Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 763 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchtar A.F.
Jakarta : Bhuana Ilmu Populer, 2009
363.4 MUC s (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Azwina Aziz Miraza
Tangerang: Yayasan Cahaya Hati Bangsa, 2004
808.81 AZW j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lufti Avianto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana remaja memaknai budaya korupsi yang digambarkan dalam cerita film "Pssst… Jangan Bilang Siapa-Siapa", dengan memaknai pesan secara dominan (dominant), berlawanan (oppositional) atau negosiasi antara keduanya (negotiated) yang dikaitkan dengan tipe komunikasi keluarga consensual, pluralistic, protective atau laissez-faire. Remaja merupakan khalayak aktif yang memiliki interpretasi berbedabeda terhadap pesan dalam teks film. Di sisi lain, remaja merupakan bagian dari interpretive communities yang memiliki pemahaman kolektif terhadap budaya korupsi sebagaimana disampaikan dalam film.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam kepada narasumber remaja yang merupakan pelajar SMA. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa pemaknaan remaja terhadap pesan dalam film bergantung pada bagaimana konteks dan ruang lingkup perilaku korupsi tersebut. Peran ayah dan ibu dalam keluarga, komunikasi dan nilai yang dibagikan dalam keluarga, nilai bersama dalam kelompok rekan sebaya, media massa dan instansi sekolah memiliki peran dalam membentuk pemahaman dan perilaku anti-korupsi remaja.

The purpose of this research is to understand how teenagers interprete corruption culture that constructed in the movie "Psst… Jangan Bilang Siapa- Siapa", which could make a dominant, oppositional or negotiated reading, which correlated with the type of family communication such as consensual, pluralistic, protective atau laissez-faire. Teenagers as active audience who have different reading to the content of the movie. In the other side, teenagers as interpretive communities have collective understanding toward corruption culture as constructed in the movie.
This research used qualitative approach based on constructivist paradigm. The data was collected with in-depth interview method to selected high-school students. The result of this study indicate that interpretation of the teenagers toward the message of the movie depend on how the context of the corruption itself. The roles of father and mother within the family, conversation and conformity in the family, shared meaning in peer communities, mass media and school institution have a significant influence to form the anti-corrupction‟s value and behavior.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Al Ikbal Arbi
"PT.X merupakan perusahaan industri manufaktur yang mana sistem proses manufakturnya berdasarkan pesanan (Job order) yaitu industri pembuatan kemasan dimana desain dan spesifikasi produk sangat ditentukan oleh konsumen eksternal (external customers). Produk yang dihasilkan terbentuk atas 2 jenis, Kemasan Bentuk (Fine Flexible Packaging) yaitu kemasan jadi dalam bentuk gulungan atau rol yang akan memerlukan proses lanjutan oleh konsumen yang bersangkutan dan Pengemasan (Packaging) yaitu kemasan jadi yang telah berbentuk kantong (bag).
Kualitas produk hasil sangat memegang peranan penting dalam proses produksi karena fangsi produk yang dihasilkan sangat berhubungan dengan kepuasan konsumen yang memakainya. Proses merupakan suatu integrasi sukuensial dari orang atau pekerja (manusia), material, metode dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan serta berinteraksi guna menghasilkan suatu nilai tambah output (produk) yang sesuai dengan spesifikasi kualitas yang diminta konsumen. Proses juga merupakan sekumpulan kondisi yang berbeda untuk menghasilkan unit produk yang berbeda pula atau menghasilkan adanya variasi atau keragaman dari produk sehingga memerlukan adanya pencegahan melalui pengendalian proses.
Adanya hasil yang bervariasi dalam operasional proses tersebut tentu akan memungkinkan produk hasil yang diterima konsumen tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta yang telah disepakati, hal ini tertera pada standar instruksi proses (SIP).
Ketidaksesuaian produk hasil yang diterima konsumen dapat dilihat dari 176 banyaknya keluhan pelanggan yang diterima oleh marketing pada periode Januari sampai Juni 2002 dan diteruskan ke technical services. Permasalahan ketidaksesuaian ini berdasarkan hasil pengolahan data keluhan pelanggan melalui diagram pareto didapatkan, 43,75% dari jenis bentuk keluhan yaitu miss print sedangkan berdasarkan produk artikel yaitu es krim sebanyak 30%. Sedangkan kasus yang mengemuka pada eskrim adalah eskrim Indo Meiji dengan keluhan; warna tidak sesuai standar.
Hasil identifikasi penyebab ketidaksesuaian melalui diagram Ishikawa diketemukan enam penyebab yaitu Pelanggan, Prosedur, Penjadualan, Produksi, Material dan Pelaksana. Untuk lebih efektif dan fokus dalam penyelesaian masalah perlu ditentukan prioritas penyebab melalui Pair Comparison Matrix sehingga diketemukan bahwa prosedur tindakan perbaikan dan pencegahan (PTPP) tidak melalui perubahan komposisi material (Changing sheet) dan pelaksanaannya harus dilakukan penjadualan ulang oleh PPC bila ada permintaan perubahan spesifikasi. Untuk dapat sampai ke akar permasalahan penyebab adanya variasi ketidaksesuaian produk digunakan why-why diagram.
Usulan proses peningkatan pemecahan masalah kualitas produk hasil yaitu untuk dapat mengurangi hasil yang bervariasi dan memperkecil terjadinya penyimpangan ketidaksesuaian produk hasil yang diterima pelanggan, salah satu kerangka proses peningkatan pemecahan masalah kualitas dapat dilakukan dengan cara penelusuran permasalahan dengan alat pemecahan masalah perbaikan dan peningkatan kualitas memakai flow-chart.

PT. X as manufacturing industrial corporate in which its process system is based on job order, viz, container manufacturing industry which both design and specification is very determined by external customers, The resultant products formed by two varieties. Fin Flexible Packaging, it is finished package in roll type that will require ongoing process by customers and Packaging which in bag type.
Product quality having important role its process because the resultant product functions is very connected with customer satisfaction who use it, Process as any integrated sequential of workers, materials, methods, machinery and equipment workplace as well as interacting in order to produce any add value from output (products) in line with any different conditions to produce any different products as well, or to produce variation and variety of products, then, it required prevention by process control.
Of course any varied results in such operational process will enable the received products by customers is not suitable with specification having been agreed, it is written in process instruction standard (SIP).
Unsuitability of received products by customers 'may be indicated from 176 customers' s claims brought to marketing within period January through June 2002 and it is continued to technical service. This unsuitability problems based on result of data process on customers claims by pareto diagram is found 43.75% from miss-print case following article products, it is ice cream of 30%. Whereas the leading case is Indo Meiji regarding claim on color not based on standard extremely.
The identification of unsuitable case by Ischikawa diagram having been found six causes they are : Procedure, Scheduling, Production, Material and Executive. For more focused and effectively, then, to settle problem is necessary to indicate the cause priority by Pair Comparison Matrix, so, it is found that procedure of repair and prevention action (PTPP) is not by changing sheet and its implementation should be conducted by rescheduling by PPC if any specification changes is required. Why-why diagram is applied for finding the cause problems on product unsuitability variation to the root.
The proposal an process to increase problem solving with regard product quality is to reduce varied results and to minimize the deviation of product unsuitability received by customers. One of framework regarding process of increasing problem solving about quality it is found by tracing problems by problem solver to repair and increase quality following flow chart means.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T14638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hassan Basrie
"ABSTRAK
Permasalahan yang dijawab dalam penelitian ini adalah (1) kecenderunaan kadar kebisingan dan persepsi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah; (2) perbedaan persepsi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah; dan (3) Hubungan antara kebisingan dan persepsi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah.
Penelitian ini dilakukan terhadap 78 karyawan dengan rincian 22 karyawan yang pekerjaannya membutuhkan basis kognitif dan memori; 24 karyawan yang pekerjaannya mengutamakan kemampuan perseptual; dan 32 karyawan yang pekerjaannya mengandalkan keterampilan motorik. Penelitian ini mencoba mengkaji bentuk hubungan kebisingan dan persepsi terhadap produktivitas kerja karyawan. Berdasarkan kajian teoritis dan temuan-temuan data di lapangan, diperoleh hasil sebagai berikut.
1) Tingkat kebisingan di lingkungan PT Gunung Madu Planta-
tions berada dalam kondisi cukup bising. Hal ini ter-
bukti dari mean skor tingkat kebisingan sebesar 97.06,
sedangkan nilai batas normal kebisingan sebesar 80 dB.
2) Persepsi terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT
Gunung Madu Plantations berada dalam taraf sedang.
3) Terdapat hubungan yang signifikan negatif antara ting-
kat kebisingan yang tinggi dengan persepsi terhadap
produktivitas kerja karyawan pada PT Gunung Madu Planta-
tions.
Berdasarkan temuan di atas disarankan agar pihak manajemen PT Gunung Madu Plantations meminimalkan tingkat kebisingan di lingkungan kerja karyawan sehingga persepsi terhadap produktivitasnya bisa meningkat.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitriani Sumarlis
"Beberapa data di luar maupun dalam negeri, menunjukkan terdapat prevalensi yang cukup besar (5-20%) mengenai siswa-siswa sekolah dasar yang mengalami kesulitan belajar. Mereka memiliki kecerdasan umum yang tergolong rata-rata atau di atas rata-rata namun tidak tertampilkan dalam prestasi belajar di sekolah. Prevalensi tersebut menandakan perlunya identifikasi dan penance nan bagi siswa berkesulitan belajar agar potensi dasar mereka dapat dioptimalkan.
Identifikasi risiko kesulitan belajar sejak dini dapat dilakukan sebelum memasuki sekolah dasar, yaitu pada tingkat prasekolah. Identifikasi yang dapat dilakukan adalah dengan melihat tanda-tanda awal dari kesulitan belajar seperti perkembangan motorik, persepsi, bahasa atau atensi (Lerner, 2000). Sangat disayangkan, umumnya kesulitan belajar baru terdeteksi ketika siswa menginjak bangku sekolah dasar. Permasalahan-permasalahan belajar yang mereka alami pun seringkali telah bercampur dengan permasalahan perilaku dan keterampilan sosial.
Masih terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli mengenai aspek-aspek yang memberikan kontribusi terhadap risiko kesulitan belajar. Sebagian ahli ada yang mempercayai hubungan antara aspek motorik dan persepsi terhadap risiko kesulitan belajar (Lewandowski, dalam Blumsack dick, 1997; Trout, 1996). Sebagian ahli yang lain menolak peranan aspek motorik dan persepsi, dan mengutamakan peranan aspek bahasa pada risiko kesulitan belajar (Scarborough, 1990; Vellutino dkk, 2004). Ada pula yang berpendapat bahwa risiko kesulitan belajar berhubungan dengan ketiga aspek tersebut, di mana perkembangan anak-anak yang mengalami risiko kesulitan belajar pada ketiga aspek perkembangan motorik, persepsi dan bahasa terlambat bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Penelitian ini bertajuan untuk mengetahui kontribusi aspek motorik, persepsi dan bahasa secara bersama-sama terhadap risiko kesulitan belajar. Dari hasil yang diperoleh ingin diketahui pula aspek perkembangan apakah yang memiliki kontribusi paling besar terhadap risiko kesulitan belajar di tingkat prasekolah.
Penelitian dilakukan pads 76 orang siswa TK Pembangunan Jaya dan TK Tumbur Ria, yang berusia antara tiga hingga tujuh tahun. Mereka duduk di bangku kelompok bermain hingga TK B. Para siswa tersebut diberikan serangkaian tugas yang mengukur kemampuan mereka pada aspek motorik, persepsi dan bahasa. Para guru yang mengajar para siswa tersebut pun diminta memberikan penilaian mengenai tingkat penguasaan siswa-siswa yang terlibat dalam penelitian ini terhadap keterampilan pra akademik membaca, menulis, dan berhitung. Penilaian guru digunakan sebagai instrumen untuk mengukur risiko kesulitan belajar karena dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa penilaian guru di tingkat taman kanak-kanak dapat meramalkan keberhasilan belajar di tahun-tahun pertama sekolah dasar (Mercer, 1997; Taylor dick, 2000) .
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kontribusi bersama antara aspek, motorik, persepsi dan bahasa terhadap risiko kesulitan belajar. Kontribusi yang terbesar adalah dari aspek persepsi terhadap risiko kesulitan belajar. Beberapa hasil tambahan juga diperoleh dari hasil penelitian ini.
Saran yang diperoleh dari penelitian ini menyebutkan perlunya dilakukan penelitian longitudinal lanjutan untuk memantau perkembangan siswa di tingkat sekolah dasar. Mengingat instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pengembangan instrumen baru maka perlu dilakukan pembakuan instrumen. Saran praktis bagi guru dan orangtua juga diberikan guna meminimalkan risiko kesulitan belajar, maupun memberikan stimulasi yang berkaitan dengan pengembangan aspek motorik, persepsi, dan bahasa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paridah
"Permasalahan lingkungan kota yang dikenal dengan istilah kekumuhan dan pencaran kota dapat dilihat dari kondisi desakan dan konsentrasi penduduk dan angkatan kerja serta dari perubahan penggunaan tanah. Sebagai kota tersier, perkembangan kota Tasikmalaya belum sepesat perkembangan kota sekunder seperti Bandung. Akan tetapi, dalam konteks priangan Timur, Tasikmalaya menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yang berarti harus siap mengantisipasi desakan penduduk (baik pertumbuhan alamiah maupun urbanisasi dari wilayah sekitamya).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala kekumuhan dan pencaran kota Tasikmalaya dilihat dari desakan dan konsentrasi penduduk dan tenaga kerja serta perubahan penggunaan tanah di kota Tasikmalaya. Penelitian ini mengkaji kependudukan, ketenagakerjaan, dan penggunaan tanah tahun 1994 dan 2004.
Unit analisis meliputi seluruh kecamatan di Kota Tasikmalaya tahun 1994. Aspek kependudukan yang dianalisis: persebaran, laju pertumbuhan dan kepadatan. Aspek ketenagakerjaan yang dianalisis: daya saing angkatan kerja pada tiga sektor (sektor primer, sekunder dan tersier). Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui daya saing angkatan kerja adalah Location Quotient (LQ). Perubahan penggunaan tanah diperoleh dari penampalan peta, korelasi antara penduduk, angkatan kerja dan perubahan penggunaan tanah dihitung dengan metode korelasi produk momen Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa desakan penduduk dan angkatan kerja di kota Tasikmalaya terjadi di daerah perkotaan dan hinterland, baik pada tahun 1994 maupun 2004. Adapun konsentrasi penduduk dan angkatan kerja pada sektor sekunder dan tersier berada di bagian tengah dan utara Kota, tepatnya yaitu di Kecamatan Cihideung, Tawang dan Cipedes (daerah perkotaan). Sedangkan konsentrasi angkatan kerja pada sektor primer, berada di bagian selatan dan barat kota Tasikmalaya, tepatnya yaitu di Kecamatan Indihiang, Cibeureum dan Kawalu. Dalam hubungannya dengan lingkungan kota, Gejala kekumuhan di Kecamatan Cihideung lebih awal terjadi dibandingkan Kecamatan lainnya karena kepadatan penduduk serta konsentrasi angkatan kerja pada sektor sekunder dan tersier lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Perubahan penggunaan tanah yang paling dominan ialah sawah irigasi menjadi kampung (di perkotaan), dan menjadi kebun campuran (di hinterland). Dilihat dari perubahan penggunaan tanah, gejala kekumuhan pun lebih awal terjadi di Kecamatan Cihideung karena: (1) Dominasi perubahan penggunaan tanah dari belum terbangun menjadi terbangun paling tinggi (>75%), (2) Persentase penggunaan tanah jasa paling besar, dan (3) sistem pusat kotanya paling luas baik pada tahun 1994 maupun 2004.
Perubahan penggunaan tanah juga menunjukkan adanya gejala pencaran kota yang terjadi di kecamatan Indihiang, dilihat dari ciri-ciri: (1) Penggunaan tanah yang terpisah jauh satu sama lain sehingga perjalanan menempuhnya tergantung pada kendaraan, (2) Dominasi penggunaan tanahnya belum terbangun, (3) Pembangunan di daerah ini cenderung mengalami kepesatan, (4) kondisi bangunan masih homogen (belum beraneka ragam).
Hasil korelasi menunjukkan bahwa gejala kekumuhan lebih awal terjadi di daerah perkotaan, hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan sawah irigasi menjadi industri. Selain itu adanya hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah angkatan kerja pada sektor tersier dengan perubahan kampung menjadi jasa.
Hasil korelasi juga menunjukkan bahwa gejala pencaran kota terjadi di hinterland ditunjukkan dengan hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan kebun campuran menjadi kampung, hutan menjadi kampung, dan kampung menjadi jasa; hubungan kuat searah antara pertambahan jumlah penduduk dengan perubahan sawah irigasi menjadi jalan, industri dan jasa; hubungan signifikan searah antara pertambahan jumlah angkatan kerja pada sektor tersier dengan perubahan kampung menjadi jasa.
Guna mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan hal-hal berikut: (1) Dilaksanakannya pembangunan secara merata di semua kecamatan, laju pertumbuhan penduduk dikendalikan terutama di pusat kota. Lapangan kerja dibuka pada semua sektor; (2) Saat ini, pemerintah hendaknya mengimplementasikan RTRW secara konsisten, melalui penyediaan sarana dan prasarana lingkungan untuk peruntukan tanah perumahan maupun tanah usaha. Selain itu, kebijakan pemerintah daerah terhadap wilayah yang memiliki kecenderungan kumuh harus fokus bagi revitalisasi lingkungan kota. Untuk masa datang, pembangunan konvensional ditinggalkan dan lebih fokus mewujudkan lingkungan kota yang lestari, optimal dan seimbang.; (3) Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan yang mengkaji perkembangan gejala kekumuhan dan pencaran kota di kota Tasikmalaya khususnya untuk periode 10 tahun yang akan datang.

The Urban blight and sprawl is an environmental problem which is influence by population pressure. As a tertiary city, development of Tasikmalaya is slower than secondary city such as Bandung, but faster than its circumstances such as Garut, Ciamis and Banjar City. Therefore Tasikmalaya become the of the Centres Of Regional Activity (CRA) in Priangan Timur. As the CRA, Tasikmalayan Government must be able to anticipate many possible things happen, for example population explodes (from naturally growth or urbanization).
This research studies on the indication of urban blight and sprawl from the dynamic of population pressure, labor force and Land use change in Tasikmalaya City. Population study is focused on population distribution, growth rate and population density. Labor force study is focused on labor force distribution and competitiveness in primary, secondary, and tertiary sectors in each sub-districts. A Location Quotient (LQ) is used to describe the labor force competitiveness. Overlay technique is employed to study land use change between 1994 and 2004. All factors are correlated using Pearson Product Moment test.
This research shows that population and labor force pressure occur in all parts of the City (Urban and hinterland). The distribution of population and labor force in tertiary and secondary sectors is concentrated in the centre and North parts of the city. While labor force in primary sector is concentrated in the South and West of the City. Relating to environmental problem, the indication of urban blight occurs inner Cihideung sub-district first, because Its population and labor force density becoming high than that of other sub-districts.
Within ten years time (1994 - 2004), there had been a significant change of land use, from green area to build area. The most changed land use is irrigated rice fields. In the urban region, irrigated rice fields have been changed into settlement area; while in hinterland area irrigated rice fields have been changed into mixed-garden. Land use changes also indicate the urban blight and sprawl which occurs in Cihideung sub-district first, because of: (1) Land use change from green area to build area > 75%, (2) Highest percentage in service land use, (3) It has widest city centre.
Land use change also indicate the urban sprawl which occurs in Indihiang sub-district first, because of: (1) Single-use zoning, (2) Low-density land use, (3) Car dependent communities, (4) Development in these areas tends to be on a larger scale than that of older established areas, and (5) Homogeneity in design.
The statistical test shows that the indication of urban blight also occur in urban area first, because there is a significant positive correlation among the growth of population and the change of rice fields into industry area. Besides that, there is a significant positive correlation among the growth of labor force in tertiary sectors and the change of settlement become service area.
The result also shows that the indication of urban sprawl also occur in hinterland, because there is a significant positive correlation among the growth of population and the change of mix-garden and green areas into settlement area, and settlement into service area; there is a strong positive correlation among the growth of population and the change of irrigation rice field area into street, industry and also service area; there is also a significant positive correlation among the growth of labor force in tertiary sector and the change of settlement into service area.
To anticipate these problems, some sound plan should be put into actions as follows :(1) Development should be applied in all sub-districts to avoid the exploitation of land and water resources, population growth should be controlled especially in the city centre. Work fields should be opened to get a healthy economic growth; (2) This time, Local Government should implement its master plan consistently and provide all the facilities needed, besides that, government policy for slum area should focused on revitalization of city environment. For the future, development focused to create a harmony, balance and sustainable city environment; (3) A more specific research on the influence of labor force on land change should be done.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Marnoto
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang proses rujukan anak jalanan dari Rumah Singgah "Anak Tersayang" ke Panti Sosial Asuhan Anak "Putra Harapan" dan kendala-kendala didalamnya. Latar belakang tesis adalah ketidakberhasilan rumah singgah dalam merujuk anak jalanan yang menjadi binaannya ke panti sosial asuhan anak, yang ditunjukkan dengan kaburnya lima anak jalanan dari panti sosial asuhan anak. Untuk menjawab pertanyaan tentang ketidakberhasilan rujukan tersebut, maka peneliti mencoba menelusuri proses pelaksanaan rujukan dan kendala-kendalanya baik dari pandangan lembaga pengirim rujukan dan penerima rujukan serta anak jalanan. Rujukan anak jalanan dari rumah singgah ke panti sosial asuhan anak didasari oleh perspektif rehabilitatif dimana rumah singgah berfungsi sebagai pra kondisi untuk mempersiapkan penyesuaian diri mereka di panti sosial asuhan anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif untuk menghasilkan data-data tentang proses pelaksanaan rujukan dan kendala-kendalanya, yang diperoleh melalui para informan. Pemilihan informan ini dilakukan dengan "snowball sampling" yang meliputi enam informan, terdiri dan dua pimpinan lembaga, dua pekerja sosial dan dua klien/anak jalanan yang dirujuk. Untuk mengumpulkan data dari informan tersebut, peneliti menggunakan teknik "in-depth interview", observasi dan studi dokumentasi. Ketiga cara ini dilakukan untuk saling melengkapi sehingga dapat menangkap realitas sosial dari berbagai jawaban informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan rujukan yang dilakukan oleh rumah singgah dan panti sosial asuhan anak dilaksanakan secara tidak sempurna dimana esensi kegiatan seperti kontak awal dan tindak lanjut terpinggirkan, Selain itu anak jalanan sebagai pihak yang berkepentingan dalam rujukan kurang dilibatkan secara aktif baik dalam tahap awal (evaluasi dan pengambilan keputusan rujukan) maupun tahapan berikutnya (pemberitahuan rujukan, penyediaan informasi dan motivasi, pengiriman klien ke panti, identifikasi dan pembinaan). Ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan rujukan mengarahkan kegiatan tersebut secara praktis dan "instan" dengan fokus pada bagaimana memindahkan anak jalanan ke panti sosial asuhan anak dan tidak kembali lagi ke jalan.
Ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan rujukan berasal dari ketiga faktor kendala yang saling terkaii pada lembaga pengirim rujukan (rumah singgah ), klien/anak jalanan dan lembaga penerima rujukan panti sosial asuhan anak yaitu faktor predisposisi, pemungkin dan penguat. Pada faktor predisposisi terlihat bahwa anak jalanan yang dirujuk masih memiliki kepercayaan, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai jalanan yang menyulitkan penyesuaian dirinya di panti sosial asuhan anak. Kendala dalam faktor pemungkin meliputi ketidakterjangkauan sarana dan prasarana pendidikan (karena harus menunggu tahun ajaran baru) dan kebijakan lembaga yang tertuang dalam mekanisme kerja (baik rumah singgah maupun panti sosial asuhan anak. Kendala dalam faktor penguat adalah kurangnya dukungan teman sebaya, pekerja sosial rumah singgah dan panti sosial asuhan anak.
Pelaksanaan rujukan yang tidak sempurna dan kendala-kendalanya memiliki kontribusi terhadap kasus kaburnya anak jalanan tersebut dari panti sosial asuhan anak., sehingga perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang didasarkan pada perspektif rehabilitatif. Pelaksanaan rujukan pada hakekatnya merupakan upaya membekali anak jalanan dengan pendidikan nilai-nilai dan pekerjaan sehingga mempunyai alternatif pemecahan masalah atas keterlantarannya di jalan. Hal ini perlu dilakukan dengan menggabungkan mekanisme hubungan antar lembaga, standar praktek terbaik ("hest practice standard') dalam rujukan, dan permasalahan-permasalahan transisi kehidupan yang dihadapi oleh anak jalanan atas pilihannya untuk dirujuk ke panti.
Secara kongkret, pelaksanaan rujukan perlu didasarkan pada evaluasi bersama antara pekerja sosial rumah singgah dan klien untuk mencapai pemahaman bersama tentang perlunya rujukan kepada lembaga penerima rujukan. Untuk memperoleh lembaga penerima rujukan diperlukan penyeleksian terhadap beragam alternatif lembaga penerima rujukan dan pekerja sosial perlu memberikan informasi yang sejelas-jelasnya tentang kesesuaian lembaga dengan kebutuhan dan permasalahan klien/anak jalanan. Jika ternyata pilihan klien/anak jalanan jatuh pada panti sosial asuhan anak, pekerja sosial rumah singgah perlu melakukan kontak terhadap lembaga tersebut bersama-sama dengan klien untuk memastikan kesesuaiannya dengan klien dan berdiskusi dengan pekerja sosial panti sosial asuhan anak (untuk memperhitungkan permasalahan transisi kehidupan yang dialami klien pada masa tinggalnya di panti). Setelah klien tinggal di panti sosial asuhan anak, perlu dilakukan tindak lanjut pekerja sosial rumah singgah untuk melakukan pengecekan terhadap penyesuaikan dan pemanfaatan pelayanan panti sosial asuhan anak oleh klien (anak jalanan). Pihak panti sosial asuhan anak perlu untuk "sharing" informasi dan menjalin komunikasi terbuka dengan rumah singgah demi kelangsungan hidup dan perkembangan anak binaannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T4469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyatmiko Adhi Pradhana
"ABSTRAK
Peristiwa putus cinta dapat memunculkan perasaan kehilangan dan grief, menurunkan self esteem, menimbulkan distress, memunculkan perilaku maladaptif, gangguan fisik, hingga gejala depresi seperti misalnya melakukan usaha-usaha melukai diri sendiri. Hal tersebut dapat terjadi ketika seseorang mempunyai coping yang maladaptif dalam menghadapi situasi yang menimbulkan stres. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah terapi untuk mengatasinya. Problem Solving Therapy (PST) merupakan sebuah intervensi kognitif perilaku (CBT) yang berfokus pada melatih sikap dan kemampuan pemecahan masalah yang adaptif. Tujuan terapi ini adalah membantu individu untuk dapat melakukan coping dengan lebih efektif pada situasi atau masalah yang dapat menimbulkan stres dan menurunkan tingkat stres. Penelitian ini menggunakan desain jenis one-group pre-test and post-test design. Pada desain penelitian ini, akan dilakukan pengukuran kepada setiap individu dalam kumpulan partisipan sebelum dan sesudah mengikuti intervensi yang diberikan, dengan menggunakan Beck Depression Inventory (BDI) dan Problem Solving Test. Partisipan yang didapat berjumlah 2 orang wanita berusia 23 dan 27 tahun. Intervensi PST dilakukan sebanyak 4 sesi. Problem Solving Therapy efektif dalam memunculkan coping yang adaptif pada kondisi putus cinta. sehingga pada akhirnya menurunkan tingkat stres pada dewasa muda paska putus cinta.

ABSTRACT
Breakup can cause grief, distress, lowered self esteem, maladaptive behavior, physical disturbance and depression such self-destructive behavior. When there is no adaptive capability to solve breakups, it can worst its effect. Therefore, it will need to be solved immediately. Problem Solving Therapy (PST) is one of Cogntive Behavior Therapy that focused on training the individual to have adaptive problem solving skill. PST can train the coping skill and minimize the level of stress. This research uses one group pre-and-post test design non-experimental. This research also use Beck Depression Inventory and Problem Solving Test as an instrument to measure the therapeutic effect before and after the intervention. There are two female participants had joined this research. They are 23 and 27 years old. The intervention held in 4 sessions. In conclusion, PST is effective to improve adaptive coping style and reduce stress for female young adulthood on breakup."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T38898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robertson, S. Ian
East Sussex: Psychology Press, 2001
153.43 ROB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>