Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180652 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rily Leonny Savitri Thela
"Perempuan masih menghadapi banyak tantangan dan ketidaksetaraan dengan mitra kerja laki-laki, misalnya dalam hal tunjangan dan promosi, walaupun perbedaan itu makin lama makin sedikit (BPS, 2000). Perempuan yang menduduki jabatan kepemimpinan secara statistik masih sedikit. Karena yang berada di posisi kepemimpinan kebanyakan laki-laki, maka pengetahuan dan deskripsi kepemimpinan kebanyakan diperoleh dari penelitian kepemimpinan dengan sampel laki-laki, terutama sebelum tahun 70-an. sedangkan perempuan tidak terwakili di dalamnya. (Klenke, 1996). Pada kenyataannya, makin banyak perempuan yang menjadi pemimpin dan dinilai berhasil. Kemudian muncullah penelitian-penelitian mengenai perbedaan jender dalam kaitannya dengan kepemimpinan.
Salah satu penelitian mengenai hal itu dilakukan oleh Gardiner dan Tiggerman pada tahun 1999. Penelitian ini berisi tentang perbedaan jender dalam gaya kepemimpinan, stres pekerjaan, dan kesehatan mental para manajer dalam industri yang didominasi laki-laki dan industri yang didominasi perempuan. Salah satu hasilnya adalah, bila dibandingkan manajer perempuan dan laki-laki dalam industri yang didominasi lakilaki maupun didominasi perempuan, manajer perempuan dalam industri yang didominasi laki-laki paling merasa tertekan. Selain karena diskriminasi, Early & Johnson (1990) memberi penjelasan dengan pemyatannya bahwa perempuan yang berada dalam lingkungan yang didominasi laki-laki merasa harus mengadopsi gaya laki-laki agar tidak kehilangan otoritas dan posisi. Benarkah demikian? Sebenarnya bagaimana pendapat karyawan di lingkungan yang didominasi laki-laki mengenai pemimpin perempuan yang ideal ? Apakah berbeda pendapatnya dengan karyawan di lingkungan yang didominasi perempuan ?
Salah satu hal yang menenmkan bagaimana hubungan antara orang-orang di dalamnya, termasuk antara pemimpin dan bawahan adalah budaya dalam komunitas tersebut. Hofstede (1991) menyatakan bahwa bila laki-laki berkumpul, nilai maskulin akan dominan, sebaliknya bila perempuan berkumpul nilai femininlah yang dominan. Karena itu, diduga di lingkungan ketja mayoritas laki-laki, nilai maskulinlah yang dominan, dan di lingkungan kerja mayoritas perempuan, nilai femininlah yang dominan. Klenke (1996) juga menyebutkan bahwa budaya suatu organisasi dapat terbentuk karena jender yang dominan dalam organisasi tersebut, khususnya pada posisi yang berpengaruh.
Penelitian ini dilakukan di sebuah bank di Jakarta dengan sampel lingkungan keija mayoritas laki-laki adalah divisi commercial banking dan sampel lingkungan kerja mayoritas perempuan adalah divisi individual banking. Untuk melihat bagaimanakah profil perilaku kepemimpinan perempuan yang ideal pada kedua lingkungan kerja tersebut digunakan Leadership Behavior Description Ouestionnaire (LBDQ) XII., yaitu suatu alat untuk meneliti perilaku kepemimpinan yang dikembangkan oleh Ohio State University. Untuk keperluan penelitian ini, alat tersebut diadaptasi dengan cara diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Untuk menangkap budaya organisasi pada masing-masing lingkungan kerja itu, dibuat suatu daftar pertanyaan open item yang berdasarkan pada nilai-nilai maskulin dan feminin pada dunia kerja yang dikemukakan oleh Hofstede (1991).
Hasilnya, pada kedua kelompok itu didapat skor rata-rata yang cukup tinggi untuk kedua belas faktor LBDQ, yang berarti pemimpin perempuan ideal menurut kedua kelompok itu adalah mereka yang sering menampilkan perliaku-perilaku yang tercakup dalam kedua belas faktor itu, yaitu representation (bertindak sebagai perwakilan kelompok), demand reconcilialion (merekonsillisi tuntutan yang saling berkonflik dan mengurangi ketidaksistematisan menjadi lebih teratur), tolerance of unceriainty (mampu mentoleransi ketidakpastian dan penundaan tanpa merasa cemas atau kecewa), persuasiveness (menggunakan persuasi dan argumen dengan efektif), initiation of structure (mendefinisikan perannya sendiri dan membiarkan bawahan tahu apa yang diharapkan), tolerance of freedom (memungkinkan bawahan untuk mengambil keputusan dan bertindak), role assumption (aktif melatih peran kepemimpinan daripada menyerahkannya kepada orang lain), consideration (memperhatikan kenyamana, kesejahteraan , status dan kontribusi dari bawahan), - production emphasis (menekankan pada aspek hasil yang produktif), predictive accuracy (memiliki pandangan ke depan dan memprediksi hasil secara akurat), integration (mempertahankan hubungan yang dekat dan menyelesaikan konflik antar anggota kelompok), superior oriental ion (mempertahankan hubungan baik dengan atasan, berpengaruh terhadap mereka, mengejar status yang lebih tinggi). Profil kepemimpinan perempuan ideal antara kedua lingkungan tersebut tidak jauh berbeda. Hal itu dapat terjadi karena ternyata budaya di divisi commercial dan individual banking tidak berbeda.
Berdasarkan perbandingan skor kedua belas faktor LBDQ di kedua lingkungan kerja, ditemukan bahwa hanya faktor production emphasis yang berbeda secara signifikan, dimana skor yang lebih tinggi terdapat pada kelompok kerja mayoritas perempuan. Karena hasil penelitian ini ruang lingkupnya relatif sempit, yaitu hanya di lingkungan pemasaran (marketing) perbankan, maka akan menarik jika dilakukan dalam bidang pekerjaan lain pada organisasi lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S3076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The leadership question o male and female in Islam often becomes controversial. It could not happen when Muslims understand the text of Al-Qur'an and Hadist comprehensively. Husband can be a leader in his family because of hos responsibility in searching family needs. The leadership in society is not determined by gender or sex by quality."
297 TURAS 12 (1-3) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Herawati
"Fenomena maraknya peredaran manga di Indonesia saat ini di awali dengan kemunculan film animasinya di televisi di Indonesia. Candy-Candy dan Doraemon. Merupakan film serial animasi yang cukup mendapat tanggapan penonton televisi di Indonesia. Setelah kemunculan animasi, maka peredaran manga mulai marak di Indonesia. Pericembangan manga yang cukup meluas dapat ditandai dari jumlah data penjualan yang semakin meningkat, dibarengi dengan jumlah ruang etalase manga yang semakin meluas di toko-toko buku. Pada satu judul manga dapat terjual sekitar 40.000 eksemplar untuk setiap hari. Jumlah itu sangat besar bila dibandingkan rata-rata penjualan industri perbukuan yang hanya mencapai 3.000 eksemplar setiap judul. Selain di toko-toko buku besar, manga saat ini juga dapat dijumpai di kios-kios penjual majalah dan koran. Selain itu, perkembangan manga juga ditunjang oleh terbitnya majalah atau tabloid yang khusus mengulas tentang perkembangan manga maupun anima yang merupakan produk visualisasi manga yang ditampilkan dalam televisi ataupun bioskop. Dari data yang ada menunjukkan bahwa dari keseluruhan manga yang ada saat ini, manga yang paling disukai adalah manga yang bergenre shonen (manga yang dikhususkan bagi remaja laki-laki). Mange ini ternyata tidak hanya disukai oleh remaja laki-laki tetapi juga remaja perempuan.
Kepopuleran manga di Indonesia ini telah membuatnya menarik untuk diteliti dari berbagai aspek yang mengiringi kemunculannya. Beberapa penelitian telah menunjukkan tentang kepedulian terhadap tema-tema yang tertuang dalam gambar dan cerita manga banyak menampilkan hal-hal yang sesungguhnya tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Oleh karena itu penelitian di sini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana sebenarnya khalayak pembaca manga memaknai manga yang beredar di Indonesia, khususnya manga yang bergenre shonen yang mempunyai jangkauan pembaca yang Iebih iuas dan dinikmati oleh pembaca baik laki-laki dan perempuan. Pemaknaan ini nanti akan terkait juga dengan pengalaman para remaja tersebut membaca manga dan bagaimana kemudian mereka merepresentasikan dan menampilkan apa yang mereka maknai dalam komunikasi sehari-hari diantara mereka. Dengan menggunakan kerangka kerja dari kajian budaya, terutama yang disampaikan oleh Stuart Hall tentang encoding dan decoding. Maka pemaknaan di sini berusaha untuk mengungkap tentang bagaimana makna-makna yang dihasilkan oleh para remaja baik kelompok laki-saki dan perempuan ketika berinteraksi dengan cerita, gambar dan tema pada manga shonen yang seringkali menampilkan adegan kekerasan dan vulgar. Dengan terungkapnya makna-makna tersebut, maka akan dapat diketahui tipe-tipe khalayak pembaca manga berdasarkan konteks gender.
Hasilnya adalah ternyata pemaknaan yang diberikan oleh kelompok laki-laki dan perempuan cenderung berbeda ketika dihadapkan pada tema-tema yang mengarah pada kekerasan dan vulgar. Pada tema-tema tentang kekerasan masih ditemui pemaknaan dominan pada kelompok remaja perempuan, tetapi pada tema-tema vulgar tidak ditemukan pemaknaan dominan pada kelompok perempuan. Beberapa alasan yang diberikan oleh kelompok remaja perempuan adalah karena dalam tema vulgar yang ada pada manga shonen, perempuan seringkali hanya menjadi obyek saja dari tokoh laki-laki yang ada. Pada tema kekerasan dan tema vulgar pada kelompok laki-laki masih ditemui pemaknaan dominan, seberapapun tingkat kekerasan dan vulgar yang ditampilkan dalam manga shonen. tidak ditemukan pemaknaan oposisional pada kelompok remaja laki-laki ketika mereka dihadapkan pada tema manga shonen yang cenderung menampilkan kekerasan dan vulgar. Hal ini menandakan bahwa kelompok laki-laki temyata lebih permisif terhadap budaya dan nilai-nilai yang ditampilkan dalam manga shonen. Hasil lain dari penelitian ini adalah terungkapnya gaya komunikasi yang berbeda, di mana temyata dalam komunitas para penggemar manga baik laki-laki dan perempuan terdapat persamaan identitas yang membedakannya dengan komunitas lain yang bukan penggemar manga. Pemaknaan terhadap cerita dan gambar dalam manga shonen ternyata oleh para remaja direpresentasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui komunikasi diantara mereka. Tanda-tanda visual yang ada pada manga shonen dipakai untuk menampilkan identitas berbeda, ekspresif dan juga menggambarkan komunikasi yang lebih tepat sasaran pada komunikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Kaesaria
"Meningkatnya persaingan bisnis, menuntut suatu organisasi untuk melakukan pemasaran yang efektif. Salah satunya adalah dengan pengenalan barang yang akhirnya terjadi proses penjualan, yang dilakukan oleh tenaga penjual kepada konsumen. Tiap tugas yang dijalani oleh tenaga penjual, yang secara keseluruhan bertujuan mencapai target penjualan dapat dikatakan sebagai tuntutan pekerjaan. Apabila tuntutan pekerjaan tersebut dirasa terlalu berat, maka pada akhirnya dapat membuat tenaga penjual menjadi stres.
Penelitian ini berfokus pada stres kerja tenaga penjual yang berkerja di PT.X wilayah JABODETABEK dan Serang. Aspek yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah stres kerja pada tenaga penjual laki-laki dan perempuan usia dewasa muda. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dengan menitipkannya pada kepala cabang kantor pusat PT. X di Jakarta Timur. Dari 100 kuesioner yang disebar, hanya 62 partisipan yang datanya dapat diolah. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik statistik uji Independent Sample T-test untuk melihat apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap stres kerja yang dialami tenaga penjual, dan ANOVA untuk melihat perbedaan stres pada tiap tugas dengan menggunakan SPSS 16.0.
Hasil penelitian menunjukkan adanya stres kerja pada tenaga penjual selama menjalankan tugas. Adanya perbedaan stres kerja pada tiap tugas tenaga penjual, dan adanya perbedaan stres kerja antara tenaga penjual laki-laki dan perempuan.

The increase of business competition ushers an organization to be effective in marketing. One of them is by the introduction of the goods that ultimately happens through the sales process, conducted by salespeople to the consumer. For each task that is carried out by salespeople, the overall aim is to achieve the target of the sales that can be said as the demands of work. When the work demands are felt to be heavy, this ultimately can make the salespeople stressed.
This research focuses on the work stress on the salespeople working at PT.X in JABODETABEK and Serang areas. The subject of this research is the men and women young adulthood sales. Data is collected by distributing questionnaires left to the head of the branch office of PT.X in East Jakarta. Of the 100 questionnaires distributed, only data from 62 participants were able to be processed. The data obtained were analyzed using statistical techniques test Independent Sample T-test to see the sex effect on work stress experienced by the salespeople, and ANOVA to see the stress on each task by using SPSS 16.0.
The results suggest the existence of work stress on the salespeople for running errands, differences in work stress on each salespeople's job, and work stress on men and women sales.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Maulina
"Sosok pemimpin perempuan bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Aceh, karena dalara sejarahnya daerah ini banyak melahirkan pemimpin perempuan, baik sebagai pemimpin kerajaan maupun pemimpin peperangan. Walaupun terdapat sejarah yang panjang tentang kepemimpinan perempuan Aceh, namun belum ada penelitian yang meneliti tentang karakteristik kepemimpinan perempuan Aceh, baik dulu dan sekarang. Padahal terdapat perbedaan tuntutan dari situasi dan kondisi daerah Aceh, saat masa peijuangan dengan keadaan sekarang ini( s esudah peijanjian perdamaian TNI- GAM).
Yulk (1989) mengartikan kepemimpinan sebagai suatu proses dimana pemimpin mempengaruhi anggota kelompok lain untuk mencapai tujuan kelompok yang spesifik. Cara pemimpin untuk mempengaruhi anggota kelompok untuk mencapai tujuan kelompok yang berbeda-beda, salah satu hal yang menentukan adalah gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin tersebut.
Rosener (dalam Wren, 1995) mengatakan dibanding laki-laki, dalam memimpin perempuan lebih cenderung menggunakan gaya kepemimpinan transformasional Dalam kepemimpinan transformasional pemimpin berusaha untuk meningkatkan kesadaran bawahan akan hasil-hasil atau kinerja yang bemilai. Pemimpin memperluas dan mengangkat kebutuhan-kebutuhan bawahan, serta mendorong bawahan untuk melebihi minat atau keinginan pribadi mereka. Pemimpin memotivasi bawahannya untuk melakukan kinerja lebih dari yang diharapkan (Bass, 1985). Selain itu kepemimpinan transformasional bisa diterapkan dimana saja dengan segala situasi yang ada. Gaya kepemimpinan ini bisa diterapkan kepada semua jenjang kepemimpinan dan semua jenis organisasi (Bass, 1990) Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah; jika kepemimpinan transformasional dapat teijadi dimana saja, dan gaya kepemimpinan ini bisa mengakomodasi pencapaian tujuan kelompok, maka bagaimanakah profil gaya kepemimpinan transformasional pada pemimpin perempuan Aceh, dan perilaku kepemimpinan yang seperti apa yang diharapkan dari seorang pemimpin perempuan di Aceh.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif, dengan menggunakan dua buah kuesioner sebagai alat ukumya, yaitu kuesioner gaya kepemimpinan transformasional dan kuesioner perilaku kepemimpinan yang diharapkan. Responden dalam penelitian ini adalah pemimpin perempuan beretnis Aceh. Dari hasil analisis data didapat suatu gambaran tentang gaya kepemimpinan transformasional dan perilaku kepemimpinan ideal menurut responden penelitian ini. Terdapat adanya kecenderungan untuk menjalankan kepemimpinan mereka dengan menekankan pada individual consideration, yaitu pemimpin memberikan perhatian kepada bawahan sehingga bawahan merasa diperhatikan dan diperlakukan khusus oleh atasan. Sementara itu perilaku kepemimpinan yang ideal menurut responden adalah perilaku pemimpin yang menggambarkan integration, yaitu pemimpin yang bisa menyelesaikan konflik dalam kelompok guna menjaga kesatuan kelompoknya. Hasil lain yang diketemukan dalam analisis data adalah terdapat adanya hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan beberapa faktor perilaku kepemimpinan ideal, yaitu demand reconciliation, initiation structure, tolerance of freedom, consideration, production emphasis, predictive accuracy, integration dan superior orientation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Delia Dintana
"Studi ini mengkaji bagaimana peningkatan perdagangan internasional telah memengaruhi dinamika kesenjangan upah antar jenis kelamin dan share employment di industri manufaktur di Indonesia hingga 2003 hingga 2015. Teori Discrimination Taste oleh Becker (1957) dan menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah mekanisme untuk meningkatkan daya saing di pasar sehingga peningkatan perdagangan internasional akan mengurangi kesenjangan upah antar tenaga kerja laki-laki dan perempuan karena diskriminasi bersifat costly untuk industri. Di sisi lain, teori non neoklasik berpendapat bahwa perdagangan internasional berakibat kepada melebarnya ketimpangan upah dikarenakan adanya segregasi pekerjaan diantara skilled dan unskilled labor. Penulis memasukkan ide dari kedua teori ini ke dalam model teori persaingan dan konsentrasi industri dan menguji model tersebut menggunakan data panel dari data survei rumah tangga Sakernas yang digabung dengan data perdagangan dan konsentrasi dari Statistik Industri dari 2003-2015. Perkiraan dari Ordinary Least Square (OLS) dan random effect di tingkat industri menunjukkan bahwa peningkatan daya saing di dalam pasar karena perdagangan internasional membuat tingkat kesenjangan upah di industri manufaktur terkonsentrasi di Indonesia menjadi semakin lebar.

This study examines how increasing trade in manufacturing industry in Indonesia through 2003 to 2015 have affected the dynamic of the gender wage gap and share employment. The Discrimination Taste theory by Becker (1957) stated that international trade is a mechanism for the competitiveness in the market hence the increasing of trade will decrease the gender wage gap since it is costly for the industry. On the other hand, non-neoclassical theory argues that international trade results in widening wage inequality due to the segregation of work between skilled and unskilled labor. We incorporate these two ideas into a theoritical model of competition and industry concentration and test the model using panel data of Sakernas household survey data merged with trade and concentration data from Statistik Industri from 2003-2015. Estimates from ordinary least-squares (OLS) and random effects regressions at the industry-level indicate that increasing openness to trade is associated with larger wage gaps in Indonesias concentrated manufacturing industries.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nurfirman
"Dominasi kelompok laki-laki terhadap perempuan dalam masyarakat menimbulkan diskriminasi gender di tempat kerja. Ketimpangan gender menunjukkan bagaimana perempuan tidak mampu berbicara lantang karena dibungkam oleh kelompok dominan. Akibat dari dominasi oleh laki-laki di tempat kerja adalah wanita tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas. Jika wanita mencoba untuk menyuarakan suara mereka, akan menghambat efektifitas kerja dan berujung pada mengundurkan diri dari pekerjaan. Kejadian ini menunjukan Teori Muted Group yang berfokus pada kurangnya suara dan juga perlawanan terhadap pembungkaman. What Men Want (2019) adalah film produksi Amerika yang disutradarai oleh Adam Shankman yang menggambarkan diskriminasi gender di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan analisis film naratif, yang bertujuan untuk menghubungkan teori Muted Group dengan keadaan lingkungan kehidupan nyata yang digambarkan dalam film What Men Want (2019). Studi ini digunakan untuk menunjukkan bahwa laki-laki terus mendominasi tempat kerja yang menghambat wanita untuk berkembang dalam pekerjaanya dan hal ini digambarkan dalam perfilman Amerika. Studi ini menemukan bahwa perempuan dianggap sebagai kelompok bisu karena perempuan tidak mendapatkan kesempatan promosi yang sama seperti laki-laki yang digambarkan dalam film What Men Want (2019) karena kebisuan dan ketidakmampuan mereka untuk tampil sesuai dengan pikiran dan bahasa mereka mengakibatkan diskriminasi di tempat kerja. oleh laki-laki. Film ini menggambarkan karakter perempuan sebagai sosok yang tidak berdaya di tempat kerja ketika pendapat mereka tidak didengar selama proses pengambilan keputusan karena laki-laki membungkam mereka sebagai kelompok dominasi. Untuk rekapitulasi, dominasi dan diskriminasi laki-laki terhadap perempuan di tempat kerja mengakibatkan pelecehan, penghinaan, dan merendahkan perempuan, seperti yang digambarkan dalam What Men Want (2019).

The domination of men over women in society creates gender discrimination in the workplace. Gender imbalance shows how women are unable to speak out loud because they are silenced by the dominant group. The result of domination by men in the workplace is that women cannot express themselves freely. If women try to voice their voices, it will hinder work effectiveness and lead to resigning from work. This would result in Muted Group Theory focuses on lack of voice as well as resistance to silencing. What Men Want (2019) is an American film directed by Adam Shankman that depicts gender discrimination in the workplace. This study uses narrative film analysis, which aims to connect Muted Group theory to the real-life environmental circumstance portrayed in the film What Men Want (2019). This study is used to show that men continue to dominate the workplace, which hinders women from developing in their jobs and this is depicted in American cinema. This study found that women are regarded as the muted group as women do not get equal promotion opportunities as men portrayed in the film What Men Want (2019) because of their silence and incapacity to perform in line with their thoughts and language results in workplace discrimination by males. The film illustrates women characters as powerless undervalued in the workplace when their opinion is unheard during the decision-making process because men are muting them as the domination group. To recapitulate, men's domination and discrimination towards women at work resulted in harassment, humiliation, and undervaluing women, as depicted in What Men Want (2019)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nurfirman
"Dominasi kelompok laki-laki terhadap perempuan dalam masyarakat menimbulkan diskriminasi gender di tempat kerja. Ketimpangan gender menunjukkan bagaimana perempuan tidak mampu berbicara lantang karena dibungkam oleh kelompok dominan. Akibat dari dominasi oleh laki-laki di tempat kerja adalah wanita tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas. Jika wanita mencoba untuk menyuarakan suara mereka, akan menghambat efektifitas kerja dan berujung pada mengundurkan diri dari pekerjaan. Kejadian ini menunjukan Teori Muted Group yang berfokus pada kurangnya suara dan juga perlawanan terhadap pembungkaman. What Men Want (2019) adalah film produksi Amerika yang disutradarai oleh Adam Shankman yang menggambarkan diskriminasi gender di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan analisis film naratif, yang bertujuan untuk menghubungkan teori Muted Group dengan keadaan lingkungan kehidupan nyata yang digambarkan dalam film What Men Want (2019). Studi ini digunakan untuk menunjukkan bahwa laki-laki terus mendominasi tempat kerja yang menghambat wanita untuk berkembang dalam pekerjaanya dan hal ini digambarkan dalam perfilman Amerika. Studi ini menemukan bahwa perempuan dianggap sebagai kelompok bisu karena perempuan tidak mendapatkan kesempatan promosi yang sama seperti laki-laki yang digambarkan dalam film What Men Want (2019) karena kebisuan dan ketidakmampuan mereka untuk tampil sesuai dengan pikiran dan bahasa mereka mengakibatkan diskriminasi di tempat kerja. oleh laki-laki. Film ini menggambarkan karakter perempuan sebagai sosok yang tidak berdaya di tempat kerja ketika pendapat mereka tidak didengar selama proses pengambilan keputusan karena laki-laki membungkam mereka sebagai kelompok dominasi. Untuk rekapitulasi, dominasi dan diskriminasi laki-laki terhadap perempuan di tempat kerja mengakibatkan pelecehan, penghinaan, dan merendahkan perempuan, seperti yang digambarkan dalam What Men Want (2019).
The domination of men over women in society creates gender discrimination in the workplace. Gender imbalance shows how women are unable to speak out loud because they are silenced by the dominant group. The result of domination by men in the workplace is that women cannot express themselves freely. If women try to voice their voices, it will hinder work effectiveness and lead to resigning from work. This would result in Muted Group Theory focuses on lack of voice as well as resistance to silencing. What Men Want (2019) is an American film directed by Adam Shankman that depicts gender discrimination in the workplace. This study uses narrative film analysis, which aims to connect Muted Group theory to the real-life environmental circumstance portrayed in the film What Men Want (2019). This study is used to show that men continue to dominate the workplace, which hinders women from developing in their jobs and this is depicted in American cinema. This study found that women are regarded as the muted group as women do not get equal promotion opportunities as men portrayed in the film What Men Want (2019) because of their silence and incapacity to perform in line with their thoughts and language results in workplace discrimination by males. The film illustrates women characters as powerless undervalued in the workplace when their opinion is unheard during the decision-making process because men are muting them as the domination group. To recapitulate, men's domination and discrimination towards women at work resulted in harassment, humiliation, and undervaluing women, as depicted in What Men Want (2019).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asha Yanuarini
"Latar Belakang: Dimensi vertikal, didefinisikan secara umum sebagai sepertiga panjang wajah bagian bawah, merupakan salah satu komponen penting dalam perawatan prostodontik sehingga harus ditentukan dengan tepat. Dimensi vertikal, sebagai salah satu tanda anatomis tubuh sangat dipengaruhi oleh proses pertumbuhan. Pertumbuhan adalah suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sistem hormonal. Sistem hormonal yang berperan besar dalam pertumbuhan adalah hormon pertumbuhan dan hormon seksual. Perbedaan mulai aktifnya hormon seksual pada laki-laki dan perempuan menyebabkan perbedaan kecepatan dan terminasi pertumbuhan.
Tujuan: Diperolehnya panjang dimensi vertikal fisiologis dengan Metode Physiologic Rest Position dan Teori Leonardo da Vinci I serta II pada laki-laki dan perempuan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan Studi Potong Lintang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah boley gauge¸jangka sorong, jangka, dan penggaris pada 170 orang Mahasiswa FKG UI berusia 18 - 23 tahun.
Hasil: Rentang dan rerata panjang dimensi vertikal fisiologis pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan menggunakan Metode Physiologic Rest Position adalah 63,09 - 72,31 mm, 67,70 mm dan 57,32 - 65,52 mm, 61,42 mm; Teori Leonardo da Vinci I adalah 53,99 - 61,49 mm, 57,74 mm dan 52,10 - 58,98 mm, 55,54 mm; dan Teori Leonardo da Vinci II adalah 59,24 - 67,22 mm, 63,23 mm dan 56,27 - 62,83 mm, 59,56 mm.
Kesimpulan: Rerata panjang dimensi vertikal fisiologis pada laki-laki dan perempuan berdasarkan Metode Physiologic Rest Position adalah 67,70 mm dan 61,42 mm; Teori Leonardo da Vinci I adalah 57,74 mm dan 55,54 mm; dan Teori Leonardo da Vinci II adalah 63,23 mm dan 59,56 mm.

Background: Vertical dimension, generally define as the height of the lower third of the face, is one of the most important components in prosthodontics treatment, therefore it must be determined precisely. Vertical dimension as one of body-s landmark is very influenced by growth. Growth is a complex process that depends on a number of factors, including hormonal system. Hormonal system that has a huge role in growth is growth hormone and sex hormone. The difference in the starting time of the sex hormone-s activ ation on male and female is causing a differentiation in the speed and the termination of growth.
Objective: To get the length of rest vertical dimension using Physiologic Rest Position Method and Theory of Leonardo da Vinci I and II on male and female subjects.
Method: This was a descriptive study using cross sectional study. The instruments that used at 170 student of Dentistry Faculty University of Indonesia aged 18-23 are boley gauge, caliper, and ruler.
Result: Range and mean of the length of rest vertical dimension on male and female subjects using Physiologic Rest Position Method are 63,09 - 72,31 mm, 67,70 mm and 57,32 - 65,52 mm, 61,42 mm; Theory of Leonardo da Vinci I are 53,99 - 61,49 mm, 57,74 mm and 52,10 - 58,98 mm, 55,54 mm; and Theory of Leonardo da Vinci II are 59,24 - 67,22 mm, 63,23 mm and 56,27 - 62,83 mm, 59,56 mm.
Conclusion: Mean of the length of rest vertical dimension on male and female subjects using Physiologic Rest Position Method are 67,70 mm and 61,42 mm; Theory of Leonardo da Vinci I are 57,74 mm and 55,54 mm; and Theory of Leonardo da Vinci II are 63,23 mm and 59,56 mm."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>