Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129410 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irawati Savitri
"Kelahiran anak pertama umumnya selalu ditunggu-tunggu setelah pasangan suami istri menikah karena anak dnpat menimbulkan kebahajaan. Namun studi yang dilakukan beberapa peneliti menyatakan bahwa saat pertama menjadi orang tua merupakan suatu krisis dan kepuasan perkawinan menurun drastis dengan kehadiran anak pertama. Hal ini disebabkan pasangan suami istri seringkali membuat harapan yang berlebihan tentang kebahagian anak. Namun setelah anak lahir, ternyata pengalaman mereka tidak sesuai dengan harapan yang sudah dibentuk sebelumnya sehingga anak dianggap mengganggu dan menimbulkan kesulitan dalam kehidupan mereka (LeMaster dalam Bigner, 1994).
Tetapi penelitian lebih lanjut menolak anggapan saat pertama menjadi orang tua sebagai krisis dan menggantinya dengan istilah transisi karena selain menimbulkan stres, individu juga mendapati reward dari perannya sebagai orang tua. Kehadiran anak dikatakan sebagai transisi karena suami istri memasuki tahapan baru dari perkembangan keluarga dan hal ini menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Apabila mereka tidak melakukan penyesuaian yang cepat sebagai reaksi terhadap perubahan ini, maka mana transisi dirasakan lebih sulit. Walaupun sulit, namun banyak juga pasangan suami istri yang dapat melalui masa transisi dengan baik.
Menurut Bigner (1994), yang penting adalah bagaimana caranya suami istri mengatasi perubahan yang terjadi dan menyesuaikan diri dengan situasi yang baru ini. Penyesuaian yang dilakukan untnk mengatasi situasi yang sulit ini dinamakan coping (Lazarus, 1976). Mengingat pentingnya coping saat pertama menjadi orang tua dan karena penelitian terdahulu (Ventura & Boss, 1983) dilakukan terhadap subyek-subyek dengan latar belakang budaya Barat, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana coping keluarga di Indonesia saat pertama menjadi orang tua.
Adapun yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah masalah, strategi coping dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri saat pertama menjadi orang tua. Karena menjadi orang tua mempunyai pengaruh yang lebih besar pada ibu daripada ayah, maka penelitian ini hanya terbatas pada wanita. Selain itu, subyek yang dipilih adalah ibu yang bekerja karena wanita yang bekerja akan mengalami perubahan yang lebih besar saat pertama menjadi ibu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan untuk memperoleh data yang lebih kaya dan mendalam, dilakukan wawancara terhadap lima orang subyek.
Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa masalah yang dihadapi wanita bekerja saat pertama kali menjadi ibu adalah tugas yang semakin meningkat (mengurus rumah tangga, merawat anak sekaligus bekerja) menimbulkan tekanan fisik dan emosional pada wanita. Di tengah kesibukannya itu, wanita pun dituntut untuk tetap memberikan perhatiannya pada suami. Hal ini seringkali menimbulkan emosi-emosi yang tidak menyenangkan dan mémbuai wanita tidak yakin apakah ia mampu mengatasi tuntutan-tuntutan yang ada. Umumnya coping yang digunakan oleh subyek adalah coping terpusat emosi, yakni mereka berusaha mengendalikan emosi-emosi yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari tuntutan-tuntutan tersebut. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri mereka saat pertama manjadi ibu adalah kesiapan untuk berperan sebagai orang tua, hubungan suami istri yang harmonis, komitmen yang tinggi untuk menjadi orang tua dan tidak membuat harapan yang berlebihan tentang kebahagiaan menjadi orang tua."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Dwi Larasati
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran stres dan penyesuaian diri pada wanita dewasa muda yang baru pertama kali menjadi ibu. Stres didefinsikan sebagai respon fisik dan psikis seseorang yang berasal dari tuntutan internal maupun eksternal, juga dari masalah-masalah sulit lainnya. Penyesuaian diri didefinisikan ketika seorang individu terbiasa hidup terhadap suatu situasi, atau belajar untuk hidup pada situasi tersebut (Haber & Runyon, 1984). Pendekatan kuantitatif dipilih dalam melaksanakan penelitian ini. Alat ukur yang digunakan adalah Meeasure of Transition Difficulty untuk mengukur variabel penyesuaian diri, dan Perceived Stress Scale-14 untuk mengukur variabel stres. Sebanyak 140 responden berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan kriteria wanita dewasa muda usia 20 - 40 tahun, sudah menikah, dan memiliki satu anak dengan usia 0 - 18 bulan. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa wanita dewasa muda yang pertama kali menjadi ibu tidak mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri. Di samping itu, tingkat stres yang dialami juga rendah.

This study aimed to see the description of stress and adjustment among first-time mothers. Quantitative research is chosen in this study, by using Measure of Transition Difficulty for measuring adjustment, and Perceived Stress Scale-14 for measuring stress. As much as 140 respondents completed those questionnaires, which are women age 20 – 40 years old, married, and have one child age 0 – 18 months old. This study showed that there were no difficulties to made an adjustment among first-time mothers. In addition, there were low degree of stress experienced by the first-time mothers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55424
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Rina
"Kehadiran anak selain membahagiakan ternyata juga rnenimbulkan sejumlah konsekuensi yang harus dihadapi oleh pasangan yang baru dikaruniai anak pertama. Ada 5 dimensi stres yang dikaitkan dengan masa transisi menjadi orangtua, yaitu tuntutan fisik; emosional; ketegangan dalam hubungan suami-istri; terbatasnya aktivitas sebagai orang dewasa; serta terbatasnya karir dan finansial. Pada wanita yang bekerja purna waktu, selain tuntutan tersebut di atas, tuntutan dari lingkungan kerja juga terus berjalan. Kedua tuntutan tersebut tampaknya mempengaruhi kondisi fisik dan emosional ibu bekerja karena mereka harus menghadapi kondisi- kondisi seperti berkurangnya waktu untuk mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selanjutnya hal ini juga akan mempengaruhi unjuk-kerja mereka di tempat kerja.
Dengan adanya kemungkinan negatif yang dapat ditimbulkan dalam usaha menyeimbangkan tuntutan pengasuhan anak dan tuntutan pekerjaan, dibutuhkan penyesuaian terhadap sejumlah perubahan yang terjadi pada masa transisi menjadi ibu yang secara potensial dapat menimbulkan stres. Dalam hal ini, dukungan sosial dapat memperlancar proses penyesuaian (coping) tersebut. Yang dimaksud dengan dukungan sosial yaitu bantuan yang diterima individu dari lingkungannya yang membuat dirinya merasa diperhatikan, dicintai, dihargai serta memiliki keyakinan bahwa ia akan menerima bantuan saat membutuhkannya. Ada 5 tipe/bentuk dukungan sosial, yaitu dukungan emosional, penghargaan, instrumental, informasi, dan jaringan soial.
Secara teoritis dikemukakan bahwa suatu sumber stres tertentu menimbulkan kebutuhan akan bentuk dukungan sosial tertentu pula. Agar dukungan sosial dapat berfungsi secara efektif; maka perlu ada kesesuaian antara bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan pada suatu situasi stres tertentu dengan bentuk dukungan sosial yang diterima. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran tentang bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan dan yang diterima oleh wanita bekerja saat pertama kali menjadi ibu. Adanya orang-orang yang signifikan yang merupakan sumber dukungan sosial juga memainkan peran penting, sesuai dengan peran dan jenis hubungannya dengan individu. Selain itu, sumber dukungan juga bisa berbeda untuk suatu bentuk dukungan sosial tertentu yang ditimbulkan oleh stresor tertentu. Untuk itu, perlu diketahui pula sumber dukungan sosial yang dibutuhkan dan yang diterima wanita bekerja saat pertama kali menjadi ibu.
Penelitian ini menggunakan alat berupa kuesioner. Subyek penelitiannya adalah wanita bekerja purna waktu , baru memiliki satu orang anak dengan usia 3-18 bulan, berpendidikan minimal SLTA clan memiliki suami yang bekerja di luar rumah pula.
Hasil yang diperoleh dari 42 wanita bekerja purna waktu tersebut menunjukkan bahwa mereka merasa membutuhkan dan telah menerima kelima bentuk dukungan sosial tersebut saat pertama kali menjadi ibu. Namun demikian, secara umum, bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan lebih besar daripada bentuk dukungan sosial yang diterima. Disamping itu, diperoleh hasil bahwa suami merupakan sumber dukungan sosial utama yang dibutuhkan dan yang diterima oleh wanita bekerja saat pertama kali menjadi ibu. Sementara hasil tambahan menunjukkan bahwa usia berpengaruh terhadap penerimaan akan bentuk dukungan sosial tertentu; adanya kesesuaian antara bentuk dan sumber dukungan yang diterima serta hal-hal yang paling sulit dirasakan dalam merawat anak.
Berdasarkan basil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk dukungan yang paling dibutuhkan adalah dukungan instrumental, informasi, dan penghargaan. Kemudian baru diikuti dengan dukungan emosional dan jaringan sosial. Sementara dukungan yang diterima terutama dukungan penghargaan, informasi dan instrumental. Selain itu, mereka juga menerima dukungan emosional dan jaringan sosial. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa bentuk dukungan penghargaan dan instrumental yang dibutuhkan berbeda secara signifikan dengan yang diterima. Berkaitan dengan sumber dukungan, suami merupakan sumber dukungan emosional utama yang dibutuhkan dan yang diterima selama menjalani masa ini.
Sebagai tambahan, hasil penelitian mengungkapkan bahwa kelompok ibu bekerja yang usianya lebih muda menerima dukungan instrumental, informasi dan jaringan sosial yang lebih besar. Selain itu, berdasarkan penghayatan subyek juga ditemukan adanya kesesuaian antara bentuk dan sumber dukungan yang dibutuhkan dan yang diterima; serta sejumlah pendapat tentang hal-hal yang dirasa paling sulit dalam mengasuh anak antara lain sewaktu anak sakit, saat anak rewel dan tidak mau makan serta saat anak menangis tanpa tahu sebabnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sundari
"Kematian pasangan hidup menimbulkan krisis dalam kehidupan yang dapat menimbulkan stress. Janda yang ditinggalkan harus belajar untuk menyesuaikan seluruh aspek kehidupannya. Ia juga harus mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul setelah suaminya meninggal. Ia perlu melewati tahap-tahap berkabungnya agar dapat menemukan identitasnya yang baku sebagai janda dan memulai kehidupannya sesuai identitas barunya itu.
Banyak faktor yang mempengaruhi seorang janda untuk menyesuaikan diri dengan masa berkabungnya. Karena beratnya stress yang ditimbulkan oleh kematian pasangan ini dan penyesuaian diri yang perlu dilakukan, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri ini, agar pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu para janda untuk menyesuaikan diri. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri janda terhadap masa berkabungnya, oleh karena itu perumusan masalahnya adalah : Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penyesuaian diri janda terhadap masa berkabungnya ?
Subyek dalam penelitian ini bsrjumlah delapan orang, semuanya adalah wanita berusia 40 sampai 65 tahun yang suaminya telah meninggal selama kurang dari enam tahun. Untuk pengambilan data digunakan in-depth interview agar dapat diperolah data yang kaya bagi tiap subyek. Sedangkan untuk analisanya digunakan teknik analisa yang diadaptasi dari teknik analisa life history.
Analisa terhadap data yang diperoleh dari wawancara kedelapan subyek menunjukkan bahwa pada awal masa menjanda faktor yang memegang peran adalah penyebab kematian suami yang akan berdampak pada kesiapan janda menjalani kehidupan barunya. Setelah bebarapa lama ia manjanda, dukungan teman atau keluarga mempunyai pengaruh yang besar untuk membantunya menyesuaikan diri, disamping kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari.
Untuk penelitian lanjutan dapat disarankan penelitian dengan subyek yang mempunyai karakteristik yang bervariasi dimana karakteristik tersebut berkaitan dangan faktor-faktor yang berpengaruh. Selain itu dapat pula dilakukan penelitian terhadap para duda agar dapat dilihat perbedaan dan persamannya dengan para janda."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
S2448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3236
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Simon
"Anak penderita asma memiliki risiko mengalami masalah penyesuaian diri. Pada usia sekolah dan remaja, dimana anak sedang mengalami perkembangan fisik, kognitif£ dan psikososial, mereka juga harus menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis yang menghambat fungsi pernafasan yang sulit diduga kapan terjadinya serangan asma tersebut. Keberhasilan seorang penderita asma melakukan penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor usia, jenis kelamin, berat ringannya penyakit, relasi keluarga., sikap ibu terhadap anaknya yang sakit, serta sikap anak terhadap penyakitnya.
Penelitian ini bertujuan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri anak penderita asma usia sekolah dan remaja. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif Untuk mengungkapkan hal ini digunakan teknik analisis multiple regression terhadap subyek (N) = 76, yang terdiri alas 37 orang anak usia sekolah dan 39 orang anak usia remaja. Alat ukur yang dipakai adalah tiga buah kuesioner yang disusun berdasarkan teori pendukung serta The Child Attitude Towards Illness Scale (CATIS) dari Austin & Huberty (1993) yang diadaptasi terlebih dahulu.
Hasilnya ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri penderita asma usia sekolah adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, dan pada penderita asma usia remaja adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, jenis kelamin, dan sikap ibu terhadap anaknya yang sakit. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan yaitu tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada usia anak sekolah dan usia remaja, serta tidak ditemukan pula perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada penderita asma kategori ringan, sedang, dan berat. Namun ditemukan adanya perbedaan penyesuaian diri yang signifikan antara remaja Iaki-Iaki dan remaja perempuan, dimana penyesuaian diremaja perempuan lebih baik dibandingkan remaja laki-laki; sementara pada anak usia sekolah tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang sigfinikan antara anak laki-laki dan anak perempuan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Augustina
"ABSTRAK
Pengalaman pertama menjadi ibu merupakan suatu tahapan yang penting
dalam kehidupan seorang wanita. Kehadiran seorang anak membuat ibu harus
melakukan beberapa tugas dan penyesuaian diri terhadap hadirnya dalam
perkawinannya. Situasi ini dapat menimbulkan beberapa masalah dan mungkin
juga stres pada ibu (Duvall & Miller 1985; Sarafino, 1994).
Stres membuat individu melakukan coping terhadap stres tersebut untuk
mengatasi masalahnya. Terdapat berbagai strategi coping yaitu problem focused
coping (terdiri dari tiga macam strategi), dan emotional focused coping (terdiri
dari sembilan macam strategi)
Penelitian ini mencoba menggali pengalaman pertama menjadi seorang
ibu, masalah serta kemungkinan stres yang dialami serta strategi coping untuk
mengatasi masalah dan stres. Pada penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif
dengan menggunakan teknik wawancara terbuka dengan pedoman umum untuk
pengumpulan data. Partisipan dalam penelitian ini adalah tiga ibu rumah tangga
yang berusia 25-33 tahun yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke
bawah.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa pengalaman pertama
menjadi ibu memang menimbulkan beberapa masalah. Namun partisipan
tampaknya mampu menjalankan tugasnya sebagai ibu dan mengatasi masalalmya.
Adapun hal-hal yang dirasakan menimbulkan stres tampaknya tidak sampai
mengganggu fungsinya sebagai ibu dan kesehatan fisik dan mental mereka. Hal
ini antara lain disebabkan karena mereka menyadari adanya sumber-sumber
coping baik yang bersifat internal maupun eksternal. Strategi coping yang
digunakan oleh ibu tersebut adalah tindakan langsung, mencari informasi, mencari
dukungan sosial (suami, kerabat), kontrol diri, emotional discharge (menangis)
dan resigned acceptancfsikap pasrah menerima konsekuensi dari lahirnya anak)
Untuk mengetahui kemungkinan stres yang berat disarankan untuk
meneliti ibu yang mempunyai anak berkelainan, berada dalam situasi perkawinan
yang tidak harmonis, kehamilan di luar nikah, usia ibu ketika mempunyai anak,
pertama, serta ibu dengan berbagai tingkat sosial ekonomi,pendidikan, budaya dan
tingkat religiusitas yang berbeda."
2002
S3171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Indah Prathiwie
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilbert, Paul
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010
158.1 GIL c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mahira Syafana Kuswanto
"Dalam transisi menjadi orang tua baru, pasangan akan berhadapan dengan banyak perubahan hingga anak berusia dua tahun, sehingga penting bagi pasangan untuk menerapkan strategi pengelolaan stres yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran common dyadic coping pada masa transisi menjadi orang tua sebagai mediator antara attachment styles dan kepuasan pernikahan. Pengukuran variabel pada penelitian ini dilakukan dengan alat ukur Experiences in Close Relationships-Revised (ECR-R), Couple Satisfaction Index (CSI), dan Dyadic Coping Inventory (DCI). Data diperoleh melalui survei daring dari warga negara Indonesia dengan usia ≥ 21 tahun, sedang menjalani pernikahan, dan memiliki anak tunggal usia nol sampai dengan dua tahun (N perempuan = 90%, M usia = 27,9, SD usia = 2,8). Hasil analisis model mediasi pada makro PROCESS dari Hayes menunjukkan bahwa problem-focused common dyadic coping memediasi secara parsial hubungan antara anxious attachment dengan kepuasan pernikahan (β = -0.084, p < .001), serta avoidant attachment dengan kepuasan pernikahan (β = -0.084, p < .001). Demikian juga emotion- focused common dyadic coping memediasi secara parsial hubungan antara anxious attachment dengan kepuasan pernikahan (β = -0.084, p < .001), serta avoidant attachment dengan kepuasan pernikahan (β = -0.084, p < .001). 

In transition to parenthood, couples will face many changes until the child is two years old. Thus, it is important for couples to apply common dyadic coping. However, common dyadic coping is influenced by individual attachment styles. This study aims to determine the role of common dyadic coping during the transition to parenthood as mediator between attachment styles and marital satisfaction. Measurements used in this study are Experiences in Close Relationships-Revised (ECR- R), Couple Satisfaction Index (CSI), and Dyadic Coping Inventory (DCI). Data was obtained through an online survey of Indonesian citizens aged ≥ 21 years, currently married, and having only children aged zero to two years (N mothers = 90%, M ages = 27.9, SD ages = 2.8). The results of the mediation model analysis on PROCESS macro from Hayes showed that problem-focused common dyadic coping partially mediates the relationship between anxious attachment and marital satisfaction (β = -0.084, p < .001), and avoidant attachment with marital satisfaction (β = -0.084 , p < .001). Likewise, emotion- focused common dyadic coping partially mediates the relationship between anxious attachment and marital satisfaction (β = -0.084, p < .001), and avoidant attachment and marital satisfaction (β = - 0.084, p < .001). "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>