Ditemukan 193352 dokumen yang sesuai dengan query
Jan Setiawan
"Boronisasi pada baja karbon ST37 dan S45C telah dilakukan menggunakan teknik powder pack. Komposisi serbuk yang digunakan terdiri atas 5% B4C, 5% KBF4 dan 90% SiC. Boronisasi dilakukan pada temperatur 1000 oC selama 8 jam dalam kondisi atmosfir inert menggunakan gas argon. Boronisasi yang dilakukan pada kedua baja menghasilkan lapisan borida diluar permukaan baja dan pada permukaannya. Ketebalan lapisan borida diluar permukaan pada baja ST37 setebal 43 μm yang lebih tebal dibandingkan pada baja S45C yang hanya setebal 31 μm. Kedalaman lapisan borida yang terbentuk pada baja ST37 sedalam 250 μm yang lebih dalam dan runcing dibandingkan lapisan borida yang terbentuk pada baja S45C yang hanya sedalam 243 μm. Analisis fasa pada permukaan lapisan borida untuk beberapa kedalaman dilakukan menggunakan XRD dan aplikasi GSAS. Dari pola difraksi teridentifikasi fasa FeB, Fe2B dan CrB pada kedua jenis baja yang digunakan.
Hasil analisis GSAS menunjukkan fasa FeB merupakan fasa dengan fraksi berat yang dominan sampai kedalaman 55 μm dari permukaan baja untuk baja ST37 dan sampai kedalaman 41 μm dari permukaan baja untuk baja S45C. Semakin kedalam, fraksi berat fasa FeB semakin berkurang seiring dengan peningkatan fraksi berat Fe2B dan CrB. Kekerasan mikro lapisan borida dari penampang lintang diperoleh berkisar antara 1300-1800HV. Sedangkan kekesaran mikro lapisan borida dari permukaan lapisan borida diperoleh berkisar 750-4500HV. Kekerasan mikro dari permukaan yang tertinggi pada kedua baja terukur pada saat fraksi berat fasa FeB yang tertinggi. Semakin ke dalam, kekerasan mikro lapisan borida relatif berkurang tetapi tetap lebih tinggi dari kekerasan mikro matriks dan fasa CrB masih teridentifikasi. Dapat disimpulkan, kekerasan mikro lapisan borida dari permukaan terluar sampai dikedalaman 50 μm dipengaruhi oleh fasa FeB. Kekerasan mikro lapisan borida dikedalaman lebih dari 50 μm lebih dipengaruhi oleh fasa CrB.
Boronizing on ST37 and S45C carbon steel has been done through powder pack technique using powder of 5% B4C, 5% KBF4 and 90% SiC. The process carried out at isothermal temperature at 1000 °C for 8 hours in an inert atmosphere. The boride layers formed in outside and on the surface both of steels. The thickness of boride layer outside the surface on ST37 steel was 43 μm and 31 μm on the S45C steel. The depth of boride layers that formed on the surface ST37 steel was 250 μm. It was deeper than the depth of boride layers that formed on S45C steel which only 243 μm. The boride layers phases analysis for some depths carried out using XRD and GSAS application. The diffraction pattern identified that the FeB, Fe2B and CrB phases formed on both steels. Analysis results from GSAS showed the dominant phases was the FeB. Its weight fraction raised until 55 μm from the surface for ST37 steel and until 41 μm from the surface for S45C steel. The weight fraction of FeB phase showed decreasing as long as the increasing weight fraction of Fe2B and CrB phases. The crosssection boride layers microhardness ranged from 1300-1800HV for both steels. The boride layers microhardness from top of the surface ranged from 750-4500HV for both steels. The highest microhardness from top of the surface for both steels identified at the highest weight fraction of the FeB phase. The boride layers microhardness was relatively decreasing but it was still higher than the matrix microhardness and the CrB phase still identified. We can say that the boride layers microhardness from the outer surface until 50 μm is influence by the FeB phase. The boride layers microhardness below 50 μm is more influenced by the CrB phase."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29088
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Dizi Mardiansyah
"Boronisasi merupakan perlakuan termokimia yang mampu membentuk lapisan yang sangat keras dan tahan aus pada permukaan logam. Teknik boronisasi dapat dilakukan pada berbagai macam bahan, seperti ferrous metal, non-ferrous metal dan bahan cermet. Pelapisan boron dilakukan dengan harapan dapat menjadi alternatif untuk menggantikan pelapisan dengan bahan lain, sehingga dapat menghasilkan bahan yang lebih baik dan murah. Dalam thesis ini, akan menentukan ketahanan abrasif lapisan borid pada baja karbon ST37 dan S45C dengan variasi waktu boronisasi. Proses boronisasi pada baja karbon ST37 dan S45C dilakukan pada temperatur 1000oC selama 6, 8 dan 12 jam dalam kondisi inert (menggunakan gas argon). Teknik boronisasi yang digunakan adalah powder-pack boronizing dengan komposisi serbuk 5% B4C, 5% KBF4 dan 90% SiC. Morfologi lapisan borid pada kedua baja menyerupai bentuk gigi gergaji. Pada permukaan lapisan dari masing-masing baja karbon menghasilkan beberapa fasa yaitu FeB, Fe2B dan CrB. Pengujian keausan abrasif menggunakan metode piringan berputar, dimana pengoprasiannya dengan kertas abrasif dan kekuatan antara beban gesek dan bahan uji. Berdasarkan jumlah abrasif dan ketahanan aus, lapisan borid pada baja S45C dan waktu boronisasi 8 jam menghasilkan lapisan borid yang memiliki ketahanan abrasif yang terbaik, dengan jumlah abrasif yang rendah dan ketahanan aus yang tinggi.
Boronizing is a thermochemical treatment that is able to form a layer of very hard and wear resistant metal surfaces. Boronizing techniques can be performed on various materials, such as ferrous metal, non-ferrous metal and cermets material. Boron coatings made with the hope to be an alternative to replace the coating with other materials, which can lead to better materials and cheap. In this thesis, will determine the resistance to abrasive layer borid on ST37 and S45C carbon steel with various boronizing time. Boronizing process on carbon steel ST37 and 1000oC S45C held at temperature for 6, 8 and 12 hours in an inert conditions (argon gas using). Boronizing technique used is powder-pack boronizing with B4C powder composition 5%, 5% and 90% SiC KBF4. The morphology of the second layer on the steel borid sawtooth-like shape. On the surface of each layer of carbon steel resulted in several phases of Feb, Fe2B and CrB. Abrasive wear testing using a rotating disc method, where the operation with abrasive paper and the friction force between the load and test materials. Based on the number of abrasive and wear resistance, coating on steel S45C borid and time boronisasi 8 hours produces borid layer that has the best abrasive resistance, with the result of a low abrasive and high wear resistance."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29094
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Sentot Imam Suwaji
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan tekanan Oksigen dan propane pada proses pelapisan dengan bahan JK 7184 Jetkote pada substrat baja yang dibuat dengan teknik HVOF terhadap sifat-sifat mekanik bahan. Untuk mengetahui topografi permukaan dan komposisi bahan pada lapisan dilakukan dengan SEM-EDX, analisis struktur kristal dan komposisi fasa dilakukan dengan XRD serta uji kekerasan dengan menggunakan microhardness tester.
Hasil karakterisasi diperoleh struktur dan komposisi fasa sangat bergantung pada rasio tekanan antara Oksigen dan Propane. Adapun fasa-fasa yang terbentuk pada lapisan ini adalah fasa CrCo, WC, Co. Pada rasio tekanan (Oksigen : Propana ) = 6 : 1 merupakan komposisi optimum yang diperoleh untuk mendapatkan kerapatan yang maksimal pada lapisan tersebut, sedangkan hasil pengukuran kekerasan pada lapisan JK 7184 Jetkote pada substrat baja yang dibuat dengan teknik HVOF diperoleh bahwa pada komposisi ini memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi yaitu sebesar 440 Hv.
The purpose of the research is to identify influence of change Oxygen pressure and propane at coating process with materials of JK 7184 Jetkote with technique of HVOF to nature of materials mechanic. To know surface topography and materials composition at coat with SEM-EDX, crystal structure analysis and composition of phase with XRD and also test hardness by using tester microhardness.Result of Characterization obtained by composition and structure of phase to have influence on pressure ratio between Oxygen and Propane. As for phase formed this coat is CrCo , WC, Co. At pressure ratio ( Oxygen : Propana ) = 6 : 1 is optimum composition which obtained to have maximal density at coat, while result measurement of hardness at coat of JK 7184 Jetkote for steel substrate with technique of HVOF obtained that this composition to have highest hardness value that is equal to 440 Hv."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21401
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Cepi Abdul Rohman
"Stainless steel AISI 410 merupakan material yang memiliki kombinasi yang baik dalam hal sifat mekanis dan ketahanan korosi pada temperatur tinggi. Material ini banyak digunakan untuk komponen turbin gas pesawat terbang maupun pembangkit listrik. Ketahanan oksidasi dan korosi temperatur tingginya diperoleh dari Al dan Cr yang membentuk kerak protektif Al2O3 dan Cr2O3. Coating dengan material dasar Al pada digunakan untuk meningkatkan ketahanan korosi temperatur tinggi melalui diffusion coating atau overlay coating.
Proses untuk diffusion coating yang paling banyak digunakan adalah pack cementation, karena relative sederhana. Parameter pack cementation aluminizing seperti temperatur 1000 C dihasilkan lapisan yang optimal dan kandungan 4% NH4Cl dalam material pack divariasikan untuk membentuk lapisan intermetalik Fe-Al dengan ketebalan lapisan terluar 13.44 microns dan lapisan dalam 13.83 microns. Selain itu dengan proses ini dapat dihasilkan berbagai jenis aluminide coating yang dapat digunakan untuk melindungi komponen dari serangan korosi temperatur tinggi.
Stainless steel AISI 410 is a material, which have good combination of mechanical properties and corrosion resistance at relatively high temperatures. This material is widely found in the hot section components of aircraft and land based turbine engines. The resistance of the materials to high-temperature oxidation and hot corrosion is provided primarily by Al and Cr to form Al2O3 and Cr2O2 protective scales. Coatings based on Al have been applied to stainless steel as both diffusion coatings and overlay coatings to enhance their high temperature corrosion resistance. The most extensively used diffusion-coating process is pack cementation. The pack cementation process is much simpler compared to those processes to produce overlay coating. Pack cementation aluminizing parameters such as temperatures 1000 C have a optimal coating and 4% NH4Cl content were varied to fabricate an iron aluminide (Fe-Al) with 13.44 microns for outermost layer and 13.83 microns for inner layer thickness. Moreover, this process is able to produce variety of aluminide coatings applicable to protect components from high temperature corrosion."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51518
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Bayu Nugroho
"Salah satu sasaran dari penelitian ini adalah meningkatkan ketebalan coating Fe-Al agar dapat memperbaiki ketahanan terhadap sulfidisasi dari material ini. Senyawa intermetalik Fe-Al seperti diketahui memiliki sifat tahan terhadap oksidasi temperatur tinggi. Untuk meningkatkan ketahanan terhadap oksidasi temperatur tinggi dari stainless steel 410, lapisan intermetalik Fe-Al dibuat pada permukaan substrate yang mengandung Fe yang tinggi dengan menggunakan metode pack cementation aluminizing. Parameter percobaan pack cementation aluminizing antara lain : waktu proses dan kandungan alumunium dalam material pack akan membentuk lapisan intermetalik Fe-Al dengan ketebalan dan komposisi yang sesuai. Hasil penelitian menunjukkan, meningkatnya waktu proses akan meningkatkan ketebalan coating dari 3,95 ?m menjadi 11,66 ?m. Peningkatan kandungan alumunium dalam material pack juga akan meningkatkan ketebalan coating dari 9,68 menjadi 12,64. Coating terdiri dari larutan padat Fe-Al. Berdasarkan hasil tersebut, komposisi yang diteliti belum dapat membentuk lapisan intermetalik Fe-Al. Untuk membentuk lapisan intermetalik Fe-Al kandungan alumunium dalam material pack perlu ditingkatkan.
One of the specific goals of the present research is to increase the thickness of the outer aluminide layer of Fe-Al coatings to improve sulfidation resistance of these alloys. Iron aluminide (Fe-Al) intermetallic compounds are well known for their high temperature oxidation resistance. In an effort to increase high temperature oxidation resistance of stainless steel 410, iron-aluminum (Fe-Al) intermetallic coatings with high iron content were grown on the substrate by the pack cementation aluminizing method. Pack cementation aluminizing parameters such as time and aluminum content were varied to fabricate an iron aluminide (Fe-Al) with suitable thickness and composition. The result revealed that the increase of time process will raise the coating thickness, 3.95?m to 11.66 ?m. The Increase of alumimum content in material pack will increase the coating thickness from 9.68?m to 12.64 ?m. The coating consisted of a Fe-Al solid solution. Based on the result, the researched composition cannot form Fe-Al intermetallic layer. To form the Fe-Al intermetallic layer, the contented of aluminum in material pack needs to be increase."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51514
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Zulfikar Siddik
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S41130
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ezra Christian Samudero
"Seiring perkembangan pesat industri di seluruh dunia, inovasi teknologi menjadi kebutuhan mendesak untuk memenuhi permintaan produk masyarakat. Salah satu target pemerintah Indonesia adalah mencapai hilirisasi industri, termasuk ekspor besi dan baja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh paduan dalam material terhadap kemampukerasan material S45C, SKD11, dan Martensitic Stainless Steel, serta pengaruh laju pendinginan dan proses heat treatment terhadap pembentukan kerak oksida dan kemampukerasan material. Metode yang digunakan meliputi pembuatan spesimen Jominy Test dengan metode pembubutan, pengujian kemampukerasan menggunakan Optical Microscopy (OM) dan Rockwell Hardness Test C, serta analisis suhu austenisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paduan dalam material dan laju pendinginan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampukerasan dan pembentukan martensite pada material yang diuji. Analisis curva end quench juga menunjukkan perbedaan yang signifikan antara material yang diuji. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami pengaruh paduan dan proses pendinginan terhadap karakteristik material baja, yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas produk besi dan baja di industri.
With the rapid development of industries worldwide, technological innovation has become an urgent need to meet the demand for products in society. One of the Indonesian government's targets is to achieve industrial downstreaming, including the export of iron and steel. This research aims to analyze the effect of alloying elements on the hardenability of S45C, SKD11, and Martensitic Stainless Steel materials, as well as the impact of cooling rates and heat treatment processes on oxide scale formation and hardenability of the materials. The methods used include the preparation of Jominy test specimens using the turning method, hardenability testing using Optical Microscopy (OM) and Rockwell Hardness Test C, and analysis of austenitizing temperature. The results indicate that alloying elements and cooling rates significantly influence the hardenability and martensite formation in the tested materials. The end quench curve analysis also shows significant differences between the tested materials. This research provides important contributions to understanding the effects of alloying and cooling processes on the characteristics of steel materials, which can be applied to improve the quality of iron and steel products in the industry."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
TELAAH 31:1 (2013)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Anshor
"Penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di bidang industri diharapkan dapat menunjang terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja serta terciptanya produktivitas kerja yang optimal. Namun demikian, potensi bahaya dan resiko di tempat kerja dapat mempengaruhi kesehatan pekerja. Salah satu keluhan yang sering muncul adalah kelelahan pada pekerja di sektor industri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan kerja (kebisingan dan pencahayaan) dan proses kerja (beban kerja) yang berhubungan dengan tingkat kelelahan pada operator produksi Powder PT. X. Jenis penelitian ini adalah cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 42 orang. Tingkat kelelahan diukur menggunakan kuesioner yang mengacu kepada IFRC (International Fatigue Research Committee) yang dimodifikasi. Beban kerja diukur berdasarkan denyut jantung sedangkan tingkat kebisingan dan tingkat pencahayaan berdasarkan data hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh PT. X.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 83,3% mengalami kelelahan (69% kelelahan ringan dan 14,3% kelelahan menengah).dimana gejala kelelahan yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah rasa lelah pada sekujur badan dan badan tidak merasa fit. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hanya pencahayaan yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat kelelahan.
Implementation of Occupational Health and Safety program in industry will expected to create safe and healthy working places for worker and optimal productivities. However, hazards and risk on working places can impact to worker healthiness. One of dominant case is fatigue on worker in industries.This study aims to determine the relationship of environmental factors (noise and lighting) and working process (working load) to the level of fatigue on Powder production operators, This study use cross sectional study with number of sample is 42 people. The level of fatigue was measured using questionnaire refer to modified IFRC (International Fatigue Research Committee). Working load was measured using heart rate monitoring, while noise and lighting base on data from measurement conducted by PT. X.The result of this research is 83,3% respondents indicate having fatigue (69% is slight level and 14,3% is medium level), while the most widely perceived symptoms of fatigue were feel of tired on the whole of body and feel of un-fit. The result of statistical test showing that only lighting which have significant relationship with the level of fatigue."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31347
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Moesdarjono Soetojo
Surabaya: ITS Press, 2009
624.151 MOE t
Buku Teks Universitas Indonesia Library