Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imelda Heriningrum
"ABSTRAK
Anak bagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih
dianggap sangat berarti, sedikit sekali jumlah pasangan yang
benar-benar tidak ingin memiliki anak. Oleh sebab itu infer-
tility dapat menjadi sumber stres bagi individu, karena ilmu
kedokteran masa kini baru berhasil menolong sekitar 50 %
pasangan infertile untuk memperoleh anak yang diinginkan
(Kompas, Juni 1995).
Infertility merupakan salah satu masalah yang kompleks
bagi pasangan suami-isteri, karena infertility tidak hanya
terkait dengan masalah biologis (kemampuan reproduksi, men-
gandung dan melahirkan anak) tapi juga terkait dengan masalah
lainnya yaitu masalah psikologis (identitas diri dan self
esteem), interpersonal (hubungan dengan teman, keluarga, dan
masyarakat), dan sosial-budaya (status atau posisi dalam
masyarakat, norma masyarakat) (Woollet, 1992). Infertility
ini sering juga disebut a complex life crisis, psychologi-
cally threathening and emotionally stressful (Menning, 1975).
Rosenfeld dan Mitchel (1979) menyatakan bahwa situasi
krisis akibat infertility menimbulkan stres yang sangat besar
bagi individu maupun pasangannya. Namun terlebih lagi pada
wanita karena sebagian besar pemeriksaan dan pengobatan
membutuhkan partisipasi wanita, disamping itu masyarakat
menekankan motherhood sebagai peran utama wanita, sehingga
wanita infertile lebih distress akibat tidak berhasil memi-
liki anak (Freeman, 1995).
Dalam masyarakat yang pronatalis, wanita yang tidak
memiliki anak karena pilihan sendiri atau bukan, seringkali
juga dianggap memiliki masalah psikologis, seksual dan kese-
hatan mental (Callan, 1935). Mereka juga dianggap deviant,
selfish dan irresponsibel (Vevers, 1973).
Begitu banyak masalah yang terkait dengan infertility,
oleh sebab itu dalam skripsi ini, penulis melakukan studi
kasus, agar mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam
tentang bagaimana stres yang dialami oleh wanita infertile
yang sedang berupaya untuk mendapatkan anak. Dengan studi
kasus ini diharapkan dapat terlihat dinamika terjadinya stres
pada wanita infertile, dan dapat terlihat keunikan dari
pengalaman masing-masing individu dalam menghadapi situasi
infertility.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mereka memang
mengalami stres, karena anak penting sekali bagi mereka yaitu
untuk memberikan kebahagiaan, terhindar dari kesepian, dan
memberikan berbagai manfaat emosional lainnya. Anak juga
penting sebagai generasi penerus, pengikat hubungan dengan
pasangan serta sebagai jaminan hidup di hari tua. Kebutuhan
akan anak ini merupakan sumber stres internal bagi mereka.
Disamping itu norma masyarakat yang menekankan bahwa
anak itu penting sangat berpengaruh pada para responden.
Mereka menilai bahwa hidup mereka belum lengkap tanpa anak,
sehingga hal ini merupakan sumber stres eksternal bagi mere-
ka. Dalam berbagai kegiatan sehari-hari, yang menjadi pokok
pembicaraan adalah tentang anak. Keluarga juga banyak yang
menuntut mereka untuk memberikan keturunan. Pemeriksaan dan
pengobatan juga dapat menjadi salah satu sumber stres karena
menimbulkan berbagai beban baik fisik, ekonomi maupun emo-
sional.
Namun meskipun orang-orang dilingkungan, pemeriksaan
dan pengobatan merupakan sumber stres bagi beberapa respon-
den, bagi responden lain tidak dinilainya sebagai sumber
stres. Pemeriksaan dan pengobatan yang menimbulkan berbagai beban dinilai merupakan hal yang wajar, karena keinginan
mereka yang besar akan anak, keluarga juga tidak selamanya
merupakan sumber stres, karena banyak juga responden yang
mendapatkan bantuan dan dukungan dari keluarganya dalam
mengatasi stres. Dari hasil penelitian ini maka dapat terli-
hat bahwa penilaian kognitif sangat berperan, meskipun
menghadapi situasi yang sama, tidak semua individu mengalami
stres yang sama, karena belum tentu mereka menilai situasi
tersebut sebagai suatu ancaman atau tuntutan.
Disamping stres terjadi karena penilaian mereka terha-
dap situasi yang mereka hadapi, stres juga tergantung dari
sumber daya yang mereka miliki. Jadi meskipun mereka menilai
situasi yang mereka hadapi merupakan ancaman atau tuntutan,
namun bila mereka memiliki sumber daya yang cukup, maka stres
yang mereka alami juga tidak terlalu berat, berbeda dengan
subyek yang memiliki sumber daya yang kurang.
Reaksi subyek terhadap stres yang disebabkan infertili-
ty, pada umumnya adalah reaksi emosional yaitu timbulnya
berbagai perasaan sedih, cemas, marah, mudah tersinggung dan
berbagai reaksi emosional lainnya. Pada beberapa subyek juga
menyebabkan pola makan dan pola tidur mereka terganggu, serta
ada juga yang mengalami masalah dalam hubungan interpersonal.
Untuk mengatasi stres, mereka melakukan problem focused
coping yaitu dengan berusaha kedokteran atau melakukan pengoba-
tan lainnya, dan juga melakukan emotion focused coping yaitu
untuk mengatur respon emosi mereka dalam menghadapi masalah,
seperti dengan cara sembahyang atau dengan lebih mendekatkan
diri ke Tuhan.
Dari hasil penelitian ini tampaknya individu perlu
dibekali pengetahuan yang cukup tentang kondisi mereka, serta
mempersiapkan mereka untuk menghadapi kemungkinan tidak bisa
memiliki anak, karena kemungkinan keberhasilan pemeriksaan
dan pengobatan masih rendah."
1995
S2365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisudarini Maritapiska
"ABSTRAK
Individu yang memiliki dua tugas yang berbeda yaitu sebagai pekerja dan
mahasiswa berarti mempunyai sumber stres ganda yaitu stres di tempat kerja dan
stres dalam penyusunan skripsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sumber-sumber stres apa saja yang dialami dan dirasakan oleh mahasiswa bekerja
yang sedang menyusun skripsi, dan untuk mengetahui gambaran peringkat dari
sumber-sumber stres tersebut.
Dalam penelitian ini menggunakan jenis stresor menurut Sarafino (1994)
yaitu sumber stres dari dalam diri, sumber stres dari keluarga, dan sumber stres
dari komunitas dan masyarakat. Jenis stresor dari Sarafino tersebut digunakan
sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Alat ukur penelitian ini menggunakan
kuesioner dalam bentuk skala sumber stres, dan data yang didapat dari kuesioner
tersebut diolah dengan menggunakan SPSS (Stalistical Product and Service
Solufion) versi 10.0.
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh kondisi-kondisi yang
menimbulkan stres yang berasal dari dalam diri seperti kesulitan untuk
mendapatkan referensi yang dibutuhkan, sumber stres dari keluarga seperti
kematian anggota keluarga, dan sumber stres dari komunitas dan masyarakat
seperti pembimbing skripsi sibuk sehingga sulit ditemui. Urutan/rangking
berdasarkan pandangan Sarafino (1994) yang dianggap paling potensial sebagai
sumber stres adalah sumber stres yang berasal dari dalam diri sendiri, urutan
kedua sumber stres yang berasal dari komunitas dan masyarakat, dan yang
terakhir sumber stres berasal dari keluarga. Sedangkan urutan/peringkal dari
keseluruhan kondisi-kondisi yang menimbulkan stres diurut mulai dari mean (nilai
rata-rata) tertinggi sampai terendah. Kondisi yang menimbulkan stres dari mean
tertinggi adalah apa yang menjadi harapan kita, tidak sesuai dengan harapan
pembimbing skripsi, sedangkan mean terendahnya adalah ketidakmampuan
menyusun kata-kata. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kondisi-kondisi yang
berasal dari komunitas dan masyarakat semuanya berhubungan dengan
pembimbing skripsi."
2003
S3205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livoti, Carol
"While there is perhaps no happier time in a woman's life than the first few months of her pregnancy, it can also be stressful. Expectant mothers naturally worry about everything. Are the symptoms they are experiencing normal? Are they eating right? And most important, is their baby all right? "The Stress-Free Pregnancy Guide" dispels myths and puts mothers' endless worries to rest with a healthy dose of reassuring and reader-friendly advice based on renowned obstetrician Carol Livoti's 30 years of experience in private practice. Expectant moms will discover exactly why their bodies are experiencing certain changes, what else to expect, and how to recognize any rare but real problems should they occur.From before conception through the postpartum period, the authors lead women through every step of their pregnancy with sound, practical medical advice. Filled with useful sidebars that help separate fact from fiction, and delightful anecdotes from Dr. Livoti's own practice, "The Stress-Free Pregnancy Guide" shows women that the most exciting time in their lives should not be fraught with unnecessary worry."
New York: American Management Association, 2009
e20448554
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Aziz
"ABSTRAK
Mengalami peristiwa slressful merupakan hal yang pernah dialami oleh
seseorang dalam rentang kehidupan, termasuk kehidupan mahasiswa. Banyak
peristiwa stressful yang dapat menjadi potenlial slressor dan bila tidak diatasi
dengan baik dapat berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental. Menghadapi
deadline skripsi bisa menjadi peristiwa yang stressful bagi mahasiswa bila tidak
mempersiapkan diri dengan baik saat mengerjakan tugas skripsi yang sewaktuwaktu
dapat menjadikan dirinya keadaan stres. Banyak cara untuk mengatasi
stres, salah satunya adalah coping religius yang merupakan bagian dari emotionfocused
coping.
Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan teknik event
& incidental sampling dengan jumlah sampel 73 orang pada mahasiswa yang
sedang menghadapi deadline skripsi di Universitas Indonesia, Depok.
Alat ukur yang digunakan merupakan adaptasi dari RCOPE berupa skala
Likert. Validitasnya diuji dengan melalui expert judgement, Pearson Product
Moment Correlation dan reliabilitasnya dengan C.oefficient Alpha. Dalam
pengadaptasian alat tes temvata terdapat satu faktor dan beberapa item yang harus
dibuang karena nilai reliabilitasnya dan validitasnya kurang baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara
mahasiswa pria dengan mahasiswa wanita dalam menggunakan coping religius
bentuk positif dan negatif. Namun terdapat perbedaan antara coping religius
bentuk positif dengan coping religius bentuk negatif pada mahasiswa yang sedang
menghadapi deadline skripsi. Ternyata coping religius bentuk positif lebih banyak
digunakan bila dibandingkan dengan bentuk negatif. Coping religius bentuk
positif cukup sering digunakan, sedangkan bentuk negatif kurang sering
digunakan pada mahasiswa yang sedang menghadapi deadline skripsi.
Saran yang diberikan adalah perlunya meningkatkan kemampuan dalam
menggunakan coping dengan emotion-focused maupun problem focused dan
perlunya menggunakan kedua tipe coping tersebut secara bersamaan agar lebih
berguna dan efektif dalam menghadapi peristiwa yang stressful pada mahasiswa
yang sedang menghadapi deadline skripsi."
2004
S3461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Rusliany
"Pendahuluan: Mahasiswa yang baru pertama kali memulai pendidikan di bangku perkuliahan seringkali mendapatkan stresor yang menyebabkan stres sehingga memerlukan strategi koping dan dukungan sosial berupa pola asuh dari orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi koping dan stresor terhadap stres pada mahasiswa baru di fakultas ilmu keperawatan.
Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional melibatkan 100 mahasiswa baru dengan teknik total sampling.
Hasil: Mahasiswa baru sebagian besar menggunakan strategi koping emotional focused coping sebanyak 42,90 , pola asuh orang tua sebagian besar adalah authoritative 69, stresor yang dialami sebagian besar adalah stresor sosial 16,67, mahasiswa baru sebagian besar mengalami stress sedang 87 . Strategi koping, emotional focused coping dengan stress memiliki hubungan yang bermakna. Sedangkan Pola asuh orang tua dan stresor tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stress.
Rekomendasi: Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk program bimbingan dan konseling bagi baik tingkat fakultas atau universitas dalam rangka skrining kesehatan fisik maupun mental, khususnya kondisi stres yang mungkin dialami oleh mahasiswa dalam menghadapi tahun pertama perkuliahan.

Introduction: Students who are just starting their education on the bench often get stressors that require coping strategies and social support in the form of parental care. This study aims to determine the relationship of coping strategies and stressors to stress in new students in the faculty of nursing science.
Methods: The design of this study was descriptive correlational with cross sectional approach involving 100 new students with total sampling technique.
Result: New students mostly use coping strategy emotional focused coping as much as 42,90, parenting pattern mostly authoritative 69, most of the stressors are social stressors 16,67, new student Most had moderate stress 87. Coping strategies, emotional focused coping with stress has a meaningful relationship. While Parenting parenting and stress does not have a meaningful relationship with stress.
Recommendation: This research is expected to be useful for guidance and counseling programs for both faculty and university levels in the context of physical and mental health screening, especially stress conditions that may be experienced by students in the first year of study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denti Vadalika Puteri
"Stres kerja merupakan keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan seseorang untuk mengelola tuntutan tersebut sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada guru SMA Negeri di Jakarta Pusat saat masa pandemi COVID-19. Adapun faktor – faktor yang diteliti meliputi faktor karakteristik individu (jenis kelamin, usia, status pernikahan, masa kerja, tingkat pendidikan, tipe kepribadian, jumlah anak) dan faktor psikososial (beban kerja, jadwal kerja, dukungan sosial, kontrol pekerjaan, ambiguitas peran, konflik peran, home-work interface). Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dan pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online. Dari 113 orang guru yang berpartisipasi dalam penelitian ini, didapatkan 47,8% guru mengalami stres kerja. Selain itu, terdapat hubungan antara status pernikahan (P value = 0,037), jumlah anak (P value = 0,016), ambiguitas peran (P value = 0,015), dan home-work interface (P value = 0,048) dengan stres kerja.

Occupational stress is a situation where there is an imbalance between job demands and workers ability to manage those demands, then it can causing various negative impacts. The aim of this study is to explain factors related to work stress among public high school teachers in Jakarta Pusat during COVID-19 pandemic. Observed factors are individual characteristics (sex, age, marriage status, work period, education level, personality type, number of children) and psychosocial factors (workload, work schedule, social support, control over work, role ambiguity, role conflict, home-work interface). This study design is cross sectional and data collection was carried out by distributing online questionnaires. From 113 teachers participated in this study, it was found that 47,8% of teachers experience occupational stress. Moreover, the result also found a relationship between marriage status (P value = 0,037) and work stress, number of children (P value = 0,016) and work stress, role ambiguity (P value = 0,015) and work stres, home-work interface ( P value = 0,048) and work stress."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajarina Herawati Fajarina Herawati
" ABSTRAK
Infertilitas adalah kegagalan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Infertilitas menyebabkan stres bagi perempuan yang mengalaminya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat stres perempuan infertil yang menjalani program fertilisasi. Desain pada penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah responden 60 perempuan infertil yang dipilih secara consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres cukup berat dialami 11,7 perempuan infertil, dan sisanya 88,3 perempuan infertil mengalami stres sedang. Sebagian besar responden, 78,3 mengalami infertilitas primer dan 58,3 responden mengikuti program IVF. Berdasarkan hasil penelitian diperlukan dukungan keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengelola stres yang dialami oleh perempuan infertil.
ABSTRACT Infertility is the failure to conceive after 12 months of regular sexual intercourse without using contraception. Infertility causes stress for women who experience it. This study aimed to describe the stress level of infertile women undergoing fertilization program. Design of this study was cross sectional with the number of respondents 60 infertile women were selected by consecutive sampling. The results showed that the levels of stress experienced by 11.7 severe enough women infertile, and the rest 88.3 infertile women experienced moderate stress. Most respondents, 78.3 had primary infertility and 58.3 of respondents follow the IVF program. Based on the results of the study required the support of family and health personnel to manage the stress experienced by women infertile."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S66189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pajar Yani
"Pendahuluan : GERD dapat menurunkan kualitas hidup yang dapat dipicu dan dieksaserbasi dengan stres. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kejadian GERD.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada Januari hingga April 2021 terhadap 100 guru SD di Cipondoh, Kota Tangerang yang dipilih melalui metode multistage cluster random sample. Para guru mengisi kuesioner melalui google form. Kuesioner GERDQ digunakan untuk mendiagnosis GERD, sementara stres kerja dinilai menggunakan Teacher Stress Inventory (TSI). Seluruh faktor risiko yang mungkin ada dianalisa. Data yang didapat diolah dengan menggunakan analisis bivariat.
Hasil : Mayoritas guru adalah perempuan, berusia dibawah 40 tahun, mengajar sekolah swasta, dan memiliki pengalaman mengajar lebih dari lima tahun. Guru yang mengalami stres rendah sebanyak 77% dengan beban kerja sebagai stresor utama. Prevalensi GERD didapatkan sebanyak 23%. Dari hasil penelitian ini, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara stres kerja pada guru dengan kejadian GERD (p=0,69). Faktor resiko yang bermakna secara statistik ialah merokok (p = 0,037; OR : 11,4). Karakteristik guru, obesitas, diet tinggi lemak, kafein serta peristiwa hidup yang stressful bukan merupakan faktor resiko yang bermakna.
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan GERD.

GERD can reduce the quality of life and it can triggered and exacerbated by stress. The aim of this study is to find a relationship between occupational stress and GERD.
Method: This is a cross-sectional study, held in September 2020-July 2021. This study were involving 100 elementary teacher in Cipondoh, Kota Tangerang, whom selected by multistage cluster random sample method, and completing the questionnaire using google form application. The GERDQ Questioner were used to diagnose GERD, while occupational stress assessed using the Teacher Stress Inventory (TSI). All possible risk factors were analysed. Results were analysed using bivariate analysis.
Results: Most of the subject were female, under 40 years old, work in private school, and have more than five years experiences of teaching. They are having a low occupational stress (77%), workload being the most stressor. The prevalence of GERD was 23%. The result of this study failed to indicate a significant relationship between occupational stress among the teachers and GERD (p = 0,69). We found that the statistically significant risk factors of GERD is smoking (p = 0,037; OR = 11,4). Characteristic subject, obesity, fat dietary, caffein, and (stressful) life events were not a significant risk factors of GERD.
Conclusion: We didn’t find any significant relationship between teacher stress and GERD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rijal Noor Al-Ghiffari
"Skripsi ini membahas tentang gambaran faktor psikososial dan gejala stres kerja pada pekerja surveyor proyek cargo monitoring di PT. XYZ yang bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor psikososial konten dan kontekstual pekerjaan serta gejala stres yang dialami surveyor. 50 surveyor (10,3% tingkat respon) mengisi kuesioner dengan lengkap. Variabel dependen penelitian ini ialah gejala stres kerja yang bermanifestasi pada gejala fisik, psikologis, perilaku, dan kognitif. Variabel independen dari penelitian ini ialah faktor psikososial konten pekerjaan (desain tugas, beban dan ritme kerja, jadwal kerja, lingkungan dan peralatan kerja) dan kontekstual pekerjaan (budaya dan fungsi organisasi, peran dalam organisasi, perkembangan karir, pengambilan keputusan dan kontrol, hubungan interpersonal, hubungan pekerjaan dengan personal). Hasil penelitian menunjukkan, satu-satunya faktor psikososial yang termasuk dalam kategori buruk berdasarkan skor penilaian (1,65) dan dipersepsikan buruk oleh sebagian besar responden (86%) ialah perkembangan karir. Persepsi buruk ini diduga timbul karena sistem kerja kontrak pada Surveyor. Gejala stres yang bermanifestasi pada kondisi fisik, psikologis, dan kognitif tergolong dalam kategori stres sedang-signifikan dialami oleh 10%, 8%, dan 4% responden secara berututan. Persentase yang cukup rendah ini diduga dipengaruhi oleh faktor psikososial yang sebagian besar dipersepsikan baik. Secara keseluruhan, faktor psikososial Surveyor tergolong baik dengan persentase gejala stres kerja rendah.

This thesis discusses the decription of psychosocial factor and symptoms of work-stress on cargo monitoring project surveyor workers at PT XYZ which aims to find out the description of the content and context of occupational psychosocial factor and the symptoms of stress experienced by surveyors. 50 surveyors (10,3% response rate) filled out the questionare completely. The dependent variable of this study is the symptoms of work stress manifested in physical, psychological, behavioral, and cognitive symptoms. The independent variables of this study are psychosocial factor of job content (task design, work load and work pace, work schedule, work environment and equipment) and job context (organizational culture an function, role in organization, career development, decision making and control, interpersonal relationship, home-work interface). The result showed that the only psychosocial factor that was included in the bad category based on the assessment score (1,65) and was perceived poorly by the majority of respondents (86%) is career development. This bad perception is thought to arise because of the contract work system among surveyor. Stress sympthoms that manifest in physical, psychological, and cognitive conditions that are classified as moderate-significant stress categories are experienced by 10%, 8%, dan 4% of respondents respectively. A fairly low percentage is thought to be influenced by psychosocial factors that are mostly perceived well. Overall, the Surveyor's psychosocial factors are good with a low percentage of work stress symptoms."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Fransiska
"Remaja usia transisi rentan mengalami masalah kesehatan jiwa dan sekitar 50–75% masalah kesehatan jiwa muncul pada usia 14–24 tahun. Pada usia tersebut terjadi perubahan biologis, psikologis dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres sehingga remaja perlu beradaptasi. Mahasiswa merupakan remaja usia transisi yang rentan terhadap stres sehingga perlu dilatih untuk meningkatkan ketahanan mental (resiliensi). Namun, belum ada modul penguatan kesehatan jiwa bagi mahasiswa usia transisi sehingga diperlukan modul yang efektif memperkuat kesehatan jiwa berdasarkan aspek biospikososial. Desain penelitian ini adalah mixed method research, yaitu exploratory sequencial method dengan penelitian kualitatif untuk pengembangan modul yang diikuti penelitian kuantitatif untuk menilai efektivitas modul. Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada bulan September 2020 sampai Januari 2022. Subjek penelitian kualitatif adalah 20 mahasiswa FKUI serta 12 ahli yang terdiri atas psikiater, psikolog dan dosen. Mahasiswa dipilih secara random sedangkan para ahli dipilih dengan consecutive sampling. Data dari mahasiswa diambil dengan wawancara mendalam dan dari para ahli dilakukan metode delphi. Uji efektivitas terhadap resiliensi mahasiswa dilakukan secara kuasi eksperimental dengan pengukuran berulang pada minggu ke-4, ke-8, ke-12. Tema modul adalah “Transisi dan Adaptasi Menuju Resiliensi: Modul Kenali Stres dan Penguatan Kesehatan Jiwa dalam Proses Adaptasi Mahasiswa Baru di Fakultas Kedokteran”. Kepuasan mahasiswa terhadap modul diukur dengan instrumen CSQ-I dan diperoleh skor 37,4 (SB 3,81) dari skor maksimal 40. Uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner pengetahuan, sikap terhadap kesehatan jiwa, dan perilaku mencari bantuan diperoleh rentang I-CVI 0,7–1,0, serta nilai S-CVI untuk masing-masing kuesioner 0,87; 0,90 dan 0,99. Reliabilitas kuesioner diuji dengan cronbach’s alpha dan diperoleh nilai 0,521; 0,780; dan 0,852. Pengukuran biomarker kortisol menurun bermakna pada kelompok perlakuan (uji Wilcoxon, p < 0,001), sedangkan kadar enzim alfa-amilase saliva tidak berbeda bermakna. Nilai resiliensi yang diukur dengan kuesioner CD-RISC meningkat bermakna pada kelompok perlakuan dibandingkan kontrol pada minggu ke-4, ke-8 dan ke-12 (Uji ANOVA two way, p < 0,001). Terdapat juga peningkatan bermakna pada pengetahuan (uji ANOVA two way, p < 0,001), sikap dan perilaku terhadap kesehatan jiwa (uji ANOVA two way, p < 0,001). Terdapat penurunan bermakna (uji ANOVA two way, p < 0,001) skor persepsi terhadap stres yang diukur dengan kuesioner PSS. Skor depresi pada kelompok perlakuan yang diukur dengan kuesioner DASS pada minggu ke-12 menunjukkan penurunan bermakna (uji Wilcoxon, p < 0,001), demikian juga dengan ansietas (uji Wilcoxon, p < 0,001) dan stres (uji Wilcoxon, p < 0,001). Disimpulkan modul penguatan kesehatan jiwa dapat diterima dan diterapkan pada mahasiswa tingkat pertama di FKUI karena efektif meningkatkan kekuatan menghadapi stres dari aspek biopsikososial.
.....Adolescents of transitional age are vulnerable to mental health problems, and about 50–75% of mental health problems arise at the age of 14–24 years. At that age, biological, psychological and environmental changes can cause stress, so adolescents need to adapt. Students are teenagers of transition-age prone to stress, so they need to be trained to increase mental resilience. However, there is no module for strengthening mental health for transitional-aged students, so an effective module is needed based on biopsychosocial aspects. This research design is mixed-method research, namely exploratory sequential method with qualitative research for module development followed by quantitative research to assess the module’s effectiveness. The research was conducted at the Faculty of Medicine, University of Indonesia (FKUI) from September 2020–January 2022. The subjects of the qualitative research were 20 FKUI students and 12 experts consisting of psychiatrists, psychologists and lecturers. Students were selected randomly, while the experts were selected by consecutive sampling. Data from students were taken through in-depth interviews, and from the experts, the Delphi method was used. The effectiveness test on student resilience was conducted in a quasi-experimental manner with repeated measurements at the 4th, 8th, and 12th weeks. The module’s theme is “Transition and Adaptation Towards Resilience: Recognizing Stress and Strengthening Mental Health in the Adaptation Process of New Students at the Faculty of Medicine”. Student’s satisfaction with the module was measured using the CSQ-I instrument and a score of 37.4 (SB 3.81) out of a maximum score of 40. The validity and reliability test of the knowledge, attitudes toward mental health and help-seeking behaviour questionnaires obtained the I-CVI range of 0.7–1.0, while the S-CVI value for each questionnaire was 0.87; 0.90 and 0.99. The reliability of the questionnaire was tested with Cronbach’s alpha and obtained a value of 0.521; 0.780; and 0.852. Cortisol measurement decreased significantly in the treatment group (Wilcoxon test, p < 0.001), while salivary alpha-amylase enzyme levels were not significantly different. The value of resilience as measured by the CD-RISC questionnaire increased significantly in the treatment group compared to the control group at week 4, 8, 12 (ANOVA two way test, p < 0.001). There were significant improvement in knowledge (ANOVA two way test, p < 0.001) and in attitudes and behaviour toward mental health (ANOVA two way, p < 0.001). The PSS questionnaire measured a significant decrease (ANOVA two way, p < 0.001) in perceived stress scores. Depression scores as measured by the DASS questionnaire at week 12 showed significant differences (Wilcoxon test, p < 0.001), as did anxiety (Wilcoxon test, p < 0.001) and stress (Wilcoxon test, p < 0.001). It is concluded that the mental health strengthening module can be accepted and applied to first-year students at FKUI because it effectively increases the strength to deal with stress from a biopsychosocial aspect."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>