Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61422 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Rachmania
"Pembicaraan mengenai masalah seks saat ini sudah semakin terbuka meskipun bagi sebagian orang, masalah seks tetap dianggap sebagai tabu. Hasil penelitian tentang perilaku seksual anak muda menyalakan bahwa anak muda Indonesia cukup permisif. Berdasarkan data remaja yang mengaku pernah melahirkan hubungan seks di antaranya 7,1 % pelajar SMP, 11.3% pelajar SMA dan 73.8 % mahasiswa (Sarwono, 1981). Dari data tersebut terlihat bahwa angka terjadinya hubungan seks pranikah meningkat searah dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang.
Kondisi perilaku seksual anak muda yang permisif ini rnenjadi masalah yang serius terutama sejak AIDS ditemukan pertama kali di Indonesia pada tahun 1987; Data sampai dengan bulan Maret 1997 menunjukkan terdapatnya 524 kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dari jumlah kasus yang ada, penyebaran HIV/AIDS di Indonesia sebagian besar terjadi melalui kontak seksual yang 65,5 % di antaranya terjadi karena hubungan heteroseksual. Fakta lain yang cukup memprihatinkan adalah bila dilihat dari faktor usia, pengidap HIV/AIDS terbanyak adalah golongan muda berusia 20-29 tahun (46,6 %).
Masalah seksualitas anak muda dapat terjadi karena situasi dilematis yang dihadapi mereka. Di saat meningkatnya hasrat seksual dan membutuhkan penyaluran, ada kecenderungan di masyarakat sekarang untuk menunda usia perkawinan. Akhirnya penyaluran hasrat seksual remaja menjadi terhambat. Sementara dorongan seksual semakin meningkat dengan derasnya informasi dari hiburan komersial atau media massa memperbesar kemungkinan terjadinya hubungan seks pranikah. Namun perilaku seks yang dilakukan belum sepenuhnya didasari oleh informasi yang akurat tentang seks dan kurangnya kesadaran akan konsekuensi tingkah laku tersebut.
Mengingat masalah AIDS juga berdampak kepada masa depan bangsa, maka perlu dilakukan suatu tindakan yang serius untuk menanggulangi masalah ini dengan pendekatan yang Iebih realistis dan langsung, seperti dengan membedakan informasi yang benar tentang AIDS dan perilaku seks yang aman dan bertanggung jawab kepada generasi muda. Salah satu cara bentuk tingkah Iaku seksual yang aman adalah penggunaan kondom pada saat melakukan hubungan seks. Walaupun tidak menjamin sepenuhnya, kondom sampai saat ini masih merupakan alat yang handal sebagai alat pencegah kehamilan dan penularan penyakit akibal hubungan seksual, termasuk AIDS. Penelitian ini melihat bagaimana intensi mahasiswa untuk menggunakan kondom sebagai pencegah HIV/AIDS.
Pengkajian masalah penelitian ini akan dilakukan dengan rnenggunakan kerangka teori Planned Behavior dari Ajzen (1988). Teori ini dipilih mengingat penggunaan kondom sebagai tingkah laku seksual yang aman muncul dalam konteks interpersonal, sehingga untuk dapat meramalkan tingkah laku secara akurat perlu mempertimbangkan sampai sejauh mana tingkah laku berada di bawah kontrol seseorang (Ajzen, 1987, 1991; Ajzen & Madden, 1986, dalam Terry & O?Leary, 1993). Teori yang merupakan perluasan dari teori Reasoned Action ini menjelaskan bahwa intensi ditentukan oleh tiga determinan, yaitu: (1) Sikap terhadap tingkah laku (2) norma subjektif, dan (3) perceived behavior control.
Melalui model Planned Behavior dari Ajzen (1988), selain untuk mengukur tingkat intensi yang ada, diteliti pula pengaruh dan besarnya sumbangan faktor sikap. norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi mahasiswa untuk menggunakan kondom dalam mencegah HIV/AIDS. Penelitian ini bersifat deskriptif dan memilih kelompok mahasiswa berusia 18-24 tahun, belum menikah, dan melakukan hubungan seks pranikah sebagai subjek penelitian yang diambil berdasarkan teknik accidental sampling.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengolahan 46 kuesioner serta analisis data dilakukan dengan menggunakan multiple regression diperoleh hasil bahwa sikap memiliki korelasi yang kuat dan searah, serta memberikan sumbangan terbesar terhadap intensi mahasiswa untnk menggunakan kondom sebagai alat pencegah HIV/AIDS. Namun meskipun sikap mahasiswa tersebut positif, intensinya untuk menggunakan kondom tergolong rendah, Hal ini dapat terjadi karena intensi untuk menampilkan suatu tingkah Iaku dipengaruhi juga oleh variabel-variabel lain yang ikut mempengaruhi komponen-komponen peramal intensi dan variabel tersebut membawa sejumlah bobot yang secara signifikan mempengaruhi intensi individu tersebut (Eagley & Chaiken, 1992). Dalam konteks penggunaan kondom ini, variabel eksternal, di luar ketiga variabel tersebut, yang diduga berperan untuk mempengaruhi intensi rnahasiswa adalah antara lain: ketrampilan asertif, self-efficacy, norma personal.
Secara umum, mahasiswa yang melakukan hubungan seks pranikah menilai dirinya agak tidak mungkin untuk tertuIar HIV/AIDS dengan perilaku seksualnya saat ini. Namun bila dikaji lebih jauh lagi, terlihat bahwa kelompok yang menilai dirinya paling tidak mungkin tertular HIV/AIDS adalah mahasiswa yang tidak pernah menggunakan kondom dan hanya berhubungan seks dengan pasangan tetap. Dan faktor percaya kepada kesehatan dan penampilan pasangan juga menyebabkan intensi untuk menggunakan kondom menjadi rendah. Perilaku seks yang rentan terhadap tertularnya HIV/AIDS ini menjadi kontradiktif mengingat mahasiswa telah memiliki pemahaman mengenai HIV/AIDS serta risiko-risiko yang mungkin terjadi bila melakukan hubungan seks yang tidak aman.
Untuk meningkatkan peramalan intensi penggunaan kondom sebagai pencegah HIV/AIDS, pada penelitian selanjutnya dapat disarankan agar selain memperbesar jumlah responden elisitasi dan sampel penelitian, juga diikutsertakannya variabel lain di luar tiga komponen dalam teori planned behavior, seperti norma personal, self-efficacy, atau ketrampilan asertif, serta perbedaan gender dalam pengambilan keputusan menggunakan kondom."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S2739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Mundurnya usia pernikahan, mengakibatkan kesenjangan yang panjang antara
waktu dimulainya pubertas dengan usia pernikahan. Pria dewasa muda belum menikah,
yang berada di dalam kesenjangan itu, memiliki kemungkinan yang tinggi untuk
melakukan hubungan seks pra nikah. Namun dengan keadaan di Indonesia yang masih
berpegang kuat pada norma dan ajaran agama, pria dewasa muda yang berada di
dalam kesenjangan tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu mereka yang tidak
melakukan hubungan seks pra nikah demi mengikuti norma dan ajaran agama, dan
mereka yang melanggar norma dan ajaran agama dan melakukan hubungan seks pra
nikah.
Tingginya kemungkinan pria dewasa muda melakukan hubungan seks pra nikah
perlu diwaspadai mengingat 90% penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan
seksual. Daiam hal ini, penggunaan kondom merupakan cara yang sangat penting dan
efektif dalam upaya pencegahan AIDS. Berbagai pendekatan telah dilakukan dalam
mencari cara-cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Namun ternyata sejauh
ini, teori planned behavior (TPB) merupakan teori yang paling baik dalam meramalkan
penurunan resiko AIDS.
Dikembangkan dari teori reasoned action, TPB terpusat pada intensi seseorang
untuk menampilkan suatu perilaku, yang ditentukan oleh tiga determinan, yaitu sikap
terhadap peniaku, norma subyektif, dan perceived behavioral control (PBC). Dalam
menentukan intensi, masing-masing determinan memiliki kekuatan yang berbeda-beda
dan perbedaan kekuatan ini dapat menjelaskan latar belakang timbulnya intensi yang
hendak diteliti.
Pengertian sikap daiam TPB tidak secara khusus membedakan antara aspek
afektif dan evaluatif (kognitif). Namun Richard, van der Pligt, dan de Vries (1996)
mengemukakan bahwa perbedaan tersebut dapat dibuktikan secara empiris dan
reliabel. DI sisi Iain, Ajzen (1991) membuktikan bahwa pengukuran terpisah terhadap
afek dan evaluasi tidak meningkatkan daya ramai terhadap intensi dan perilaku. Di
dalam penelitian ini, aspek afektif akan dibedakan dari sikap, dan dikhususkan pada
anticipated affective reactions karena penelitian ini berhubungan dengan perilaku yang
akan datang, sehingga reaksi afektif yang diukur adalah reaksi afektif yang
diantisipasikan (anticipated affective reaction/AAR). Pada penelitian ini, TPB dan teori
tentang AAR juga diterapkan pada pria dewasa muda yang sudah pernah berhubungan
seks dengan yang belum pernah berhubungan seks.
Pengambilan subyek dilakukan dengan teknik incidental sampling. Alat ukur
sikap terhadap penggunaan kondom, norma subyektif, dan PBC disusun berdasarkan
teori planned behavior, sedangkan alat ukur AAR dibuat berdasarkan teori tentang AAR.
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanasi yang bersifat menguji hipotesa penelitian.
Untuk pengolahan data, ditakukan perhitungan korelasi Pearson, regresi berganda, t-
test, ANOVA serta scheffe test, dan persentase.
Lebih dan setengah subyek penelitian memiliki intensi yang kuat untuk
menggunakan kondom. Secara keseluruhan, hanya norma subyektif dan PBC yang
memberikan sumbangan yang signifikan terhadap intensi, dengan sumbangan terbesar
diberikan oleh PBC, dan penambahan AAR ke dalam TPB tidak secara signifikan
meningkatkan daya ramal terhadap intensi. Hanya intensi dan PBC yang berbeda
secara signifikan antara kelompok belum pernah berhubungan seks, dengan kelompok
sudah pemah berhubungan seks. Pada kelompok belum pernah berhubungan seks,
hanya norma subyektif yang memberi sumbangan yang signifikan terhadap peramalan
intensi. Sedangkan pada kelompok sudah pernah berhubungan seks, PBC dan norma
subyektif memberi sumbangan yang signifikan terhadap peramalan intensi, dimana
porsi sumbangan terbesar ada pada PBC. Intensi, norma subyektif, dan PBC berbeda
secara signifikan berdasarkan kekerapan subyek menggunakan kondom.
Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
bahwa sebaiknya teori planned behavior diterapkan pada subyek yang sudah memiliki
pengalaman tentang perilaku yang hendak diramalkan, dan teori reasoned action
sebaiknya diterapkan pada subyek yang belum memiliki pengalaman tentang perilaku
yang hendak diramalkan; strategi pencegahan HIV/AIDS sebaiknya difokuskan pada
PBC melalui pelatihan assertiveness. dan pada norma subyektif. melalui promosi
penggunaan kondom bagi mereka yang tidak dapat absen dari hubungan seks pra
nikah; bagi subyek yang sudah pernah berhubungan seks pencegahan HIV/AIDS akan
efektif bila difokuskan pada PBC dan norma subyektif, dan bagi subyek yang belum
pernah berhubungan seks pencegahan akan efektif bila difokuskan pada norma
subyektif; sebaiknya dilakukan penelitian mengenai intensi menggunakan kondom
dengan penelusuran Iebih lanjut ke perilaku; perlu diekspos informasi yang Iebih
mendalam tentang HIV/AIDS terutama mengenai adanya masa inkubasi dan window
period."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tirza Amadea Nugroho
"Salah satu metode yang paling sederhana dan efektif untuk mencegah transmisi HIV dan IMS lainnya ialah pemakaian kondom. Hal ini penting untuk diperhatikan, terutama bagi WPS memiliki perilaku seks berisiko tinggi sehingga berisiko tinggi tertular HIV. Namun, sayangnya penggunaan kondom pada WPS di Indonesia masih belum maksimal, Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku penggunaan kondom pada WPS. Penelitian dilakukan menggunakan desain studi cross sectional untuk menganalisis data 4465 WPS responden STBP 2018-2019. Didapatkan hasil bahwa 46,8% responden memiliki perilaku penggunaan kondom yang baik. Faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom adalah tingkat pengetahuan terkait HIV, keterpajanan informasi terkait HIV, akses pada kondom, persepsi risiko, umur, dan status pernikahan.

One of the simplest and most effective means for HIV transmission prevention is condom usage. This is important to note especially for FSWs who have high risk sexual behavior and thus have high risk of transmitting HIV. However, condom usage among FSWs in Indonesia is still not optimum. Therefore, this study aims to find out which factors are associated with condom usage among FSWs. A cross-sectional study was conducted to analyze the data acquired from IBBS 2018-2019 on 4465 respondents. This study showed that 46,8% of respondents have consistent condom usage. Factors associated with condom usage among FSWs are HIV knowledge, exposure to HIV information, access to condoms, risk perception, age, and marital status."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirwanto K. Rahim
"Prevalensi HIV/AIDS di dunia semakin meningkat. Lelaki seks lelaki (LSL ) merupakan populasi yang paling mudah terkena HIV/AIDS. Penularan terjadi karena rendahnya penggunaan kondom. Penelitian ini bertujua untuk mengidentifkasi hubungan self-efficacy kondom dan spiritualitas
terhadap perilaku penggunaan kondom. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik consecutive sampling pada 250 ODHA LSL.Hasil penelitian menunjukkan bawah ada hubungan yang signfikan antara self-efficacy kondom dengan perilaku penggunaan kondom p-value <0.05 (OR = 11.298; 95% CI: 4.35-20.1 ) dan spiritualitas terhadap perilaku penggunaan kondom p-value< 0.05 (OR = 3.405; 95% CI : 0.85-3.21). Pada analisis multivariat regresi logistik berganda, self-efficacy kondom merupakan faktor yang paling mempengaruhi perilaku penggunaan kondom. Sehingga untuk meningkatkan konsistensi penggunaan kondom perawat perlu mengedepankan intervensi misalnya kegiatan konseling yang berfokus pada peningkatan keyakinan diri (self-efficacy).

The prevalence of HIV/AIDS in the world is increasing. Men who have sex with men (MSM) is the populations most vulnerable to HIV/AIDS. Transmission occurs because of the low use of condoms. This study aimed to identify the relationship of condom self-efficacy and spirituality to condom use behaviour. This study used a cross-sectional design with consecutive sampling techniques in 250 ODHA MSM. The results show that there was a significant relationship between condom self-efficacy and condom use behavior p value <0.05 (OR = 11.298; 95% CI: 4.35-20.1 ) and spirituality towards condom use behavior p-value< 0.05 (OR = 3.405; 95% CI : 0.85-3.21). In multivariate analysis of multiple logistic regression, condom self-efficacy is the factor that most influences condom use behaviour. So to improve the consistency of condom use nurses need to prioritize interventions such as counselling activities that focus on increasing self-confidence (selfefficacy)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuni
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor (faktor predisposisi yaitu umur, pengetahuan tentang HIV AIDS, sikap terhadap penggunaan kondom, faktor pendukung yaitu keterpaparan program HIV AIDS dan ketersediaan kondom, faktor penguat yaitu adanya kelompok dukungan sebaya yang berhubungan dengan praktek penggunaan kondom pada kelompok waria di Kota Tangerang tahun 2015. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel berjumlah 151 waria yang diambil dari seluruh total sampel dan kuesioner sebagai alat ukur penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 55,6% responden selalu menggunakan kondom, 56,3% berumur sama dengan 30 tahun, 57,6% berpengetahuan baik, 51,7% bersikap negatif terhadap penggunaan kondom, 53,6% terpapar program HIV AIDS, 62,3% tersedia kondom, 76,2% ada Kelompok dukungan sebaya. Menurut uji chi square terdapat 4 variabel yang memiliki hubungan signifikan terhadap praktek penggunaan kondom pada waria yaitu pengetahuan mengenai HIV AIDS, keterpaparan program HIV AIDS, ketersediaan kondom, dan dukungan kelompok sebaya. Faktor yang paling dominan adalah keterpaparan program HIV AIDS terhadap praktek penggunaan kondom pada waria.

The purpose of this study was to determine the factors (predisposing factors such as age, knowledge about HIV AIDS, attitudes towards condom use, enabling factors are exposure to HIV AIDS program and the availability of condoms, reinforcing factor is the existence of peer support groups associated with the practice of the use of condoms on transsexuals in Tangerang city in 2015. This study used cross sectional design with a sample totaling 151 transvestites taken of the total sample and questionnaire as a measuring tool of the study.
The results of this study showed that 55.6% of respondents always use a condom, 56.3 % of the same age to 30 years, 57.6% good knowledge, 51.7% negative attitudes toward condom use, 53.6% are exposed to HIV AIDS program, 62.3% provided condoms, 76.2% no peer support groups. According to chi square test there are four variables that have a significant relation to the practice of condom use on transsexuals that knowledge about HIV AIDS, exposure to HIV AIDS program, the availability of condoms, and peer support. The most dominant factor is the exposure of HIV-AIDS program to the practice of the use of condoms on a transsexual.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Azizah Ahmad
"Latar belakang: Pemerintah DKI Jakarta melakukan berbagai upaya untuk mengatasi HIV/AIDS melalui berbagai inisiatif: layanan tes HIV, pengobatan PrEP, dan kondom gratis. LSL di wilayah ini masih menghadapi tantangan dalam mengakses kondom gratis. Perilaku berganti-ganti pasangan melalui aplikasi meningkatkan risiko hubungan seksual tanpa kondom, yang berpotensi menyebabkan penularan HIV/AIDS yang lebih tinggi. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS melalui perilaku seks aman menggunakan kondom pada LSL di DKI Jakarta. Metode: Studi cross-sectional melalui kuesioner pada bulan November 2023 melibatkan 208 responden, menganalisis perilaku seks aman menggunakan kondom, pengetahuan tentang HIV, dan persepsi pencegahan HIV/AIDS. Pengetahuan terkait HIV dinilai dengan menggunakan kuesioner HIV-K18 dan teori Health Belief Model. Menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan p-value <0,05 dianggap signifikan. Hasil: Di antara 189 responden yang memenuhi syarat, tingkat seks aman dengan menggunakan kondom termasuk moderat. Persepsi manfaat (p-value 0,006), persepsi hambatan (p-value 0,039), dan efikasi diri (p-value 0,015) memiliki korelasi positif dengan perilaku seks aman menggunakan kondom, sementara persepsi keparahan (p-value 0,035) berkorelasi negatif. Kesimpulan: Sebagian besar LSL di DKI Jakarta masih berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS karena tidak menerapkan perilaku seks aman. Pemerintah perlu merancang program edukasi yang lebih spesifik dan relevan dengan konteks LSL, serta memastikan distribusi kondom gratis yang mudah diakses untuk mengatasi masalah ini.

Background: Despite the Jakarta government's efforts to address HIV/AIDS through various initiatives: HIV testing services, availability of PrEP treatment, and distribution of free condoms. MSM in the region still face challenges in accessing free condoms. The common practice of changing partners through applications increases the risk of unprotected sexual encounters, potentially leading to higher HIV/AIDS transmission. This study examined the factors that influence the behaviour of MSM in DKI Jakarta to prevent HIV/AIDS by practicing safe sex using condoms. Methods: A cross-sectional questionnaire was conducted in November 2023 with 208 respondents to assess safe sex behaviour using condoms, HIV knowledge, and perceptions of HIV/AIDS prevention. HIV-related knowledge was assessed using the HIV-K18 questionnaire and the Health Belief Model theory. Univariate and bivariate analyses were used and p-value < 0,05 was considered significant. Result: Among the 189 qualified respondents, the rate of safe sex practice with the use of condom was moderate. Perceived benefits (p-value 0.006), perceived barriers (p-value 0.039), and self-efficacy (p-value 0.015) were positively correlated to safe sex practice with the use of condom, while perceived severity (p-value 0.035) was negatively correlated. Conclusion: A significant number of MSM in DKI Jakarta remain at high risk of HIV/AIDS infection due to unsafe sex. The government should design more specific and contextualised education programmes for MSM and ensure that free condoms are easily accessible to address this public health concern."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Nadya Hanna Talitha
"Infeksi HIV akibat hubungan seksual lelaki dengan lelaki telah mengalami peningkatan dan menjadi salah satu penyebab tingginya transmisi HIV di dunia saat ini. Prevalensi HIV pada kelompok LSL di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Salah satu penyebab tingginya prevalensi HIV pada LSL di Indonesia adalah penggunaan kondom konsisten yang masih rendah di bawah target nasional 60 penggunaan kondom konsisten pada populasi kunci, terutama dengan perilaku seksual LSL yang berganti-ganti pasangan. Rendahnya penggunaan kondom secara konsisten pada LSL dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin, serta faktor penguat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai faktor tersebut dengan perilaku penggunaan kondom secara konsisten pada LSL di Tangerang, Yogyakarta, dan Makassar tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 303 LSL di 3 kota tersebut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian yang diperoleh adalah 38 LSL selalu menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks, 87,8 LSL berusia 25 tahun, 81,8 LSL memiliki tingkat pendidikan tinggi ge; SMA , 43,6 LSL memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS, 70,6 LSL memiliki gejala IMS, 46,5 LSL memperoleh kondom gratis selama sebulan terakhir, 49,8 LSL memiliki akses yang baik ke sumber informasi mengenai HIV/AIDS, serta 38,3 LSL telah berpartisipasi dengan baik dalam program HIV/AIDS. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan, hubungan dengan penggunaan kondom konsisten yaitu umur ge; 25 tahun PR=1,154; 95 CI=0,92-1,45 , tingkat pendidikan tinggi PR=1,142; 95 CI=0,93 ndash;1,4 , pengetahuan baik mengenai HIV/AIDS PR=1,301; 95 CI=1,08-1,57 , memiliki gejala IMS PR=1,241; 95 CI=1,04 ndash;1,48, menerima kondom gratis PR=1,734; 95 CI=1,4 ndash;1,9, mengakses sumber informasi mengenai HIV/AIDS secara baik PR=1,401; 95 CI=1,17 ndash;1,68, serta berpartisipasi baik dalam program HIV/AIDS PR=1,323; 95 CI=1,08-1,62 . Oleh karena itu, disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP terutama distribusi kondom, menyebarluaskan informasi HIV/AIDS melalui media sosial yang saat ini lebih sering diakses masyarakat, serta memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak usia sekolah yang disesuaikan dengan umur. Selain itu, penelitian kualitatif juga perlu dilakukan untuk menggali lebih dalam mengenai alasan keengganan LSL menggunakan kondom secara konsisten.

HIV infection in MSM has been increasing and becoming one of many reasons of high HIV transmission in the world recently. HIV prevalence in MSM in Indonesia is the highest among other countries in South East Asia. One of the cause of high HIV prevalence in MSM in Indonesia is the low percentage of consistent condom use under 60 national target of consistent condom use in key population, compounded by having multiple sexual partners. The low percentage of consistent condom use among MSM can be determined by predisposing factors, enabling factors, and reinforcing factors. This study aims to determine the relations among those factors with consistent condom use among MSM in Tangerang, Yogyakarta, and Makassar in 2013. This study used cross sectional design by using IBBS 2013 data. Samples in this study were 303 MSM in those 3 cities met the inclusion and exclusion criteria and analyzed by univariate and bivariate. From the result, there are 38 MSM using condom in every sexual intercourse, 87.8 MSM ge 25 years old, 81.8 MSM having high level education, 43.6 MSM having good knowledge about HIV AIDS, 70.6 MSM having STIs symptoms, 46.5 MSM getting free condom, 49.8 MSM having better access of HIV AIDS information, and 38.3 MSM with good participation in HIV AIDS program. Based on bivariate analysis, relationships with consistent condom use are MSM ge 25 years old PR 1.154 95 CI 0.92 ndash 1.45 , having high level education PR 1.142 95 CI 0.93 ndash 1.4, having good knowledge about HIV AIDS PR 1.301 95 CI 1.08 ndash 1.57, having STIs symptoms PR 1.241 95 CI 1.04 ndash 1.48, getting free condom PR 1.734 95 CI 1.4-1.9, having better access of HIV AIDS information PR 1.401 95 CI 1.17 ndash 1.68, and having good participation in HIV AIDS program PR 1.323 95 CI 1.08-1.62. Therefore, it is advised to improve IPP program especially for condom distribution, spread the information about HIV AIDS through social media which are more accessed nowadays, and give reproductive health education for students based on their age. Besides, qualitative study is also needed to dig up MSM motivation to not use condom consistently."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiarlan
"AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan sindrom/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh/pertahanan tubuh. Sampai saat ini AIDS telah membunuh jutaan manusia. Indonesia akan memasuki kategori negara dengan wabah umum HIV/AIDS, berarti wabah itu sudah mulai merajalela di masyarakat umum, tidak lagi hanya pada kelompok orang yang berperilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS. Sampai sekarang ini belum ada pengobatan yang dapat menangani HIV/AIDS secara total, walaupun obat antiretroviral saat ini dapat dipakai untuk menekan reproduksi HIV. Maka, dalam menanggulangi wabah HIV/AIDS, peningkatan kesehatan (preventif dan promotif) merupakan cara yang paling efektif untuk dilakukan saat ini.
Dalam ilmu kesehatan masyarakat ada tiga cara utama untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui jalur seksual, yang dikenal dengan singkatan ABC.A adalah singkatan dari Abstinence, yaitu tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. B adalah singkatan Be faithful: setia pada pasangan, dengan tidak melakukan hubungan seksual dengan orang lain, kecuali pasangannya sendiri. C adalah singkatan dari Condom, yaitu menggunakan kondom, jika langkah A dan B tidak dapat dilakukan.
Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, ke mana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit, dan sebagainya. Tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat.
Penelitian tentang Sikap Mahasiswa FKM UI terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom ini ditujukan kepada mahasiswa FKM UI Program Sarjana Reguler angkatan 2004 dan 2005. Mengingat mahasiswa FKM UI merupakan calon praktisi kesehatan yang akan mempengaruhi sikap masyarakay dalam melakukan upaya peningkatan kesehatan. Sikap mahasiswa FKM UI terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom dilihat melalui tiga komponen, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Ketiga komponen ini dapat di ukur melalui kuesioner yang diberikan kepada mahasiswa S1 reguler angkatan 2004 dan 2005. jumlah responden dihitung dengan menggunakan rumus estimasi proporsi, kemudian di hitung berdasarkan proporsi mahasiswa pada setiap jurusan.
Dari 3 komponen sikap yang diteliti, ternyata kognisi positif mahasiswa FKM UI terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom cukup tinggi (67,1%), walaupun nilai afeksi dan konasi positif terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom rendah (48,7% dan 47,4%). Berdasarkan penelitian di atas dibutuhkan tindak lanjut dari beberapa pihak, diantaranya pihak Perguruan Tinggi (FKM UI), Pemerintah, dan Mahasiswa, agar bersama-sama bekerja sama untuk memberikan pengetahuan-pengetahuan yang lebih mendalam tentang upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-5427
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Ayu Prameswari
"Penggunaan Kondom secara konsisten merupakan salah satu cara untuk mencegah penyakit menular seksual pada populasi kunci. Rata-rata pembeli jasa seks pada populasi yang menjual seks paling banyak adalah pada WPSL, kemudian diikuti oleh WPSTL, LSL, dan penasun. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan tentang HIV-AIDS, risiko, dan pencegahannya dengan konsistensi penggunaaan kondom pada wanita pekerja seks langsung di 9 kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan menggunakan data STBP 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh WPSL yang ada di 9 Kota yang menjadi tempat pelaksanaan survei. Sampel penelitian yang diteliti adalah WPSL yang berusia >15 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penggunaan kondom pada WPSL di 9 Kota di Indonesia pada tahun 2013 adalah 36,3% dan prevalensi WPSL yang memiliki pengetahuan baik adalah 55,9%. WPSL yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV-AIDS, risiko, dan pencegahannya berisiko 3,2 kali untuk memiliki perilaku konsisten menggunakan kondom setelah dikontrol faktor konfounding. Faktor konfonding dalam hubungan pengetahuan HIV, risiko dan pencegahannya dengan konsistensi penggunaan kondom dalam penelitian ini adalah pendidikan (OR=1,732), persepsi (OR=1,305), jumlah pelanggan (OR=0,737), ketersediaan kondom (OR=1,826), akses kondom gratis (OR=1,970), dan menawarkan kondom (OR=31,523). Dibutuhkan penelitian lanjut dengan faktor-faktor tambahan yang diduga menjadi determinan perilaku penggunaan kondom secara konsisten.

Consistency in condom usage is one of the ways to prevent sexually transmitted infection in key population. The average client of sex services in populations that provides most prostitution service is the Direct Female Sex Workers (DFSW), followed by Indirect Female Sex Workers (IFSW), MSM and IDUs. This study is conducted to identify the association between knowledge of HIV-AIDS, its risks, and its prevention with consistency of condom usage on direct female sex workers in 9 cities in Indonesia. This study used cross sectional study design and used data of IBBS 2013. Population of this study is all of DFSW in 9 cities where the survey is held. Meanwhile, the DFSW taken as samples for this study are 15 years old or above who meet the inclusion and exclusion criteria.
The result shows that the prevalence of consistency of condom usage on DFSW in 9 Cities in Indonesia is 36.3% and the prevalence of DFSW which has good knowledge of HIV-AIDS, its risk, and its prevention is 55.9%. The DFSW who has good knowledge of HIV-AIDS, its risk, and its prevention has 1=3.2 time higher chance of consistency in condom usage after the confounding factors are controlled. The confounding factors in association between knowledge of HIV-AIDS, its risk, and its prevention and consistency of condom usage are education (OR=1.732), perception (OR=1.305), number of guest (OR=0.737), condom availability (OR=1.826), free condom access (OR=1.970), and offering condom to guest (OR=31.523). Further study is needed with more factors that determine consistency of condom usage on DFSW.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S62134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Agoes Soelistijani
"Sampai saat ini penyakit HIV/AIDS semakin berkembang termasuk di Indonesia, hingga akhir Juni 2002 telah mencapai 2950 kasus HIV/AIDS di Indonesia. (Ditjen PPM & PL, 2002). Faktor risiko HIV/AIDS terbanyak adalah hubungan seksual (heteroseksual dan homoseksual). Upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, salah satunya adalah KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) yang bertujuan meningkatkan pengetahuan kelompok berisiko tinggi termasuk wanita penjaja seks (WPS) yang akhirnya mau merubah sikap dan perilakunya untuk mencegah HIV/AIDS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan perilaku WPS dalam penggunaan kondom seks komersial di Bali tahun 2000. Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Surveilans Perilaku (SSP) Infeksi Menular Seksual (IMS) & HIV/AIDS oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK Ul) di Bali meliputi Denpasar, Kuta dan Sanur tahun 2000. Rancangan penelitan adalah cross sectional dengan responden adalah WPS.
Variabel yang diamati dan dilihat hubungannya dengan perilaku WPS dalam penggunaan kondom seks komersial adalah pengetahuan WPS tentang HIV/AIDS, karakteristik sosial (umur, tingkat pendidikan, lama bekerja sebagai WPS) dan pengalaman menderita gejala IMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan kurang tentang HIV/AIDS (57,3%) dan berperilaku tidak selalu menggunakan kondom (87,2 %). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel umur (p=0,725), tingkat pendidikan (p 0,252), dan lama bekerja sebagai WPS (p=0,125) tidak berhubungan bermakna dengan perilaku responden dalam penggunaan kondom seks komersial. Pengalaman menderita gejala IMS (p=0,000) dan pengetahuan tentang HIV/AIDS (p),008) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan perilaku responden dalam penggunaan kondom seks komersial. Responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang HIV/ADDS berpeluang 2,923 kali berperilaku selalu menggunakan kondom dibandingkan responden yang mempunyai pengetahuan kurang tentang HIV/AIDS. Hasil analisis multivariat rnenunjukkan bahwa variabel umur, tingkat pendidikan, lama bekerja sebagai WPS dan pengalaman menderita gejala IMS ternyata bukan confounder dalam hubungan pengetahuan responden tentang HIV/AIDS dengan perilaku responden dalam penggunaan kondom seks komersial.
Mengacu pada hasil penelitian di atas, maka saran yang diajukan khususnya untuk pengelola program dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan penggunaan kondom melalui KIE dilakukan lebih efektif dan intensif. Perlu pula kerjasama/kemitraan dengan lintas sektor dan lintas program terkait, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan media massa yang kondusif Metode yang efektif digunakan penyuluhan massa, disamping konseling dan melalui kelompok sebaya/seprofesi.
Daftar Pustaka : 43 (1980-2002)

Relationship between Knowledge of HIV/AIDS with Female Sex Workers Behavior in Condom Use Commercial Sex, in Bali, in 2000HIV/AIDS has been increasing from time to time, including in Indonesia However, as a fact late of June 2002, exclusive for Indonesia it has reached up to 2.950 cases (Ditjen PPM & PL, 2002). The biggest determinant of its infection is hetero and home sexual relationship. One of the prevention ways done in Indonesia is through Communication, Information and Education program for increasing knowledge of HIV/AIDS to high risk groups, including female sex workers, so that they are aware of the prevention of HIV/AIDS.
The objective of this research is to measure relationship between knowledge of HIV/AIDS with female sex workers behavior in condom use commercial sex, in Bali, in 2000. The data sources are Behavioral Surveilans Survey, infectious sexual disease and HIV/AIDS done by Health Survey Center, University of Indonesia in Bali covering Denpasar, Kuta and Sanur in 2000. Survey design is cross sectional with female sex workers as respondents.
The knowledge of HIV/AIDS, social characteristic (age, education, length of period working as a sex workers) and experience of having infectious sexual disease symptoms are variable matters taken in this research. It shows that the most of the respondent have less of knowledge (57,3 %) and seldom using condom (87,2 %). The results of bivariate analysis, where variable matters : age (p = 0,725), education level (p = 0,252) and the length of period working as a sex workers (p-0,008) have not significantly relationship with female sex workers behavior in condom use commercial sex. The experience of having infectious sexual disease symptoms (p,000) and . knowledge of HIV/AIDS (p=0,008) have significantly relationship with female sex workers behavior in condom use commercial sex. The risk of the more knowledge respondent of HIV/AIDS might be 2,923 times always using condom compared the less knowledge respondent of HIV/AIDS. The multivariate analysis shows that age, education, length of period working as a sex workers and experience of having infectious sexual disease are not confounder in relationship between knowledge of HIV/AIDS with female sex workers behavior in condom use commercial sex.
Finally this research suggests to defend of HIV/AIDS for program the organizers, through effective and intensive communication, information and education program for increasing knowledge of HIV/AIDS and condom use. Cooperation of a flash program and sector, community organizations, non government organizations, and condusive mass media is highly recommended. Effectively method use mass communication, besides individual conseling and peer group.
References : 43 (1980-2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>