Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S6848
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mohammad Fahry
"Terdapat dua lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga keija yaitu sektor formal dan informal. Karena tingginya tuntutan kualifikasi pada sektor formal membuat para pendatang yang berkemampuan terbatas lebih memilih masuk pada sektor informal. Ada berbagai macam usaha yang masuk pada sektor informal yaitu yang bergerak di bidang perdagangan seperti perdagangan kaki lima dan di bidang jasa seperti usaha bengkel kaki lima. Karena keterbatasan kemampuan dalam soal modal membuat para pengusaha bengkel kaki lima cenderung untuk menggunakan trotoar dan pinggiran jalan sebagai tempat usahanya. Begitu juga dengan perekrutan tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang sudah terampil (mahir), karena dengan keterbatasan modal yang dimilikinya para pengusaha ini tidak dapat membayar upah yang tinggi. Oleh karena itu pilihan jatuh kepada tenaga kerja yang berasal dari ligkungan keluarga (kerabat), pada hal belum tentu tenaga kerja yang diterima sudah terampil. Dimana sebagai suatu usaha bengkel kaki lima ini membutuhkan suatu skill yang cukup dan juga tempat usaha yang di pinggiran jalan yang melanggar karena menggunakan sarana umum sebagai tempat usaha maka kemampuan bertahan usaha bengkel kaki lima ini sangat menarik. Pada dasamya kelangsungan usaha kaki lima ini dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal yang merupakan faktor yang berasal dari kemampuan wirausaha pengusaha dan faktor ekstemal yaitu faktor yang berasal dari luar diri pengusaha seperti kondisi pasar dan lain-lain. Tetapi pada penelitian ini batasan internal difokuskan pada pola hubugan keija dan ekstemal pada kondisi pasar Penelitian ini bersifat deskiiptif dimana berusaha menggambarkan fenonema yang ada dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di daerah Tebet Timur, Jakarta Selatan dengan menggunakan tehnik wawancara mendalam dan observasi non partisipan maka dengan data yang di dapat mencoba melihat bentuk pola hubungan keija yang ada pada bengkel kaki lima di jalan Tebet Timur Dalam Raya. Pinggiran jalan Tebet Timur Dalam Raya telah digunakan sebagai tempat usaha bengkel sejak tahun 1994, terdapat enam buah pengusaha bengkel kaki lima yang berada di sepanjang jalan Tebet Timur dimana keenam bengkel ini bergerak di bidang perbaikan body kendaraan bermotor. Yang menarik dari usaha bengkel kaki lima ini adalah kesemua pengusaha yang ada berasal dari satu daerah yang sama yaitu Surabaya. Karena keterbatasan modal yang dimiliki pengusaha bengkel kaki lima sehingga untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil sangatlah sulit. Maka para pengusaha harus menerima tenaga kerja yang belum terampil dengan keharusan dilatih terlebih dahulu. Oleh karena itu pengusaha harus mempertahankan tenaga keija yang sudah terlatih, cara mempertahankan tenaga kerja dilakukan melalui pola hubungan kerja yang terjalin karena di dalam pola hubungan kerja yang terjalin terdapat suatu hubungan pertukaran dimana pengusaha sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan lebih dibanding dengan tenaga kerja memberikan fasilitas berupa tempat tinggal, pengurusan surat-surat keterangan KTP) dan lain-lain. Dengan pemberian fasilitas ini membuat tenaga kerja lebih merasa terjamin dan aman sehingga dapat bekerja secara optimal selain itu tenaga kerja juga merasa betah sehingga untuk meninggalkan pengusaha adalah suatu hal yang tidak mudah. Adanya kesamaan latar belakang seperti ikatan keluarga juga membantu memperkuat hubugan kerja yang terjalin. Dengan terjalinnya hubungan yang demikian membuat kelangsungan usaha kaki lima ini dapat dipertahankan karena dengan adanya tenaga kerja pekerjaan dapat terus berlangsung. Selain faktor internal faktor yang berpengaruh pada kelangsungan usaha bengkel kaki lima ini adalah kondisi pasar dimana kondisi pasar pada saat ini membantu peningkatan jumlah pelanggan yang menggunakan jasa usaha bengkel kaki lima ini. Pada saat seperti ini bengkel kaki lima ini menjadi alternatif bagi pengguna jasa bengkel untuk memperbaiki mobilnya karena murahnya ongkos yang ditawarkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S10596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Sutrisna
"Pembangunan industri yang merupakan bagian dari pembangunan ekonomi mempunyai sasaran, yakni tercapainya tingkat pertumbuhan industri yang cukup tinggi dalam hal nilai tambah, kesempatan kerja maupun ekspor sehingga diharapkan sektor industri semakin efektif menjadi penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Disisi lain, perkembangan industri, khususnya industri kecil yang secara nyata merupakan sektor andalan dalam hal penyerapan tenaga kerja banyak mengalami kendala, antara lain manajemen yang kurang profesional. biaya produksi, permodalan, faktor tenaga kerja dan lain sebagainnya. Berbagai kendala yang dihadapi akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran usahanya, mereka tak mampu banyak bergerak, bersaing atau memanfaatkan peluang yang ada. Kondisi ini secara langsung akan berpengaruh terhadap produktivitas usaha. Peningkatan produktivitas pada industri kecil secara langsung dapat meningkatkan pemanfaatan sumber daya produksi, memperluas kesempatan berusaha, mendorong laju ekspor yang akan meningkatkan devisa negara. Keberhasilan peningkatan produktivitas akan ditunjang apabila diketahui produktivitas tenaga kerja industri Kecil tersebut. Salah satu pendekatan secara model matematis adalah dengan mengetahui dan membuat model untuk pengukuran produktivitas. Sebagai kasus penelitian dipilih industri kecil yang tergabung dalam suatu areal yang memiliki beberapa jenis industri kecil, yakni Perkampungan Industri Kecil Pulo Gadung atau lebih dikenal dengan PIK-Pulo Gadung. Tujuan penelitian ini adalah membuat model matematis atas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja pada berbagai jenis industri khususnya yang berada di lingkungan PIK - Pulo Gadung. Selanjutnya terhadap model matematis yang terjadi dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja. Hasil pengukuran produktivitas ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi Industri Kecil yang ada dilingkungan PIK - Pulo Gadung untuk mengukur "posisi diri" dan lingkungannya dan bentuk perlakuan yang harus diberikan dalam rangka pengembangan usaha terutama dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
T38845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Dyah Agustiyanthi
"ABSTRAK
Pioneers (yaitu first mover yang pertama kali masuk ke suatu pasar sebelum para imitators), seringkali digambarkan sebagai mesin-mesin penggerak peliumbuhan ekonomi. Sebaliknya, imitators dipandang tidak lebih sebagai copycats yang malas melakukan inovasi. Namun, siapakah yang seringkali menguasai pasar? Fakta memperlihatkan bahwa tidak sedikit imitators yang mampu mengungguli pioneer-nya dan menjadi market leader.
Imitasi merupakan strategi yang umum dipakai oleh banyak perusahaan, dimana pada strategi ini imitators cukup meniru atau meng-copy beberapa aspek (baik produk, proses atau prosedur) yang telah dilakukan oleh pioneer. Banyak kemudahan yang didapat oleh suatu perusahaan!produsen dengan melakukan imitasi. Sementara pioneer dihadapkan pada sejumlah kendala dan tantangan, seperti: pengembangan produk bese1ia pasarnya, resiko kegagalan dan kerugian serta kesulitan dana; imitators justru menikmati sejumlah kemudahan, seperti: cepat, murah dan produk-produk yang dihasilkan juga telah lebih sesuai keinginan konsumen.
Ada tiga strategi imitasi yang lazim dilakukan imitators . Pertama, beberapa imitators menjual generic version dari produk-produk pioneer dengan harga yang jauh lebih murah, seperti yang dilakukan oleh pulpen Bic. Kedua, imitators dapat meniru dan mengembangkan (imitate and improve) produk pioneer, seperti pada kasus Boeing. Dan terakhir, banyak imitator yang mengalahkan smaller pioneer dengan memanfaatkan kekuatan pasar, kekuatan dana atau jalur distribusi yang telah dimiliki. Hal ini dapat dilihat pada kasus IBM yang mengalahkan sang pioneer (Apple II).
Industri yang terbilang raJm mengadaptasi strategi imitasi ini adalah industri sepatu kulit. Sebagai salah satu atribut penting dari fashion, sepatu kulit senantiasa mengalami perubahan. Berbeda dengan barang-barang elektronik (dimana perubahan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama), pada sepatu kulit perubahan trend dapat terjadi hanya dalam hitungan bulan. Sehingga mau tidak mau, produsen harus terus dapat mengimbangi perubahan trend yang terjadi di masyarakat.
Maraknya praktek peniruan terlihat j elas disalah satu sentra industri sepatu kulit, yaitu di PIK Penggilingan. Hampir seluruh toko (dari sekitar 75 toko yang berada di sana) memproduksi serta menjual sepatu/sandal imitasi. Mereka tidak hanya sekedar mencontek atau meniru model-model sepatu/sandal yang ada di pasaran, namun lebih jauh lagi mereka menggunakan beberapa merek sepatu/sandal temama, seperti: Buccheri, Charles Jourdan, Nike, Reebok, Eagle, Spotec dan masih banyak lagi untuk memasarkan sepatu/sandalnya.
Sebagai salah satu toko yang beroperasi di sana, Al Kausar pun tidak menabukan praktek imitasi ini. Di dalam tokonya dapat ditemui model-model sepatu/sandal yang memakai beragam merek. Untuk sepatu olahraga, terlihat beragam merek temama terpajang di rak, seperti: Nike, Reebok, Nekerman, Spotec atau Eagle. Bedangkan untuk sepatu kulit selain menggunakan nama tokonya, AI Kausar juga menggunakan beberapa merek lain, seperti: Yongki Komaladi Shoes dan Pierre Cardin. Penggunaan merek-merek yang telah dikenal masyarakat tadi terbukti ampuh untuk memasarkan sepatu/sandai imitasi. Keinginan memiliki sepatu/sandal bermerek nampaknya telah mendorong konsumen untuk membeli produk-produk bajakan ini. ''Beda rasauya memakai sepatu bermerek", demikian alasan umum yang mcrcka kemukakan.
Dalam memasarkan sepatu/sandal imitasinya, Al Kausar menerapkan lower-price strategy. Artinya, harga sepatu/sandal bajakan ini tidak semahal produk aslinya yang biasa dijual di toko-toko besar atau di mal. Selain bahan baku yang dipakai memang tidak terlalu baik, muralmya sepatu/sandal produksi Al Kausar juga dikarenakan belum memiliki brand name sebaik original product.
Kerasnya persaingan di industri sepatu kulit (khususnya di PIK Penggilingan) serta usia perusahaan yang memang belum terlalu lama, nampaknya telah menjadi pertimbangan utama Al Kausar untuk mengadopsi strategi imitasi. Ada beberapa keuntungan yang didapat Al Kausar dengan memproduksi dan menjual sepatu/sandal imitasi, diantaranya: cukup mudah dilakukan, tidak mengeluarkan banyak biaya promosi, menghemat waktu, lebih menguntungkan dan masih banyak lagi.
Walaupun penerapan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia tidak berj alan sebagaimana mestinya, namun praktek saling tiru dan saling contek tetap riskan untuk dilakukan. Maka alangkah lebih baik jika dalam perjaianmmya, Al Kausar secara perlahan-lahan merubah strategi imitasi yang dilakukannya. Jika saat ini strategi yang dilakukannya adalah lower-price strategy (yaitu dengan meniru produk yang ada di pasaran serta menjualnya dengan harga yang lebih rriurah), maka dalam perkembangannya Al Kausar dapat melakukan strategi imitate and improve. Pada strategi imitate and improve, Al Kausar tidak lagi sekedar hanya meniru model atau desain sepatu/sandal yang telah ada di pasaran. Lebih jauh lagi, AI Kausar juga melakukan pengembangan dan inovasi atas sepatu/sandal yang telah ada di pasaran. Sehingga natinya sepatu/sandal produksi Al Kausar akan memiliki kualitas dan model/desain yang lebih bagus dibandingkan dengan yang produk aslinya (second but better)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruli Nuryanto
"Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh kenyataan yang terjadi selama ini, bahwa usaha kecil yang secara kuantitatif merupakan bagian terbesar dari pelaku ekonomi di Indonesia belum memberikan kontribusi yang berarti dalam pembangunan nasional. Fenomena ini diyakini oleh banyak kalangan sebagi akibat kebijakan perekonomian yang tidak memihak kepada sektor usaha kecil dan lebih memberi perhatian kepada sektor usaha besar yang jumlahnya kurang dari 0,5 persen dari jumlah seluruh pengusaha di Indonesia. Akibatnya antara lain dapat dilihat dari sumbangan seluruh usaha kecil terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya sekitar 40 persen saja. Padahal sektor usaha kecil ini mampu menyerap lebih dari 80 persen tenaga kerja di Indonesia dan relatif lebih mampu bertahan di masa krisis. Khusus untuk sektor industri kecil, pada tahun 1998 hanya mampu memberikan kontribusi kepada PDB Indonesia sebesar 4,49 persen.
Mengingat begitu luasnya cakupan bidang usaha sektor usaha kecil, maka penelitian dalam tesis ini hanya memfokuskan pada usaha kecil di sektor industri pengolahan. Dimana tesis ini mencoba mengidentifikasi dan meneliti kinerja serta karakteristik industri kecil dan rumah tangga baik dari sisi faktor pembedanya maupun dari sisi sifat fungsi produksinya kecil untuk mengetahui sejauh mana posisi industri kecil secara nasional, faktor kelemahannya dan bidang usaha yang potensial untuk dikembangkan maupun kurang potensial bagi industri kecil, dengan menggunakan alat analisis deskriptif, analisis diskriminan dan analisis cobb-douglas.
Dari analisis deskriptif antara lain dapat diketahui bahwa selama krisis jumlah industri kecil mengalami penurunan sebanyak 23 persen, dan nilai outputnya mengalami peningkatan sekitar Rp 17 trilyun, namun peningkatan ini disertai dengan menurunnya nilai tambah terhadap output yang disebabkan meningkatnya nilai input antara lain sebagai akibat kenaikan nilai dollar terhadap rupiah. Selain itu kontribusi industri kecil terhadap industri nasional selama tahun 1991 sampai 1996 relatif masih kecil, yang ditunjukkan dengan persentase nilai output dan nilai tambahnya yang hanya 10 sampai 12 persen. Demikian juga pertumbuhan nilai output dan nilai tambahnya yang lebih lambat dibandingkan industri besar yaitu berkisar 16,67 dan 18,21 persen dibandingkan 18,12 dan 20,02 persen. Hasil lain juga menunjukkan bahwa sektor industri kecil dan rumah tangga lebih bersifat labour intensif yang ditunjukkan antara lain dari pertumbuhan tenaga kerjanya selama tahun 1991 sampai 1996 yaitu sebesar 7,42 persen, lebih besar dari pertumbuhan secara nasional yang 5,0 persen. Walaupun tenaga kerja di sektor industri kecil ini masih didominasi (sekitar 70 persen) oleh sumberdaya manusia yang berpendidikan setingkat SMP ke bawah.
Selama masa krisis, secara umum industri kecil dan industri rumah tangga di semua sektor usaha menunjukkan peningkatan nilai output namun diiringi dengan penurunan nilai tambah per outputnya, kecuali industri kecil di sektor industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC 31) yang mengalami peningkatan nilai ouputnya tanpa perubahan berarti dalam nilai tambah per outputnya. Sehingga kebijakan pembinaan yang dilakukan pemerintah sebaiknya lebih menekankan kepada kebijakan yang dapat menekan biaya produksi, seperti bantuan penyediaan bahan baku yang murah dan terjangkau serta kebijakan pengenaan tarif listrik minimum.
Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa faktor pembeda yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kinerja industri kecil dan rumah tangga apabila dibandingkan dengan industri besar dan sedang adalah faktor tenaga kerja. Sehingga pembinaan yang mampu meningkatkan kualitas tenaga kerja di sektor industri kecil dan rumah tangga perlu untuk menjadi perhatian pemerintah, baik melalui pelatihan-pelatihan maupun penumbuhan iklim usaha yang dapat menarik tenaga kerja yang berkualitas untuk bekerja di sektor industri kecil.
Sedangkan dari analisis Cobb-Douglas dapat disimpulkan antara lain bahwa industri kecil di sektor usaha industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC 31), industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (ISIC 32) dan di sektor industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga (ISIC 33) menunjukkan kinerja dan prospek untuk dikembangkan yang relatif lebih baik dari sektor lainnya. Sedangkan bagi industri rumah tangga yang umumnya bersifat decreasing return to scale, pembinaan harus dilakukan dengan lebih hati-hati dan melalui pengkajian yang seksama. Mungkin pembinaan yang dilakukan tidak harus selalu ditekankan kepada upaya untuk mengembangkan mereka menjadi usaha menengah atau besar dengan resiko akan menghadapi persaingan keras dari usaha besar dan sedang yang telah eksis, akan tetapi mengarahkan mereka untuk melakukan usaha di sektor industri yang lebih menguntungkan apabila dikelola dalam skala mikro dan bagaimana agar mereka mampu berusaha secara efisien dalam skala usaha mikro dan menghasilkan produk yang dapat diterima pasar.
Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa faktor tenaga kerja memang masih merupakan titik lemah kinerja sektor industri kecil dan rumah tangga, yang kemudian menyebabkan kelemahan-kelemahan lain seperti kelemahan dalam mengakses pasar, pengelolaan usaha yang tidak efisien dan profesional, ketertinggalan dalam teknologi produksi, kelemahan dalam memperoleh informasi pasar dan lain-lain. Untuk itu di masa mendatang pemerintah harus lebih sungguh-sungguh dalam melakukan kebijakan untuk meminimalkan kelemahan ini dengan upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia industri kecil dan rumah tangga, antara lain melalui berbagai bimbingan dan pelatihan di bidang teknik produksi dan manajemen usaha yang disertai dengan kebijakan pendukungnya seperti, penyediaan pasar bagi produk industri kecil dan penyediaan perangkat peraturan-peraturan yang mendukung bagi penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi industri kecil, serta ditingkatkannya koordinasi yang baik dan terpadu antara instansi pembina, baik di tingkat pusat maupun daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T5013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Yoga Mustika
"Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pemanfaatan aset berupa tanah dan bangunan di kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) Pulogadung, Cakung, Jakarta Timur. Faktor-faktor tersebut adalah faktor aksesibilitas kawasan PIK, faktor tipe bangunan yang disediakan, faktor biaya pemanfaatan dan faktor prosedur pemanfaatan.
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yang bersifat penjelasan yaitu menjelaskan hubungan kausal atau hubungan saling mempengaruhi. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, yang selanjutnya diolah dengan uji statistik. Sedangkan untuk melengkapi data primer yang diuji statistik, dilakukan juga pengumpulan data berupa wawancara, dokumentasi obyek penelitian dan studi literatur. Analisa yang dilakukan adalah dengan mengkaitkan hasil uji statistik dengan data lapangan yang diperoleh.
Dari analisis terhadap hasil uji statistik, disimpulkan bahwa : hanya dua faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tanah dan bangunan di PIK, yaitu faktor aksesibilitas dan faktor tipe bangunan, sedangkan faktor biaya pemanfaatan dan prosedur pemanfaatan tidak berpengaruh.
Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk mengoptimalkan pemanfaatan tanah dan bangunan diperlukan kejelasan fungsi kawasan PIK Pulogadung, perbaikan aturan tentang penggunaan lahan dan pengawasan terhadap penggunaannya.

This research focused at factors anticipated influence the asset (land and building) exploiting in the form of real property at Small-Medium Scale Enterprise Industrial Village ( PIK) Pulogadung, Cakung, East Jakarta. The Factors areaccessibility of PIK area, building type of real property PIK, expense of exploitingand exploiting procedure.
This research is a quantitative research having the character of clarification that is influencing each other.Data collecting was done with the questionaire distribution, then conducted with the statistical test. While to equip the statistical examinee primary data, data collecting also done with interview, and documentation of object research.
Analyse is taken by correlating result of statistical test with the obtained field data. From statistical test result, concluded that : only two factors influencing exploiting of real property in PIK, that is accessibility and building type, while factor expense of exploiting and exploiting procedure do not have an effect on.
Result of this research suggest that to optimize exploiting real property needed by function clarity of PIK Pulogadung area, order repair about usage of farm and observation to its use."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Meirthon Togar
"Berbagai bentuk pembinaan diberikan oleh Pemerintah DKI dalam membina usaha kecil menengah seperti pembinaan dalam bantuan peralatan, bantuan modal, pelatihan-pelatihan maupun penyediaan tempat usaha. Salah satu bentuk pembinaan yang diberikan adalah membangun sentra industri kecil PIK Pulogadung. Sentra yang dibangun untuk menampung usaha kecil yang berasal dari lokasi yang sudah tidak layak lagi atau menimbulkan kemacetan namun usahanya memiliki potensi untuk berkembang, bertujuan untuk memudahkan pembinaan-pembinaan lanjutan agar usaha mereka semakin maju. Berbagai sarana dan prasarana disiapkan di PIK Pulogadung, dari rumah produksi dan hunian, barak kerja, show room bahkan pondok untuk buruh atau karyawan pun disediakan dengan harga sewa yang relatif murah.
Keberadaan pengusaha Red di PIK Pulogadung merupakan suatu komunitas. Mereka sama-sama berada di suatu lokasi dan sama-sama mempunyai satu tujuan yaitu bagaimana supaya usahanya dapat maju. Sebagai suatu komunitas tentunya mereka diharapkan dapat bekerjasama dengan baik, dapat saling bantu dan bertukar informasi sehingga kebersamaan yang ada dapat menunjang kemajuan usaha. Namun hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa yang terjadi tidak sebagaimana yang diharapkan, kebersamaan yang ada masih minim dan sifatnya sementara. Mereka bersama-sama hanya pada hari-hari raya tertentu saja seperti perayaan 17 Agustus maupun hari-hari besar lainnya itupun tidak semua mengikutinya. Himbauan kerja bakti tidak diikuti oleh seluruh warga, banyak dantara mereka yang mengupah atau membayar orang untuk menggantikannya kerja bakti. Demikian pula sebagai suatu komunitas, seyogyanya mereka dapat bersama-sama memanfaatkan sumber daya yang ada di PIK Pulogadung, sehingga kemajuan usaha yang diperoleh benar-benar merupakan hasil binaan Pemerintah yang telah menyediakan berbagai fasilitas dan kemudahan-kemudahan.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci fenomena sosial yang terjadi di PIK Pulogadung. Subjek penelitian adalah masing-masing satu orang pengusaha yang berkatagori sangat maju, maju, berkatagori sedang dan berkatagori tidak produksi. Disamping itu dilakukan juga wawancara dengan ketua RW dan Pejabat BPLIP. Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan observasi non - partisipan.
Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa para pengusaha kecil yang ada di PIK Pulogadung memiliki modal sosial yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari minimnya komunikasi antar warga, maupun warga dengan organisasi atau warga dengan pengelola. Demikian pula partisipasi warga terhadap kegiatan-kegiatan organisasi seperti di Koperasi maupun FPU sangat minim. Koperasi industri kecil PIK Pulogadung misalnya, tidak disukai oleh warga dengan alasan Koperasi tersebut hanya dimiliki sekelompok orang tertentu saja. Berbagai fasilitas dan kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada Koperasi hanya dinikmati oleh segelintir orang dan Koperasi dinilai tidak transparan. Sedangkan satu-satunya organisasi yang dibentuk oleh warga dan memiliki kebersamaan adalah paguyuban Ikatan Keluarga Minang (IKM). Namun organisasi ini bersifat primordial karena hanya suku Minang saja yang menjadi anggotanya. Kegiatan IKM cukup aktif seperti arisan dan pengajian-pengajian.
Badan Pengelola Lingkungan Industri dan Pemukiman (BPLIP) Pulogadung berupaya agar komunikasi antar warga dapat barjalan dengan baik. BPLIP mendirikan Forum Pengembangan Usaha (FPU) dengan tujuan sebagai media komunikasi antar warga maupun warga dengan pengelola dengan harapan dapat terwujudnya kebersamaan. Disamping itu BPLIP berupaya mengikutsertakan warga PIK dalam proses pembangunan fisik, seperti pembangunan barak kerja diserahkan kepada FPU untuk melaksanakannya yang ternyata diduga disalahgunakan oleh pengurus lama. Namun demikian warga masih menaruh harapan besar terhadap FPU ini. Warga melihat FPU dengan pengurus yang baru diharapkan dapat berperan membantu usaha warga yang kurang maju. FPU diharapkan pula selain sebagai jembatan komunikasi juga dapat berperan sebagai jaringan usaha dan jaringan sosial yang dapat mewujudkan kebersamaan di PIK Pulogadung.
Rencana pembangunan Business Center di PIK Pulogadung yang akan berfungsi sebagai pusat perbelanjaan dan showroom bagi produk-produk PIK merupakan event yang tepat bagi BPLIP untuk mengoptimalkan peran KOPIK dan FPU. Peran lebih besar sepertinya harus diberikan kepada FPU jika BPLIP benar-benar ingin membangkitkan partisipasi warga dalam proses pembangunan Business Center ini. Melalui FPU, BPLIP harus mampu membangkitkan partisipasi warga, baik dalam perencanaan pembangunan termasuk dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan, partisipasi dalam menerima dan memelihara serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan, maupun partisipasi dalam menilai hasil pembangunan. Jika parlisipasi ini sudah terwujud, maka event pembangunan Business Center dapat lebih dikembangkan lagi dengan menjadikan PIK Pulogadung sebagai tujuan wisata belanja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annury Citra Seruni
"Industri kecil di Indonesia mempunyai berbagai tantangan, salah satunya adalah terkait pencemaran lingkungan. Walaupun secara individu dampak lingkungan yang diakibatkan oleh industri kecil relatif rendah, namun secara kolektif dampak lingkungan industri kecil tidak dapat diabaikan. Pencemaran oleh industri kecil dan ketidakmampuan industri kecil untuk mengatasi masalah lingkungan disebabkan keterbatasan industri kecil dalam hal pengetahuan, pendanaan, sumber daya manusia, dan kemampuan manajerial. Pendekatan sentra industri dipercaya dapat meningkatkan daya saing industri kecil dan membantu industri kecil dalam mengatasi masalah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara peran sentra industri dan karakteristik internal industri kecil dengan partisipasi industri kecil dalam kegiatan pengelolaan limbah. Melalui pendekatan kuantitatif dengan metode campuran mixed-methods , penelitian ini menemukan bahwa pengetahuan dan manfaat efisiensi kolektif dari sentra industri memiliki hubungan korelasi positif yang sangat kuat dengan partisipasi industri kecil dalam kegiatan mengelola limbah. Hal ini menunjukkan bahwa faktor internal maupun eksternal memiliki peran penting dalam praktik pengelolaan limbah yang dilakukan oleh industri kecil.

Pollution problem is one of many challenges faced by small industries. While individually they have low environmental footprint, their strenght in number makes a great environmental impact collectively. Lack of knowledge, funds, resources, and managerial skill are amongst the reasons of small industries rsquo inability to solve their environmental problem. One of the approach to solve this problem is by cluster approach. Thus, the overarching question of this research is can clustering be used to solve pollution problem for small industries This paper study how individual characteristics of small industries and collective efficiencies emerging from clustering would impact their participation on waste management activities. Through correlation analysis, this research calculates the influence level of these factors in small industries located in an industrial cluster in Semanan, West Jakarta. Information for the analysis were gathered through questionnaires and interviews. The study found that in terms of individual characteristics, knowledge provides greater influence on participation. Secondly, small industries that received greater benefits from the industrial cluster have higher tendencies to participate in waste management activities. These findings indicate that both internal and external factors are important in supporting small industries participation on waste management activities."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>