegah terjadi terkena DBD dapat dilakukan melindungi diri agar tidak digigit nyamuk terutama 2 jam sebelum matahari terbit dan terbenam dengan menggunakan anti nyamuk yang di oles di kulit, anti nyamuk semprot ataupun electrik/bakar.

Dengue haemorrhagic fever most important public health problem in Bandar Lampung today. Increasing case occure from 2001 to 2006, if 2001 incidence rate 13,56/ 100.000 became 109,8/ 100.00 at 2006 and the end of February 2007 stated Bandar Lampung local outbreak dengue haemorrhagic fever.
A case-control study was conducted to explore correlation the risk factor of dengue infection in Bandar Lampung from 20 April to 30 May 2007. 230 case and 230 control were included for statisyical analysis. After further adjusting the confounder there are strong correlation between habitual Eliminating Mosquitos Breeding Sites and use personal protective (eg; use repellent, mosquito coil and use insecticide hand sprayer) with dengue case.
Individual has one PSN estimated to be 2,22 (95% Cl : 1,32-3,72) times as great for individual has 3 PSN and individual did not PSN estimates to be 5,85 (95% CI : 2,86 - 11,99) times as great has dengue fever for individual has 3 PSN after controlled by history neightborhood DHF, water container around house, use mosquitoes prevention bites. Individual use one mosquitoes prevention bites estimated to be 4,21 (95% Cl : 2,31-7,65) times as great for individual use three mosquitoes prevention bites and individual did not use mosquitoes prevention bites estimated to be 7,82 (95% CI : 4,12- 14,86) times as great for individual use three mosquitoes prevention bites.
Dengue fever is a mosquitoes-bome disease and the risk of person contracting the disease is determined by individu behaviour in eliminating mosquitos breeding sites and use mosquitoes prevention bites in Bandar Lampung.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Chandra
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, bersifat endemik di daerah tropis dan sub tropis, terutama di daerah perkotaan. Virus dengue yang ditransmisikan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti juga merupakan penyakit arbovirus yang penting dalam ha[ morbiditas dan mortalitas. Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cendenung meningkat. Faktor virus seperti variasi stereotipe dan genotipe virus dengue diyakini berperan menentukan derajat keparahan penyakit. Pada penelitian ini dilakukan analisis variasi genetik gen E dan NS I virus DEN-3 yang diisolasi dari pasien dengan manifestasi klinis yang berbeda, yaitu mulai clan yang ringan (DD) sampai yang terberat yaitu DBD dan DSS. Strain DS 002/06 (DD), DS 029/06 (DBD), DSA 02/06 (DSS) dan 17104 (DBD) diisolasi dan kasus dengue di Jakarta tahun 2004 dan 2006. Keempat strain tersebut kemudian dibandingkan dengan 11 strain DEN-3 yang berasal dan Indonesia dan Thailand. Homologi nukleotida gen E ditemukan berkisar antara 92,4 - 99.9%, sedangkan untuk asam amino E antara 96,5-100%. Sementara itu homologi gen NSI berkisar antara 92,1- 99,9% untuk nukleotida dan 97,1-100% untuk asam aminonya. Dijumpai berbagai variasi di sepanjang kedua gen tersebut, tetapi tidak ditemukan perbedaan yang spesifik yang bisa membedakan antara strain penyebab DD, DBD dan DSS. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa semua strain strain DEN-3 Indonesia yang disolasi pada tahun 2004 dan 2006 konsisten berada di subtype I."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>