Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112882 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Djamilludin
"ABSTRAK
Dalam undang undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokokdi daerah, ditegaskan bahwa titik berat otonomi diletakkan pada Daerah Tingkat II yakni Kabupaten Kotamadya Daerah Tingkat II. Tujuan pemberian otonomi adalah untuk memungkinkan daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna layanan pelaksanaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Ibukota Kabupaten berfungsi sebagai tempat kedudukan Kepala Daerah sekaligus kepala Wilayah, secara fungsional merupakan pusat pemerintahan, pembangunan dan layanan masyarakat harus Pokok Pemerintahan penyelenggaraan pemerintahan, masyarakat dan benar-benar terlaksana. Bagi Ibukota-Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang belum sepenuhnya menjalankan ke tiga fungsi tersebut, maka dalam rangka pembinaan kota dapat dilakukan pemindahan Ibukotanya. Landasan yuridis pemindahan Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II terdapat dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah pasal 4 ayat 3 yang berbunyi : Perubahan batas yang tidak mengakibatkan suatu Daerah, perubahanan nama Daerah, dan pemindahan ibukotanya ditetapkan dengan penghapusan serta perubahan nama Peraturan Pemerintah. Prioritas pemindahan Ibukota dilaksanakan bagi ibukota Tingkat II yang berada di wilayah yurisdiksi Kotamadya Daerah Tingkat II. Sejak 5 tahun 1974, telah ada 15 buah Kabupaten Daerah pemerintahan lain Cbaca berlaku Undang-Undang nomor Tingkat II yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk dipindahkan dan baru 10 buah Ibukota kabupaten yang telah melaksanakan pemindahan ibukota kabupaten Daerah Daerah Tingkat II secara fisik. Pemindahan Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang berlokasi dan sekaligus berfungsi sebagai Kota Administratif seperti Tangerang, selama ini belum pernah terjadi, kecuali Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang berfungsi sebagai Kota Administratif dan sekaligus Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I, seperti Kabupaten Kendari. Penelitian mengenai pemindahan Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang menggunakan tipe penelitian deskriptif - analitis. Dalam Draft Sementara Pedoman Pemihdahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II disebutkan Empat kriteria yang harus dimiliki oleh alternatif lokasi Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang baru adalah kriteria strategis, teknis, fungsional dan efisiensi biaya pembangunan. Adapun atribut yang dipakai meliputi Jumlah penduduk, kepadatan penduduk, migrasi penduduk, sentralisasi lokasi, topografi, perdagangan, prasarana perhubungan, lapangan kerja, tanah pertanian, kepadatan pemukiman dan status tanah. perkembangan penduduk, Dari hasil perhitungan alternatif lokasi Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang baru, baik itu yang dibuat oleh Departemen Dalam Negeri maupun dengan menggunakan Multiatribute Utility Analysis MAU diperoleh Kecamatan Tigaraksa yang paling memenuhi persyaratan terbaik."
1990
S10639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Djamilludin
"ABSTRAK
Dalam undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di daerah, ditegaskan bahwa diletakkan pada Daerah Tingkat II yakni Kabupaten / Kotamadya Daerah Tingkat II. TujUan pemberian otonomi adalah untuk memungkinkan daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna masyarakat pelaksanaan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Ibukota Kabupaten berfungsi sebagai tempat kedudukan Kepala Daerah sekaligus kepala Wilayah, secara fungsional merupakan pusat pemerintahan, pembangunan dan layanan masyarakat harus benar-benar terlaksana. titik berat otonomi penyelenggaraan pemerintahan, layanan dan Bagi Ibukota-Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang belum sepenuhnya menjalankan ke tiga fungsi tersebut, maka dalam rangka pembinaan kota dapat dilakukan pemindahan Ibukotanya. Landasan yuridis pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II terdapat dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah pasal 4 ayat (3) yang berbunyi : Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, perubahanan nama Daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukotanya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Prioritas pemindahan Ibukota dilaksanakan bagi ibukota Tingkat II yang berada di wilayah yurisdiksi Kotamadya Daerah Tingkat II). Sejak 5 tahun 1974. telah ada 15 buah Kabupaten Daerah pemerintahan lain (baca berlaku Undang-Undang nomor t Tingkat II yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah untuk dipindahkan dan barU 10 buah Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang telah melaksanakan pemindahan ibukota Kabupaten Daerah secara fisik. Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang berlokasi dan sekaligus berfuhgsi sebagai Kota Administratif seperti Tangerang, selama ini belum pernah terjadi, kecuali Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II yang berfungsi sebagai Kota Administratif dan sekaligus Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I, seperti Kabupaten Kendari. Penelitian mengenai pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang menggunakan tipe penelitian deskriptif - analitis. Dalam Draft Sementara Pedoman Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II disebutkan Empat kriteria yang harus dimiliki oleh alternatif lokasi Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang baru adalah kriteria strategis, teknis, fungsional dan efisiensi biaya pembangunan. Adapun atribut yang dipakai meliputi jumlah penduduk, kepadatan penduduk, migrasi penduduk, perkembangan penduduk, sentralisasi lokasi, topografi, perdagangan, prasarana perhubungan, lapangan kerja, tanah pertanian, kepadatan pemukiman dan status tanah. Dari hasil perhitungan alternatif lokasi Ibukota kabupaten Daerah Tingkat II yang baru, baik itu yang dibuat oleh Departemen Dalam Negeri maupun dengan menggunakan Multiatribute Utility Analysis (MAU) diperoleh Kecamatan Tigaraksa yang paling memenuhi persyaratan terbaik."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lailil Kadar
"ABSTRAK
Keberhasilan pembangunan pada umumnya tergantung pada partisipasi masyarakat. Akan tetapi, partisipasi masyarakat dalam pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya tidaklah timbul dan tumbuh dengan sendirinya.
Untuk itu pemerintah di negara-negara yang sedang berkembang tidak hanya menghadapi masalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan warga negaranya, tetapi juga sekaligus harus berupaya untuk menumbuhkan atau menimbulkan partisipasi dari seluruh warga negara yang hendak dibangun itu agar ikut mengambil bagian dalam kegiatan pembangunan yang memang diperuntukkan bagi mereka segala hasilnya. Demikian pula halnya dalam kegiatan pembangunan pertanian.
Untuk memberi kesejahteraan bagi warga negaranya, maka pemerintah di negara-negara sedang berkembang, haruslah melaksanakan kegiatan pembangunan yang menyangkut aspek-aspek yang luas dari segi penghidupan dan kehidupan warga negaranya.
Tanpa mengenyampingkan berbagai aspek yang luas itu, karena mengingat sebahagian terbesar penduduknya berdiam di wilayah pedesaan, yang juga merupakan wilayah hunian terbesar, dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian, maka dalam kegiatan pembangunannya pemerintah Indonesia telah menetapkan prioritas utama bagi pembangunan pertanian.
Karena makanan pokok, sebahagian terbesar penduduknya adalah beras, maka dalam kegiatan pembangunan pertanian perhatian utama dipusatkan pada peningkatan produksi tanaman pangan terutama padi. Untuk mewujudkan tujuan itu, maka sejak tahun 1966, berbagai inovasi teknologi pertanian diperkenalkan yaitu Panca Usaha Tani, Intensifikasi Khusus dan yang terakhir yang dilaksanakan sejak tahun 1988 adalah Supra Insus yang merupakan penyempurnaan dari inovasi teknologi pertanian sebelumnya.
Sekalipun belum seluruh paket supra insus dilaksanakan oleh para petani, akan tetapi inovasi ini telah dilaksanakan oleh petani-petani di Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang, Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Hasilnya nampak terutama dari peningkatan produksinya per hektar dalam setiap musim panen. Peningkatan produksi pertanian di atas, menarik untuk dipelajari terutama untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi petani dalam melaksanakan supra insus dan dari faktor-faktor tersebut faktor mana yang paling besar pengaruhnya.
Berdasarkan pembahasan secara teoritis, diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi petani dalam melaksanakan supra insus adalah komunikasi media massa, pendidikan dan kepemimpinan. Ketiga faktor tersebut di atas diasumsikan berdiri secara sendiri-sendiri dan tidak mempunyai hubungan satu dengan lainnya. Pengaruhnya dapat bersifat langsung dan dapat juga bersifat tidak langsung. Dalam kaitannya dengan pengaruh yang bersifat tidak langsung, partisipasi petani dalam melaksanakan supra insus diduga dipengaruhi oleh sikap petani terhadap supra insus. Sikap petani terhadap supra insus dipengaruhi oleh komunikasi media massa, kepemimpinan dan pendidikan.
Bertitik tolak dari teori-teori tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan 13 buah hipotesa yang dicoba diuji kebenarannya dengan jangkauan penelitian di Kecamatan Cilamaya.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh petani atau mereka yang bermata pencaharian utama di sektor pertanian khususnya tanaman padi sawah, yang menjadi penduduk di wilayah Kecamatan Cilamaya. Dari populasi di atas ditetapkan sampel sejumlah 96 orang petani, berdasarkan rumus penetapan sampel yang dikemukakan oleh Frank Lynch.
Untuk keperluan pengujian hipotesa yang telah dirumuskan dipergunakan uji statistik baik yang sederhana maupun yang berganda berdasarkan rumus statistik product moment, parsial, determinasi dan regresi. Penghitungan skor penelitian dengan menggunakan rumus-rumus tersebut dilakukan baik secara manual maupun dengan bantuan komputer dengan program Micro-Stat.
Berdasarkan hasil analisa dengan alat uji statistik, maka dapat dibuktikan bahwa faktor sikap petani mengenai supra insus berpengaruh positip terhadap partisipasi petani dalam melaksanakan supra insus. Faktor-faktor komunikasi media massa, kepemimpinan dan pendidikan (baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama) juga berpengaruh positif, baik terhadap sikap petani mengenai supra insus, maupun terhadap partisipasi petani dalam melaksanakan supra insus.
Terhadap sikap petani mengenai supra insus, dapat dikemukakan susunan intensitas pengaruh dari tiga faktor tersebut di atas menurut besarnya pengaruh secara berurutan adalah komunikasi media massa, pendidikan, dan kepemimpinan.
Terhadap partisipasi petani dalam melaksanakan suprainsus, urut-urutan faktor yang mempengaruhi, menurut besarnya intensitas pengaruh adalah pendidikan, kepemimpinan dan komunikasi media massa.
Hasil analisa juga menunjukkan bahwa dalam upaya peningkatan partisipasi petani dalam melaksanakan supra insus faktor sikap memegang peranan yang penting bahkan dapat dikatakan dominan.
Oleh karena itu dalam thesis ini diajukan saran bahwa dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam Pembangunan, khususnya partisipasi petani dalam melaksanakan supra insus, perhatian terhadap pembentukan sikap yang positip terhadap inovasi-inovasi bagi keperluan keberhasilan pembangunan lebih diutamakan. Karena, sikap yang positip terhadap inovasi juga menunjukkan adanya kecenderungan dari individu untuk menerima inovasi dimaksud, yang akhirnya akan berwujud dalam bentuk kesediaan atau kesukarelaan untuk melaksanakannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hubertus Hasan
"ABSTRAK
Dalam sistem perencanaan Pembangunan Nasional, Bappeda Tingkat II merupakan badan staf yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Bupati kepala derah Tingkat II Badan tersebut mempunyai tugas membantu Bupati Kepala Daerah Tingkat II dalam menentukan kebijaksanaan, evaluasi, monitoring pembangunan dan melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan di daerah dengan mengusahakan keterpaduan antara rencana nasional dan daerah. Salah sate fungsi dari tugas pokok tersebut adalah menyusun program-program tahunan sebagai pelaksanaan dan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Repelita Daerah.
Dalam menyusun program tahunan, khususnya program sosial tahunan kemampuan adnninistratif Bappeda Tingkat II Kabupaten Bandung, yang dijadikan sebagai studi kasus termasuk dalam kategori rendah. Sebab, cara merumuskan program/proyek sosiaal tahunan dan hasilnya belum mencerrminkan asumsi dasar, prinsip dan ciri ciri perencanaan sosial. Hal ini ditunjukan oleh program/proyek sosial tahunan yang dirumuskan masih bersifat penyediaan fasilitas pelayanan. Belum melihat aspek manusia sebagai pusat dan potensi pembangunan. Pendekatan dalam merunniskan program/proyek masm cenderung dari atas sehingga belum menampung aspirasi masyarakat bawah.
Hasil yang dicapai oleh Bappeda Tingkat II Kabupaten Bandung seperti tersebut di atas, temyata dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan ekstemal organisasi Bappeda Tingkat II Faktor internal yang mempengaruhi adalah struktur organisasi, sistem informasi manajemen, fasilitas partisipasi dan fasditas interaksi dengan lingkungan. Faktor tersebut belum berfungsi secara maksimal dalam merumuskan program-program sosial tahunan. Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil kerja Bappeda Tingkat II adalah kedudukan Bappeda Tingkat II dalam sistem perencanaan nasional "
1995
T2499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1980
S8416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Liasta
"Pemerintah mengharapkan Industri pariwisata pada akhir PELITA VI dapat menjadi sumber devisa dan motor penggerak utama pembangunan nasional. Harapan tersebut memberi peluang seiring dengan pertumbuhan perekonomian dunia yang semakin meningkat dimana mengakibatkan semakin banyak orang di dunia yang melakukan perjalanan wisata. Pengembangan pariwisata mempunyai kecenderungan semakin meningkatkan peranannya terhadap ketahanan ekonomi, yaitu melalui semakin baiknya kontribusinya terhadap pembangunan nasional.
Atas dasar pertimbangan itulah maka tesis ini di tulis dengan mengkaji masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo. Dalam pembangunan pariwisata di daerah Karo, mengingat daerah tingkat II Karo adalah sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang potensial di Propinsi Sumatera Utara. Dengan harapan hasil kajian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan pariwisatadi Karo.
Kajian dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan perspektif ketahanan nasional, yaitu menggunakan konsep kesejahteraan keamanan sebagai metode analisis pemecahan masalah di dalam pembangunan pariwisata.
Dari Hasil pengamatan teridentifikasi beberapa masalah yang dihadapi Kabupaten Karo dalam pembangunan pariwisata. Yang pertama berkaitan dengan kontribusi pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, kedua berkaitan dengan pengembangan pariwisata dan ketiga berkaitan dengan ketahanan daerah.
Hasil analisis terhadap beberapa permasalahan diatas diharapkan dapat meminimalisasikan berbagai hambatan maupun ancaman dalam meningkatkan pengembangan pariwisata yang berketahanan ekonomi dan sekaligus berkemampuan meningkatkan ketahanan daerah."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faebuadodo Hia
"Pembangunan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam GBHN, pada hakekatnya adalah untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan. Artinya, pelaksanaan pembangunan baru akan berhasil secara optimal apabila melibatkan seluruh masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah adalah mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D).
Pokok permasalahannya adalah bahwa masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari hasil partisipasi masyarakat (pola perencanaan dari bawah ke atas) dalam proses perencanaan pembangunan daerah dan adanya pandangan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) lebih dominan dari pada perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) memang lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Kemudian untuk melihat implementasi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas dengan studi kasus Kabupaten Dati II Lampung Utara. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Analisa dilakukan dalam bentuk kualitatif. Pengumpulan data dilakukan secara sekunder dan primer.
Hasil penelitian partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas, berdasarkan pada analisa terhadap kajian penelitian atas realisasi dari usulan program pembangunan, menunjukkan bahwa rata-rata hanya 16,63% dari jumlah proyek yang diusulkan dari bawah (UDKP) yang dapat direalisasikan dan dalam hal dana hanya sekitar 20% yang akhirnya disetujui dan dilaksanakan dan temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas) masih lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah masih sangat rendah.
Kesimpulan dari studi ini adalah masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola perencanaan dari bawah ke atas dan masih dominan perencanaan pusat dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Dati II Lampung Mara, yaitu sumber dana dalam APBD, menunjukkan 82,77% dana yang berasal dari bantuan pusat dan kebijakan tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis terhadap pengelolaan anggaran dan penyusunan program pembangunan.
Saran atas hasil penelitian adalah perlu keseimbangan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah artinya adanya titik temu dalam proses pembangunan daerah, antara perencanaan pusat dengan perencanaan daerah dalam merealisasikan program pembangunan, sehingga program pembangunan bernuansa pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk peningkatan pemberdayaan potensi daerah dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah dan pedesaan. Dengan demikin tujuan dan sasaran pembangunan dapat mencapai hasil yang lebih optimal, efisien dan efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cece Cahyadi
"Keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum merupakan suatu tindakan memilih anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dipercaya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh karena keikutsertaan rakyat dalam pemilihan umum selain berfungsi sebagai salah satu bentuk partisipasi politik, juga sekaligus merupakan pengejawantahan kekuasaan yang absah oleh rakyat. Rakyat yang melakukan pemilihan dalam pemilu didorong oleh suatu keyakinan bahwa aspirasi dan kepentingannya dapat tersalurkan atau setidaknya diperhatikan.
Kecenderungan untuk memilih salah satu kontestan pemilu terbentuk oleh suatu proses sosialisasi yang berjalan sepanjang kehidupan manusia, sehingga keyakinan tersebut dapat menguat dan dapat pula memudar tergantung sejauhmana sosialisasi tersebut berproses. Menguat atau memudarnya keyakinan pemilih berdampak terhadap dukungan suara yang diberikan terhadap OPP. Gejala seperti itu hampir ditemui dalam setiap kesempatan pemilu, di mana kecenderungan pemilih untuk memilih salah satu OPP tidaklah selalu sama atau tetap. Terbukti dari, setiap pemilu selalu terjadi perubahan dan pergeseran perolehan suara yang diperoleh masing-masing OPP.
Di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi, selama lima kali pemilu (1977-1997) perolehan suara PPP selalu menurun kecuali dalam pemilu 1997 naik secara drastis dua kali lipat lebih, yakni dari 13,52 % menjadi 31,88 X. Sebaliknya dengan PDI yang selalu mengalami kenaikan dan turun secara mencolok, yaitu dari 17,45 % pada pemilu 1992 menjadi 2,21 % dalam pemilu 1997. Sedangkan perolehan suara Golkar menunjukkan penurunan, kecuali pada pemilu 1992 naik 2,12 % dan turun kembali dalam pemilu 1997 sebesar 3,12 %. Naik turunnya perolehan suara tersebut menunjukkan adanya pergeseran perilaku memilih, dengan kata lain perubahan perolehan suara yang diperoleh OPP mencerminkan terjadinya perubahan perilaku memilih yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini ingin mengungkap Faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Pertanyaan pokok yang dibahas nenyangkut mengapa terjadi perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997 dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan perilaku memilih di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi. Dalam konteks ini faktor-faktor identifikasi partai, isu, calon, pemimpin formal, pemimpin informal dan kelompok memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku memilih.
Guna menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penyebaran kuesioner kepada 75 orang responden dan wawancara dengan berbagai pihak yang dipandang tahu banyak terhadap persoalan itu. Penetapan responden dilakukan melalui teknik sampling probabilita melalui penarikan sampel secara berkelompok (cluster sampling) dan penarikan sampel sistimatis (sys tima ti c random sampling).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor identifikasi partai yang didasarkan atas ikatan agana/keagamaan dan ikatan tradisi/adat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih dalam pemilu 1997. Hal itu disebabkan pengaruh identifikasi Golkar dan PDI dengan pemilih tergolong rendah, berbeda dengan PPP yang pengaruhnya tergolong tinggi.
Faktor lain adalah pengaruh pemimpin informal, terutama tokoh agama (ulama) dan tokoh masyarakat melalui himbauan dan ajakannya untuk mendukung dan memenangkan OPP tertentu. Hal menarik lainnya yang dapat ditemukan adalah mulai memudarnya dukungan ulama terhadap Golkar yang dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pandangan terhadap beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah Daerah dan masalah pencalonan anggota legislatif yang mengandung unsur KKN. Dilain pihak beralihnya dukungan tokoh masyarakat berkaitan dengan kekalahan Kepala Desa yang lama dalam proses pemilihan Kepala Desa. Sedangkan para mantan Kepala Desa tersebut masih memiliki pengaruh dalam masyarakat. Sedangkan faktor-faktor lain seperti isu, calon, pemimpin formal dan kelompok pengaruhanya tergolong rendah, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan perilaku memilih."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar Kasim
"Kebijaksanaan desentralisasi pemerintahan dan otonomi daerah di Indonesia mempunyai dasar hukum yang cukup kuat. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa "Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingati dasar dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negaradan hal-hal asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa". Selanjutnya dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1993 dikatakan bahwa "Pelaksanaan otonomi daerah ditujukan pada perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab."
1996
BBJI-II-4-Des1996-36
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>