Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Nursianah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S7138
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunthi Kumalasari Hardi
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan perilaku kenakalan remaja. Pengukuran keterlibatan ayah dilakukan dengan alat ukur Father Involvement Reported Scale yang dibuat oleh Finley dan Schwartz (2004), sedangkan perilaku kenakalan remaja diukur melalui Self-Reported Delinquency yang dibuat oleh Elliot dan Agetton (1980). Responden pada penelitian ini berjumlah 245 orang remaja SMK yang berusia 15-19 tahun, dan memiliki ayah dalam kehidupannya. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah dengan perilaku kenakalan remaja (r = 0,085; n = 245; p > 0,05, two-tail). Selanjutnya, ditemukan hasil yang signifikan pada korelasi antara keterlibatan ayah dengan subskala perilaku kenakalan remaja, yaitu perilaku kejahatan terhadap benda. Hasil diskusi dari penelitian ini menyatakan kemungkinan ada faktor-faktor lain, di luar keterlibatan ayah yang lebih berhubungan dengan perilaku kenakalan remaja, yaitu ketergabungan remaja dengan geng, status sosial ekonomi, serta faktor budaya.

The purpose of this research is to examine the relationship between father involvement and adolescent delinquency. Father involvement was measured by Father Involvement Reported Scale (Finley & Schwartz, 2004), whereas the adolescent delinquency was measured by Self-Reported Delinquency (Elliot & Agetton, 1980). The respondents of this study were 245 vocational students in DKI Jakarta who has a father and with the age of 15-19 years old. The result of this study shows that there is no significant relationship between father involvement and adolescent delinquency (r = 0,085; n = 245; p > 0,05, two-tail) and a significant result between father involvement and subscale predatory crimes against property from self-reported delinquency. Discussion from this result shows the possibilities of other factor that could be more related to adolescent delinquency, such as involvement with peer, social economic status, and cultural factor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56630
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kenakalan remaja bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, baik internal maupun eksternal. Pengawasan yang berlebihan menyebabkan mereka menjadi terkekang dan tergantung terhadap orang tua. Kewajiban orang tua adalah memberikan teladan hidup yang terpuji kepada anak remajanya, sehingga mereka dapat menyaksikan kejujuran dan kesalehan hidup di dalam diri orangtuanya. oleh karena itu, walaupun kurang menyenangkan tetap untuk membentuk kehendak remaja supaya tertib dan tingkah lakunya terkendali, diperlukan cara pendisiplinan yang tegas."
360 JHMTS 1:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kenakalan remaja bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, baik internal maupun eksternal . Pengawasan yang berlebihan menyebabkan mereka menjadi terkekang dan tergantung kepada orang tua...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Nurani
"Salah satu program rehabilitasi sosial di Panti Sosial Pamardi Putera Khusnul Khotimah Serpong Tangerang adalah resosialisasi. Program resosialisasi ini bertujuan membantu remaja dalam proses reintegrasi serta penyesuaian diri remaja di dalam kehidupan bermasyarakat, menumbuhkan dan mengembangkan kemauan masyarakat untuk menerima kehadiran remaja di dalam keluarga dan lingkungan sosialnya.
Dalam penelitian ini diteliti tiga masalah, yaitu pertama, bagaimana karakteristik dan latar belakang penyalahgunaan Napza pada remaja. Kedua bimbingan apa raja yang diberikan kepada remaja bekas korban penyalahgunaan Napza di dalam proses resosialisasi. Ketiga, bagaimana pandangan keluarga, masyarakat (masyarakat sekitar dan pengguna jasa) terhadap remaja korban penyalahgunaan Napza.
Untuk memperoleh data primer dan sekaligus pokok permasalahan yang akan diteliti di atas, penulis telah melakukan penelitian yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dilakukan melalui suatu wawancara mendalam, baik dengan informan utama (tiga orang remaja korban penyalahgunaan Napza di PSPP Khusnul Khotimah dan satu bekas residen panti yang telah bekerja di bengkel) maupun informan penunjang (petugas panti, keluarga, masyarakat sekitar dan pengguna jasa).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Latar betakang penyalahgunaan Napza yang dihadapi keempat informan remaja korban penyalahgunaan Napza (Panto, Ali, Udin dan Dicky) disebabkan karena adanya faktor internal yang bersifat psikologis, yaitu kepribadian dan faktor sosiologis, yaitu strata sosial keluarga informan yang dominan berasal dari lapisan masyarakat bawah/keluarga tidak mampu. Faktor eksternal meliputi kondisi keluarga, teman sebaya dan lingkungan social budaya (subkultur) yang devian.
Dalam program resosialisasi di panti ini, remaja diberikan empat jenis bimbingan agar remaja korban penyalahgunaan Napza memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk berintegrasi dengan masyarakat, antara lain: pertama, bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat. Kedua, bimbingan pemantapan usaha/kerja. Ketiga, bantuan pengembangan usaha /kerja/sekolah. Keempat, penempatan dan penyaluran. Proses resosialisasi yang dilaksanakan di dalam panti dari keempat jenis kegiatan tersebut belum secara optimal dilaksanakan sebagaimana ditetapkan dalam program panti. Peran serta dan kepedulian masyarakat sekitar dalam membantu proses resosialisasi remaja korban penyalahgunaan Napza masih kurang optimal. Keterlibatan masyarakat bersama remaja residen panti masih bersifat spontanitas dan kurang berkesinambungan. Pada tahap kegiatan bimbingan pemantapan usaha/kerja, masyarakat (pengguna jasa) telah menjalin kerjasama/kemitraan yang cukup baik dengan pihak panti dalam penerimaan residers panti termasuk informan penelitian melalui kegiatan Praktek Belajar Kerja.
Dukungan, penerimaan dan peran serta aktif keluarga dan masyarakat sangat diperlukan dalam rangka membantu proses penyesuaian diri remaja di lingkungan masyarakat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu keluarga informan dari keempat informan yang memandang permasalahan penyalahgunaan Napza sebagai masalah potensial yang harus dikembangkan dalam proses akomodasi keluarga, yaitu memberikan dukungan dan membantu proses penyesuaian diri remaja di masyarakat secara optimal (terjadi pada kasus informan Dicky). Sedangkan orang tua ketiga informan lainnya (Panto, Ali dan Udin) kurang mendukung proses resosialisasi mereka di dalam panti maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini disebabkan berbagai faktor, di antaranya rendahnya tingkat pendidikan orang tua, masih menganggap permasalahan Napza pada anak sebagai aib keluarga dan ketidakmampuan ekonomi keluarga. Terdapat perubahan pandangan masyarakat sekitar terhadap keempat informan korban penyalahgunaan napza yang sebelumnya menunjukkan sikap sinis, antipati dan curiga/berprasangka buruk, berubah menjadi simpati dan menerima kehadiran keempat informan mantan pengguna Napza tersebut setelah keempat informan menjalankan program resosialisasi yang melibatkan warga masyarakat sekitar. Di lain pihak, pengguna jasa dalam hal ini pemilik bengkel lebih toleransi, menerima keempat informan dalam praktek belajar kerja bahkan ada di antara keempat informan yang di terima bekerja sebagai tenaga kerja tetap di bengkel.
Program kegiatan melalui forum pertemuan family therapy, family support group yang melibatkan residen dan keluarganya, kegiatan dialog interaktif dan penyuluhan sosial yang melibatkan petugas panti, residen panti, keluarga dan masyarakat perlu dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan dalam rangka optimalisasi reintegrasi remaja di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian remaja mantan penyalahguna Napza diharapkan dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar dan berperan di dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat secara maksimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Susanti
"ABSTRAK
Fungsi orang tua adalah mengasuh anak. Meskipun pengertian orang tua
meliputi ayah dan ibu, namun masyarakat umum seringkali menganggap peran
orang tua dalam pengasuhan anak sinonim dengan peran ibu, yang secara
tradisional berbeda dari ayah.
Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan tradisional tersebut mulai
mengalami perubahan. Peran ayah dalam pengasuhan anak, baik secara
psikologis mauan fisik, mulai diakui. Selain itu turut sertanya ayah dalam
pengasuhan anak akan menguntungkan bagi orang tua dan anak. Lamb (1981)
mengatakan turut sertanya ayah dalam pengasuhan akan membantu
perkembangan kepribadian anak yang positif serta perkembangan peran sex dan
identitas gender remaja putra dan putri. Bahkan Bigner (1994) menyebutkan anak
yang kurang mendapat asuhan ayah akan mengalami kesukaran penyesuaian diri,
perkembangan kepribadian dan perkembangan sosial.
Mengingat pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak, kini
banyak para ayah yang ikut terlibat dalam pengasuhan anak. La Rossa (1986
dalam Bigner, 1994) menyebutkan saat ini para ayah berusaha untuk
menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak igan anak-anak mereka. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak tidak menghilangkan peran ayah
sebagai pencari nafkah keluarga. Dunia pekerjaan tidak dapat dipisahkan dari diri
ayah, tetap menjadi bagian dalam hidupnya. Parson (1954 dalam Benson, 1972)
mengemukakan bahwa kehidupan pria dan kehidupan rumah tangga dapat
dianggap sebagai dua aspek dari serangkaian peran yang sama.. Benson (1972)
mengemukakan bahwa pekerjaan atau pendidikan pria penting dalam menentukan
pola pengasuhannya sebagai seorang ayah. Hal-hal yang biasa dilakukan oleh
ayah dalam melakukan pekerjaan ditransfer ketika berinteraksi dengan anak.
Penelitian ini hendak melihat bagaimana pola asuh ayah dikaitan dengan
jenis pekerjaannya. Jenis pekerjaan yang dikhususkan adalah pekerjaan sebagai
tenaga pendidik ABRI. Masyarakat umum menganggap bahwa pola asuh ABRI
terhadap anaknya cenderung autoritarian. Ott (1978, dalam Turner dan Heims,
1990) mengemukakan pendekatan autoritarian merupakan cara yang biasa
diterapkan oleh ayah militer dalam menerapkan disiplin pada anak-anaknya. Akan
tetapi, dapatkah disimpulkan bahwa tenaga pendidik ABRI juga mengasuh
anaknya secara autoritarian. Karena, walaupun memiliki persamaan dengan ABRI
umumnya, namun mereka juga berperan sebagai pendidik orang dewasa seperti
layaknya guru/pengajar di lembaga pendidikan.
Tenaga pendidik ABRI sendiri berdasarkan jenis tugasnya dapat dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu guru militer dan instruktur. Guru militer lebih banyak
memberikan materi yang sifatnya teori, pekerjaan mereka lebih bersifat konseptual,
sedangkan instruktur lebih banyak bekerja di lapangan untuk mengajarkan
praktek/ketrampilan yang sifatnya praktis.
Untuk melihat pola asuh ayah yang bekerja sebagai tenaga pendidik ABRI
digunakan alat berbentuk kuesioner berisi 39 item yang terdiri dari 15 item
menggambarkan pola asuh autoritatif, 12 item menggambarkan pola asuh
autoritarian, dan 12 item menggambarkan pola asuh permisif. Hasil penelitian
menunjukkan ayah yang bekerja sebagai tenaga pendidik ABRI lebih autoritatif
dibandingkan permisif dan autoritarian dalam mengasuh anaknya. Selain itu dalam
penelitian ini juga tidak dilihat perbedaan yang signifikan dalam pola asuh autoritatif, autoritarian, dan permisif antara tenaga pendidik yang guru militer dan
tenaga pendidik yang instruktur.
Perhitungan nilai rata-rata subyek berdasarkan perbedaan karakteristik data
kontrol yaitu jenjang kepangkatan, jumlah anak, dan pendidikan umum, tidak
didapatkan perbedaan yang signifikan pada pola asuh autoritatif, permisif dan
autoritarian, kecuali pada pembagian kelompok subyek berdasarkan perbedaan
usia.
Hasil yang tidak signifikan dari penelitian ini mungkin dapat disebabkan
karena banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi pola asuh, bisa juga karena
alat ukur yang digunakan belum menggambarkan aspek pengasuhan secara
keseluruhan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran terutama ditujukan untuk
mengontrol hal-hal lain yang mempengaruhi pola asuh dan menggunakan alat ukur
lain yang sebelumnya telah diuji coba sebelum penelitian, agar dapat mengganti
item yang tidak baik."
1997
S2733
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grin Rayi Prihandini
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh keterlibatan ayah terhadap psychological well-being remaja awal. Keterlibatan ayah ini dilihat dari sudut pandang anak sehingga anak menilai dan mempersepsi seberapa terlibat ayahnya. Keterlibatan ayah ini melingkupi kualitas afeksi yang diberikan dan keterlibatan dalam domain perkembangan anak. Keterlibatan ayah ini dapat berpengaruh pada kondisi psikologis anak yaitu psychological well-being terutama pada masa remaja awal ketika remaja membutuhkan dukungan sosial dalam menghadapi berbagai perubahan pada masa remaja. Pengukuran keterlibatan ayah dilakukan dengan menggunakan alat ukur Nurturant Fathering Scale (NFS) dan Reported Fathering Scale (RFIS) yang dibuat oleh Finley dan Schwartz (2004), sedangkan pengukuran psychological well-being dilakukan dengan menggunakan alat ukur Ryff?s Scales of Psychological Well-Being (RPWB) yang dikembangkan oleh Ryff (1989). Responden pada penelitian ini berjumlah 205 orang siswa SMP di beberapa wilayah Jabodetabek, yang termasuk dalam kategori remaja awal yaitu berusia 12-15 tahun. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari keterlibatan ayah, baik dalam hal kualitas afektif (R= 0,033, p < 0,05, one tailed) maupun dalam hal domain perkembangan anak (R=0,031, <0,05, one tailed), terhadap psychological well-being remaja awal.

ABSTRAK
The purpose of this research is to examine the effect of father involvement in psychological well-being of early adolescents. The father involvement was viewed from the children?s point of view that emphasizing children?s retrospective perceptions of their father involvement. The father involvement include quality of affection in father-child relationship and involvement in domains of children life. The father involvement can be effect the psychological conditions in children, that is psychological well being, especially in early adolescents when adolescents need social support to through many changes in adolecents. Father involvement was measured using Nurturant Fathering Scale (NFS) and Reported Fathering Scale (RFIS) that has been made by Finley dan Schwartz (2004), whereas the psychological well-being was measured using Ryffs Scales of Psychological Well-Being (RPWB) that has been developed by Ryff (1989). The respondents of this research were 205 junior high school students in Jabodetabek area, in early adolescents with the age of 12-15 years old. The result of this research shows that there is an effect of father involvement, in the context of affective quality of fathering (R= 0,033, p < 0,05, one tailed) and in the context of involvement in domains of childrens life (R=0,031, <0,05, one tailed), in psychological well-being of early adolescents.
"
2016
S64976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Kartono
Jakarta: Rajawali, 2002
362.042 KAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Kartono
Jakarta: Rajawali , 1992
364.36 KAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Kartono
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008
364.36 KAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>