Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185994 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Besti Erfina
"Penelitian ini dilatarbelakangi dengan semakin bertambahnya jumlah anak jalanan yang berusia remaja yang identik dengan pencarian jati diri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan pembentukan konsep diri pada anak jalanan dan siswa SMU yang berusia remaja. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif perbandingan. Populasi pada ppenelitian ini adalah remaja anak jalanan dan siswa SMU. Siswa SMU diambil dari SMU 65 Jakarta Barat, sedangjean anak jalanan yang berusia remaja diambil secara incidental dengan syarat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Jumlah sampel pada penelitian sebanyak 87 orang. Data diperoleh melalui instrument berupa kuisioner yang dibagikan dan diisi oleh setiap responden. Kuisioner dibagi menjadi pertanyaan data demografi dan pertanyaan mengenai konsep diri. Data dianalisa dengan statistic univariat dan bivariat Pengujian ada tidaknya perbedaan dilakukan uji hipotesa dua arah dengan derajat kemaknaan 0.05. hasil hipotesa didapatkan perbedaan yang bermakna. Hal tersebut berarti ada perbedaan konsep diri remaja yang bermakna antara kelompok responden anak jalanan dan siswa SMU yang berusia remaja."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5638
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aldevino Jesaja Terloit
"Anak jalanan merupakan sebagian dari anak-anak yang hidup dan tumbuh di negara ini dan menjadi harapan bangsa dimasa yang akan datang. Sebagai generasi penerus, kondisi anak jalanan di Indonesia sangat memprihatinkan. Selain hilangnya perlindungan dari keluarga, penganiayaan-penganiayaan (abuses) yang mereka alami baik di rumah maupun di jalanan sangat beragam, bahkan sudah menjadi kebiasaan atau hal yang biasa. Berbagai tulisan dan penelitian menunjukkan bahwa hilangnya perlindungan dan kekerasan yang dialami anak memberi dampak tertentu terhadap kepribadian mereka. Dampak penganiayaan {abuse) terhadap kepribadian anak jalanan ini yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada konsep diri anak jalanan khususnya anak jalanan usia remaja, atau secara umum masalah yang ingin dijawab melalui peneltian ini: Bagaimanakah konsep diri anak jalanan usia remaja yang mengalami abuse ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantjtatif. Alat ukur yang digunakan adalah semantic differential yang terdiri dari 35 pasangan kata sifat bipolar yang dipasangkan pada konsep diri real, konsep diri sosial dan konsep diri ideal. Dari alat ukur tersebut akan diperoleh skor yang menunjukkan apakah konsep diri subyek positif atau negatif. Subyek dalam penelitian ini ada 60 orang yang terdiri 30 subyek yang mengalami abuse dan 30 subyek yang tidak mengalami abuse. Kedua kelompok kemudian diperbandingkan untuk memperoleh gambaran mengenai konsep diri anak jalanan yang mengalami abuse.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada konsep diri real dan konsep diri sosial pada kedua kelompok. Sedangkan pada konsep diri ideal kedua kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan, artinya kedua kelompok ternyata memiliki konsep diri ideal yang positif. Sedangkan pada perbandingan antara konsep diri real dengan konsep diri sosial pada masing-masing kelompok, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara konsep diri real dan konsep diri sosial pada kedua kelompok. Namun antara konsep diri real dan konsep diri ideal terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.
Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada konsep diri real antara anak jalanan yang mengalami abuse dan tidak mengalami abuse. Artinya anak jalanan yang mengalami a bus e cenderung menggambarkan dirinya secara negatif misalnya dengan mengatakan mereka pesimis, tidak menarik, tergantung pada orang lain, tidak berharga, lemah, mudah frustrasi, bodoh, dibenci oleh teman, tidak dicintai oleh keluarga dan sebagainya dibandingkan subyek yang tidak mengalami abuse. Pada konsep diri sosial juga diperoleh hasil yang sama, yaitu anak jalanan yang mengalami abuse meyakini bahwa gambaran orang lain mengenai dirinya lebih negatif dibandingkan anak jalanan yang tidak mengalami abuse. Untuk konsep diri ideal tidak ada perbedaan yang signifikan, artinya baik anak jalanan yang mengalami abuse maupun anak jalanan yang tidak mengalami abuse memiliki konsep diri yang diinginkannya positif. Sedangkan perbedaan antara konsep diri real dengan konsep diri sosial ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsep diri real dengan konsep diri sosial baik pada anak jalanan yang mengalami abuse maupun pada anak jalanan yang tidak mengalami abuse. Namun untuk konsep diri real dengan konsep diri ideal ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara konsep diri real dan konsep diri ideal pada kedua kelompok di atas.
Disarankan agar dalam penelitian selanjutnya, subyek ditambah jumlahnya, subyek perempuan juga diikursertakan, dan dilakukan wawancara untuk menunjang hasil penelitian kuantitatif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zulda Meiri Ara
"Dewasa ini, dengan tingginya biaya hidup, tampaknya rencana untuk memiliki keluarga kecil merupakan suatu solusi yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pada kenyataannya, memang telah banyak orang tua yang menyadari hal ini dan tidak sedikit yang merencanakan hanya memiliki satu anak saja, seperti survey yang dilakukan oleh Ann Laybourn- seorang psikolog dari Skotlandia- pada masyarakat di Eropa. Di Indonesia sendiri survey yang menunjukkan semakin meningkatnya keinginan orang tua untuk memiliki anak tunggal tampaknya belum ada. Namun, mengingat keberhasilan KB di Indonesia tampaknya hal tersebut tidak mustahil terjadi.
Sayangnya, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang memandang negatif pada anak tunggal, dimana anak tunggal sering dianggap sebagai anak yang tidak beruntung, anak yang egois, nakal, tidak mandiri, dan lain sebagainya. Hal ini perlu segera diatasi --karena dengan selalu memandang negatif pada anak justru dapat memperburuk perilaku anak- antara lain adalah dengan melakukan penelitian yang dapat membuktikan bahwa anak tunggal tidak selalu memiliki sifat negatif.
Penelitian ini berusaha mengangkat sifat positif dari anak tunggal, yang melalui penelitian sebelumnya dikatakan bahwa salah satu sifat positif dari anak tunggal adalah sifat mandiri. Mengingat adanya perbedaan kondisi lingkungan antara anak tunggal dengan anak bukan tunggal (bersaudara), dimana antara lain anak tunggal terbiasa sendiri untuk melakukan banyak hal, sedangkan pada anak bukan tunggal (bersaudara) memiliki kakak atau adik yang dapat menjadi tempat meminta pertolongan disarnping orang tua; maka timbul dugaan adanya perbedaan kemandirian antara anak tunggal dengan anak bersaudara. Di samping itu adanya pengaruh dan aktivitas ibu yang bekerja dalam mendorong dan meningkatkan anak menjadi mandiri, menimbulkan dugaan adanya perbedaan kemandirian antara anak tunggal yang ibunya bekerja dengan anak tunggal yang ibunya tidak bekerja.
Dengan demikian, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kemandirian dengan kondisi sebagai anak tunggal atau anak bukan tunggal (bersaudara) ?, apakah ada perbedaan kemandinan antara anak tunggal dengan anak bukan tunggal (bersaudara) ? dan apakah ada perbedaan kemandirian antara anak tunggal yang ibunya bekerja dengan anak tunggal yang ibunya tidak bekerja?. Untuk memperkaya hasil penelitian, maka hendak diketahui pula apakah ada perbedaan kemandirian antara pria dengan wanita?
Subyek pada penelitian ini adalah remaja (tunggal atau bukan tunggal), hal ini karena kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan utama pada masa remaja. Dalam rangka untuk menyetarakan tingkat pendidikan, maka di ambil remaja yang memiliki tingkat pendidikan SMU.
Kemandirian anak tunggal maupun anak bukan tunggal diukur dengan menggunakan kuesioner. Skala Kemandirian yang disusun berdasarkan 7 aspek kemandirian yang diperoleh melalui literatur. Adapun ke-7 aspek tersebut adalah kebebasan, inisiatif, percaya diri, tanggung jawab, kontrol diri, pengambilan keputusan, dan ketegasan diri.
Dari hasil uji coba alat diperoleh 72 item yang valid dan reliabel untuk mewakili aspek-aspek kemandirian dengan angka reliabilitas 0,906. Alat yang sudah siap ini kemudian dibedakan pada responden remaja dari beberapa SMU negeri yang diperoleh secara acak.
Setelah seluruh kuesioner terkumpul, dilakukan analisa dan interpretasi hasil. Melalui perhitungan statistik diperoleh hasil korelasi r = - 0,185 (p = 0,019). Angka korelasi tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemandirian dengan kondisi sebagai anak tunggal atau bukan tunggal. Sedangkan dari hasil perhitungan t-test ditemukan hasil bahwa ada perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak tunggal dengan anak bukan tunggal, namun dalam perbandingan antara anak tunggal yang ibunya bekerja dengan anak tunggal yang ibunya tidak bekerja diperoleh hasil yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. Hasil analisa tambahan yang melakukan perbandingan kemandirian antara pria dengan wanita, menunjukkan tidak ada perbedaan kemandirian yang signifikan diantara keduanya.
Melalui penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak untuk menambah pengetahuan dan sedikit banyak dapat menepis mitos buruk yang selama ini sering dilekatkan pada anak tunggal, walaupun disadari penelitian ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan uji validitas eksternal pada alat dan melakukan perbandingan antar kelompok subyek pada masing-masing aspek kemandirian."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Usia remaja adalah fase saat terjadi perubahan-perubahan kematangan fisik, seksual, psikologis, dan sosial. Perubahan-perubahan yang biasa terjadi pada masa remaja ini disebut juga dengan masa pubertas. Dalam fase perubahan tersebut tak lepas dari bagairnana persepsi remaja terhadap perubahan-perubahan konsep diri yang terjadi pada masa pubertas yang akan mempengaruhi perkembangannya selama fase tersebut dan perkembangan pada fase selanjutnya. Penelitian ini betujuan untuk membandingan persepsi, apakah terdapat perbedaan atau persamaan, antara persepsi remaja putra dan remaja putri tentang perubahan-perubahan konsep diri yang terjadi pada masa pubertas. Desain penelitian ini adalah deskriptifperbandingan. Populasi yang diambil adalah remaja putrra dan remaja putri usia 12-14 tahun yang bersekolah di SMPN 98 Jakarta dan pengambilan sarnpel mengglmakan cara sampel acak sederhana dengan jumlah sampel sebanyak 96 orang. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner atas persetujuan responden. Dari data tersebut dihitung dengan menggunakan uji chi squre dengan hasil p value < os, yang artinya ada perbedaan persepsi yang signiiikan antara remaja putra dan remaja putri tentang perubahan-perubahan yang teljadi pada dirinya pada masa pubertas. Mayorilas remaja putra berpersepsi positif (66,7%), sedangkan mayoritas remaja putri memiliki persepsi yang negatif (66,7%)."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5685
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dianti Endang Kusumawardhani
"Pengertian konsep siswa tentang belajar adalah pandangan siswa mengenai belajar. Apa yang dilakukan siswa dalam proses belajar dan bagaimana siswa mengatur kegiatan belajarnya dipengaruhi oleh konsep terhadap arti belajar itu bagi dirinya. Pengertian akselerasi secara singkat adalah percepatan. Sebagai Salah satu alternatif pelayanan pendidikan bagi siswa berbakat, akselerasi perlu diikuti dengan eskalasi. Siswa program akselerasi, yang termasuk siswa berbakat akademik ini, diharapkan mamandang belajar sebagai kegiatan “pemahaman" dan memanfaatkan pengetahuan yang diperolehnya melalui proses pembelajaran ke dalam kehidupan nyata, Lebih dari sekedar memandang belajar sebagai “tahu lebih banyak”.
Program akselerasi di tingkat SMU di Indonesia mulai diselenggarakan pada tahun-1998 dengan mengacu pada Undang-Undang No.2-Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan dilaksanakan dengan mempercepat waktu belajar dan tiga tahun menjadi dua tahun. Pemadatan waktu belajar ini menyebabkan siswa cl dituntut untuk belajar mandiri. Belajar mandiri memerlukan suatu motivasi belajar yang timbul dari diri siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang melandasi siswa SMU program akselerasi dalam melakukan kegiatan belajarnya, kemudian dibandingkan dengan konsep siswa tentang belajar dan motivasi belajar yang dimiliki siswa SMU program reguler. SMU yang menyelenggarakan program akselerasi setelah menerima~SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai Penyelenggara Akselerasi Belajar adalah SMU Labschool Jakarta (1998), SMU AL Azhar Cikarang (1998), dan SMU Negeri 8 Jakarta (1999). Subjek penelitian ini berjumlah 70 yang terdiri dan siswa SMU Negeri 8 Jakarta (17 siswa program akselerasi dan 25 siswa program regular) dan SMU Labschool Jakarta (14 siswa program akselerasi dan 14 siswa program reguler) yang memiliki prestasi akademlk di atas rata-rata siswa-siswa lain di sekolahnya masing-masing. Dalam penelitian ini subyek memiliki renang nilai rata-rata rapor 7.23-8.62.
Lima jenis konsep siswa tentang belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dipandang sebagai kegiatan “akumulasi atau menyerap pengetahuan, membentuk antar pengetahuan, menggunakan atau memanfaatkan pengetahuan, melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru atau sekolah, dan bekerja sama dengan siswa lain". Jenis-jenis konsep tentang belajar tersebut mengacu pada hasil penelitian Marton, dkk. (1993), Purdie, dkk.
(1996), dan Vemlunt dan Van Rijswijk (1996). Lima jenis motivasi belajar yang diungkap dalam penelitian ini adalah belajar dilandaskan pada dorongan untuk “memperoleh nilai atau kelulusan, melanjutkan pendidikan, menguji kemampuan din, memenuhi minat pribadi, dan belajar yang dilandasi keragu-raguan ambivaIen”.
Alat ukur penelitian ini adalah skala “konsep siswa tentang belajar” yang terdiri dari lima jenis konsep dan skala “motivasi belajar siswa” yang terdiri dari lima jenis motivasi, dengan teknik uji coba terpakai. Dari skala “konsep siswa tentang belajar” diperoleh konsep secara umum (<»=.8278) dan skala masing-masing jenis konsep siswa bentang belajar (cr=.5798-.9178). Dari skala “motivasi belajar siswa" diperoleh motivasi secara umum (a=.8825) dan skala masing-masing jenis motivasi belajar siswa (a=.7433-.8227). Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah uji-t untuk /Independent- samples dan paired-samples. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai konsep tentang belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Konsep siswa tentang belajar yang mendominasi siswa program akselerasi dan siswa program reguler adalah belajar dipandang sebagai melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru/sekolah, belajar dipandang sebagai pembentuk kaitan antara pengetahuan, dan belajar dipandang sebagai kegiatan bekerja sama dengan siswa Iain.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan mengenai motivasi belajar antara siswa program akselerasi dengan siswa program reguler. Dibandingkan dengan siswa program akselerasi, siswa program reguler lebih memiliki motivasi belajar untuk memperoleh nilai/kelulusan dan untuk melanjutkan pendidikan. Dibandingkan dengan siswa program reguler, siswa program akselerasi Iebih memiliki renovasi belajar untuk memenuhi minat pribadi. Motivasi belajar yang mendominasi siswa program akselerasi adalah orongan untuk memenuhi minat pribadi, menguji kemampuan diri, dan melanjutkan pendidikan. Belajar oleh siswa program reguler, dilandaskan pada dorongan untuk menguji kemampuan diri, melanjutkan pendidikan, memenuhi minat pribadi, dan memperoleh nilai/kelulusan. Sebagai hasil Tambahan diperoleh bahwa Siswa program akselerasi dan siswa program reguler, memiliki motivasi belajar internal yang lebih tinggi dan motivasi belajar eksternal.
Motivasi belajar internal diperoleh dan jenis motivasi memenuhi minat pribadi dan menguji kemampuan diri, sedangkan motivasi belajar eksternal diperoleh dari jenis motivasi memperoleh nilai/kelulusan dan melanjutkan pendidikan. Untuk penelirian lebrh Ianjut, disarankan menggunakan desain peneliiian pretest-po tepatnya desain kompromi (compromise design), untuk memperoleh gambaran mengenai “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program akselerasi sebelum dan setelah memperoleh pembelajaran program akselerasi, kemudian dibandingkan dengan “konsep siswa tentang belajar” dan “motivasi belajar" yang dimiliki siswa program reguler."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni M. Arman
"Interaksi sosial merupakan sarana pembelajaran sosial bagi remaja dimana diperlukan upaya untuk menyesuaikan diri antara tuntutan sosial dengan kebutuhan dalam diri sendiri. Keberhasilan remaja dalam relasi antarpribadi memperlihatkan tingkat kompetensi yang dimiliki remaja untuk menjalin dan mengembangkan interaksi antarpribadi tersebut. Hambatan dalam menguasai kompetensi relasi antarpribadi menjadikan remaja mengalami kesulitan untuk bertindak secara efektif daiam bermasyarakat dan dapat berkembang menjadi hambatan psikologis di masa mendatang.
Ford (1992) mengungkapkan bahwa interaksi sosial dan relasi antarpribadi merupakan domain untuk menguasai kompetensi sosial. Penguasaan, kompetensi relasi antarpribadi pada remaja diperoleh melalui proses sosialisasi di antara teman dan kelompok sebaya, institusi sekolah serta media massa. Dalam penguasaan kompetensi relasi antarpribadi ini melibatkan pula upaya-upaya menampilkan diri di hadapan oranglain (Argyle, 1980). Upaya untuk menampilkan diri ini merupakan sarana untuk meningkatkan gambaran diri dan penerimaan sosial. Bagi remaja, penerimaan sosial di kalangan sesama teman dan kelompok sebaya pada lingkungannya merupakan tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi remaja dalam masa perkembangannya.
Menurut Snyder (dalam Briggs, Cheek & Buss, 1980), upaya menampilkan diri di hadapan orang Iain dipengaruhi oleh pemantauan diri (self-monitoring) yang terbagi atas pemantauan diri yang tinggi dan pemantauan diri yang rendah. Pemantauan diri yang tinggi berdasarkan situasi eksternal dan perilaku orang lain. Sedangkan pemantauan diri yang rendah berdasarkan disposisi internal yang terdapat dalam diri seorang - seperti belief, sikap, dan norma - dan kurang memperhatikan kesesuaian dengan lingkungan disekitamya. Oieh karena itu, pemantauan diri yang tinggi diharapkan tingkat kompetensi relasi antarpribadi akan tinggi mengingat bahwa perilaku yang ditampilkan di hadapan orang lain sesuai dengan konteks sosial yang menyertainya. Sedangkan pemantauan diri yang rendah diharapkan akan lebih rendah kemampuan menjalin relasi antarpribadi karena cenderung lebih memperhatikan disposisi pribadi dan kurang memperhatikan kesesuaian dengan konteks sosial yang ada.
Pendekatan yang dikembangkan untuk menilai tingkat penguasaan kompentensi relasi antarpribadi mencakup pendekatan interpersonal task. Menurut Buhrmester, dkk., (1988), konteks sosial yang ada membutuhkan beragam kompetensi sosial, dan setiap individu memiliki kompetensi yang beragam. Seseorang rnungkin berhasil dalam satu konteks sosial namun kurang berhasil dalarn konteks sosial yang lain. Lebih Ianjut, Buhrmester, dkk., (1988) mengajukan 5 ranah komponen kompetensi relasi antarpribadi yaitu initiation competence, negative assertion, self-disclosure, emotional support dan conflict management. Pemahaman terhadap masing-masing ranah membantu untuk menentukan perilaku yang paling sesuai dengan konteks sosial yang dihadapi. Melalui pendekatan ini, disusunlah alat ukur yang bernama "Interpersonal Competence Questionnaire" (ICQ) untuk mengetahui gambaran menyeluruh mengenai penguasaan kompetensi relasi antarpribadi pada remaja.
Adapun untuk mengukur pemantauan diri, dikembangkan alat ukur yang bernama Self-Monitoring Scale? (SMS) dari Snyder versi tahun 1974 (dalam Briggs, Vheek, & Buss, 1980). Pengukuran didasarkan atas kesesuaian dengan situasi eksternal dan disposisi internal, sehingga hasil yang diperoleh menunjukkan pemantauan diri yang tinggi atau pemantauan diri yang rendah. Alat ini diperlukan untuk mengetahui gambaran menyeluruh mengenai kemampuan remaja dalam menampilkan diri di hadapan orang Iain berdasarkan kategori pemantauan diri yang tinggi aiau pemantauan diri yang rendah.
Penelitian ini merupakan upaya untuk menambah pengetahuan teoritis mengenai kaitan antara pemantauan diri dengan kompetensi relasi antarpribadi pada remaja. Di samping itu, manfaat praktis yang diharapkan adalah untuk memperoleh langkah-Iangkah yang sesuai dalam tindakan preventif dan kuratif terhadap gejala yang menyimpang dari perilaku sosial remaja.
Subjek penelitian ini adalah siswa SMU kelas III, dimana mereka diharapkan telah mengalami relasi antarpribadi dengan teman dalam Iingkungan sekoIah dan cukup mampu untuk memberikan penilaian terhadap pemantauan diri dan penguasaan kompetensi relasi antarpribadi. Pengambilan sampel penélitian ditempuh dengan cara accidental sampling.
Melalui pengolahan data dan analisis diperoieh hasil bahwa tingkat kompetensi relasi antarpribadi di kalangan remaja menunjukkan taraf yang tinggi. Demikian pula degan kelima komponen kompetensi relasi antarpribadi yang mernperlihatkan tingkat kompetensi yang tinggi. Sedangkan pemantauan diri pada remaja cenderung agak rendah dan tergolong dalam pemantauan diri yang rendah. Kaitan yang terjadi antara pemantauan diri dengan kompetensi relasi antarpribadi pada remaja menunjukkan hasil yang signifikan sehingga peningkatan dalam pemantauan diri remaia akan meningkatkan pula kompetensi relasi antapribadi remaja. Penelitian ini memperlihatkan kesesuaian dengan pandangan yang dikemukakan oleh Argyle (1980) bahwa upaya menampilkan diri di hadapan orang Iain akan mempengaruhi pula kompetensi relasi antarpribadi.
Hasil penelitian ini akan semakin baik apabila memperhatikan faktor-faktor di luar kondisi yang dipakai dalam penelitian ini, seperti penilaian dilakukan pula oleh guru, teman atau orang tua. Generalisasi akan semakin akurat jika subjek penelitian diperoleh dan strata pendidikan yang berbeda atau usia yang beragam. Upaya untuk memperluas daerah penelitian yang meliputi perkotaan dan pedesaan, atau lingkungan sekolah yang beragam seperti STM dan madrasah, akan menambah pula nilai keakuratannya.
Penelitian lanjutan mengenai kompetensi relasi antarpribadi dan pemantauan diri dalam kaitannya dengan persoalan sehari-hari atau dalam kasus-kasus klinis semakin dirasakan keperluannya dalam memahami kompetensi relasi antarpribadi dan dalam kaitannya dengan pemantauan diri seseorang."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trivita Damayanti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S7312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Konsep diri merupakan cara pandang seseorang mengenai dirinya sendiri. Motivasi untuk rneraih rnasa depan merupakan suatu dorongan dari dalam atau luar dirinya sendiri yang mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku dengan tujuan meraih impian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri anak jalanan usia remaja dan motivasi untuk meraih masa depan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Sampel penelitian ini benjumlah 134 responden yang merupakan anak jalanan di Terminal Depok yang berusia 15-18 tahun dan bersekolah di Sekolah Masjid Terminal Depok yang dipilih secara random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner mengenai konsep diri dan motivasi untuk meraih masa depan. Untuk mengukur konsep diri digunakan Tennessee Self Concept Scale yang telah dimodiiikasi, sedangkan untuk rnengukur motivasi untuk meraih masa depan digunakan kuesioner yang telah dibuat sendiri oleh peneliti. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara konsep diri dan motivasi untuk meraih masa depan pada anak jalanan usia remaja di Terminal Depok (alpha = 0,05; p value = 0,000; dan OR = 9,646).

Self-concept is the individual perspective to describe their own self. Motivation to achieve the fiiture is a force either from the outside or inside of individual itself leading them to behave and its purpose is to fulfill their dreams. The purpose of this research is to know the correlation between self-concept and motivation to achieve the future on adolescence street children at Terminal Depok. The methodology that being used in this research is descriptive correlation. The total amount of the sample of this research is 134 respondents that are adolescence street children at Tenninal Depok which age around 15 through 18 years old and they go to school at Sekolah Masjid Terminal Depok, they were being chosen by random sampling. The data was collected by using a questionnaire sheet about self concept and motivation to achieve the future. To measure self concept, researchers used Tennessee Self Concept Scale that has been modified. Besides that, to measure motivation to achieve the future, researchers used the questionnaire that made by ourselves. The collected data is being analyzed by using Chi-Square test. The results of this research showed that there was a significant correlation between self-concept and motivation to achieve the future on adolescence street children at Tenninal Depok (alpha = 0,05; p value = 0,000; and OR = 9,646)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
TA5915
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>