Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179666 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kejadian penyakit Rematoid Artritis (RA) akan meningkat sejalan dengan meningkatnya usia yang dapat mengakibatkan fungsi otot menurun. Dengan kondisi ini apakah seorang lansia mengetahui tentang RA tersebut? Hal ini perlu unt uk diteliti, Wltuk itu perlu dilakukan suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuna Jansia tentang penyakit RA. Sesain yang digunakan dalam penelitian inLadalah deskriptif sederhana. Sampel yang diambil sejumlah 30 orangJansia dengan penyakit RA da lansia yang berobat jalan ke Poliklinik Geriatri dan Poliklinik Rematologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tanggal 7 -8 Januari 2003. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yangp1eliputi d ta demografi dan data tingkat pengetahuan lansia tentang pe yakiJ RA. Hasil analisis data dengan menggunakan metode ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan lansia tenta ng penyakit RA adalah tinggi yaitu 90% dan 10% menunjukkan tingkat pengetahuan rendah Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan bagi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan peran rawat dalam memberikan informasi pada lansia tentang penyakit RA dalam rangka pencegahan sekunder. Selain itu perlu diadakan senam pada lansia yang mengalami RA untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan mengurangi nyeri. Peneliti juga
menyarankan bagi pendidikan tuk memperpanjang waktu penelitian dan perl unya kerjasama antara pendidikan dengan laban penelitian dalam proses pengeluaran ijin penelitian. Scdangkan untuk penelitian perlu dilakukan lebih Ianjut di masyarakat sehingga cakupannya lebih Iuas dan lebih dapat digenera1isasikan. Tingginya tingkat pengetahuan pendidikan lansia yang terbanyak yaitu SMA (34%) dan pekerja Jansia yang pada umumnya adalah pensiunan PNS (47%). Selain itu tingkat pengetahuan lansia
juga dipengaruhi oleh tempat pengambilan sampel dimana lansia yang menjadi responden sudah mendaatkan informasi tentang penyakit RA karena sudah beberapa kali datang ke Poliklinik tersebut untuk berobat."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5200
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chudahman Manan
"ABSTRAK
Obat anti inflamasi non steroid sudah dipergunakan sajak lama dalam pengobatan penyakit rematik. Jenis obat yang pertama kali dikenal adalah prepafat asam asetil salisilat, yang dipergunakan oleh Felix Hofman dalam pengobatan penyakit rematik pada tahun 1893.
Penelitian yang akan kami lakukan berdasarkan bahwa pemakaian obat anti inflamasi non steroid sering disertai dengan antasid, dengan maksud untuk mengurangi atau mencegah efek samping pada gaster dan duodenum. Biasanya penilitian terhadap
efek samping berdasarkan keluhan subjektif atau objektif tidak langsung, seperti pemeriksaan darah dalam feses. Keadaan secara objektif dalam hal ini gambaran endoskopi, perlu diteliti untuk dapat dilihat secara jelas. Selain itu dengan dosis antasid yang biasa diberikan akan mempunyai daya lindung terhadap mukosa gaster atau duodenum, juga diperlukan pemeriksaan yang lebih terarah, dalam hal ini endoskopi. Di
Indonesia sepanjang yang kami ketahui penelitian ini belum pernah dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kelainan endoskopi pada gaster dan duodenum, Serta membandingkan kelainan yang didapat antara sebelum dan sesudah pengobatan, pada pemakaian obat anti inflamasi non steroid bersama antasid.
2. Membandingkan gejala subjektif dan objektif yang diketahui dengan pemeriksaan endoskopi.
3. Menentukan lokasi pada gaster dan duodenum yang sering didapatkan kelainan.
4. Menentukan jenis kelainan yang sering terjadi.
5. Menentukan secara klinis hasil pengobatan kelainan sendi.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Dhairyanto
"Latar Belakang: Artritis septik merupakan inflamasi pada sendi akibat inokulasi mikroorganisme. Artritis septik dapat menimbulkan luaran buruk berupa sepsis, amputasi, hingga kematian. Namun belum ada penelitian yang meneliti faktor-faktor yang memengaruhi luaran buruk artritis septik di Indonesia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil artritis septik dan luaran buruk di RSCM. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana data diperoleh dari rekam medis RSCM tahun 2017 – 2023. Luaran buruk didefinisikan sebagai kematian, sepsis, atau amputasi selama rawat inap. Hasil: Terdapat 74 subjek penelitian yang diikutkan pada analisis data.Didapatkan sebagian besar subjek penelitian (61 subjek (82,44%)) berusia <65 tahun, berjenis kelamin laki-laki (44 subjek (59,46%)), terkena di genu unilateral (51 subjek (68,92%)), memiliki hasil kultur cairan sendi steril (32 subjek (43,24%) dimana bakteri yang paling banyak ditemukan adalah S. aureus (11 subjek (14,86%)), tidak memiliki komorbiditas (36 subjek (48,65%)) dimana komorbiditas terbanyak adalah hipertensi (26 subjek (35,14%)), tidak memiliki penyakit lain sendi (55 subjek (74,33%)) dimana penyakit lain sendi terbanyak adalah gout (8 subjek (10,81%)). Didapatkan luaran buruk pada 11 subjek (14,86%) dimana semuanya mengalami sepsis dan 4 (5,41%) di antaranya meninggal dunia. Tidak didapatkan subjek yang mengalami amputasi. Kesimpulan: Sebagai kesimpulan, proporsi luaran buruk sebesar 14,86%. Sebagian besar subjek penelitian berusia <65 tahun, berjenis kelamin laki-laki, terkena di genu, memiliki hasil kultur cairan sendi steril, tidak memiliki komorbiditas dimana komorbiditas paling banyak adalah hipertensi, dan tidak memiliki penyakit lain sendi dimana penyakit lain sendi paling banyak adalah gout. Luaran buruk terbanyak adalah sepsis.

Background: Septic arthritis is inflammation of the joints due to inoculation of microorganisms. Septic arthritis can lead to various poor outcomes such as sepsis, amputation, and even death. However, there has been no research examining the factors influencing the poor outcomes of septic arthritis in Indonesia. Objective: This study aims to determine the septic arthritis profile and its poor outcomes in RSCM. Methods: This research is a descriptive study where data was obtained from RSCM medical records from 2017 to 2023. The profiles examined are age, comorbidities, microbiological profile, and prior other joint diseases. Poor outcomes were defined as death, sepsis, or amputation during hospitalization. Results: There were 74 research subjects included in the data analysis. %. Most of the research subjects (61 subjects (82.44%)) were <65 years old, male (44 subjects (59.46%)), affected in the one knee joint (51 subjects (68.92%)), had sterile synovial fluid culture (32 subjects (43.24%) in which the most common bacteria found was S. aureus (11 subjects (14.86%)), had no comorbidities (36 subjects (48.65%)) in which the most common comorbidities were hypertension (26 subjects (35.14%)), without prior other joint disease (55 subjects (74.33%)) in which the most common prior other joint diseases were gout (8 subjects (10.81%)). Poor outcome was observed in 11 subjects (14,86%) whereas all experienced sepsis, of which 4 subjects (5.41%) died. There were no subjects who had undergone amputation. Conclusion: In conclusion, the proportion of poor outcome was 14.86%. Subjects were predominantly <65 years old, male, affected in one knee joint, had no comorbidities whereas hypertension was the most common comorbidity, had a sterile synovial joint culture, and had no prior other joint diseases whereas gout was the most common prior other joint disease. Most of the poor outcome is sepsis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Andriani
"Artritis reumatoid merupakan penyakit otoimun yang ditandai dengan inflamasi kronik pada daerah persendian. Rumput mutiara sering digunakan dalam terapi inflamasi dalam praktik pengobatan herbal, tetapi belum banyak data yang mendukung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiartritis ekstrak etanol 70% rumput mutiara diamati dari penurunan volume udem telapak kaki tikus yang diinduksi Complete Freund's Adjuvant (CFA) serta pengaruhnya terhadap sistem imun diamati dari jumlah leukosit, limfosit serta granulosit. Penelitian ini menggunakan 36 tikus putih jantan galur Sprague-Dawley, dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol normal dan kontrol induksi, keduanya diberikan CMC 0,5%, kelompok kontrol diklofenak diberikan suspensi natrium diklofenak 1 mg/200 g bb tikus, kelompok variasi dosis diberikan ekstrak etanol 70% rumput mutiara dengan variasi dosis berturut-turut, 28,06 mg; 63,14 mg; dan 142,07 mg/200 g bb tikus. Semua kelompok diinduksi dengan 0,1 ml CFA pada hari ke-1 kecuali kontrol normal. Bahan uji diberikan satu kali sehari secara oral pada hari ke-2 sampai 28. Pengukuran volume telapak kaki dilakukan pada hari ke-7, 14, 21 dan 28 setelah induksi, dan penghitungan jumlah leukosit, limfosit dan granulosit dilakukan pada hari ke-14 dan 28. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% rumput mutiara dengan variasi dosis yang diberikan belum mampu menurunkan volume udem, tetapi mampu menurunkan jumlah leukosit, limfosit serta granulosit secara signifikan pada kelompok dosis 142,07 mg/200 g bb.

Rheumatoid arthritis is an autoimmune disease characterized by chronic inflammation in the joints. Pearl grass are often used in inflmamation therapy in the practice of herbal medicine, but not a lot of data that support. This study aimed to determine the anti-arthritic effect of 70% ethanolic extract of pearl grass in terms of reduction in edema volume on rat foot induced by Complete Freund's Adjuvant (CFA) and its influence on the immune system in terms of the number of leukocytes, lymphocytes and granulocytes. This study used 36 male white rats Sprague-Dawley strain, were divided into 6 groups. Normal control and induction control group, both given 0.5% CMC, the diclofenac control group given a suspension of sodium diclofenac 1 mg/200 g bw, the dose variation is given by the variation of pearl grass extract consecutive doses, 28,06 mg; 63,14 mg; dan 142,07 mg/200 g bw. All the groups induced with 0,1 ml of CFA on day-1 except for the normal controls. Test material administered orally once daily on days 2 through 28. Foot-pad volume measurements performed on days 7, 14, 21 and 28 after induction, and the number of leukocytes, lymphocytes and granulocytes counted on day 14 and 28. The results showed that the extract of pearl grass with a given dose variations have not been able to reduce the volume of edema, but can decrease leukocytes, lymphocytes and granulocytes in a significant at 142,07 mg/200 g bw dose groups."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42330
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard As Dakhi
"Latar Belakang: Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian yang paling sering pada pasien AR dengan laju1,5-1,6 kali lebih tinggi dari populasi non AR. Prevalensi gagal jantung pada AR dua kali lipat dibanding non AR. Karakteristik pasien AR Indonesia berbeda dibanding pasien di Negara Barat. Masih sedikit penelitian yang melihat korelasi faktor resiko non tradisional dengan disfungsi diastolik.
Tujuan: Mengetahui apakah ada korelasi faktor resiko non tradisional yaitu lama menderita penyakit, derajat aktivitas penyakit dan skor disabilitas dengan disfungsi diastolik pada wanita penderita AR.
Metode: Desain penelitian adalah potong lintang pada wanita penderita AR yang berobat ke poli Rematologi RSCM dari Oktober 2015-Januari 2016.Sampel penelitian belum pernah dinyatakan menderita penyakit jantung sebelumnya.Disfungsi diastolik dinilai secara ekhokardiografi. Lama menderita sakit diperoleh dengan wawancara langsung, sementara aktivitas penyakit dan tingkat disabilitas dinilai dengan menghitung skor DAS28 dan skor HAQ-DI.
Hasil: Disfungsi diastolik dijumpai pada 30,8 % partisipan ( masing-masing 13,5% tingkat ringan dan sedang, dan berat sebesar 3,8% ). Rerata lama menderita AR 26,5 bulan (rentang 2-240), rerata DAS28-CRP 2,69±1,11 sementara DAS28-LED 3,65 (rentang 1,13-7,5), rerata skor HAQ-DI 0,29 (rentang 0-2,38). Hipertropi LV dijumpai pada 34,6% partisipan, rerata EF 66,7±5,76%. Kelainan katup dijumpai pada 34,6% partisipan. Korelasi antara lama sakit, DAS28-CRP, DAS28-LED and skor HAQDI dengan E/A secara berurutan adalah (r= - 0,065; p=0,89), (r=0,393; p=0,38), (r=0,357; p=0,43), (r=0,630; p=0,12) ; sementara dengan E/E? secara berurutan adalah (r=0,136; p=0,77), (r= - 0,536; p=0,21), (r= - 0,393; p=0,38), (r=0,374; p=0,41).
Simpulan: Lama menderita sakit, derajat aktivitas penyakit dan derajat disabilitas, tidak memiliki korelasi yang bermakna secara statistik dengan disfungsi diastolik. Angka hipertropi jantung juga cukup tinggi, dan kelainan katup yang paling sering di jumpai adalah regurgitasi ringan.Dengan tingginya angka proporsi disfungsi diastolik pada penelitian ini maka diusulkan agar dirumuskan strategi penatalaksanaan jantung pada pasien-pasien AR untuk mencegah progresifitasnya.

Background: Cardiovascular is the main cause of death in RA, with the rate of 1.5-1.6 times higher than non RA population .The prevalence of HF in RA is 2 times fold of non RA. RA patients characteristics in Indonesia is different from the ones in western. There are only few studies about correlation between non traditional risk factor and diastolic dysfunction in RA patients.
Objective: To study the correlation between each of the non traditional risk factors including disease duration,disease activity and disability score with the diastolic dysfunction in women with RA.
Methods: A cross-sectional, consecutive sampling study conducted to 52 RA women without any previous history of cardiovascular disease. All participants underwent an echocardiography to asses the diastolic dysfunction and other findings associated. Duration of disease is assesed by direct interview, while the disease activity by calculating DAS28 and disability sore by HAQ-DI.
Results: Diastolic dysfunction was found in 30.8 % of study participants ( 13.5 % for each low and moderate grade, while severe was 3.8% ). Mean of disease duration was 26.5 months (range 2-240), mean DAS28-CRP 2.69±1.11 while mean DAS28-ESR 3.65 (range 1.13-7.5), HAQ-DI score 0.29 (range 0-2.38). LV hypertrophy was found in 34.61% participants. Mean EF 66.7±5.76%. Valve abnormality was found in 34.6% study participants. Correlation between duration of disease, DAS28-CRP, DAS28-ESR and HAQDI score with E/A in sequence was (r= - 0.065; p=0.89), (r=0.393; p=0.38), (r=0.357; p=0.43), (r=0.630; p=0.12) ; while with E/E? in sequence was (r=0.136; p=0.77), (r= - 0.536; p=0.21), (r= - 0.393; p=0.38), (r=0.374; p=0.41).
Conclusions; Duration of the disease, the disease activity score and disability score in our RA study participants had no correlation with diastolic dysfunction. The most valvular abnormality findings was mild regurgitation. Since there was a big proportion of participants with diastolic dysfunction, it is encouraged to make a stepwise approach of cardiovascular management in patients with RA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Harsono
"Artritis rematoid merupakan penyakit otoimun sistemik yang paling sering ditemukan di dunia pada berbagai populasi dan ras, ditandai oleh inflamasi menetap pada jaringan sendi yang meliputi sendi perifer, distribusi simetris, dengan atau tanpa kerusakan rawan sendi dan erosi tulang. Pemantauan aktivitas penyakit diperlukan untuk menentukan keberhasilan terapi. Selama ini, pemantauan aktivitas penyakit menggunakan Disease Activity Score 28 (DAS28), meskipun terdapat kekurangan berupa parameter klinis yang bersifat subjektif, menggunakan perhitungan yang rumit, dan terdapat ketidakseragaman nilai titik potong derajat aktivitas penyakit pada berbagai penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang untuk menilai korelasi antara kadar anti-CCP serum dan cairan sendi dengan aktivitas penyakit (DAS28) pada 30 subjek dengan artritis rematoid. Subjek yang memenuhi kriteria masukan dan tidak ada kriteria tolakan dilakukan penentuan skor DAS28 serta pemeriksaan anti-CCP serum dan cairan sendi.
Median (rentang) kadar anti-CCP serum secara keseluruhan, pada tingkat aktivitas penyakit sedang, dan berat adalah 112.23 (1.02-1853.07), 70.98 (1.02-1224.07), dan 157.59 (1.07-1853.07) RU/mL. Median (rentang) kadar anti-CCP cairan sendi secara keseluruhan, pada tingkat aktivitas penyakit sedang dan berat adalah 85.54 (0.90-4150.58), 58.90 (1.03-2477.81), dan 110.23 (0.90-4150.58) RU/mL. Median (rentang) skor DAS28 pada keseluruhan subjek ditemukan 5.04 (4.04-7.10). Uji korelasi Spearman didapatkan korelasi positif lemah namun tidak bermakna secara statistik antara kadar anti-CCP serum dan DAS28 dengan rs = 0.296, p = 0.056, korelasi positif lemah yang bermakna secara statistik antara anti- CCP cairan sendi dan DAS28 dengan rs = 0.331, p = 0.037, sedangkan korelasi antara anti-CCP serum dengan cairan sendi ditemukan kuat yang bermakna secara statistik dengan rs = 0.907, p <0.01.
Kami menyimpulkan kadar anti-CCP cairan sendi berkorelasi lemah dengan aktivitas penyakit (DAS28). Tidak ditemukan korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar anti-CCP serum dengan aktivitas penyakit (DAS28). Terdapat korelasi kuat antara kadar anti-CCP serum dengan kadar anti-CCP dalam cairan sendi.

Rheumatoid arhtritis is the most common chronic systemic autoimmune disease worldwide among many populations and races, characterized by persistent joint inflammation affecting peripheral joints, symmetrical distribution, with or without joint damage or bone erosion. Disease activity monitoring is needed to determine treatment response. Nowadays, Disease Activity Score 28 (DAS28) is used to monitor disease activity, although it uses subjective clinical parameter, complicated calculation, and ununiformity cut-off value for disease activity stages on various researches.
This study was a cross sectional study to assess wheter there was any correlation between anti-CCP serum and synovial fluid concentration with disease activity (DAS28) in 30 rheumatoid arhtritis subject. Blood and synovial fluid specimen collection and DAS28 determination was performed on subjects who fulfill inclusion and exclusion criteria, followed by anti-CCP assay on each specimen.
Median (range) anti-CCP serum concentration in overall, moderate, and severe disease activity were 112.23 (1.02-1853.07), 70.98 (1.02-1224.07), and 157.59 (1.07-1853.07) RU/mL, respectively. Median (range) anti-CCP synovial fluid concentration in overall, moderate, and severe disease activity were 85.54 (0.90-4150.58), 58.90 (1.03-2477.81), and 110.23 (0.90-4150.58) RU/mL, respectively. Median (range) of DAS28 were 5.04 (4.04-7.10). A weak but not statistically significant correlation was found between serum anti-CCP concentration and DAS28 with rs = 0.296 (p = 0.056). A weak and significant correlation was found between synovial fluid anti-CCP concentration and DAS28 with rs = 0.331 (p = 0.037). A strong and significant correlation are found between serum and synovial fluid anti-CCP concentration, with rs = 0.907 (p <0.01) using Spearman correlation test.
We concluded that synovial fluid anti-CCP concentration weakly correlated with disease activity. No significant correlation was found between serum anti-CCP concentration with disease activity. Strong correlation was found between serum and synovial fluid anti-CCP concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Asicha
"Latar Belakang Artritis reumatoid merupakan penyakit reumatik yang sering menyebabkan gangguan fungsional dan penurunan kualitas hidup. Faktor-faktor yang berbeda telah dilaporkan mempengaruhi kualitas hidup pasien AR. Penelitian ini bertujuan mengetahui rerata kualitas hidup pasien AR dan faktor-faktor yang berperan dalam kualitas hidup pasien AR.
Metode Penelitian Sebanyak 152 subjek direkrut dari Poliklinik Reumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Data mengenai sosiodemografi, kondisi klinis dan laboratorium yang berkaitan dengan aktivitas penyakit, status fungsional, masalah psikologis, dan jumlah komorbiditas diambil dalam penelitian ini. Kualitas hidup diukur menggunakan kuesioner EuroQol five demensional (EQ-5D) and EQ global health visual analogue (VAS). Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil Penelitian Sebayak 90,8% perempuan dengan rerata usia 49,41 ± 12,31 tahun dengan tingkat pendidikan menengah serta tidak bekerja. Mayoritas subjek memiliki derajat aktivitas penyakit sedang (median 3.26 (1,03 – 6,89) dan status fungsional mandiri. Median durasi penyakit penyakit 3 (0 – 34) tahun. Gangguan psikologis seperti ansietas (11,2%) dan depresi (20,4%) juga ditemukan. Median nilai indeks 0,84 (0,170 – 1,000) dan median nilai EQ VAS 70 40 – 100). Faktor-faktor yang secara independen berperan dalam nilai indeks adalah disabilitas fungsional, aktivitas penyakit, dan depresi, sedangkan untuk EQ VAS disabilitas fungsional, aktivitas penyakit, depresi, ansietas dan komorbiditas untuk EQ VAS.
Kesimpulan Disabilitas fungsional, aktivitas penyakit, gangguan psikologis dan jumlah komorbiditas memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien AR. Sehingga evaluasi terhadap faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam standar pelayanan pasien AR dan tatalaksana yang sesuai harus dioptimalkan.

Background. Rheumatoid arthritis (RA) is a rheumatic disease that often causes functional disorders and decreased health related quality of life (HRQoL). Different factors have been reported affecting HRQoL of RA patients. This study aims to evaluate the HRQoL and related factors in patients with RA.
Methods. One hundred and fifty-two patients from Reumatology polyclinic at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta were enrolled. Data about sosiodemographic, clinical and laboratory data related to disease activity, functional status, psyological problem, and number of comorbidities were collected. HRQoL was assessed using the Indonesian EuroQol five demensional questionnaire (EQ-5D) and EQ global health visual analogue (VAS). Univariate analysis, bivariate and multivariate analysis were employed to identify factors related to HRQoL.
Results. Ninety percent were female with a mean age ± Sof 49.41 ± 12.31 years with a secondary education level and unemployed. Majority of subjects had moderate disease activity (median 3.26 (1.03 – 6.89) and independent functional status. Median duration of illness was 3 (0 – 34) years. Psychological disorders such as anxiety (11.2%) and depression (20 .4%) were also found, the median index value 0.84 (0.170 – 1,000) and the median EQ VAS 70 40 – 100). The factors that independently played a role in the index score were functional disability, disease activity, and depression, while for the EQ VAS were functional disability, disease activity, depression, anxiety, and number of comorbidities.
Conclusion. Functional disability, disease activity, psychological disorders and the number of comorbidities have a negative influence on the HRQoL of RA patients. So, the evaluation of these factors must be considered in the standard of care for RA patients and the appropriate management must be optimized
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Azzahra
"Latar Belakang. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien artritis reumatoid (AR) berpotensi menurunkan kapasitas fungsional, kualitas hidup, dan kepatuhan berobat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode. Penelitian dengan desain potong-lintang ini mengikutsertakan pasien AR berusia ≥18 tahun yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSCM pada periode Oktober-Desember 2021. Data demografik, klinis, terapi, dan laboratorium dikumpulkan. Status fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner MoCA-INA. Analisis bivariat dan multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif pada pasien AR: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, durasi penyakit, aktivitas penyakit, skor faktor risiko penyakit kardiovaskular, depresi, terapi kortikosteroid, dan methotrexate.
Hasil. Dari total 141 subjek yang dianalisis, 91,5% adalah perempuan, dengan rerata usia 49,89±11,73 tahun, sebagian besar tingkat pendidikan menengah (47,5%), median durasi penyakit 3 tahun (0,17-34 tahun), memiliki aktivitas penyakit ringan (median DAS-28 LED 3,16 (0,80-6,32)), dan skor faktor risiko penyakit kardiovaskular rendah (median 4,5% (0,2-30 %)). Sebanyak 50,4% subjek diklasifikasikan mengalami gangguan kognitif, dengan domain kognitif yang terganggu adalah visuospasial/eksekutif, atensi, memori, abstraksi, dan bahasa. Analisis regresi logistik menunjukkan usia tua (OR 1,032 [IK95% 1,001–1,064]; p=0,046) dan tingkat pendidikan rendah (pendidikan dasar) (OR 2,660 [IK95% 1,008–7,016]; p=0,048) berhubungan dengan gangguan kognitif pada pasien AR.
Kesimpulan. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di RSCM sebesar 50,4%, dengan faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif tersebut adalah usia tua dan tingkat pendidikan yang rendah.

Background. Cognitive impairment in rheumatoid arthritis (RA) patients could decrease functional capacity, quality of life, and medication adherence. The objective of this study was to explore the prevalence and possible predictors of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, Jakarta.
Method. This cross-sectional study included Indonesian RA patients aged ≥18 years old, who visited rheumatology clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, on October to December 2021. Demographic, clinical, therapeutic, and laboratory data were collected. Cognitive function was assessed using MoCA-INA questionnaire. Bivariate and multivariate logistic regression analysis were performed to identify predictive factors of cognitive impairment in RA patients: age, gender, education level, disease duration, disease activity, cardiovascular disease (CVD) risk factor scores, depression, corticosteroid, and methotrexate therapy.
Results. Of the total 141 subjects analysed, 91.5% were women, mean age 49.89±11.73 years old, mostly had intermediate education level (47.5%), median disease duration 3 (0.17-34) years. They had mild disease activity (median DAS-28 ESR 3.16 (0.80-6.32)), and low CVD risk factor score (median 4.5 (0.2-30) %). In this study, 50.4% of the subjects were classified as having cognitive impairment. The cognitive domains impaired were visuospatial/executive, attention, memory, abstraction, and language. In logistic regression analysis, old age (OR 1.032 [95%CI 1.001–1.064]; p=0.046) and low education level (OR 2.660 [95%CI 1.008–7.016]; p=0.048) were associated with cognitive impairment.
Conclusion. The prevalence of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital was 50.4%, with the its predictive factors were older age and lower education level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Marsinta Uli
"Mortalitas penderita artritis reumatoid(AR) yang cukup tinggi disebabkan oleh penyakit kardiovaskular akibat aterosklerosis.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dan spesifitas skor kalsifikasi arkus aorta di foto polos toraks berdasarkan klasifikasi Ogawa dalam mendeteksi aterosklerosis pada penderita AR. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 76 pasien AR di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Hasil penelitian menunjukkan sensitivitas 25% dan spesifitas 91,7% pada titik potong skor Ogawa 3,125%, dengan demikian lebih baik untuk mendeteksi pasien AR tanpa aterosklerosis. Pasien AR dengan kalsifikasi arkus aorta kemungkinan memiliki aterosklerosis sebesar 3,7 kali daripada pasien AR tanpa kalsifikasi arkus aorta.

Mortality of rheumatoid arthritis (RA) patients which is quite high caused by cardiovascular disease due to atherosclerosis. This study aims to determine the sensitivity and specificity of the aortic arch calcification score on plain chest X-ray based on classification Ogawa in detecting atherosclerosis in RA patients. This study used a cross-sectional design in 76 patients at the Rheumatology Division Cipto Mangunkusumo Hospital. The results showed a sensitivity of 25% and specificity of 91.7% at the cut off point Ogawa scores 3.125%, thus it is better to detect RA patients without atherosclerosis. The possibility of arthritis rheumatoid patients with aortic arch calcification having atherosclerosis by 3.7 times than RA patients without aortic arch calcification."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007
616.722 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>