Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4014 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidarta Ilyas
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
617.741 SID g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sudardjat Sugiri
"Kebutaan, penurunan fungsi penglihatan dan kesakitan mata telah dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting di wilayah Asia Tenggara (WHO). Berdasarkan WHO maka diperkirakan terdapat 12 juta kebutaan dan 60 juta penurunan penglihatan di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri berdasarkan survai morbiditas mata dan kebutaan tahun 1982 yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI menyatakan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Dari angka tersebut prosentase penyebab kebutaan utama ialah :
- katarak 0.70%
- kelainan kornea 0.13%
- penyakit glaukoma 0.10%
- kelainan refraksi 0.06%
- kelainan retina 0.03%
- kelainan nutrisi 0.02%
Banyak macam cara pengobatan penyakit glaukoma baik secara obat-obatan maupun secara operasi. Cara operasi bisa dilakukan dengan membuka aliran akuos dari bilik mata depan ke celah sub konjungtiva pada mata taripa blok pupil, untuk membentuk pengaliran cairan akuos, atau dengan mengurangi pembentukan cairan akuos di badan siliar(3,4,5).
Dari pengalaman klinis dapat terjadi suatu keadaan glaukoma yang berat misalnya glaukoma refrakter atau glaukoma absolut, glaukoma hemaragik atau glaukoma neovaskular, dimana tindakan operasi kurang berhasil. Pada keadaan diatas perlu dipikirkan cara pengobatan yang lebih efektif lain untuk menurunkan tekanan intra okular. Di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, pada glaukoma neovaskular dilakukan tindakan transkleral kriokoagulasi dan transkleral diatermi dengan tujuan mengurangi keadaan iskemia retina/koroid, untuk menurunkan tekanan intra okular.
Sikatrik korioretina terjadi karena kerusakan epitel pigmen retina dan reseptor retina, terjadi penggabungan dari lapisan retina luar ke membrana Bruch, terjadi perubahan jaringan ikat korio-kapiler dan lapisan pembuluh darah koroid dalam, degenerasi dan disorganisasi dari retina sensoris dan sel-sel penyokong (6,8). Keadaan ini dapat terjadi akibat perubahan atau setelah tindakan krioterapi atau diatermi dari pada retina, baik pada perubahan penyakit retina maupun pada terapi glaukoma diatas.
Pada suatu kelainan di retina , dapat di ikuti dengan penurunan tekanan intra okular (T.I.O.) yang moderat, pengurangan aliran humor akuos melalui bilik mata depan, suar ringan di akuos dan peningkatan kadar protein cairan subretinal. Ada 2 hipotesa kemungkinan terjadinya keadaan tersebut. Hipotesa pertama menyatakan bahwa kelainan retina akan menimbulkan inflamasi ringan sistem traktus uvea, disebabkan kegagalan sawar darah-akuos, disertai suar akuos & pengurangan produksi akuos, mengakibatkan peninggian protein cairan sub retinal. Hipotesa kedua mengatakan bahwa terjadi kegagalan ringan sawar darah akuos. Dan juga, produksi akuos tetap normal tetapi terjadi perubahan aliran dari bilik mata belakang kerongga badan kaca, melalui kelainan diretina dan melewati epitel pigmen retina.
Aliran yang tidak lazim ini (misdirected/unconvention al route) dari humor akuos menyebabkan penurunan tekanan intra okular, dan membawa protein dari bilik mata belakang yang akan mengumpui di celah subretinal.
Pembuktian adanya aliran cairan dari badan kaca ke celah retina ini terlihat pada percobaan binatang kera yang disuntikan cairan fluoresin iso tiosianat dextran. Disini terjadi kerusakan intregitas retina sensoris, yang diikuti pengaliran cairan badan kaca ke celah subretinal dan akan di absorpsi pembuluh darah koroid dan menimbulkan penurunan tekanan intra okular."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T58520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewinta Retno Kurniawardhani
"Perkembangan terapi adjuvan pada glaukoma untuk memperlambat progresi glaukoma saat ini terus dieksplorasi. Penelitian ini mengevaluasi efek Mirtogenol, pada perubahan perfusi okular (perfusi kapiler dan flux index), ketebalan lapisan serabut saraf retina (LSSR), dan tekanan intraokular (TIO) pada pasien glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) yang menerima terapi timolol maleat 0,5% tetes mata. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda. Terdapat 36 subjek (37 mata) dengan GPSTa dan TIO < 21 mmHg yang diacak untuk mendapatkan Mirtogenol atau plasebo selama 8 minggu. Kedua grup dibandingkan, pada kelompok Mirtogenol, rata-rata peningkatan perfusi kapiler dan flux index lebih baik, dan pada kuadran superior terdapat hasil yang signifikan secara statistik setelah 4 minggu (p=0.018). Rerata perbedaan ketebalan LSSR di seluruh kuadran terdapat penurunan dengan nilai yang lebih sedikit pada kelompok Mirtogenol (p>0.05). Penurunan TIO yang konsisten pada kelompok Mirtogenol setelah 8 minggu (p>0.05). Ditemukan efek samping pada 1 subjek yaitu gangguan lambung. Suplementasi Mirtogenol, sebagai terapi adjuvan pada pengobatan glaukoma dapat meningkatkan perfusi okular, mempertahankan ketebalan LSSR, dan menurunkan TIO.

The development of adjuvant therapies in glaucoma to slow its progression is currently being explored. This study evaluates the effects of Mirtogenol on changes in ocular perfusion (capillary perfusion and flux index), retinal nerve fiber layer (RNFL) thickness, and intraocular pressure (IOP) in primary open-angle glaucoma (POAG) patients receiving 0.5% timolol maleate eye drops. This study is a double-blind, randomized controlled clinical trial. There were 36 subjects (37 eyes) with POAG and IOP < 21 mmHg randomized to receive Mirtogenol or placebo for 8 weeks. Compared between the two groups, the Mirtogenol group showed a better average improvement in capillary perfusion and flux index, with statistically significant results in the superior quadrant after 4 weeks (p=0.018). The mean difference in RNFL thickness across all quadrants showed a smaller reduction in the Mirtogenol group (p>0.05). There was a consistent decrease in IOP in the Mirtogenol group after 8 weeks (p>0.05). One subject experienced side effects, specifically stomach disturbances. Mirtogenol supplementation, as an adjuvant therapy in glaucoma treatment, can improve ocular perfusion, maintain RNFL thickness, and reduce IOP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Krishna Ernanda
"Latar Belakang: Pengawet dalam tetes mata memengaruhi permukaan okular, ditemukan terutama pada pasien yang menggunakan obat tetes anti-glaukoma. Beredar tetes mata timolol maleat dengan pengawet chlorhexidine gluconate (CHG) yang belum pernah diteliti efeknya terhadap parameter permukaan okular.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pengawet chlorhexidine gluconate 0,002% dalam sediaan timolol maleat 0,5% (timolol-CHG) terhadap permukaan okular pasien glaukoma dan hipertensi okuli.
Metode: Penelitian eksperimental terandomisasi dengan samar tunggal pada 54 mata pasien dengan diagnosis glaukoma maupun hipertensi okuli yang menggunakan timolol maleat 0,5% pengawet polyquaternium-1 (timolol-PQ1) <12 bulan. Dua puluh tujuh mata mengganti pengobatan ke timolol-CHG dan 27 mata melanjutkan timolol-PQ1. Dinilai tear break up time (TBUT), tear break up pattern (TBUP), skor pewarnaan kornea konjungtiva (staining), skor ocular surface disease index (OSDI), Schirmer I dan TIO awal dan sesudah satu bulan intervensi.
Hasil: Nilai rerata selisih TBUT 0,15±5,28 detik pada kelompok timolol-CHG dan (- 1,30)±3,47 pada timolol-PQ1. Tidak terdapat perbedaan bermakna selisih nilai parameter permukaan okular (TBUT, staining, OSDI, Schirmer I) maupun TIO antar kedua kelompok. Line dan dimple pattern merupakan TBUP yang paling banyak ditemukan pada kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah intervensi. Analisis dalam kelompok mendapatkan penurunan TBUT bermakna (p < 0,05) pada kelompok timolol-PQ1 setelah dibandingkan dengan sebelum intervensi, pada kelompok timolol-CHG tidak didapatkan perbedaan bermakna.
Kesimpulan: Timolol-CHG memiliki efek terhadap permukaan okular dan TIO sebanding dengan timolol-PQ1. Penggunaan timolol-CHG dapat dipertimbangkan sebagai alternatif jangka pendek pengobatan glaukoma.

Background: Patients with glaucoma and ocular hypertension using topical anti-glaucoma medication are more likely to have ocular surface problems. It happens mainly due to the preservatives in the eye drops. Chlorhexidine gluconate (CHG) as a preservative have not been studied for their effects on ocular surface parameters.
Objective: To evaluate the effect of chlorhexidine gluconate 0,002% preseved timolol maleate 0,5% (timolol-CHG) on the ocular surface of patients with glaucoma and ocular hypertension.
Methods: Randomized single-blind controlled trial in 54 eyes of patients diagnosed with glaucoma or ocular hypertension that has been using polyquaternium-1 preserved timolol maleate 0.5% (timolol-PQ1) for <12 months. Twenty-seven eyes switched therapy to timolol- CHG, and 27 eyes continued with timolol-PQ1. Tear break-up time (TBUT), tear break-up pattern (TBUP), corneal-conjunctival staining score, ocular surface disease index (OSDI) scoring, Schirmer I, and intraocular pressure (IOP) were assessed at baseline and one month post intervention.
Results: Mean differences (1 month-baseline) of TBUT were 0.15±5.28 seconds in timolol- CHG group and (-1.30)±3.47 in timolol-PQ1 group. There were no difference (p > 0.05, for all) between groups in terms of ocular surface parameters (TBUT, staining, OSDI, Schirmer I) and IOP mean differences. Line and dimple pattern were the most common break-up pattern found in both group at baseline and at 1 month. Analysis within group found significant difference (p < 0.05) of timolol-PQ1 TBUT at 1 month compared to baseline, TBUT were lower at 1 month.
Conclusion: Timolol-CHG has comparable effects on the ocular surface and IOP comparable to timolol-PQ1. The use of timolol-CHG may be considered as a short-term alternative for glaucoma treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Isfyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menilai perubahan parameter bilik mata depan BMD dan penurunan tekanan intraokular TIO pasca fakoemulsifikasi lensa intraokular LIO pada pasien katarak senilis imatur dan katarak senilis imatur dengan glaukoma primer sudut terbuka GPSTa . Penelitian ini merupakan uji klinis intervensi non-random. Sebanyak 15 mata dengan katarak senilis imatur tanpa glaukoma dan 14 mata katarak dengan GPSTa dilakukan fakoemulsifikasi. Pemeriksaan TIO dan anterior segment optical coherence tomography AS-OCT dilakukan sebelum dan 1 bulan setelah fakoemulsifikasi. Parameter yang dinilai adalah central corneal thickness CCT , lens vault LV , angle opening distance AOD dan trabecular-iris space area TISA pada jarak 500 dan 750 ?m dari scleral spur kuadran nasal dan temporal. Pasca fakoemulsifikasi terjadi penurunan TIO sebesar 2.70 mmHg pada kelompok katarak tanpa glaukoma, dan sebesar 8.05 mmHg pada kelompok katarak dengan GPSTa. Penambahan nilai parameter sudut BMD signifikan terjadi pada kedua kelompok. Kesimpulan penelitian ini adalah fakoemulsifikasi dapat menurunkan TIO pada kedua kelompok, namun penurunan TIO lebih besar pada kelompok katarak dengan GPSTa dibandingkan dengan kelompok katarak tanpa glaukoma. Tidak terdapat korelasi penurunan TIO dengan penambahan parameter BMD. Kata Kunci: katarak senilis imatur, glaukoma sudut terbuka, tekanan intraokular, sudut bilik mata depan, fakoemulsifikasi.

ABSTRACT
This study evaluated the changes in the anterior chamber AC parameters and decrease in intraocular pressure IOP after phacoemulsification intraocular lens IOL in patients with senile immature cataract and senile immature cataract with primary open angle glaucoma POAG . A total of 15 eyes with senile cataract immature without glaucoma and 14 eyes with GPSTa performed phacoemulsification. Examination of IOP and anterior segment optical coherence tomography AS OCT performed before and 1 month after phacoemulsification. The parameters assessed were central corneal thickness CCT , lens vault LV , angle opening distance AOD and trabecular iris space area TISA at distances of 500 and 750 m from the scleral spur nasal and temporal quadrants. Post phacoemulsification occurs IOP reduction of 2.70 mmHg in the group cataract without glaucoma, and by 8.05 mmHg in the group with POAG. Increasing the value of the AC angle parameter significant in both groups. As conclusion phacoemulsification can lower IOP in both groups, the decrease in IOP greater in the group cataract with GPSTa than the group without glaucoma, however, there is no correlation IOP reduction with increased AC parameters.Keywords Senile immatur cataract, Primary open angle glaucoma, intraocular pressure, anterior chamber angle, phacoemulsification."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Victor Crist
"Tujuan: Mengevaluasi ada tidaknya perbedaan kualitas air mata pada penderita glaukoma yang mengalami mata kering antara yang diberi tetes mata sodium hialuronat 0,1% mengandung bahan pengawet benzalkonium klorida dan tetes mata sodium hialuronat 0,1% tanpa bahan pengawet.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif terandomisasi. 30 pasien glaukoma yang mengalami mata kering dirandomisasi ke dalam kedua kelompok. Kelompok pertama,mendapatkan obat tetes mata artificial tear mengandung sodium hialuronat 0,1% dengan pengawet benzalkonium klorida, sedangkan kelompok II, mendapatkan obat tetes mata artificial tear mengandung sodium hialuronat 0,1% tanpa pengawet selama 1 bulan. Pemeriksaan Schirmer test, TFBUT, OPI, dan sitologi impresi dilakukan pada kedua kelompok baik sebelum dan sesudah 1 bulan penetesan obat tetes mata artificial tear.
Hasil: Nilai median sitologi impresi sel goblet pasca penetesan artificial tear meningkat pada kelompok I (118,15-485) dan kelompok II (67.0-200), namun secara statistik tidak ada perbedaan bermakna. Nilai rata ? rata TFBUT pasca penetesan pada kelompok I (14,45±7,85) dan kelompok II (13,91±7,46) meningkat dibandingkan sebelum penetesan, serta secara statitstik memiliki perbedaan yang bermakna. Nilai Schirmer test dan OPI pasca penetesan pada kedua kelompok mengalami peningkatan secara klinis dibandingkan sebelum penetesan, namun tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik.
Simpulan: Pemberian artificial tear mengandung sodium hialuronat 0,1% baik dengan pengawet maupun tanpa pengawet selama 1 bulan memberikan peningkatan Schirmer test, TFBUT,OPI dan sitologi impresi sel goblet.

Objectives: To evaluate the difference of quality of tears between glaucoma patients suffering from dry eyes treated with 0.1% sodium hyaluronat eyedrops with preservative benzalconiumchloride and those treated with 0.1% sodium hyaluronat eyedrops without preservative.
Methods: This is a randomized prospective study. Subjects were 30 glaucoma patients suffering from dry eyes, whom later randomized into two groups. Group I was treated with artificial tears eye drops, which contained 0.1% sodium hyaluronat and benzalconium chloride preservative, whereas Group II was treated with artificial tears eye drops, which contained 0.1% sodium hyaluronat without preservative for one-month duration. Before and after the treatment with artificial tears eyedrops, subjects of both groups were tested with Schirmer test, TFBUT, OPI, and impression cytology.
Results: The median of goblet cells in impression cytology after treatment with artificial tears eye drops increased in group I (118, 15 ? 485) and group II (67, 0 ? 200), even though not statistically significant. Mean TFBUT after treatment was also higher in Group I (14.45±7.85) and Group II (13.91±7.46), yet not statistically significant. Schirmer test and OPI results after treatment showed a clinical improvement in both groups, however no statistic result was found to be significant.
Conclusions: Treatment with artifical tears eye drops containing 0.1% sodium hyaluronat with or without preservative for one month will improve Schirmer test, TFBUT, OPI, and goblet cells impressions cytology result on glaucoma patients suffering from dry eyes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Supiandi
Jakarta: UI-Press, 2007
PGB 0169
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Ratna
"Glaukoma adalah penyebab kebutaan yang ireversibel dengan prevalensi yang kian meningkat. Sebagian besar penderita glaukoma juga mengalami mata kering. Mata kering merupakan efek samping tersering akibat obat tetes mata topikal berpengawet benzalkonium klorida pada penderita glaukoma. Selain itu, glaukoma dan mata kering memiliki faktor risiko yang sama, yaitu usia lanjut dan jenis kelamin wanita. Mata kering pada penderita glaukoma perlu ditangani segera karena menyebabkan ketidaknyamanan, mengurangi kepatuhan berobat, dan menurunkan tingkat keberhasilan terapi. Penanganan mata kering pada penderita glaukoma dapat dilakukan melalui penggunaan obat tanpa pengawet benzalkonium klorida, kombinasi dengan obat yang tidak mengandung pengawet untuk mengurangi paparan, pemberian air mata buatan, dan pembedahan untuk mengurangi kebutuhan obat anti glaukoma topikal.

Glaucoma is a common cause of irreversible blindness with increasing prevalence. Some of glaucoma patients will also experience dry eye. Dry eye is the most frequent side effects related to benzalkonium chloride (BAC)-containing eye drop used for glaucoma patients. In addition, glaucoma and dry eye have shared risk factors that are old age and female. Dry eye among glaucoma patients needs to be treated promptly as it produces discomfort, reduces patients? compliance and decreases success rate of glaucoma therapy. Dry eye symptoms can be treated by applying preservative-free eye drop, giving combination with preservative-free eye drop to reduce BAC exposure, prescribing artificial tear and conducting surgery to minimize or eliminate the need of topical medication."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hety
"Glaukoma umumnya memiliki karakteristik neuropati optik yang terkait dengan hilangnya fungsi penglihatan. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua dengan prevalensi sebesar 0,46 %. Terapi glaukoma saat ini ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular (TIO). Namun efek samping obat dan hasil terapi yang suboptimal merupakan permasalahan yang menantang. Akupunktur diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan terapi ataupun terapi penunjang untuk glaukoma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek elektroakupunktur (EA) dalam menurunkan TIO dan intensitas nyeri pasien glaukoma absolut atau glaukoma kronik lanjut yang belum atau telah mendapat terapi standar namun TIO masih tinggi.
Desain penelitian yang digunakan adalah uji klinis sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian ini melibatkan 14 pasien glaukoma absolut atau glaukoma kronik lanjut. TIO dan skor Visual Analog Scale (VAS) nyeri dinilai sebelum dan sesudah 1 kali terapi EA.
Hasil penelitian menunjukkan TIO satu jam setelah EA menurun sebesar 6,14 ± 1,90 mmHg dibanding sebelum EA (p <0,05). TIO tiga jam setelah EA menurun sebesar 7,43 ± 1,98 mmHg dibanding sebelum EA (p <0,05). Skor VAS sebelum EA 5.56 ± 1.01 turun menjadi 1.33 ± 1.50 setelah EA (p <0,05).
Kesimpulan penelitian ini bahwa EA mempunyai efek menurunkan TIO dan skor VAS secara signifikan.

Glaucoma generally has characteristic of optic neuropathy associated with loss of visual function. Glaucoma is the second leading cause of blindness with a prevalence of 0.46%. Current glaucoma therapies aimed at lowering the intraocular pressure (IOP). However, the side effects relating to drugs and suboptimal therapeutic outcome remain as challenging problems. Acupuncture is expected to become one of alternative or adjunctive therapies in glaucoma.
This study aimed to determine the effect of electroacupuncture (EA) in lowering IOP and pain intensity among patients with absolute glaucoma or advanced chronic glaucoma who have not or have received standard therapy but still have elevated IOP.
This study used before and after intervention trial design. This study involved fourteen patients with absolute or advanced chronic glaucoma. IOP and the Visual Analog Scale (VAS) score were evaluated before and after the single EA therapy.
The results of this study showed that IOP at one hour after EA decreased by 6.14 ± 1.90 mmHg compared to before EA (p <0.05). IOP at three hours after EA decreased by 7.43 ± 1.98 mmHg compared to before EA (p <0.05). VAS score before EA was 5.56 ± 1.01 and decreased to 1.33 ± 1.50 after EA (p <0.05).
It can be concluded that electroacupuncture had effect in lowering IOP and VAS score significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Mulyawarman
"Tujuan:Membandingkan perubahan,nilai puncak dan rata-rata tekanan intra okular (TIO) pada pasien glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) yang terkontrol menggunakan travoprost 0,004 %dengantimolol hydrogel 0,1% padauji provokes iminum air.
Metode: ujieksperimental tersamar tunggal pada 42 pasien GPSTa yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok yang mendapatkan pengobatan dengan Travoprost 0,004% dengan frekuensi sekali/hari, selanjutnya dibandingkan dengan yang mendapatkan Timolol hydrogel 0,1% sekali/hari. Pemeriksaan TIO dilakukan pada evaluasi minggu ke-empat pasca terapi, meliputi TIO baseline sebelum uji provokasi minum air, TIO menit ke-15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, dan 120 pasca uji provokasi minum air.
Hasil:Setelah terapi selama empat minggu, TIO baseline sebelum uji provokasi minum air tidak berbeda bermakna antara kelompok travoprost 0,004% dibandingkan dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,28; uji T tidak berpasangan). Nilai TIO minimal dan maksimal pasca uji provokasi minum air secara signifikan lebih rendah pada kelompok travoprost 0,004% dibandingkan dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,04; p=0,01, uji T tidak berpasangan). Nilai mean TIO pada kelompok travoprost juga didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,02, uji T tidak berpasangan). Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara fluktuasi TIO kelompok travoprost 0,004% dengan timolol hydrogel 0,1% (p=0,15, uji Mann Whitney).
Kesimpulan: Travoprost 0,004% lebihbaikdalammempertahankanTIO dibandingkan dengan Timolol Hydrogel 0,1% pada uji Provokasi Minum Air.

Objective: To evaluate the intraocular pressure (IOP) profile after water drinking test (WDT) in primary open angle glaucoma (POAG) patients who had already treated with travoprost 0,004% eye drop versus timolol hydrogel 0,1%.
Methods: A single-blind experimental study. Fourty two POAG patients were randomly assigned to receive travoprost 0,004% once daily or timolol hydrogel 0,1% once daily. The IOP profiles were evaluated 4-weeks after treatment, including baseline IOP before WDT, IOP 15-, 30-, 45-, 60-, 75-, 90-, 105-, and 120-minutes after WDT.
Results: At 4-week after treatment, travoprost 0,004% and timolol hydrogel 0,1% had equivalent effect on baseline IOP (p=0,28; unpaired t-test). Minimum and maximum IOP after WDT of travoprost 0,004% group were significantly less than timolol hydrogel 0,1% group (p=0,04; p=0,01; unpaired t-test, respectively). Mean IOP of travoprost 0,004% group was lower than hydrogel 0,1% group as well (p=0,02; unpaired t-test). The IOP fluctuation was not different between two groups (p=0,15; Mann Whitney test).
Conclusion: This study suggests that travoprost 0,004% was more likely to maintain IOP after WDT compared to timolol hydrogel 0,1% treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>